Strategi Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA)

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA

TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA)

(Studi Kasus di Kelurahan Tanah Enam Ratus,

Kecamatan Medan Marelan, Kotamadya Medan)

SKRIPSI

OLEH :

DWIE VIKHA SORAYA

040304071

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

RINGKASAN

DWIE VIKHA SORAYA (040304071), dengan judul

STRATEGI

PENGEMBANGAN USAHA TANAMAN OBAT KELUARGA

(TOGA).

Studi Kasus di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan, Kotamadya Medan. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir.Iskandarini,M.M, dan Bapak Ir.Luhut Sihombing,MP.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi, mengolah dan menganalasis data tentang:

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kekuatan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kelemahan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

3. Bagaimana peluang yang tersedia untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

4. Apa saja ancaman dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian ?

5. Bagaimana strategi pengembangan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

Metode penentuan sampel yang digunakan adalah sensus, semua petani yang ada dalam populasi dijadikan sebagai sampel, jumlah keseluruhan sampel adalah 30 petani Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Dari hasil penelitian diperoleh :

1. Kekuatan yang dapat diandalkan dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu sebagai obat pertolongan pertama dan bibit tanaman mudah didapat.

2. Kelemahan yang dapat diandalkan dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu tanaman obat keluraga (TOGA) tidak ada harganya dan obat dari tanaman obat keluarga (TOGA) kurang praktis.

3. Peluang terbesar yang dapat diperoleh dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari dan gaya hidup sehat masyarakat.

4. Ancaman terbesar yang dihadapi dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu kurangnya peminat tanaman obat keluarga (TOGA) dan obat generik.

5. Strategi pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) ini mampu berada pada daerah IV (STABILITAS/Hati-Hati). Hal ini berarti bahwa usaha pengembangan tanaman obat keluarga (TOGA) masih dalam stabilitas - hati-hati terutama difokuskan terhadap keunggulan produk tanaman obat keluarga (TOGA).Strategi pengembangan yang digunakan pada usaha pengembangan tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu memfokuskan pada keunggulan produk tanaman obat keluarga (TOGA) dan Menggalakan sosialisasi pemanfaatan budidaya tanaman obat keluarga (TOGA).


(3)

RIWAYAT HIDUP

DWIE VIKHA SORAYA, lahir di Medan pada tanggal 11 desember 1986, sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari keluarga Ayahanda Boedi susetyo dan Ibunda Enny Wardhani.

Pendidikan formal yang ditempuh oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Tahun 1992 masuk Sekolah Dasar di SD Kemala Bhayangkari I Medan dan

tamat Tahun 1998

2. Tahun 1998 masuk Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Swasta Harapan 2 Medan dan Tamat Tahun 2001

3. Tahun 2001 masuk Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri I Medan dan tamat Tahun 2003.

4. Tahun 2004. diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Agribisnis.

5. Tahun 2008, mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Saribu Dolok.

6. Tahun 2008, melakukan penelitian skripsi di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan, Kotamadya Medan.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-NYA yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judu skripsi ini adalah “STRATEGI

PENGEMBANGAN USAHA TANAMAN OBAT KELUARGA

(TOGA)”.Studi Kasus di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan

Marelan, Kotamadya Medan. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tuaku Boedi Susetyo dan Enny Wardhani atas segala kasih

sayangnya, perhatiannya, semangatnya dan doanya yang tiada habisnya selama saya menyelesaikan skripsi ini. Serta Paramitha Ayuningtyas “myone and only sister” untuk setiap perhatiannya dan semangatnya.

2. Ibu Ir. Iskandarini, M.M., selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak sekali meluangkan waktunya untuk membantu, mengajari dan membimbing saya dengan sabar dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP., selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Ketua Departemen SEP, FP USU yang telah banyak membantu saya dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Ibu DR.Ir Salmiah, M.S., selaku Sekertaris Departemen SEP, FP USU. 5. Ibu Sadinem dan Seluruh Petani Sampel yang telah membantu saya dalam


(5)

6. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai di Departemen SEP, FP USU, khususnya Ibu DR.Ir. Diana Chalil, M.Si., Kak Lisbeth, Kak Runi dan Kak Yani yang mempermudah saya dalam setiap proses administrasi.

7. Arie Prastyo si salah satu motivator terbesarku dan yang selalu ada.

8. Teman-teman mahasiswa “stambuk 04” SEP USU, khususnya sahabatku Rita, Marini, Kak cut, Rizky, Sari, Yudi, Tama (atas bantuan nya yang sangat-sangat banyak mulai dari seminar sampai skripsi), Juga Wina, Taqim, Ahmad, Moro, Raden, Aya, Emma, Erna, Juni, Anita, Rambo, Emma Pinem, Marwandi.

9. Sahabat-sahabat terbaik ku, Astria, Mutiara, Noria, Yuliana, Yulvira (my best since lower secondary school, now and then), Serta Qido, Astarie, Wia, Wita, Ella, Karfika, Tari, Urie, Darma, Kibi, Apri yang selalu mempertanyakan kapan saya tamat.

10. Dan untuk seluruh teman-teman yang membantu hingga skripsi ini selesai dikerjakan, terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

Atas segala kekurangan dan kesalahan dalam penulisan skripsi ini peneliti mohon kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2009


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 5

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka ... 7

Landasan Teori ... 19

Kerangka Pemikiran ... 23

Hipotesis Penelitian ... 26

METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 27

Metode Pengambilan Sampel ... 28

Metode Pengumpulan Data ... 28

Metode Analisis Data ... 29

Defenisi dan Batasan Operasional ... 32

Defenisi ... 32

Batasan Operasional ... 33

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL Luas dan Letak Geografi ... 34

Keadaan Penduduk ... 34

Perekonomian Desa ... 35


(7)

Sarana dan Prasarana ... 37

Karakteristik Petani ... 39

HASIL DAN PEMBAHASAN Kekuatan Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA). ... 42

Kelemahan Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA). ... 44

Peluang Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA). ... 45

Ancaman Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA). ... 45

Strategi Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA). ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 55

Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

No. Judul Tabel Halaman

1. Produksi Tanaman Obat Per Kabupaten di Sumatera Utara

Tahun 2008 ... 27

2. Produksi Beberapa Tanaman Obat di Kota Medan Tahun 2006, 2007, 2008 ... 28

3. Matrik SWOT ... 31

4. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur, Tahun 2008 ... 35

5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian, Tahun 2008 ... 36

6. Luas Lahan Menurut Penggunaannya, Tahun 2008 ... 37

7. Sarana dan Prasarana di Kelurahan Enam Ratus, Tahun 2008 ... 38

8. Umur Petani Responden di Kelurahan Enam Ratus, Tahun 2008 ... 39

9. Tingkat Pendidikan Petani Sample ... 40

10. Klasifikasi Petani Berdasarkan Pengalaman Bertani ... 41

11. Matrik Faktor Strategi Internal Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) ... 47

12. Matrik Faktor Strategi Eksternal Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) ... 48

13. Matrik Internal-Eksternal (IE) ... 49


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman

1. Tanaman Kunyit Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val) ... 9

2. Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorrhiza). ... 11

3. Tanaman Lidah Buaya (Aloevera) ... 12

4. Tanaman Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) ... 15

5. Kerangka Formulasi Strategi ... 21

6. Skema Kerangka Pemikiran ... 25


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Lampiran Halaman 1. Lampiran 1. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Kedelai ... 57 2. Lampiran 2. Kekuatan Pengembangan Usaha Tanaman Obat

Keluarga(TOGA). ... 58 3. Lampiran 3. Kelemahan Pengembangan Usaha Tanaman Obat

Keluarga(TOGA). ... 59 4. Lampiran 4. Peluang Pengembangan Usaha Tanaman Obat

Keluarga(TOGA). ... 60 5. Lampiran 5. Ancaman Pengembangan Usaha Tanaman Obat


(11)

RINGKASAN

DWIE VIKHA SORAYA (040304071), dengan judul

STRATEGI

PENGEMBANGAN USAHA TANAMAN OBAT KELUARGA

(TOGA).

Studi Kasus di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan, Kotamadya Medan. Penelitian ini dibimbing oleh Ibu Ir.Iskandarini,M.M, dan Bapak Ir.Luhut Sihombing,MP.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi, mengolah dan menganalasis data tentang:

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kekuatan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kelemahan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

3. Bagaimana peluang yang tersedia untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

4. Apa saja ancaman dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian ?

5. Bagaimana strategi pengembangan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

Metode penentuan sampel yang digunakan adalah sensus, semua petani yang ada dalam populasi dijadikan sebagai sampel, jumlah keseluruhan sampel adalah 30 petani Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan adalah dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Dari hasil penelitian diperoleh :

1. Kekuatan yang dapat diandalkan dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu sebagai obat pertolongan pertama dan bibit tanaman mudah didapat.

2. Kelemahan yang dapat diandalkan dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu tanaman obat keluraga (TOGA) tidak ada harganya dan obat dari tanaman obat keluarga (TOGA) kurang praktis.

3. Peluang terbesar yang dapat diperoleh dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari dan gaya hidup sehat masyarakat.

4. Ancaman terbesar yang dihadapi dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu kurangnya peminat tanaman obat keluarga (TOGA) dan obat generik.

5. Strategi pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) ini mampu berada pada daerah IV (STABILITAS/Hati-Hati). Hal ini berarti bahwa usaha pengembangan tanaman obat keluarga (TOGA) masih dalam stabilitas - hati-hati terutama difokuskan terhadap keunggulan produk tanaman obat keluarga (TOGA).Strategi pengembangan yang digunakan pada usaha pengembangan tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu memfokuskan pada keunggulan produk tanaman obat keluarga (TOGA) dan Menggalakan sosialisasi pemanfaatan budidaya tanaman obat keluarga (TOGA).


