16 Pada fase ini jumlah sel yang mati meningkat. Konsentrasi produk
buangan yang bersifat toksis meningkat dan ketersediaan makanan untuk bakteri menurun. Jumlah bakteri yang mati meningkat dengan cepat. Engelkirk, 2010.
2.7 Pengukuran Aktivitas Antibakteri
Penentuan kepekaan bakteri terhadap antibakteri tertentu dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu metode dilusi dan metode difusi.
a. Metode Dilusi
Metode ini digunakan untuk mengukur kadar hambat minimum KHM dan kadar bunuh minimum KBM. Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat
seri pengenceran agen antimikroba pada media yang telah ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimkroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih
tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media tanpa
penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media yang tetap terlihat jernih ditetapkan sebagai KBM Pratiwi, 2008.
b. Metode Difusi Agar
Metode yang paling sering digunakan yaitu metode difusi agar. Obat dengan jumlah tertentu ditempatkan pada permukaan media padat yang
sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya dan kemudian diinkubasi. Diameter zona hambatan sekitar pencadang digunakan untuk
mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika dan kimia, misalnya sifat medium,
kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat Jawetz, dkk., 2001.
BAB III
17
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental dengan meliputi pengumpulan sampel dan pembuatan simplisia, pemeriksaan karakteristik
simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol kulit buah markisa dengan cara perkolasi kemudian difraksinasi berturut-turut dengan pelarut n-heksan dan
etilasetat kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU Medan dan Laboratorium Farmakognosi Fakultas Farmasi USU Medan pada bulan maret 2015 sampai mei
2015.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat- alat gelas, alat tanur, autoklaf Fisons, aluminium foil, blender Philips, cakram kertas, cawan
petri, inkubator Fiber Scientific, jangka sorong, lampu bunsen, lemari pendingin Toshiba, Laminar Air Flow Cabinet Astec HLF I200L, oven Memmert, pipet
mikro Eppendorf, pinset, rotary evaporator Haake D, spektrofotometervisible Dynamica Halo Vis-10 dan timbangan analitik Mettler Toledo
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah markisa ungu, nutrient agar, nutrient broth, akuades. Bahan kimia yang
digunakan berkualitas pro analisa,: alfa-naftol, amil alkohol, asam asetat
18 anhidrida, asam klorida pekat, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, benzen, besi
III klorida, bismut III nitrat, dimetil sulfoksida DMSO, etanol, etilasetat, iodium, isopropanol, kalium iodida, kloroform,kristal natrium hidroksida, metanol
n-heksan, natrium klorida, raksa II klorida, timbal II asetat, serbuk magnesium, kloralhidrat. Bakteri yang digunakan adalah bakteri Staphylococcus aureus ATCC
25923dan Escherichia coli ATCC 25922.
3.2.
Penyiapan Bahan
Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengambilan bahan tumbuhan, identifikasi bahan tumbuhan dan pembuatan simplisia kulit buah markisa ungu
Passiflora edulis Sims.
3.2.1 Pengambilan bahan tanaman
Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan tumbuhan
yang digunakan adalah kulit dari buah markisa ungu yang telah matang yang diperoleh dari Pasar Sei Kambing, Kecamatan Medan Petisah, Kota Madya
Medan, Provinsi Sumatera Utara.
3.2.2 Identifikasi tanaman
Identifikasi bahan tumbuhan dilakukan di “Herbarium Bogoriense”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI, Cibinong Bogor.
3.2.3 Pembuatan simplisia
Pembuatan simplisia dilakukan dengan cara kulit buah markisa ungu segar yang telah dikumpulkan, dibersihkan dari pengotor yang melekat, lalu dicuci
dengan air sampai bersih dan ditiriskan. Bahan tumbuhan dikeringkan dengan
19 cara diangin-anginkan terlebih dahulu, kemudian ditimbang berat basahnya dan
dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil lalu dikeringkan di dalam lemari pengering sampai simplisia menjadi kering . Simplisia kering kemudian diblender
hingga menjadi serbuk dan disimpan dalam wadah plastik yang tertutup rapat.
