Metabolisme Vitamin C Bentuk Sediaan dan Sumber Vitamin C Angka Kecukupan Gizi AKG Hubungan Vitamin C terhadap Anemia

6 pengambilan darah vena pada orang dewasa adalah di vena dalam fossa cubiti, pada bayi vena jugularis superficialis atau sinus sagitalis superior.

2.1.4 Hemoglobinometer

Hemoglobinometer adalah suatu alat untuk mengukur kadar hemoglobin dalam darah. Portable hemoglobinometer menyediakan pengukuran yang mudah dan terpercaya terhadap kadar hemoglobin yang dapat digunakan khususnya di daerah yang tidak memiliki laboratorium. Portable hemoglobinometer adalah suatu alat noninvasif untuk menentukan konsentrasi oksigen di jaringan yang diambil dari permukaan kulit. Meskipun cara penetapan kadar hemoglobin dalam darah yang dianjurkan masa kini bukanlah yang memakai hemoglobinometer menurut sahli, tapi cara ini masih berguna dalam laboratorium kecil. 8

2.2 Vitamin C

Vitamin C atau asam askorbat disintesis dari glukosa dan galaktosa dari tanaman dan kebanyakan hewan. 9 Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara oksidasi terutama apabila terkena panas. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. 10 Di dalam tubuh, vitamin C terdapat di dalam darah khususnya leukosit, korteks anak ginjal, kulit, dan tulang. Vitamin C akan diserap di saluran cerna melalui transpor aktif. 11

2.2.1 Metabolisme Vitamin C

Vitamin C mudah diabsorbsi secara aktif dan mungkin pula secara difusi pada bagian atas usus halus lalu masuk ke peredaran darah melalui vena porta. Rata-rata arbsorbsi adalah 90 untuk konsumsi 20-120 mghari. Konsumsi tinggi sampai 12 gram hanya diarbsorbsi sebanyak 16. Vitamin C kemudian dibawa ke semua jaringan. Konsentrasi tertinggi adalah di dalam jaringan adrenal, hipofisis, 7 dan retina. 11 Tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg vitamin C apabila konsumsi vitamin C mencapai 100 mghari. Status vitamin C di dalam tubuh diketahui melalui tanda-tanda klinik dan pengukuran kadar vitamin C di dalam darah. Tanda-tanda klinik kekurangan vitamin C antara lain, perdarahan gusi dan perdarahan kapiler di bawah kulit. Tanda-tanda dini kekurangan vitamin C dapat terlihat apabila kadar vitamin C darah di bawah 0,20 mgdl. 11

2.2.2 Bentuk Sediaan dan Sumber Vitamin C

Vitamin C alami terdapat pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Daftar kandungan Vitamin C dalam buah dan sayur dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. 2 Nilai vitamin C berbagai bahan makanan Sumber :Almatsier 2004 Preparat vitamin C dapat berbentuk tablet atau larutan yang mengandung 50-1500 mg. Untuk sediaan suntikan terdapat larutan yang mengandung vitamin C 100-500 mg. 12 8

2.2.3 Angka Kecukupan Gizi AKG

Angka kecukupan gizi sehari vitamin C untuk Indonesia menurut Widya Karya Pangan dan Gizi 2004 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. 3 Angka Kecukupan Gizi Vitamin C Sumber : Widya karya pangan dan gizi 2004