(12)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai gudangnya tanaman obat sehingga mendapat julukan live laboratory. Sekitar 30.000 jenis tanaman obat dimiliki Indonesia. Dengan kekayaan flora tersebut, tentu Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan produk herbal yang kualitasnya setara dengan obat modern. Akan tetapi, sumber daya alam tersebut belum dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan masyarakat. Baru sekitar 1200 species tanaman obat yang dimanfaatkan dan diteliti sebagai obat tradisional. Beberapa spesies tanaman obat yang berasal dari hutan tropis Indonesia justru digunakan oleh negara lain. Sebagai contoh adalah para peneliti Jepang yang telah mematenkan sekitar 40 senyawa aktif dari tanaman yang berasal dari Indonesia. Bahkan beberapa obat-obatan yang bahan bakunya dapat ditemukan di Indonesia telah dipatenkan dan diproduksi secara besar-besaran di negara lain sehingga memberi keuntungan yang besar bagi negara tersebut (Johnherf , 2007)

Sejak dahulu bangsa Indonesia telah mengenal dan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi masalah kesehatan, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan modernnya dikenal masyarakat. Pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman obat tersebut merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diwariskan secara turun-temurun hingga ke generasi sekarang, sehingga tercipta berbagai ramuan tumbuhan obat yang merupakan ciri khas pengobatan tradisional Indonesia. Dengan demikian, selain memiliki kekayaan hayati yang besar, pengetahuan masyarakat lokal tentang pemanfaatan sumber


(13)

daya hayati tersebut cukup tinggi. Oleh karena itu, tidaklah bijaksana apabila pengobatan penyakit dan pemeliharaan kesehatan dengan pemanfaatan tumbuhan obat tidak diupayakan untuk dikembangkan bagi kepentingan masyarakat dan bangsa (Jhonherf, 2007).

Dalam memanfaatkan dan mengembangkan tanaman obat, juga harus diperhatikan pelestarian dan perlindungannya. Pemanfaatan obat tradisional untuk pemeliharaan kesehatan dan gangguan penyakit hingga saat ini masih sangat dibutuhkan dan perlu dikembangkan, terutama dengan melonjaknya biaya pengobatan dan harga obat-obatan. Adanya kenyataan bahwa tingkat kebutuhan masyarakat terhadap pengobatan semakin meningkat, sementara taraf kehidupan sebagian masyarakat kita masih banyak yang kemampuannya pas-pasan. Maka dari itu, pengobatan dengan bahan alam yang ekonomis merupakan solusi yang baik untuk menanggulangi masalah tersebut. Dengan kembali maraknya gerakan kembali ke alam (back to nature), kecenderungan penggunaan bahan obat alam/herbal di dunia semakin meningkat. Gerakan tersebut dilatarbelakangi perubahan lingkungan, pola hidup manusia, dan perkembangan pola penyakit. Obat yang berasal dari bahan alam memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan obat-obatan kimia, karena efek obat herbal bersifat alamiah. Dalam tanaman-tanaman berkhasiat obat yang telah dipelajari dan diteliti secara ilmiah menunjukan bahwa tanaman-tanaman tersebut mengandung zat-zat atau senyawa aktif yang terbukti bermanfaat bagi kesehatan(Maheswari, 2002).

Penggunaan tanaman obat di kalangan masyarakat sangat luas, mulai untuk bahan penyedap hingga bahan baku industri obat-obatan dan kosmetika. Namun, di dalam sistim pelayanan kesehatan masyarakat, kenyataannya peran


(14)

obat alami belum sepenuhnya diakui, walaupun secara empiris manfaat obat-obat alami tersebut telah terbukti. Sebagai salah satu contoh adalah penggunaan jamu sebagai obat kuat, obat pegal linu, mempertahankan keayuan, pereda sakit saat datang bulan dan lain-lain, menyiratkan penggunaan jamu yang sangat luas di masyarakat. Memang disadari, bahwa produksi jamu belum banyak tersentuh oleh hasil-hasil penelitian karena antara lain disebabkan para produsen jamu pada umumnya masih berpegang teguh pada ramuan yang diturunkan turun-temurun. Akibatnya, hingga saat ini obat tradisional masih merupakan bahan pengobatan alternatif di samping obat modern. Tetapi, hal ini bisa membuka peluang bagi pengusaha atau petani tanaman obat untuk menjadi kan ramuan obat tradisional nya menjadi bahan pengobatan primer, tidak hanya sebagai alternatif (Maheshwari, 2002).

Pengembangan obat alami ini memang patut mendapatkan perhatian yang lebih besar bukan saja disebabkan potensi pengembangannya yang terbuka, tetapi juga permintaan pasar akan bahan baku obat tradisional ini terus meningkat untuk kebutuhan domestik atau internasional. Hal ini tentunya juga akan berdampak positif bagi peningkatan pendapatan petani dan penyerapan tenga kerja baik dalam usaha tani maupun dalam usaha pengolahannya (Suriawiria, 2000).

Flora dan fauna serta mineral yang berkhasiat sebagai obat harus dikembangkan dan disebar luaskan agar maksimal mungkin dapat dimanfaatkan dalam upaya-upaya kesehatan masyarakat. Khususnya untuk tanaman obat, penyebarluasannya dapat dilakukan melalui TOGA (Tanaman Obat Keluarga) (Tukiman, 2004).


(15)

TOGA (Tanaman obat keluarga) merupakan upaya untuk meningkatkan pemanfaatan tanaman berkhasiat obat. Selain sebagai sarana untuk menjaga kesehatan masyarakat, toga juga berfungsi sebagai sarana penghijauan, sarana untuk pelestarian alam, sarana memperbaiki gizi, sarana untuk pemerataan pendapatan, sarana penyebaran gerakan penghijauann dan sarana keindahan pekarangan atau lingkungan (Redaksi Agromedia, 2007).

Dengan semakin tingginya biaya pengobatan dan harga obat-obatan kimia, serta banyaknya efek sampping yang ditimbulkan dari mengkonsumsi obat-obatan kimia, sudah saatnya masyarakat sekarang lebih mengenal dan memanfaatkan lagi tanaman berkhasiat obat yang tidak mempunyai efek samping yang cukup mengkawatirkan bagi pemakainya, karena efek tanaman berkhasiat obat bersifat alamiah. Dan didasari juga dengan kenyataan bahwa tingkat kebutuhan masyarakat terhadap pengobatan semakin besar, tetapi taraf kehidupan masyarakat masih banyak yang kemampuannya pas-pasan, maka dari itu, pengobatan dengan bahan alam yang ekonomis merupakan solusi yang baik untuk menanggulangi masalah tersebut (Jhonherf, 2007).

Oleh karena itulah, perlu dilakukan strategi pengembangan tanaman berkhasiat obat agar dapat bersaing dengan obat-obatan kimia yang ada dan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat akan khasiat dan manfaat dari tanaman obat tersebut sehingga penggunaan tanaman berkhasiat obat sebagai obat pun meningkat. Salah satu pengembangan tanaman obat ini bisa dimulai melalui Tanaman Obat Keluarga (TOGA).

Keadaan inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai Strategi Pengembangan Usaha Tani Tanaman Obat Keluarga (TOGA).


(16)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kekuatan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kelemahan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

3. Bagaimana peluang yang tersedia untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

4. Apa saja ancaman dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian ?

5. Bagaimana strategi pengembangan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang menjadi kekuatan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian

2. Untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang menjadi kelemahan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian.

3. Untuk mengidentifikasi peluang yang tersedia untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian.


(17)

4. Untuk mengidentifikasi ancaman dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian.

5. Untuk menentukan strategi pengembangan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi petani Tanaman Obat Keluarga (TOGA). 2. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

3. Bagi peneliti sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26% telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Dari yang telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat tradisional (Syukur dan Hernani, 2001).

Sejak jaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak menggunakan obat-obatan tradisional yang ternyata mujarab. Bahkan, saat ini pertumbuhan industri obat tradisional (jamu) semakin meningkat pesat. Berkembangnya teknologi (modern) menyebabkan seduhan jamu yang pahit telah diganti dengan pil yang tanpa rasa pahit dan lebih praktis. Jamu dan obat tradisional merupakan salah satu aset nasional sebagai sarana kesehatan rakyat turun-temurun (Rukmana, 2004).

Dalam pengembangan tanaman obat diharapkan pengobatan dengan herbal/obat alami yang merupakan warisan dari nenek moyang kita mengalami kemajuan dan tidak hilang. Jangan sampai negara lain merebut dan mengambil alih dengan memproduksi obat-obat tradisional Indonesia, karena hal tersebut bisa saja terjadi apabila pengobatan herbal kita tidak mengalami perkembangan, apalagi dengan eksplorasi negara-negara maju terhadap tumbuhan obat asli Indonesia (Padmawinata, 1995).


(19)

Pada dasarnya, TOGA dapat didefinisikan sebagai sebidang tanah baik dipekarangan rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat. Tujuan dasarnya adalah untuk memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan dan mengurangi ketergantungan terhadap obat-obatan kimia. Pengelolaannnya sesuai dengan luas lahan yang tersedia, lingkungan yang mendukung, dan tujuan penanaman.(Maheswari, 2002).

Kondisi pekarangan bermacam-macam. Ada yang luas, ada yang sempit. Bahkan ada lahan pekarangan yang dikeraskan dengan semen, namun masih bisa dimanfaatkan untuk memelihara tanaman. Misalnya dengan menggunakan pot, kaleng bekas, potongan drum untuk menanam kunyit, temulawak, lidah buaya, mahkota dewa.

1. Kunyit (Curcuma domestica Val.).

Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga dipakai sebagai bumbu dapur dan zat pewarna alami. Kunyit (Curcuma domestica Val.) termasuk tumbuhan berbatang semu, basah yang dibentuk dari pelepah daun. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5m, berbunga majemuk berwarna putih sampai kuning muda. Berdaun tunggal, berbentuk lanset lebar, ujung dan pangkalnya runcing, tangkainya panjang, tepinya rata, bertulang menyirip, panjangnya 20 – 40 cm, lebar 8 – 12,5 cm, warna hijau pucat.

Tanaman menghasilkan rimpang berwarna kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan. Rimpang terdiri dari rimpang induk


(20)

dan anak rimpang, rimpang induk berbentuk bulat telur, disebut empu atau kunir lelaki. Anak rimpang letaknya lateral dan bentuknya seperti jari, panjang rimpang 2 – 10 cm, diameter 1 – 2 cm. Selain jenis dan varietas yang jelas, bahan tanaman berasal dari rimpang yang sehat dari tanaman yang sehat berumur 11 – 12 bulan, untuk benih daunnya harus sudah mongering.