3.3 Pembuatan Pereaksi 3.3.1 Pereaksi Mayer
Campurkan 60 ml larutan raksaII klorida P 2,266 bv dan 10 ml larutan kalium iodida P 50 bv, tambahkan air secukupnya hingga 100 ml
Depkes RI, 1995.
3.3.2 Pereaksi Dragendorff
Campur 20 ml larutan bismut nitrat P 40 bv dalam asam nitrat p dengan 50 ml larutan kalium iodida p 54,4 bv diamkan sampai memisah sempurna.
Diambil larutan jernih dan encerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml Depkes RI, 1995
3.3.3 Pereaksi Bouchardat
Larutkan 2 g iodium P dan 4 g kalium iodida P dalam air secukupnya hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.3.4 Pereaksi Molish
Larutan a naftol P 3 bv dalam asan nitrat 0,5 N Depkes RI, 1995.
3.3.5 Pereaksi Liebermann-Burchard
Campurkan 5 bagian volume asam sulfat P dengan 50 bagian Volume etanol 95 P. Tambahkan hati-hati 5 bagian volume asam asetat anhidrida
ke dalam campuran tersebut, dinginkan Depkes RI, 1995.
3.3.6 Pereaksi besi III klorida 1 bv
20 Sebanyak 1 g besi III klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml
Depkes RI, 1995.
3.3.7 Pereaksi timbal II asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal II asetat P dilarutkan dalam air suling bebas CO2 hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.3.8 Pereaksi asam klorida 2 N
Larutan asam klorida P 7,293 bv Depkes RI, 1995.
3.3.9 Pereaksi natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8,001 g natrium hidroksida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.3.10 Larutan asam sulfat 2 N
Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml ditambahan air suling sampai 100 ml Depkes RI, 1995.
3.3.11 Larutan kloralhidrat
Sebanyak 50 g kristal kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling Depkes RI, 1995.
3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia
Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,
penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.
3.4.1 Pemeriksaan makroskopik
21 Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, ukuran,
bau, rasa dan warna dari kulit buah markisa ungu.
3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia kulit buah markisa ungu. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi
dengan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian dilihat dibawah mikroskop, kemudian diamati bentuk-bentuk mikroskopis dari simplisia dengan
berbagai pembesaran pada mikroskop.
3.4.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi destilasi toluena. Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu
alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume
air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Dalam labu yang berisi toluen jenuh tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang
seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air
tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik, setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen.
Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume
dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa WHO, 1998.
3.4.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
22 Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan
selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa
dipanaskan pada suhu 105
o
C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.
3.4.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,
kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105
o
C sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol 96 dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.
3.4.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan Depkes RI, 1995.
3.4.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml
23 asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995.
3.5 Skrining Fitokimia 3.5.1 Pemeriksaan alkaloida
Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit,
didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida sebagai berikut:
a. Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes larutan pereaksi Mayer, maka akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau putih kekuningan.
b. Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat, maka akan terbentuk endapan berwarna coklat.
c. Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff, maka akan terbentuk endapan warna merah atau jingga.
Alkaloida positif jika endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan diatas Depkes RI, 1995.
3.5.2 Pemeriksaan flavonoida
Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat
ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Hasil menunjukan positif flavonoida
24 jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol
Farnsworth, 1966.
3.5.3 Pemeriksaan glikosida
Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, lalu disari dengan 30 ml campuran dari 7 bagian etanol 95 dan 3 bagian air suling, kemudian direfluks
selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu
disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 2 bagian isopropanol dan 3 bagian kloroform, perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali menghasilkan 2 lapisan.
Dikumpulkan masing-masing sari sari air dan sari pelarut organik. Sari pelarut organik dikumpulkan dan ditambahkan Na
2
SO
4
anhidrat, disaring kemudian diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50
o
C, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sari air digunakan untuk percobaan berikut: sepersepuluh ml
larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Pada larutan ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi
Molish, lalu ditambahkan dengan hati-hati 2 ml asam sulfat pekat, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula glikon
Depkes RI, 1995.
