11
oleh reseptor transferin yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas, kompleks transferin dan reseptor transferin akan terlokalisir
pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin, cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom, menyebabkan perubahan
konformasional dalam protein sehingga melepaskan ikatan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan
bantuan DMT1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel sehingga dapat dipergunakan
kembali. Beberapa penelitian membuktikan pengaruh asupan vitamin C terhadap
kejadian anemia. Penelitian Safyanti menemukan bahwa remaja putri yang konsumsi vitamin C kurang dari 100 AKG memiliki risiko 3,5 kali lebih tinggi
mengalami anemia dibandingkan dengan remaja putri yang mengkonsumsi vitamin C ≥ 100 AKG.
15
Satyanigsih dan Kwatrin pada tahun 2007 juga menemukan hal yang sama, yaitu risiko mengalami anemia lebih tinggi 4 kali
lipat pada remaja putri yang konsumsi vitamin C kurang dari AKG.
16
Penelitian Guntur pada tahun 2004 juga menemukan bahwa frekuensi konsumsi vitamin C
dan kadar Hb menunjukkan hubungan yang bermakna p=0,000. Persamaan regresi linier menunjukkan bahwa setiap bertambahnya frekuensi konsumsi
vitamin C 1 kali akan meningkatkan kadar Hb sebesar 0,06 gdL. Artinya semakin sering seseorang mengkonsumsi vitamin C, semakin tinggi kadar Hb.
17
2.3 Indeks Massa Tubuh IMT atau Body Mass Index BMI
Salah satu contoh penilaian status gizi dengan antropometri adalah Indeks Massa Tubuh IMT. Indeks Massa Tubuh IMT atau Body Mass Index BMI
merupakan metode sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat
badan kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan risiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh
karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.
12
Untuk mengetahui IMT orang dewasa digunakan data berat badan dan tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur di atas 18
tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Batas ambang IMT untuk Indonesia menggunakan klasisikasi IMT Asia Pasifik. Tabel 2. 4 Klasifikasi indeks massa tubuh Asia Pasifik
Kategori IMT kgm
2
Underweight 18,5
Normal 18,5-22,9
Overweight 23,0-24,9
Obese 25,0
Sumber : World Health Organization 2000
2.4 Survei Konsumsi Makanan
Secara umum survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi
pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut.
2.4.1 Estimated Food Records
Metode ini disebut juga food record atau diary records, yang digunakan untuk mencatat jumlah yang dikonsumsi. Pada metode ini responden diminta
untuk mencatat semua yang dia makan dan minum setiap kali sebelum makan dalam Ukuran Rumah Tangga URT atau menimbang dalam ukuran berat gram
13
selama periode tertentu 2-4 hari berturut-turut, termasuk cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.
Langkah-langka pelaksanaan food record: Responden mencatat makanan yang dikonsumsi dalam URT atau gram
nama masakan, cara persiapan, dan pemasakan bahan makanan Petugas memperkirakanestimasi URT ke dalam ukran berat gram untuk
bahan makanan yang dikonsumsi tadi. Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan DKBM.
Membandingkan dengan AKG. Metode ini dapat memberikan informasi konsumsi yang mendekati
sebenarnya true intake tentang jumlah energi dan zat gizi yang dikonsumsi oleh individu.
Kelebihan metode estimated food record: Metode ini relatif murah dan cepat.
Dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar. Dapat diketahui zat gizi sehari
Hasilnya relatif lebih akurat. Kekurangan metode estimated food record:
Metode ini terlalu membebani responden, sehingga sering menyebabkan responden mengubah kebiasaan makannya.
Tidak cocok untuk responden yang buta huruf. Sangat bergantung pada kejujuran dan kemampuan responden dalam
mencatat dan memperkirakan jumlah konsumsi.
14
2.4.2 Metode Frekuensi Makanan Food frequency
Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode
tertentu seperti hari, minggu, bulan, atau tahun. Selain itu dengan metode frekuensi makanan dapat memperoleh gambaran
pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tetapi karena periode pengamatannya lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan rangking
tingkat konsumsi zat gizi, maka cara ini paling sering digunanakan dalam penelitian epidemiologi gizi.
Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan makanan atau makanan dan frekuensi konsumsi makanan tersebut pada periode tertentu.
Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.
Langkah-langkah metode frekuensi makanan: Responden diminta untuk memberi tanda pada daftar makanan yang
tersedia pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya.
Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat
gizi tertentu selama periode tertentu pula. Kelebihan metode frekuensi makanan:
Relatif murah dan sederhana. Dapat dilakukan sendiri oleh responden.
Tidak membutuhkan latihan khusus. Dapat membantu menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan
makan.
15
Kekurangan metode frekuensi makanan: Tidak dapat menghitung intake zat gizi sehari.
Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data. Cukup menjemukan bagi pewanwancara.
Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner.
Responden harus jujur dan mempunyai motivasi tinggi.
2.4.3 Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia
Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama dan tercermin dari nilai status gizinya.
Salah satu penyebab anemia adalah kurang asupan zat besi yang diperoleh dari konsumsi makanan sehari-hari. Secara umum, konsumsi makanan berkaitan
erat dengan status gizi. Bila makanan yang dikonsumsi mempunyai nilai gizi yang baik, maka status gizi juga hampir dipastikan baik. Sebaliknya bila makanan yang
dikonsumsi kurang nilai gizinya, maka akan menyebabkan kekurangan gizi, salah satunya anemia.
Penelitian yang dilakukan oleh Peni 2009 menunjukkan bahwa 95,7 responden dengan status gizi kurang menderita anemia, sedangkan responden
yang status gizi normal 54,5 menderita anemia. Dari uji statistik didapatkan adanya hubungan status gizi dengan kejadian anemia p=0,001.
18
Menurut Thompson 2007 yang diacu oleh Arumsari 2008, status gizi mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin; artinya semakin
buruk status gizi seseorang maka semakin rendah kadar Hbnya.
5
16
2.5 Kerangka Konsep
Keterangan : variabel yang akan diteliti
variabel yang tidak diteliti
hubungan yang akan diteliti
hubungan yang tidak diteliti
Infeksi -malaria
-HIV -cacing
tambang Riwayat Perdarahan
akutkronik Asupan vitamin C
Faktor penghambat penyerapan Fe
Asupan sumber Fe, asam folat, vitamin
B12
Anemia Riwayat gagal
ginjal kronik Status gizi
17
2.6 Definisi Operasional
No Variabel
Definisi Cara Ukur
Alat Ukur Hasil Ukur
Skala penguk
uran
1. Asupan
vitamin C Jumlah dan
frekuensi vitamin C yang dikonsumsi
seseorang Angket
-Food record -Semikuantitatif
FFQ 1.Cukup
≥ 60 mg per hari 2.Kurang
60 mg per hari
Ordinal
2. Anemia
suatu keadaan berkurangnya
hingga di bawah nilai normal jumlah
sel darah merah, kuantitas
hemoglobin, dan volume packet red
blood cells hematokrit per
100 ml darah.
6
Mengambil sedikit darah
dari ujung jari subjek
penelitian dengan
mengguna kan lancet
untuk mendapatka
n nilai kadar
hemoglobin
Hemoglobino meter
1.Normal Hb ≥ 12 grdl
2.Anemia Hb 12 grdl
Ordinal
3. Indeks
massa tubuh
Nilai yang diambil dari perhitungan
antara berat badan BB dan tinggi
badan TB seseorang.
17
Mengukur berat badan
dan tinggi
badan 1.Underweight
IMT 18,5 kgm
2
2.Normal IMT 18,5
–22,9 kgm
2
3.Overweight IMT 23
–24,9 kg m
2
4. Obese IMT ≥25 kgm
2
Ordinal
18
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian bersifat deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
asupan vitamin C, indeks massa tubuh, dan kejadian anemia pada mahasiswi PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kampus FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Juli
– 2 September 2012.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi untuk penelitian ini adalah mahasiswi PSPD UIN Syarif Hidayatullah Angkatan 2009-2011. Sedangkan sampel penelitian ini adalah
mahasiswi yang mempunyai siklus menstruasi normal dan telah menandatangani lembar persetujuan dan bersedia mengikuti penelitian. Metode sampling pada
penelitian ini adalah simple random sampling dengan teknik menunjuk secara acak sampel di setiap angkatan.
3.3.1 Jumlah Sampel
2 2
2 1
2 2
1 1
2 1
2 P
P Q
P Q
P Z
PQ Z
n n
Keterangan: Zα
: deviat baku alpha, ditetapkan sebesar 5 Zα = 1,64 Zβ
: deviat baku beta ditetapkan sebesar 20 Zβ = 0,84