2.2.4 Hubungan Vitamin C terhadap Anemia

Vitamin C mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyerapan besi terutama dari besi nonhem yang banyak ditemukan dalam makanan nabati. Bahan makanan yang mengandung besi hem yang mampu diserap sebanyak 37 sedangkan bahan makanan golongan besi nonhem hanya 5 yang dapat diserap oleh tubuh. Penyerapan besi nonhem dapat ditingkatkan dengan kehadiran zat pendorong penyerapan seperti vitamin C dan faktor-faktor pendorong lain seperti 9 daging, ayam, ikan. 13 Vitamin C meningkatkan absorpsi besi dengan mereduksi ion ferri menjadi ion ferro. 14 Absorpsi besi dalam bentuk nonhem meningkatkan empat kali lipat bila disertai vitamin C. Vitamin C juga berperan dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke ferritin. 9 Proses absorpsi besi terutama terjadi terutama di bagian proksimal duodenum. Proses absorbsi besi dibagi dalam 3 fase: 7 1. Fase luminal : yaitu besi yang ada dalam makanan diolah di dalam lambung agar siap untuk diserap di duodenum . Pada fase ini besi di dalam makanan terbagi dalam dua bentuk yaitu : a. Besi heme : terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsinya tinggi, bioavabilitas tinggi. b. Besi non-heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat absorbsinya rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu atau penghambat sehingga bioavabilitasnya rendah. Yang merupakan bahan sebagai pemacu absorbsi besi adalah “ meat factors “ dan vitamin C, sedangkan sebagai bahan penghambat ialah tanat, phytat dan serat fiber. Dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk Fe 3+ ke Fe 2+ yang siap untuk diserap. 2. Fase mukosal : yaitu proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses yang aktif. Penyerapan pada fase ini terutama terjadi melalui duodenum dan jejunum proksimal. Besi dipertahankan dalam keadan terlarut yang dipengaruhi oleh asam lambung. Sel absorptif yang terletak pada puncak dari vili usus apical cell. Pada brush border dari sel absortif, Fe 3+ dikonversi menjadi Fe 2+ oleh enzim ferireduktase, yang dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like DCYTB. Transport Fe 2+ melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter DMT 1, disebut juga sebagai Nramp 2. Setelah besi masuk ke dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian 10 diloloskan melalui basolateral transporter ferroprotin disebut juga sebagai IREG 1 ke dalam kapiler usus. Besi heme diabsorbsi melalui proses yang berbeda yang mekanismenya belum diketahui dengan jelas. Besi heme dioksidasi menjadi hemin, yang kemudian diabsorbsi secara utuh yang diperkirakan melalui suatu reseptor. Absorbsi besi heme jauh lebih efisien dibandingkan dengan besi non-heme. Gambar 2.1 Penyerapan besi hem dan non-hem Sumber : Kraus e’s 2012 3. Fase korporeal : yaitu proses yang meliputi transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel – sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi storage oleh tubuh. Besi setelah diserap oleh enterosit epitel usus, melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin. Transferin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses pinositosis. Satu molekul transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin akan diikat 11 oleh reseptor transferin yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas, kompleks transferin dan reseptor transferin akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin, cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom, menyebabkan perubahan konformasional dalam protein sehingga melepaskan ikatan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel sehingga dapat dipergunakan kembali. Beberapa penelitian membuktikan pengaruh asupan vitamin C terhadap kejadian anemia. Penelitian Safyanti menemukan bahwa remaja putri yang konsumsi vitamin C kurang dari 100 AKG memiliki risiko 3,5 kali lebih tinggi mengalami anemia dibandingkan dengan remaja putri yang mengkonsumsi vitamin C ≥ 100 AKG. 15 Satyanigsih dan Kwatrin pada tahun 2007 juga menemukan hal yang sama, yaitu risiko mengalami anemia lebih tinggi 4 kali lipat pada remaja putri yang konsumsi vitamin C kurang dari AKG. 16 Penelitian Guntur pada tahun 2004 juga menemukan bahwa frekuensi konsumsi vitamin C dan kadar Hb menunjukkan hubungan yang bermakna p=0,000. Persamaan regresi linier menunjukkan bahwa setiap bertambahnya frekuensi konsumsi vitamin C 1 kali akan meningkatkan kadar Hb sebesar 0,06 gdL. Artinya semakin sering seseorang mengkonsumsi vitamin C, semakin tinggi kadar Hb. 17

2.3 Indeks Massa Tubuh IMT atau Body Mass Index BMI

Dokumen yang terkait

Hubungan riwayat Miopia pada keluarga dengan kejadian Miopia pada mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011

0 7 47

Hubungan Aktivitas Fisik dan Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Osteopenia Pada Mahasiswi Semester 6 dan Semester 8 PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2 7 106

Hubungan asupan zat besi dengan kejadian anemia pada mahasiswi PSPD angkatan 2009-2011 Uin Syarif Hidayatullah Jakarta

0 7 61

Pengetahuan, sikap, dan perilaku mahasiswa program studi pendidikan dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang makanan cepat saji ( fast food) tahun 2009

0 21 71

Prevalensi Otomikosis pada Mahasiswi PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Faktor yang Mempengaruhi

2 26 58

Pemetaan Kajian Tafsir Al-Qur’an pada Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: Analisis Sitiran Pengarang yang Disitir Disertasi Mahasiswa Tahun 2005-2010

0 5 55

Popularitas tafsir Indonesia di UIN syarif hidayatullah Jakarta

3 16 112

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, ZAT BESI (Fe) DAN VITAMIN C DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA SISWI SMK PENERBANGAN Hubungan Antara Asupan Protein, Zat Besi (Fe) Dan Vitamin C Dengan Kejadian Anemia Pada Siswi Smk Penerbangan Bina Dhirgantara Karanganyar.

0 4 16

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN PROTEIN, VITAMIN C, DAN KEBIASAAN MINUM TEH DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA Hubungan Antara Asupan Protein, Vitamin C, Dan Kebiasaan Minum Teh Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di SMA Negeri 1 Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo Jawa

0 1 14

Hubungan Indeks massa tubuh dan asupan K

0 0 10