3.5.4 Pemeriksaan glikosida antrakinon
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzena,
dikocok dan didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring, kocok lapisan benzena dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air menghasilkan warna
merah dan pada lapisan benzena yang tidak berwarna menunjukan adanya
25 senyawa antrakinon Depkes RI, 1995.
3.5.5 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil
sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1 . Jika terjadi warna biru atau kehitaman menunjukkan adanya tanin Farnsworth, 1966.
3.5.6 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, dinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10
detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N menunjukan
adanya saponin Depkes RI, 1995. 3.5.7 Pemeriksaan steroidtriterpenoid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20
tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat pereaksi Liebermann- Burchard, diteteskan pada saat akan mereaksikan sampel uji. Timbulnya warna
biru atau biru hijau menunjukan adanya steroid, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid Harborne, 1987.
3.6 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan pelarut etanol 96 . Sebanyak 500 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam
wadah kaca dan dibasahi dengan etanol 96 dan dilakukan maserasi selama 3
26 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali
ditekan dengan hati- hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari,
perkolator ditutup dan dibiarkan 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml tiap menit, cairan penyari ditambahkan berulang- ulang
secukupnya dengan memasang botol cairan penyari diatas perkolator dan diatur kecepatan penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan tetes perkolat,
sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak
meninggalkan sisa. Ekstrak yang diperoleh digabung dan disaring, lalu pelarut diuapkan pada
tekanan rendah dengan suhu tidak lebih dari 40
o
C menggunakan Rotary evaporator, sehingga didapat ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh
dikeringbekukan dengan freeze dryer Ditjen POM, 1979.
3.6.1 Pembuatan fraksi n-heksan, fraksi etilasetat dan fraksi air
Sebanyak 10 g ekstrak etanol ditambahkan 10 ml aquadest lalu ditambahkan 40 ml n-heksan, dikocok dalam corong pisah dan dibiarkan sampai memisah,
kemudian dipisahkan, selanjutnya difraksinasi kembali dengan menggunakan pelarut n-heksan hingga diperoleh fraksi n-heksan yang jernih tidak memberikan reaksi
positif dengan penambahan pereaksi Lieberman-Burchard, kemudian fraksi air ditambahkan 50 ml etilasetat, dikocok dan dibiarkan memisah. Lapisan etilasetat
dipisahkan dan fraksinasi dilanjutkan sampai diperoleh fraksi etilasetat yang jernih tidak memberikan hasil positif dengan penambahan pereaksi FeCl
3
. Kumpulan hasil fraksi n-heksan, fraksi etilasetat dan fraksi sisi air masing-masing diuapkan dengan
27
rotary evaporato r pada temperatur ± 40°C sampai diperoleh ekstrak kental, kemudian dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu -40°C selama ± 24 jam.
3.7 Pembuatan Media 3.7.1 Media nutrient agar
Komposisi: −
Lab-lemco powder 1 g −
Yeast extract 2g −
Peptone 5 g −
Sodium chloride 5 g −
Agar 15 g Cara Pembuatan:
Sebanyak 28 g media nutrient agar NA yang sudah jadi ditimbang, disuspensikan ke dalam air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut
sempurna. Media kemudian dimasukkan dalam labu dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit Oxoid, 1982.
3.7.2 Media nutrient broth
Komposisi: −
Lab-lemco powder 1 g −
Yeast extract 2 g −
Peptone 5 g −
Sodium chloride 5 g Cara Pembuatan:
Sebanyak 13 g media nutrient broth NB yang sudah jadi ditimbang,
28 disuspensikan ke dalam air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut
sempurna. Media kemudian dimasukkan dalam labu dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit Oxoid, 1982.
3.8 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan di dalam oven pada
suhu 170°C selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Jarum ose dan pinset dipijar dengan lampu Bunsen Lay,1994.
3.9 Pembuatan Stok Kultur Bakteri