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan dan pembumbunan, untuk menghindari adanya kompetisi perolehan zat hara dengan gulma dan menjaga kelembaban, suhu dan kegemburan tanah. Pembumbunan dilakukan juga untuk memperbaharui saluran drainase pemisah petak, tanah dinaikkan ke petak-petak tanam, biasanya dilakukan setelah selesai penyiangan.

Panen yang tepat berdasarkan umur tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi, yaitu pada tanaman umur 10 – 12 bulan setelah tanam, biasanya daun mulai luruh atau mengering. Dapat pula dipanen pada umur 20 – 24 bulan setelah tanam.


(21)

Kunyit dapat dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan manusia dan ternak yaitu zat warna kuning (kurkumin) pada kunyit. Kunyit telah terbukti secara ilmiah melalui berbagai pengujian pre-klinik dan klinik, berkhasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, stroke, reumatik, sebagai anti oksidan yang mengikat radikal bebas, penurun kadar lipid darah, meluruhkan plak pada otak penderita penyakit Alzheimer, kemampuan memerangi sel kanker dan infeksi virus maupun bakteri( Rukmana, 1996).

2. TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza).

Temulawak alias koneng gede (Curcuma xanthorrhiza) merupakan terna dihutan jati, tetapi beberapa jenis ada juga tumbuh di pekarangan rumah. Umumnnnya, temulawak dapat ditanam ditanah ringan yang agak berpasir sampai tanah berat berstruktur liat.

Tersedianya benih unggul yang bermutu tinggi merupakan salah satu faktor penentu terhadap tingkat produktivitas tanaman. Benih harus dari tanaman yang cukup umur, sehat, seragam ukurannya, dan mempunyai viabilitas tinggi (Rahardjo, 2001).

Ketersediaan hara tanaman terutama hara makro N, P dan K merupakan keharusan yang harus dipenuhi dalam budidaya temulawak disamping pemberian pupuk oraganik berupa pupuk kandang. Budidaya di tingkat petani masih dilakukan secara tradisional, jarang dilakukan pemeliharaan dan pemupukan, sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu untuk mendapatkan produksi dan mutu yang tinggi di dalam budidaya temulawak perlu dilakukan pemupukan.


(22)

Temulawak dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan. Panen dilakukan dengan cara menggali dan mengangkat rimpang secara keseluruhan. Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai bahan ramuan obat. Aroma dan warna khas dari rimpang temulawak adalah berbau tajam dan daging buahnya berwarna kekuning-kuningan.

Gambar 2. Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Rimpang temulawak sebagian besar digunakan untuk bahan baku obat, produknya berupa minyak temulawak, oleoresin, pati, nstant, zat warna kuning, beberapa jenis makanan, minuman, dan minyak atsiri.

Khasiat dan kegunaan lain dari temualwak adalah memelihara fungsi hati, efektif untuk hepatitis, menurunkan kolesterol, menambah nafsu makan, untuk penyakit demam, penyakit kuning, serta gangguan pada getah empedu.


(23)

3. LIDAH BUAYA (Aloevera).

Mutiara Hijau/Lidah Buaya (Aloevera) adalah, tanaman yang tumbuh subur di Pontianak dan sekitarnya, tanaman ini menurut catatan WHO, lebih dari 23 negara menggunakan si “Mutiara Hijau” sebagai bahan baku obatobatan dan pada zaman raja Mesir Cleopatra menggunakan Aloevera sebagai pembasuh kulit yang sangat mujarab sehingga dijadikan bahan baku kosmetika yang penting. Di Amerika bagian barat daya lidah buaya (Aloevera) ditanam sebagai tanaman hias di perkarangan rumah, dan dimanfaatkan sebagai obat luka bakar.

Tanaman lidah buaya yang mudah tumbuh dengan baik di lahan gambut sekitar khatulistiwa dapat dijadikan sebagai komoditi unggulan mengingat manfaat dan nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sayangnya salah satu komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif tersebut belum diusahakan secara optimal (Andrianto dan Novo, 2004).


(24)

Hingga saat ini sebagian besar tanaman lidah buaya diolah menjadi makanan dan minuman atau diekspor dalam bentuk pelepah segar ke Negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam. Hasil olahan yang terbatas dan ekspor dalam bentuk bahan baku hanya memberikan sedikit nilai tambah. Nilai tambah akan diperoleh jika tanaman lidah buaya diolah menjadi produk yang dibutuhkan industri sebagai bahan baku industri lanjutan

Lidah buaya merupakan salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris di dunia yang telah dikembangkan oleh negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan negara di benua Eropa sebagai bahan baku industri farmasi dan pangan. Begitu pentingnya lidah buaya sebagai bahan baku industri pada saat ini dan masa mendatang adalah didasarkan pada manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Bahkan komoditi ini telah digunakan oleh manusia sejak dahulu kala.

Penggunaan tanaman lidah buaya dalam industri secara garis besar dapat dibagi menjadi empat jenis industri, yaitu:

1). Industri pangan, sebagai makanan tambahan (food supplement), produk yang langsung dikonsumsi dan flavour.

2). Industri farmasi dan kesehatan, sebagai anti inflamasi, anti oksidan, laksatif, anti mikrobial dan molusisidal, anti kanker, imunomodulator dan hepatoprotector. Paten yang telah dilakukan beberapa negara maju antara lain: CAR 1000, CARN 750, Polymannoacetate, Aliminase, Alovex dan Carrisyn. 3). Industri kosmetika, sebagai bahan baku lotion, krem, lipstik, shampo dan

kondisioner.

4). Industri pertanian, sebagai pupuk, suplemen hidroponik, suplemen untuk media kultur jaringan dan penambah nutrisi pakan ternak (AAK., 1991).


(25)

4. MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.)

Tumbuhan dengan nama ilmiah Phaleria macrocarpa di kenal juga dengan nama simalakama (Melayu/Sumater), Makuto Dewo (Jawa). Mahkota dewa merupakan salah satu tanaman obat yang multi khasiat disamping mengkudu, sambiloto dan papagan. Sosoknya berupa perdu dengan tajuk bercabang-cabang. Umurnya dapat mencapai puluhan tahun dengan masa produktifitas mencapai 10-20 tahun.

Bagian yang paling banyak manfaat dari tanaman mahkota dewa adalah buah yang terdiri atas kulit, daging, cangkang, dan biji. Buahnya beracun bila dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar. Buah matang berwarna merah marun dan banyak orang yang tidak tahu tergoda memetik dan memakannya. Banyak kasiat yang terkandung dalam mahkota dewa ini menjadikannya semakin populer dikalangan dunia pengobatan baik di dalam maupun luar negeri. Beberapa keunggulan mahkota dewa menjadikannya sebagai salah satu tanaman obat yang mendapatkan porsi sangat penting untuk terus dikembangkan. Membudidayakan mahkota dewa tidak sulit. Tanaman ini dapat hidup dengan baik di daerah beriklim tropis. dengan produksi buah yang tidak mengenal musim, menjadikan mahkota dewa sebagai penambah pendapatan bagi pembudidayaan asalkan dilakukan secara intensif dan profesional.

Mahkota dewa dapat dibudidayakan pada ketinggian 10 sampai dengan 1200 Mdpl. Lokasi pembudidayaannya sebaiknya di daerah yang jauh dari polusi. Hal ini dilakukan agar tanaman tidak tercemar oleh unsur-unsur polutan berupa logam berat, arsen, dll. Untuk kegiatan konservasi tanah, mahkota dewa dapat ditanam di bibir teras pengolahan lahan.Tujuannya, adalah sebagai tanaman


(26)

penguat teras, menghindari erosi, dan longsor. Ciri buah siap dipetik antara lain kulit buah sudah berwarna merah marun dan berbau manis seperti aroma gula pasir.

Mahkota Dewa dipercaya dapat mencegah dan membantu proses penyembuhan berbagai macam penyakit antara lain: Tekanan darah tinggi, Meningkatkan vitalitas bagi penderita diabetes, Kanker (zat damnacanthal : menghambat pertumbuhan sel kanker), Asam urat, Lever, Alergi, Ginjal, Jantung, Berbagai macam penyakit kulit, Mengatasi ketergantungan obat, Rematik, Meningkatkan stamina dan ketahanan terhadap influenza, serta Insomnia.

Gambar 4. Tanaman Mahkota Dewa .

Pengembangan tanaman obat/herbal bertujuan untuk menghasilkan produk herbal yarig memenuhi penegakan mutu, khasiat dan keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan melalui penelitian. Dengan demikian obat-obat herbal yang dikembangkan dapat masuk dalam pelayanan kesehatan dan digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam pengembangan obat-obat herbal asli Indonesia diperlukan peran serta berbagai pihak, harus ada kerjasama


(27)

yang baik antara pemerintah, pihak industri obat tradisional dan farmasi, peneliti dan institusi pendidikan rumah (Fadhli, 2005).

Upaya atau langkah-langkah dalam pengembangan tumbuhan obat antara lain meliputi:

a. Sosialisasi pemanfaatan herbal sehingga potensi kekayaan alam Indonesia dapat tergali baik dari segi budidaya maupun pemanfaatannya sebagai sumber pengobatan;

b. Mendekatkan tumbuhan obat pada pelayanan kesehatan masyarakat;

c. Meningkatkan penghasilan masyarakat dengan usaha budidaya tanaman obat dan produk pengolahan;

d. Upaya konservasi/pelestarian sumber bahan alam;

e. Pengembangan teknologi budidaya, hasil, dan pengolahan/proses produksi sehingga dihasilkan simplisia dan produk dengan mutu yang terjamin;

f. Penelitian tumbuhan obat dan aplikasinya untuk menghasilkan obat herbal yang memenuhi syarat mutu/kualitas, aman dan khasiat/kemanfaatan;

g. Kerjasama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, industri obat tradisional dan farmasi, peneliti, peguruan tinggi. peraturan perundang-undangan yang jelas untuk perlindungan terhadap sumber daya alam hayati, khususnya tanaman obat.

