Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Tinjauan Pustaka

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka masalah penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kekuatan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga TOGA didaerah penelitian? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kelemahan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga TOGA didaerah penelitian? 3. Bagaimana peluang yang tersedia untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga TOGA didaerah penelitian? 4. Apa saja ancaman dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga TOGA didaerah penelitian ? 5. Bagaimana strategi pengembangan usaha Tanaman Obat Keluarga TOGA didaerah penelitian?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang menjadi kekuatan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga TOGA didaerah penelitian 2. Untuk mengidentifikasi faktor apa saja yang menjadi kelemahan dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga TOGA didaerah penelitian. 3. Untuk mengidentifikasi peluang yang tersedia untuk mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga TOGA didaerah penelitian. Universitas Sumatera Utara 4. Untuk mengidentifikasi ancaman dalam mengembangkan usaha Tanaman Obat Keluarga TOGA didaerah penelitian. 5. Untuk menentukan strategi pengembangan usaha Tanaman Obat Keluarga TOGA.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai bahan masukan bagi petani Tanaman Obat Keluarga TOGA. 2. Sebagai bahan informasi ilmiah bagi pihak-pihak yang membutuhkan. 3. Bagi peneliti sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26 telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74 masih tumbuh liar di hutan-hutan. Dari yang telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat tradisional Syukur dan Hernani, 2001. Sejak jaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak menggunakan obat-obatan tradisional yang ternyata mujarab. Bahkan, saat ini pertumbuhan industri obat tradisional jamu semakin meningkat pesat. Berkembangnya teknologi modern menyebabkan seduhan jamu yang pahit telah diganti dengan pil yang tanpa rasa pahit dan lebih praktis. Jamu dan obat tradisional merupakan salah satu aset nasional sebagai sarana kesehatan rakyat turun-temurun Rukmana, 2004. Dalam pengembangan tanaman obat diharapkan pengobatan dengan herbalobat alami yang merupakan warisan dari nenek moyang kita mengalami kemajuan dan tidak hilang. Jangan sampai negara lain merebut dan mengambil alih dengan memproduksi obat-obat tradisional Indonesia, karena hal tersebut bisa saja terjadi apabila pengobatan herbal kita tidak mengalami perkembangan, apalagi dengan eksplorasi negara-negara maju terhadap tumbuhan obat asli Indonesia Padmawinata, 1995. Universitas Sumatera Utara Pada dasarnya, TOGA dapat didefinisikan sebagai sebidang tanah baik dipekarangan rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat. Tujuan dasarnya adalah untuk memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan dan mengurangi ketergantungan terhadap obat-obatan kimia. Pengelolaannnya sesuai dengan luas lahan yang tersedia, lingkungan yang mendukung, dan tujuan penanaman.Maheswari, 2002. Kondisi pekarangan bermacam-macam. Ada yang luas, ada yang sempit. Bahkan ada lahan pekarangan yang dikeraskan dengan semen, namun masih bisa dimanfaatkan untuk memelihara tanaman. Misalnya dengan menggunakan pot, kaleng bekas, potongan drum untuk menanam kunyit, temulawak, lidah buaya, mahkota dewa.