(Jhonherf, 2007)

Beberapa manfaat dari tanaman obat antara lain sebagai berikut : 1. Memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. 2. Menjaga dan mempertahankan vitalitas tubuh agar tetap sehat dan segar.


(28)

3. Memelihara dan meningkatkan metabolisme di dalam tubuh sehingga lancar tanpa gangguan.

4. Memperkuat kerja jantung.

5. Mencegah kanker dan tumor sedini mungkin. 6. Membersihkan senyawa beracun di dalam tubuh. 7. Menurunkan kadar gula dan kolesterol didalam darah. (Redaksi Agromedia, 2007).

Dengan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan, berdampak pada melonjaknya harga obat-obatan modern secara drastis oleh karena lebih dari 90% bahan bakunya tergantung impor. Obat tradisional, yang merupakan potensi bangsa Indonesia, oleh karena itu dapat ikut andil dalam memecahkan permasalahan ini dan sekaligus memperoleh serta mendayagunakan kesempatan untuk berperan sebagai unsur dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, terlebih-lebih dengan adanya kebijakan Menteri Kesehatan RI tahun 1999 untuk mengembangkan dan memanfaatkan tanaman obat asli Indonesia untuk kebutuhan farmasi di Indonesia (Maheshwari, 2002).

Faktor ketidak/kurang percayaan masyarakat dan pengobatan dengan bahan alami Indonesia tidak/belum memiliki pendokumentasian tentang penemuan baru khasiat tanaman obat, menjadi salah satu kelemahan dalam pengembangan dan pemanfaatan tanaman obat di Indonesia (Bali Post, 2005).

Penelitian tanaman obat dilakukan guna mendukung penggunaan obat tradisional Indonesia dalam pelayanan kesehatan dan untuk mendorong peningkatan kemampuan industri obat di dalam negeri untuk memproduksi obat


(29)

herbal, walaupun selama ini sering mengalami kendala dalam hal biaya penelitian dan pengembangan. Mahalnya biaya penelitian dan pengembangan menjadi faktor utama yang menghambat upaya penemuan baru potensi khasiat tanaman obat. Padahal, tanaman yang dapat dijadikan bahan baku obat-obatan mencapai ribuan jenis (Bali Post, 2005).

Tetapi, akhir-akhir ini perhatian terhadap obat alami meningkat dengan tajam. Penelitian mengenai potensi dan khasiat tanaman obat pun mengalami peningkatan. Hal ini merupakan sesuatu yang mengembirakan, mengingat potensi alam Indonesia sangat berlimpah. Keanekaragaman hayati inilah yang membuat Indonesia memiliki kekuatan yang amat besar dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya tersebut.

Mamfaat keanekaragaman hayati tersebut bagi manusia sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pegharum, penyegar, pewarna, dan lain-lain. Potensi yag besar ini, jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sudah pasti tidak akan mempunyai manfaat yang besar, sehingga harus dipikirkan agar penggunaan tanaman obat disertai pula dengan usaha pelestariannya untuk menunjang penggunaan yang berkelanjutan (Maheshwari, 2002).

Dalam pelaksanaan pembangunan dibidang kesehatan di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai program pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat. Pembangunan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) diselruh pelosok tanah air menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah pembangunan dibidang kesehatan. Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang diperkenalkan kepada masyarakat adalah program Intensifikasi Pekarangan (Inkar) dan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) (Rukmana, 2004).


(30)

Pengembangan TOGA dipekarangan mempunyai banyak manfaat, diantara nya sebagai bahan ramuan obat untuk pertolongan pertama sebelum mendapatkan pengobatan dari dokter, sebagai sarana memperbaiki status gizi masyarakat karena banyak banyak tanaman obat yang dikenal sebagai tanaman penghasil buah-buahan atau sayur-sayuran, sebagai usaha baru bagi keluarga untuk menjadi pemasok kebutuhan bahan baku pabrik-pabrik jamu dan obat tradisional (karena tanaman obat sangat bermanfaat sebagai bahan baku obat modern, jamu dan obat tradisional) dan dapat digunakan untuk menghias dan memperindah halaman rumah sekaligus memelihara ekosistem mikro disekitar (Jhonherf, 2007).

Jika pengembangan TOGA secara terpadu berhasil meningkatkan kemandirian masyarakat dalam penyediaan tanaman obat, biaya subsidi pembelian obat generik bisa dihemat sekitar Rp 300 miliar. Dan secara bertahap, subsidi pemerintah terhadap pelayanan kesehatan dapat berkurang. Tanaman obat juga bisa berfungsi jadi sumber pendapatan masyarakat (Bali Post, 2006).

Pengembangan TOGA sangat strategis. Usaha itu sangat memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan. Upayanya membutuhkan kerja serius, terutama yang mencakup teknik budidaya, permintaan dan pemasaran hasil, serta tataniaga pemasarannya. Perkembangan TOGA yang produktif pasti akan menarik minat investor dibidang farmasi obat tradisional dan jamu. Mereka tak mau kehilangan kesempatan peluang ekonomi dan terpacu aktif berlomba mencari bahan baku berbagai jenis tanaman obat untuk membuat produk obat-obatan baru (Maheshwari, 2002).


(31)

2.2. Landasan Teori

Pengembangan suatu usaha sangat bergantung pada tersedianya sumberdaya, tetapi sumberdaya ini sangat terbatas jumlahnya sehingga produksi atau keuntungan yang dihasilkan juga terbatas. Sumberdaya yang merupakan faktor yang penting dalam suatu usaha adalah lahan, modal, tenaga kerja dan sarana produksi (Andri, 2004).

Strategi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Alat analisis yang cocok untuk merumuskan strategi tersebut adalah analisis SWOT. Dimana analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapt memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threat) (Rangkuti, 2003).

Cara membuat analisis SWOT melalui ”tiga tahapan” yaitu: Tahap Pengumpulan Data, dimana tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data dari beberapa faktor internal (kelemahan dan kekuatan) tetapi juga menganalisis data tersebut agar dapat diketahui nilai bobot rating nya dengan menggunakan Matrik faktor strategi eksternal dan internal. Kemudian tahap analisis, dimana semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan dapat digambarkan secara jelas, bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya, dan terakhir tahap pengambilan keputusan, dimana semua data yang telah dianalisis akan menghasilkan beberapa alternatif untuk memperbaiki sistem pengembangannya.


(32)

Gambar 5. Kerangka Formulasi Strategi 1. TAHAP PENGUMPULAN DATA Matrik Evaluasi Matrik Evaluasi Faktor Eksternal Faktor Internal (EFE) (IFE)

2. TAHAP ANALISIS MATRIK MATRIK INTERNAL SWOT EKSTERNAL (IE)

3. TAHAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN a. Pengembangan dari strategi SO, ST, WO, WT

b. Matrik Perencanaan Strategis Kuantitatif

(Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

Tahap Pengumpulan Data

Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti analisis pasar, analisis competitor, analisis komunitas, analisis pemaso, analisis pemerintah, analisis kelompok kepentingan tertentu.

Data internal dapat diperoleh di dalam perusahaan itu sendiri, seperti laporan keuangan (neraca, laba -rugi, cash flow, struktur pendanaan), laporan kegiatan sumber daya manusia (jumlah karyawan, pendidikan, keahlian, pengalaman, gaji, turn-over), laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan pemasaran.


(33)

Dalam evaluasi faktor strategis yang digunakan pada tahap ini adalah model sebagai berikut :

a. Matrik Faktor Strategi Eksternal b. Matrik Faktor Strategi Internal (Rangkuti, F., 1997)

a. Matrik Faktor Eksternal

Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu cara-caar penentuan dalam membuat Tabel EFAS. - Susunlah dalam kolom 1 (5-10 peluang dan ancaman).

- Beri rating masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar kecilnyapengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal, mulai dari nilai 4 (sangat besar), nilai 3 (besar), nilai 2 (kecil), dan nilai 1 (sangat kecil) terhadap peluang dan nilai ”rating” terhadap ancaman kebalikannya.

- Jumlah bobot dalam kolom 3 tidak boleh melebihi dari ”1,0”.

- Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4.

- Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.


(34)

b. Matrik Faktor Internal

Setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi, kemudian dianalisis ke dalam tabel IFAS. Adapun cara-cara dalam penentuan masing-masing faktor.

- Susunlah dalam kolom 1 (5-10 kekuatan dan kelemahan).

- Beri rating masing-masing faktor dalam kolom 2 sesuai besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi eksternal, mulai dari nilai 4 (sangat besar), nilai 3 (besar), nilai 2 (kecil), dan nilai 1 (sangat kecil) terhadap kekuatan dan nilai ”rating” terhadap kelemahan kebalikannya.

- Jumlah bobot dalam kolom 3 tidak boleh melebihi ”1,0”

- Kalikan rating pada kolom 2 dengan bobot pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4.

- Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor menunujukkan bagaimana perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.

2.3. Kerangka Pemikiran

Usaha TOGA (Tanaman Obat Keluarga) merupakan salah satu usaha yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan. Faktor yang mendukung pengembangan tanaman obat tersebut diantaranya besarnya potensi


(35)

kekayaan sumber daya alam Indonesia sebagai sumber bahan baku yang dapat diolah menjadi obat tradisional.

Oleh karena itu, diperlukan penentuan alternatif strategi dalam pengembangan usaha dengan menggunakan analisis SWOT, dimana didalam analisis SWOT tersebut dapat diidentifikasi faktor internal, yaitu kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness)dan faktor eksternal, yaitu peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dalam suatu usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).

Setelah dilakukan analisis faktor SWOT dalam usaha tersebut, maka kita dapat menentukan strategi pengembangan apa yang cocok dan bisa diterapakan untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian.

Untuk mempermudah pemahaman kerangka pemikiran peneliti, berikut disajikan skema kerangka pemikiran.


(36)

Gambar 6. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan:

: Mempengaruhi

2.4. Hipotesis Penelitian

Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA)

Strength (Kekuatan)

Weakness (Kelemahan)

Threat (Ancaman) Opportunity

(Peluang)

Strategi Pengembangan Usaha Tanaman Obat

Keluarga (TOGA)

Eksternal Internal Faktor - faktor SWOT


(37)

Berdasarkan landasan teori maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat beberapa faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).

2.

Setelah dianalisis kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman tersebut, kemudian dapat ditentukan strategi untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).


(38)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Daerah penelitian ditentukan secara purposive, yaitu Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan, Kotamadya Medan. Terpilihnya daerah tersebut berdasarkan hasil data pra-penelitian diketahui bahwa Kota Medan merupakan daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan produksi tanaman obat. Berikut ini adalah data produksi tanaman obat per Kabupaten di Sumatera Utara tahun 2008.

Tabel 1. Produksi Tanaman Obat Per Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2008.

No Kabupaten Produksi

Mahkota Dewa (Kg)

Lidah Buaya (Kg)

Kunyit (Kg)

Temulawak (Kg)

1 Medan 39,983 18,744 13,921 8,928

2 Langkat 38,098 19,660 15,943 1,279

3 D.Serdang 18,071 24,570 7,881 1,541

4 Simalungun 2,703,540 191,668 1,710,849 980 5 Tanah Karo 19,125 18,875 16,893 12,990

6 Asahan 10,459 8,572 9,782 5,526

7 Lab. Batu 73 150 88 17

8 Tap. Utara 468,478 92,100 82,260 475

9 Tap. Tengah 38,610 79,424 78,560 8,975 10 Tap. Selatan 750,090 247,351 996,960 31,260

11 Nias 320 0 280 0

12 Dairi 105,300 0 13,100 0

13 Teb. Tinggi 479 2,145 393 215

14 Tanj. Balai 277 75 123 91

15 Binjai 23,124 765 835 306

16 P.Siantar 573 292 356 175

17 Tobasa 806,775 9,678 387,788 0

18 Madina 10,228 6,616 9,750 1,654

19 P.Sidempuan 770 2,245 622 90

20 Serge 27,680 47,954 55,218 12,642

21 Samosir 32,332 900 1,555 0

22 Humb.Hasud 506 191 3,710 0

Jumlah 5,094,891 771,975 3,406,867 87,126 Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara 2008


(39)

Berikut ini adalah tabel produksi beberapa jenis tanaman obat di Kota Medan tahun 2006-2008.

Tabel 2. Produksi Beberapa Tanaman Obat di Kota Medan Tahun 2006, 2007, 2008.

Sumber : Dinas Pertanian Sumatera Utara 2008.

Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa produksi beberapa jenis tanaman obat di Kota Medan mengalami peningkatan dari tahun 2006-2008. Berdasarkan data diatas maka dipilih lokasi penelitian di Kotamadya Medan.

3.2. Metode Pengumpulan Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode sensus, yakni semua populasi dicacah sebagai responden. Dicacah artinya diselidiki atau diwawancarai (Singarimbun dan Efendi, 1989).

Dimana semua populasi yang ada yaitu sebanyak 30 petani Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian digunakan sebagai sampel.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data skunder. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pengusaha tanaman hias yang menjadi sampel dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh atau

No Tanaman Tahun

2006 2007 2008

1 Mahkota Dewa

(Kg) 6,362 11,400 39,983

2 Lidah Buaya (Kg) 11,927 14,070 18,744

3 Kunyit (Kg) 6,665 14,036 13,921


(40)

diambil dari Kantor Kecamatan, Dinas Pertanian, dan Instansi lain yang ada kaitannya dengan penelitian.

3.4. Metode Analisa Data

Untuk menyelesaikan masalah 1 digunakan metode analisis deskriptif dengan melihat faktor apa saja yang menjadi kekuatan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian.

Untuk menyelesaikan masalah 2 digunakan metode analisis deskriptif, dengan melihat faktor apa saja yang menjadi kelemahan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian.

Untuk menyelesaikan masalah 3 digunakan metode analisis deskriptif, dengan melihat peluang yang tersedia untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian.

Untuk menyelesaikan masalah 4 digunakan metode analisis deskrptif, dengan melihat ancaman dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian.

Untuk menyelesaikan masalah 5 digunakan metode analisis SWOT dari usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) didaerah penelitian untuk menentukan strategi pengembangan usaha nya.

Berdasarkan hasil dari masalah 1, 2, 3 , 4 dan 5, maka dapat dianalisis dengan menggunakan:

a. Matrik Internal-Eksternal (IE)

Parameter yang digunakan dalam matrik internal-eksternal ini meliputi parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh eksternal yang dihadapi.


(41)

Gambar 7. Matrik Internal-Eksternal (IE) Eksternal GROWTH Konsentrasi melalui integrasi vertikal GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal RETRENCHMENT Turnaround STABILITY Hati-hati GROWTH Konsentrasi melalui integrasi horizontal STABILITY Tak ada perubahan profit

strategi RETRENCHMENT Captive Company Atau Divestment GROWTH Diversifikasi konsentrik GROWTH Diversifikasi konsentrik FAILED Bangkrut

Dari diagram tersebut dapat mengidentifikasi 9 sel strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya kesembilan sel ini dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yaitu:

- Growth Strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan itu sendiri (sel 1, 2 dan 5) atau upaya diversifikasi (sel 7 dan 8).

- Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang telah ditetapkan.

- Retrenchment Strategy (sel 3,6 dan 9) adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan.

(Rangkuti, F., 1997).

b. Matrik SWOT

Dalam analisis SWOT, maka umumnya masalah kekuatan atau keunggulan/kekuatan dan kelemahan adalah masalah internal, sementara masalah kesempatan/peluang dan gangguan atau ancaman adalah masalah eksternal.


(42)

Masalah eksternal umumnya sulit dikuasai dan bahkan masuk dalam kategori yang tidak terkontrol (Alma, 2003).

Tabel 3. Matrik SWOT IFAS

EFAS S W

O

Strategi S – O

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi W – O Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan untuk memanfaatkan peluang

T

Strategi S – T

Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi W – T Ciptakan strategi yang meminimalkan

kelemahan dan menghindari ancaman

Keterangan :

Strength (S) : Tentukan 5 – 10 faktor kekuatan internal. Weakness (W) : Tentukan 5 – 10 faktor kelemahan internal. Opportunity (O) : Tentukan 5 – 10 faktor peluang eksternal. Threat (T) : Tentukan 5 – 10 faktor ancaman eksternal.

Matrik ini menggambarkan dengan jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dalam suatu usaha dan disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini menghasilkan empat sel alternatif strategis, yaitu :

1. Strategi S O (Strength – Opportunity)

Strategi berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.


(43)

2. Strategi S T (Strength – Threat)

Strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

3. Strategi W O (Weakness – Opportunity)

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi W T (Weakness – Threat)

Strategi untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

(Rangkuti, 2003).

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut: Definisi

1. Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) adalah suatu kegiatan dimana seorang petani ataupun sebuah keluarga mengolah usaha nya untuk menghasilkan produksi Tanaman Obat Keluaraga (TOGA) di Kota Medan. 2. SWOT merupakan salah satu alat analisis manajemen yang kerap digunakan

untuk mensistematisasikan masalah dan menyusun pilihan-pilihan strategi. 3. Strength (Kekuatan) adalah unsure-unsur yang jika digunakan dengan baik


(44)

4. Weakness (Kelemahan) adalah kekurangan atau kelemahan yang jika dibiarkan akan menggerogoti kekuatan sehingga tujuan menjadi tidak tercapai atau gagal.

5. Opportunity (Peluang) adalah hal-hal yang ada dan kita lihat sehingga jika kita mempergunakan kekuatan kita secara efektif dan tepat guna memungkinkan sasaran dapat dicapai dengan baik.

6. Threat (Ancaman) adalah bahaya atau gangguan yang terdapat dalam suatu sistem yang jika dibiarkan akan menggerogoti kekuatan yang ada dan membuat kita semakin lemah.

7. Strategi pengembangan adalah usaha-usaha yang dilakukan guna mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).

Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dari penelitian ini adalah :

1. Daerah penelitian adalah Kelurahan Tanah Enam Ratus, Kecamatan Medan Marelan, Kotamadya Medan.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2008.


(45)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1. Luas dan Letak Geografi

Kelurahan Tanah Enam Ratus Kecamatan Medan Marelan berada pada ketinggian 3m diatas permukaan laut, keadaan suhu rata-rata 31˚C, curah hujan rata-rata 600 mm/tahun dan memiliki luas 524,9 Ha. Secara administratif, Kelurahan Tanah Enam Ratus mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Rengas Pulau Medan

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Manunggal Deli Serdang • Sebelah Barat berbatasan dengan Klumpang/Terjun Deli Serdang/Medan • Sebelah Timut berbatasan dengan Titi Papan Medan

Kelurahan Tanah Enam Ratus terletak ± 5 Km dari Ibukota Kecamatan Marelan, ± 14 Km dari Ibukota Medan yaitu Medan dan ± 14 Km dari Pusat Fasilitas Ekonomi, kesehatan, pemerintahan Ibukota Propinsi Sumatera Utara yaitu Medan. Kelurahan Tanah Enam Ratus memiliki 7 lingkungan.

4.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus sebanyak 24.151 jiwa, terdiri dari 10.056 orang laki-laki dan 9.844 orang perempuan dengan total kepala keluarga 4.629 KK. Keadaan penduduk menurut kelompok umur dapat dilihat pada table berikut:


(46)

Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Kelompok Umur, Tahun 2008 No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 0-3 2.239 9,27

2 4-6 2.181 9,03

3 7-12 1.542 6,38

4 13-15 1.362 5,64

5 16-19 1.864 7,72

6 20-24 1.688 6,99

7 25-29 1.652 6,84

8 30-40 3.621 14,99

9 41-50 5.337 22,10

10 51-59 1.892 7,83

11 >60 773 3,20

JUMLAH 24.151 100

Sumber : Monografi Desa 2008

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun yakni 5.337 jiwa dengan persentase sebesar 22,10% dan yang terendah adalah kelompok umur >60 tahun yakni 773 jiwa dengan rata-rata 3,20%.

4.3. Perekonomian Desa

Jumlah penduduk usia kerja di di Kelurahan Tanah Enam Ratus adalah 24.151 orang. Mata pencaharian yang menopang kehidupan di Kelurahan Tanah Enam Ratus meliputi petani, Pegawai Negeri Sipil dan Lainnya. Berikut dapat dilihat jumlah penduduk menurut mata pencaharian di di Kelurahan Tanah Enam Ratus


(47)

Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian, Tahun 2008 No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Pegawai Negeri Sipil 620 19,02

2 TNI / POLRI 52 1,59

3 Karyawan Swasta 801 24,57

4 Pedagang 413 12,67

5 Petani 1.028 31,53

6 Pertukangan 25 0,77

7 Buruh Tani 315 9,67

8 Jasa-jasa 6 0,18

JUMLAH 3.260 100

Sumber : Monografi Desa 2008

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa mata pencaharian penduduk Kelurahan Tanah Enam Ratus sebagian besar adalah petani (31,53%) yang pada umumnya mengusahakan sayur mayor.

4.4. Penggunaan Tanah

Penggunaan tanah dapat memberikan gambaran bagaimana tingkat kemampuan suatu masyarakat memanfaatkan alam demi kesejahteraan. Luas wilayah di Kelurahan Tanah Enam Ratus menurut fungsinya dibagi menjadi Sawah dan ladang, bangunan Umum, kolam dan lain-lainnya


(48)

Tabel 6. Luas Lahan Menurut Penggunanya, Tahun 2008 No. Jenis Pengguna Lahan Luas (Ha)

Persentase (%)

1 Sawah dan Ladang 400 76.2

2 Bangunan Umum 10.9 2.08

3 Kolam 0.5 0.09

4 Pemukiman 112 21.34

5 Lapangan Sepakbola 1.5 0.29

JUMLAH 524.9 100

Sumber : Monografi Desa 2008

Pada tabel 6 menunjukan bahwa pengguna tanah yang paling luas adalah untuk sawah yakni seluas 400 Ha (76,20%), pemukiman seluas 112 Ha (21,34%), bangunan umum 10,9 Ha (2,08%), lapangan sepakbola seluas 1,5 Ha (0,29%) dan kolam seluas 0,5 Ha (0,09%).

4.5. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana dalam suatu desa akan sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat desa. Sarana dan prasarana di Kelurahan Tanah Enam Ratus sangat kurang memadai. Hal ini dapat dilihat bahwa sarana vital seperti,sarana pendidikan yang tidak tersedia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.


(49)

Tabel 7. Sarana dan Prasarana di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Tahun 2008

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit) 1 Sarana Pendidikan

- SD 4

- SMP 3

- SMU 2

- Madrasah 3

2 Sarana Komunikasi

- Pesawat Telepon 400

- Pesawat Jaringan Selular 300

- Pesawat TV 1000

3 Sarana Transportasi

- Sepeda 300

- Becak 200

- Sepeda Motor 600

- Mobil 40

4 Pasar 1

5 KUD 1

6 Pompa Air 30

7 Jetor 6

8 Kantor Kelurahan 1

9 Penyuluhan Pertanian Lapangan 2 orang

10 Kelompok Tani 4

Sumber : Monografi Desa 2008

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa sarana dan prasarana di Kelurahan Tanah Enam Ratus dinilai sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari tersedianya saran transportasi, komunikasi dan pendidikan. Sarana transportasi cukup tersedia di daerah ini sehingga petani tidak memperoleh kesulitan dalam memperoleh sarana produksi dan pemasaran hasil.

Sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik dapat memperlancar jalannya laju pembangunan sehingga mempengaruhi perkembangan masyarakat untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

Sedangkan KUD sekarang tidak lagi aktif, tidak bisa menyalurkan sarana produksi dengan harga yang lebih murah dari pedagang sarana produksi


(50)

sehingga petani tidak lagi membeli dari KUD, selain itu KUD belum bisa menampung hasil produksi sayur mayor. Unutk itu perlu sarana kelembagaan agar petani dapat melakukan hubungan kerjasama sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

4.6. Karakterisrik Petani Sampel Umur

Umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan dalam melaksanakan kegiatan usahataninya. Semakin tua umur petani kecenderungan kemampuan kerja semakin menurun, yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap produksi dan pendapatan yang diperoleh. Hal ini karena pekerjaan sebagai petani lebih banyak mengandalkan tenaga fisik. Keadaan umur petani rata-rata 40,83 tahun dengan interval antara 25-65 tahun. Umur tersebut masih kelompok umur produktif yang masih cukup berpotensi dalam mengoptimalkan usahataninya. Klasifikasi petani menurut kelompok umur terlihat pada tabel berikut:

Tabel 8. Umur Petani Responden di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Tahun 2008

No. Kelompok Umur (Umur) JumLah Persentase (%)

1 25-30 4 3,33

2 31-35 1 3,33

3 36-40 5 16,67

4 41-45 4 13,33

5 46-50 6 20,00

6 51-55 2 6,67

7 >55 7 23,33

Total 30 100


(51)

Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan umur petani sampel terbesar didaerah penelitian berada pada kisaran 46-50 tahun dengan rata-rata 20%. Artinya, petani sampel didaerah penelitian berada pada usia yang produktif.

Pendidikan

Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola usahatani. Respon petani dalam hal menerima tekhnologi untuk mengoptimalkan usahataninya sangat erat dengan pendidikan formal. Berikut ini tabel tingkat pendidikan petani padi sawah di daerah penelitian:

Tabel 9. Tingkat Pendidikan Petani Sample di Kelurahan Tanah Enam Ratus, Tahun 2008

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1 SD 4 13,3

2 SLTP 8 26,7

3 SMU / Sederajat 18 60

JUMLAH 30 100

Sumber ; Analisa Data Primer, Lampiran 1

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata petani tanaman obat memiliki tingkat pendidikan sampai kebangku SMU/Sederajat, yaitu sekitar 60% sedangkan yang memiliki tingkat pendidikan SMP sekitar 26,7% dan yang memiliki tingkat pendidikan SD sekitar 13,3%.

Pengalaman Bertani

Faktor yang cukup berpengaruh terhadap kemampuan pengelolaan usahatani dalah pengalaman bertani. Semakin tinggi tingkat pengalaman bertani maka akan semakin baik pula pengelolaan usahataninya. Rata-rata pengalaman bertani petani responden tanaman obat 10,23 tahun dengan interval 1-30 tahun.


(52)

Pengalaman petani mengelola usahatani tanaman obat dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 10. Klasifikasi Petani Berdasarkan Pengalaman Bertani

No. Pengalaman Bertani (Tahun) Jumlah Persentase (%)

1 0-5 12 40

2 6-10 10 33,3

3 11-15 3 10

4 16-20 2 6,7

5 21-25 1 3,3

6 >25 2 6,7

JUMLAH 30 100

Sumber : Analisa Data Primer, Lampiran 1

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengalaman bertani paling besar didaerah penelitian berada pada kisaran 0-5 tahun dengan rata-rata 40%. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman bertani sangat bervariasi, sehingga masi ada yang pemula dan sebagian lagi masi sangat berpengalaman. Pada umumnya petani sampel memulai pekerjaan mereka sebagai petani usia muda dan sebagian besar memilih pekerjaan sebagai petani setelah mulai berumah tangga.


(53)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilaksanakan terhadap petani yang ada di Kecamatan Medan Marelan, Kotamadya Medan. Adapun yang diteliti adalah Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Ancaman dan Strategi Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) di daerah penelitian.

Strategi pengembangan itu dapat dilakukan dengan Analisis SWOT. Analisis SWOT (Strenghs, Weaknesses, Opportunities, Threats) mengidentifikasikan berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi suatu usaha. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan Kekuatan (Strenghs) dan Peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan Kelemahan (Weaknesses) dan Ancaman (Threats).

5.1. Kekuatan Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Adapun faktor-faktor yang menjadi Kekuatan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebagai berikut :

Multifungsi

Tanaman Obat Keluarga (TOGA) mempunyai berbagai macam fungsi. Selain sebagai tanaman berkhasiat obat, juga bermanfaat untuk keperluan lain, misalnya untuk bahan bumbu dapur, sayur-sayuran, buah-buahan dan untuk menambah keindahan pekarangan rumah.

Bibit Mudah Didapat

Para petani tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh bibit tanaman obat keluarga (TOGA), Dimana bibit yang biasa digunakan petani adalah


(54)

bibit yang berasal dari tanaman yang telah ada sebelumnya dan bibit yang dibeli dari pasar yang ada di daerah penelitian. Sehingga tidak banyak biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi tanaman obat keluarga (TOGA).

Dapat di Tanam di Lahan Kecil

Tidak diperlukan lahan yang luas untuk penanaman tanaman obat keluarga. Karena didaerah penelitian, petani memanfaatkan pekarangan rumah mereka sebagai lahan penanaman tanaman obat keluarga (TOGA). Bahkan ada lahan pekarangan yang dikeraskan dengan semen, namun masih bias dimanfaatkan untuk memelihara tanaman obat keluarga (TOGA). Misalnya dengan menggunakan polybag, pot, kaleng bekas, potongan drum.

Sebagai Obat Pertolongan Pertama

Tanaman obat keluarga (TOGA) yang diusahakan oleh petani merupakan persediaan obat bagi keluarga maupun tetangga sebelum mendapatkan pengobatan dari dokter atau puskesmas terdekat.

Mengurangi Biaya Obat/Dokter

Dengan menggunakan Tanaman obat keluarga (TOGA) untuk mengatasi penyakit-penyakit yang ringan atau sebagai obat pertolongan pertama, maka dapat mengurangi biaya masyarakat untuk berobat ke dokter.


(55)

5.2. Kelemahan Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA Adapun faktor-faktor yang menjadi Kelemahan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebagai berikut :

Tanaman TOGA Tidak Ada Harganya

Berkurangnya peminat tanaman obat keluarga (TOGA) menyebabkan semakin tidak berharganya tanaman obat keluarga tersebut. Sehingga menyebabkan berkurang nya produksi tanaman obat keluarga pada masa sekarang ini didaerah penelitian.

Kurangnya Pemasaran

Pemasaran yang dilakukan petani hanya berskala daerah (untuk kawasan kota Medan).

Relasi Kurang Terbina

Ketidakmampuan petani untuk memasuki pasar, karena kurang memiliki relasi atau hubungan baik dengan pelaku-pelaku pasar lainnya.

Tidak Ada Pengolahan Pasca Panen

Tidak adanya permintaan pasar terhadap hasil olahan dari produk tanaman obat keluarga, maka petani didaerah penelitian tersebut tidak melakukan pengolahan pasca panen atas tanaman obat yang mereka hasilkan.

Obat dari toga kurang praktis

Produk tanaman obat yang dihasilkan umumnya tidak dapat langsung dikonsumsi,karena emmbutuhkan pengolahan terlabih dahulu apabila akan digunakan sebagai obat. Sedangkan masyarakat lebih menyukai segala sesuatu yang praktis.


(56)

5.3. Peluang Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) Adapun faktor-faktor yang menjadi Peluang usaha tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebagai berikut :

Dibutuhkan Masyarakat Untuk Kebutuhan Sehari-hari

Walaupun tanaman obat keluarga tidak terlalu menambah income bagi petani, namun setidaknya penanaman toga tersebut masih dapat memberikan manfaat utk kebutuhan sehari-hari masyarakat.

Gaya Hidup Sehat

Dengan penggunaan toga, bisa meminimalisasikan penggunaan obat-obatan kimia yang memepunyai efek samping yg berbahaya bagi tubuh. • Membuka Peluang Kerja

Usaha toga dapat dijadikan pekerjaan sampingan bagi ibu-ibu rumahtangga yang tidak memiliki kegiatan lain sehingga mereka dapat melakukan hal yang berguna daripada sekedar bercerita-cerita belaka.

5.4. Ancaman Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) Adapun faktor-faktor yang menjadi Ancaman usaha tanaman obat keluarga (TOGA) adalah sebagai berikut :

Obat Generic/Kimia

Tersedianya obat-obatan kimia yang harganya terjangkau bagi masyarakat, yaitu obat generic, dapat menyebabkan semakin meningkat ya penggunaan masyarakat terhadap obat-obatan kimia tersebut.


(57)

Kurangnya Peminat TOGA

Semakin meningkatnya penggunaan obat-obatan kimia yang lebih praktis jika dibandingkan dengan penggunaan tanaman obat keluarga yang memerlukan pengolahan terlebih dahulu, menyebabkan semakin berkurangnya minat masyarakat terhadap penggunaan tanaman TOGA tersebut.

Tidak ada dukungan pemerintah

Di masa sekarang ini, dukungan pemerintah terhadap usaha tanaman obat keluarga (TOGA) di daerah penelitian dirasakan berkurang dengan tidak adanya penyuluhan yang dilakukan oleh dinas pertanian di daerah tersebut.

5.5 Strategi Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Strategi ialah perencanaan, arah dan pengelolaan untuk mencapai suatu tujuan. Strategi merupakan rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengkaitkan keunggulan strategi dengan tantangan lingkungan. Strategi dirancang untuk mengetahui apakah tujuan utama dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat.

Dengan melihat SWOT dari petani dan komoditi yaitu tanaman obat keluarga (TOGA), maka kita dapat menetukan strategi yang tepat dan baik agar dapat mencapai hasil yang optimal.


(58)

Matrik Faktor Strategi Internal (IFAS)

Tabel 11. Matrik Faktor Strategi Internal Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA)

Faktor-faktor strategi Internal Rating Bobot Skor Pembobotan (Rating x Bobot) Kekuatan:

Multifungsi

Bibit mudah didapat

• Dapat ditanam di lahan yang kecil

• Sebagai obat pertolongan pertama

Mengurangi biaya obat/dokter

3 3 2 4 2 0.13 0.13 0.08 0.16 0.08 0.39 0.39 0.16 0.64 0.16 Kelemahan:

• Tanaman TOGA tidak ada harganya

• Kurangnya pemasaran • Relasi kurang terbina

• Tidak ada pengolahan pasca panen

• Obat dari TOGA kurang praktis 1 2 3 3 1 0.04 0.08 0.13 0.13 0.04 0.04 0.16 0.39 0.39 0.04


(59)

Matrik Faktor Strategi Eksternal (EFAS)

Tabel 12. Matrik Faktor Strategi Eksternal Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA)

Faktor-faktor strategi eksternal Rating Bobot Skor Pembobotan (Rating x Bobot) Peluang:

• Dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari

• Gaya hidup sehat • Membuka peluang kerja

4

4 3

0.23

0.23 0.18

0.92

0.92 0.54

Ancaman: • Obat generic

• Tidak ada dukungan pemerintah • Kurangnya peminat TOGA

2 3 1

0.12 0.18 0.06

0.24 0.54 0.06

Jumlah 17 1.0 3.22

Setelah dilakukan perhitungan bobot dari masing-masing faktor internal maupun eksternal, kemudian dilakukan tahap kedua yaitu ”Tahap Analisis”, dengan menggunakan Matrik Internal-Eksternal (IE). tabel dapat dilihat pada tabel berikut.


(60)

Tabel 13. Matrik Internal-Eksternal (IE) Eksternal

4.0 3.0 2.0 1.0

3.0

2.0

1.0

Keterangan:

• Daerah I Dimana perusahaan mampu memmimpin dan menguasai pasar, dengan ditandai produk yang dimiliki nilai jual yang tinggi.

• Daerah II Dimana perusahaan mampu bertahan dan bersaing terhadap pesaing nya dengan ditandai harga jual dari produknya mampu bersaing. • Daerah III Dimana perusahaan harus mengubah strategi pemasarannya • Daerah IV Dimana perusahaan berada pada titik stabilitas (hati-hati),

artinya perusahaan bisa saja jatuh.

• Daerah V Dimana perusahaan pada titik normal,ditandai dengan memfokuskan pengembangan produk yang dimiliki.

• Deaerah VI Dimana perusahaan harus mengurangi biaya produksi. I Pertumbuhan (konsentrasi melalui integrasi vertikal) II Pertumbuhan (konsentrasi melalui integrasi horizontal) III Penciutan (memutar arah) IV Stabilitas (hati-hati) V Pertumbuhan (konsentrasi melaui integrasi horizontal) VI Penciutan (captive company atau divestment) VII Pertumbuhan (diversifikasi konsentrik) VIII Pertumbuhan (diversifikasi konsentrik) IX Likuidasi (bangkrut)


(61)

• Daerah VII Dimana perusahaan melakaukan diversifikasi usaha,agar mampu bertahan.

• Daerah VIII Dimana perusahaan tetap melakukan duversifikasi usaha. • Daerah IX Dimana perusahaan tidak mampu bertahan dan tidak mampu

lagi menutupi biaya operasional nya.

Dari hasil matriks internal-eksternal yang diperoleh dari nilai total skor pembobotan pada usaha pengembangan tanaman obat keluarga (TOGA) yang menunjukkan bagaimana usaha tersebut mampu memperolah strategibisnis ditingkat korporat yang lebih detail dan mengetahui reaksi besar kecilnya perkembangan usaha terhadap pangsa pasar, maka usaha pengembangan tanaman obat (TOGA) ini mampu berada pada daerah IV (STABILITAS/Hati-Hati).

Hal ini berarti bahwa formulasi strategi yang dipilih untuk usaha pengembangan tanaman obat keluarga adalah strategi stabilitas atau hati-hati, artinya usaha pengembangan tanaman obat keluarga (TOGA) berada diposisi hati-hati dalam pengembangannya, maka agar tidak semakin menurun perkembangan budidaya nya, difokuskan terhadap keunggulan produk tanaman obat keluarga (TOGA).

Tabel matriks SWOT dibangun sesuai dengan data yg diperoleh yaitu data faktor eksternal dan data faktor internal apda tabel-tabel sebelumnya. Masing-masing faktor tersebut saling keterkaitan dalam memaksimalkan kekutatan untuk memperoleh peluang dan meminimalkan kelemahan agar mengurangi ancaman yang muncul. Sehingga menghasilkan alternatif strategi lainya yaitu strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT. Tabel matriks SWOT dapat dilihat pada tabel berikut.


(62)

Tabel 14. Bentuk matriks SWOT INTERNAL

EKSTERNAL

Strengths (S) Weaknesses (W)

1. Sebagai obat

pertolongan pertama

2. Bibit mudah didapat 3. Multifungsi

4. Dapat ditanam di lahan yang kecil

5. Mengurangi biaya obat/dokter

1.Tanaman TOGA

tidak ada harganya 2.Obat dari TOGA

kurang praktis 3.Kurangnya

pemasaran

4.Tidak ada

pengolahan pasca panen

5.Relasi kurang terbina Opportunities (O) STRATEGI SO STRATEGI WO

1. Dibutuhkan

masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari

2. Gaya hidup sehat 3. Membuka peluang

kerja 1. Mengandalkan keunggulan produk. (O1,O2,S1,S3,S5) 2. Menggalakan sosialisasi pemanfaatan budidaya tanaman obat keluarga (TOGA).

(O1,O3,S3-S5)

1. Mengembangkan kerja sama antara produsen dan konsumen. (O3,W4,W5) 2. Mengembangkan produk yang dihasilkan. (O1,O3,W2,W4)

Threaths (T) STRATEGI ST STRATEGI WT

1. Kurangnya peminat TOGA 2. Obat generic 3. Tidak ada

dukungan pemerintah

1. Digalakkan kembali penyuluhan-penyuluhan kepada pelaku usaha TOGA. (T3,S2,S3,S4) 2. Mengadakan seminar-seminar/promosi usaha mengenai manfaat penggunaan TOGA. (T1,T2,S1,S5)

1. Dibuatnya suatu pasar tanaman obat oleh instansi terkait. (T1,T3,W3,W5)

Tahap terakhir yaitu dengan menggunakan metode pengembangan dari strategi SO, ST, WO dan WT yang bertujuan untuk menghasilkan beberapa


(63)

beberapa strategi, sehingga bisa dijadikan langkah-langkah dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) untuk diterapkan didaerah penelitian.

Adapun strategi tersebut adalah : Strategi SO (Strengths – Opportunities) 1. Mengandalkan keunggulan produk.

Mempertahankan mutu tanaman obat keluarga (TOGA) yang dihasilkan sehingga produk yang memiliki banyak fungsi tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat banyak.

2. Mengalakan sosialisasi pemanfaatan budidaya tanaman obat keluarga (TOGA).

Dilakukan sosialisasi seperti penyuluhan kesehatan dan pertanian sehingga dapat dijelaskan manfaat-manfaat fungsi tanaman obat keluarga (TOGA) kepada masyarakat sekitar, sehingga lebih banyak masyarakat yang tetap mempertahankan atau ikut serta berusaha tanaman obat keluarga (TOGA) tersebut.

Strategi ST (Strengths – Weaknesses)

1. Digalakkan kembali penyuluhan-penyuluhan kepada pelaku usaha tanaman obat keluarga (TOGA).

Diperlukan andil pemerintah untuk kembali mengadakan penyuluhan-penyuluhan kepada pelaku usaha tanaman obat keluarga (TOGA) sehingga daerah penelitian kembali menjadi salah satu sentra produksi tanaman obat keluarga (TOGA) yang diunggulkan dan dapat memiliki daya saing yang tinggi.


(64)

2. Mengadakan seminar-seminar/promosi usaha mengenai manfaat penggunaan tanaman obat keluarga (TOGA).

Perlu dilakukan berbagai seminar atau seperti promosi usaha untuk memperkenalkan berbagai manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) kepada seluruh lapisan masyarakat sebagai konsumen, sehingga dapat menarik minat mereka untuk mulai menggunakan tanaman obat keluarga (TOGA) tersebut dalam berbagai keperluan keluarga sehari-hari.

Strategi SW (Strengths – Weaknesses)

1. Mengembangkan kerja sama antara produsen dan konsumen.

Kelompok tani usaha tanaman obat keluarga (TOGA) dapat digalakkan untuk aktif membina hubungan dengan setiap pembeli serta terus berusaha mencari pembeli-pembeli lain dan tidak hanya diam menunggu pembeli yang mendatangi mereka.

2. Mengembangkan produk yang dihasilkan.

Bagi setiap pelaku usaha tanaman obat keluarga (TOGA) di daerah peneliitian tersebut dapat dilibattkan dalam usaha pengolahan hasil produk tersebut. Oleh karena itu, diperlukan peran, dorongan dan penyuluhan dari instansi-instansi terkait sehingga mereka memperoleh pengetahuan untuk dapat segera menghasilkan hasil olahan dari bahan mentah tersebut.


(65)

Strategi WT (Weaknesses - Threaths)

1. Dibuatnya suatu pasar tanaman obat oleh instansi terkait.

Dengan dibuatnya sentra/pasar tanaman obat, diharapkan konsumen dapat lebih mengenal keunggulan tanaman obat keluarga (TOGA) dibandingkan dengan obat generic yang terbuat dari bahan-bahan kimia,sehingga dapat meningkatkan permintaan akan tanaman obat keluarga (TOGA) dan dapat dijadikan sarana untuk memperoleh relasi.


(66)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari hasil Penelitian dapat diambil kesimpulan, antara lain :

1. Kekuatan yang dapat diandalkan dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu sebagai obat pertolongan pertama dan bibit tanaman mudah didapat.

2. Kelemahan yang dapat diandalkan dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu tanaman obat keluraga (TOGA) tidak ada harganya dan obat dari tanaman obat keluarga (TOGA) kurang praktis. 3. Peluang terbesar yang dapat diperoleh dalam pengembangan usaha tanaman

obat keluarga (TOGA) yaitu dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari dan gaya hidup sehat masyarakat.

4. Ancaman terbesar yang dihadapi dalam pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu kurangnya peminat tanaman obat keluarga (TOGA) dan obat generik.

5. Strategi pengembangan usaha tanaman obat keluarga (TOGA) ini mampu berada pada daerah IV (STABILITAS/Hati-Hati). Hal ini berarti bahwa usaha pengembangan tanaman obat keluarga (TOGA) masih dalam stabilitas - hati-hati terutama difokuskan terhadap keunggulan produk tanaman obat keluarga (TOGA).Strategi pengembangan yang digunakan pada usaha pengembangan tanaman obat keluarga (TOGA) yaitu memfokuskan pada keunggulan produk tanaman obat keluarga (TOGA) dan Menggalakan sosialisasi pemanfaatan budidaya tanaman obat keluarga (TOGA).


(67)

7.2 Saran

Dari hasil penelitian ini dapat diberikan saran sebagai berikut :

1. Agar petani lebih meningkatkan kekuatan dan memanfaatkan peluang dalam usaha pengembangan tanaman obat keluarga (TOGA), dan meminimalisasikan kelemahan serta menghindari ancaman dalam usaha pengembangan tanaman obat keluarga (TOGA) supaya tanaman obat keluarga (TOGA) bisa lebih berkembang didaerah penelitian.

2. Pemerintah diharapkan memperhatikan prospek pengembangan tanaman obat keluarga (TOGA) yang dapat memberikan manfaat dan menjadi bahan baku industri.


(1)

Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. UI Press, Jakarta.

Sukmaji, 2006. Budidaya TOGA Dapat Memacu Usaha di Bidang Obat-Obat Herbal

Suriawiria, H.U. 2000. Obat Mujarab dari Pekarangan Rumah. Papas Sinar Sinanti, Jakarta.

Syukur, Cheppy. dan Hernani. 2001. Budidaya Tanaman Obat Komersial Penebar Swadaya, Jakarta.

Suprapto., 1997. Bertanam Temulawak. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tukiman, 2004. Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) Untuk kesehatan Keluarga. By USU Digital Library. http://library .usu.ac.id/download/fkm-tukiman.pdf, diakses tanggal 28 februari 2008.


(2)

Lampiran 1. Karakteristik Petani Sampel di Daerah Penelitian

No. Sample

Umur (Tahun)

Tingkat Pendidikan (Tahun)

Lama Bertani Tanaman Obat (Tahun)

1 65 9 30

2 40 9 10

3 40 12 15

4 32 12 10

5 30 12 5

6 32 12 7

7 42 12 10

8 37 9 5

9 35 12 5

10 55 6 20

11 40 9 15

12 38 12 10

13 50 6 30

14 45 12 10

15 40 12 10

16 36 12 10

17 25 12 5

18 40 12 1

19 35 12 1

20 38 12 2

21 45 6 10

22 30 12 3

23 49 9 7

24 25 12 2

25 43 9 5

26 40 12 4

27 49 9 5

28 50 9 25

29 47 12 20

30 52 6 15

Total 1,225 312 307


(3)

Lampiran 2. Kekuatan Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).

Sampel Multifungsi Bibit mudah didapat

Dapat ditanam di lahan yang

kecil

Sebagai obat pertolongan

pertama

Mengurangi biaya obat/dokter

1 4 5 3 4 4

2 4 4 5 5 3

3 5 4 5 5 5

4 4 3 4 4 2

5 5 4 3 4 5

6 3 5 4 3 3

7 4 5 5 5 4

8 5 3 3 5 2

9 4 4 3 4 5

10 4 5 5 5 5

11 3 4 4 5 4

12 4 4 3 5 4

13 5 3 4 3 2

14 5 5 5 5 5

15 4 4 3 4 5

16 5 4 3 4 4

17 4 5 5 5 4

18 4 3 3 5 3

19 5 4 4 4 4

20 4 5 3 5 3

21 5 4 5 5 4

22 5 5 5 5 4

23 4 4 3 5 3

24 3 5 3 4 5

25 4 4 4 3 5

26 3 4 5 5 4

27 4 5 4 3 2

28 4 4 5 4 4

29 5 5 3 4 2

30 3 5 4 5 3


(4)

Lampiran 3. Kelemahan Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).

Sampel

Tanaman TOGA tidak ada harganya

Kurangnya pemasaran

Relasi kurang terbina

Tidak ada pengolahan pasca panen

Obat dari TOGA kurang

praktis

1 5 4 3 3 5

2 5 3 2 4 4

3 4 5 3 4 4

4 4 4 4 2 3

5 5 3 3 4 4

6 5 3 3 5 4

7 4 4 5 4 5

8 5 2 3 3 5

9 5 3 4 4 4

10 5 5 4 2 5

11 5 4 2 4 4

12 4 3 5 3 4

13 4 2 3 2 4

14 4 5 3 4 5

15 4 5 4 5 5

16 5 5 2 3 3

17 5 4 3 4 4

18 5 3 2 2 5

19 5 3 4 4 4

20 5 3 4 4 4

21 5 4 2 2 3

22 5 2 3 4 4

23 5 5 3 4 5

24 4 5 4 5 4

25 4 5 2 4 5

26 5 4 4 3 5

27 5 3 3 4 3

28 5 3 3 2 4

29 4 3 2 4 5

30 4 3 3 2 5


(5)

Lampiran 4. Peluang Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).

Sampel Dibutuhkan masyarakat untuk kebutuhan

sehari-hari

Gaya hidup sehat Membuka peluang kerja

1 4 5 5

2 5 3 4

3 5 5 3

4 3 3 5

5 4 5 3

6 4 3 4

7 5 4 5

8 5 5 4

9 5 5 5

10 3 4 5

11 4 5 4

12 5 3 5

13 5 5 3

14 4 4 4

15 5 5 3

16 5 4 4

17 4 5 3

18 5 4 5

19 5 5 4

20 3 5 3

21 4 4 5

22 5 5 4

23 5 4 3

24 4 5 4

25 4 4 3

26 5 4 4

27 4 3 3


(6)

Lampiran 5. Ancaman Pengembangan Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA).

Sampel Obat generic Tidak ada dukungan

pemerintah Kurangnya peminat TOGA

1 4 4 5

2 4 5 5

3 3 3 5

4 5 3 5

5 3 4 5

6 4 4 4

7 4 3 4

8 3 4 4

9 5 3 3

10 4 4 4

11 5 3 4

12 4 4 5

13 3 4 5

14 3 4 4

15 4 3 5

16 5 3 5

17 4 4 4

18 4 4 3

19 5 5 4

20 4 3 5

21 3 5 5

22 4 3 4

23 3 4 3

24 4 4 5

25 4 3 5

26 3 5 5

27 4 3 5

28 5 4 4

29 5 5 5

30 4 3 5