1. Kunyit Curcuma domestica Val..

Kunyit Curcuma domestica Val. merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga dipakai sebagai bumbu dapur dan zat pewarna alami. Kunyit Curcuma domestica Val. termasuk tumbuhan berbatang semu, basah yang dibentuk dari pelepah daun. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5m, berbunga majemuk berwarna putih sampai kuning muda. Berdaun tunggal, berbentuk lanset lebar, ujung dan pangkalnya runcing, tangkainya panjang, tepinya rata, bertulang menyirip, panjangnya 20 – 40 cm, lebar 8 – 12,5 cm, warna hijau pucat. Tanaman menghasilkan rimpang berwarna kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan. Rimpang terdiri dari rimpang induk Universitas Sumatera Utara dan anak rimpang, rimpang induk berbentuk bulat telur, disebut empu atau kunir lelaki. Anak rimpang letaknya lateral dan bentuknya seperti jari, panjang rimpang 2 – 10 cm, diameter 1 – 2 cm. Selain jenis dan varietas yang jelas, bahan tanaman berasal dari rimpang yang sehat dari tanaman yang sehat berumur 11 – 12 bulan, untuk benih daunnya harus sudah mongering. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan dan pembumbunan, untuk menghindari adanya kompetisi perolehan zat hara dengan gulma dan menjaga kelembaban, suhu dan kegemburan tanah. Pembumbunan dilakukan juga untuk memperbaharui saluran drainase pemisah petak, tanah dinaikkan ke petak-petak tanam, biasanya dilakukan setelah selesai penyiangan. Panen yang tepat berdasarkan umur tanaman perlu dilakukan untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi, yaitu pada tanaman umur 10 – 12 bulan setelah tanam, biasanya daun mulai luruh atau mengering. Dapat pula dipanen pada umur 20 – 24 bulan setelah tanam. Gambar 1. Tanaman Kunyit Curcuma domestica Val.. Universitas Sumatera Utara Kunyit dapat dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan manusia dan ternak yaitu zat warna kuning kurkumin pada kunyit. Kunyit telah terbukti secara ilmiah melalui berbagai pengujian pre-klinik dan klinik, berkhasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit degeneratif seperti kardiovaskular, stroke, reumatik, sebagai anti oksidan yang mengikat radikal bebas, penurun kadar lipid darah, meluruhkan plak pada otak penderita penyakit Alzheimer, kemampuan memerangi sel kanker dan infeksi virus maupun bakteri Rukmana, 1996.

2. TEMULAWAK Curcuma xanthorrhiza.

Temulawak alias koneng gede Curcuma xanthorrhiza merupakan terna dihutan jati, tetapi beberapa jenis ada juga tumbuh di pekarangan rumah. Umumnnnya, temulawak dapat ditanam ditanah ringan yang agak berpasir sampai tanah berat berstruktur liat. Tersedianya benih unggul yang bermutu tinggi merupakan salah satu faktor penentu terhadap tingkat produktivitas tanaman. Benih harus dari tanaman yang cukup umur, sehat, seragam ukurannya, dan mempunyai viabilitas tinggi Rahardjo, 2001. Ketersediaan hara tanaman terutama hara makro N, P dan K merupakan keharusan yang harus dipenuhi dalam budidaya temulawak disamping pemberian pupuk oraganik berupa pupuk kandang. Budidaya di tingkat petani masih dilakukan secara tradisional, jarang dilakukan pemeliharaan dan pemupukan, sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu untuk mendapatkan produksi dan mutu yang tinggi di dalam budidaya temulawak perlu dilakukan pemupukan. Universitas Sumatera Utara Temulawak dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan. Panen dilakukan dengan cara menggali dan mengangkat rimpang secara keseluruhan. Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai bahan ramuan obat. Aroma dan warna khas dari rimpang temulawak adalah berbau tajam dan daging buahnya berwarna kekuning-kuningan. Gambar 2. Tanaman Temulawak Curcuma xanthorrhiza. Rimpang temulawak sebagian besar digunakan untuk bahan baku obat, produknya berupa minyak temulawak, oleoresin, pati, nstant, zat warna kuning, beberapa jenis makanan, minuman, dan minyak atsiri. Khasiat dan kegunaan lain dari temualwak adalah memelihara fungsi hati, efektif untuk hepatitis, menurunkan kolesterol, menambah nafsu makan, untuk penyakit demam, penyakit kuning, serta gangguan pada getah empedu. Suprapto, 1997. Universitas Sumatera Utara

3. LIDAH BUAYA Aloevera.

Mutiara HijauLidah Buaya Aloevera adalah, tanaman yang tumbuh subur di Pontianak dan sekitarnya, tanaman ini menurut catatan WHO, lebih dari 23 negara menggunakan si “Mutiara Hijau” sebagai bahan baku obatobatan dan pada zaman raja Mesir Cleopatra menggunakan Aloevera sebagai pembasuh kulit yang sangat mujarab sehingga dijadikan bahan baku kosmetika yang penting. Di Amerika bagian barat daya lidah buaya Aloevera ditanam sebagai tanaman hias di perkarangan rumah, dan dimanfaatkan sebagai obat luka bakar. Tanaman lidah buaya yang mudah tumbuh dengan baik di lahan gambut sekitar khatulistiwa dapat dijadikan sebagai komoditi unggulan mengingat manfaat dan nilai ekonomis yang cukup tinggi. Sayangnya salah satu komoditi yang mempunyai keunggulan komparatif tersebut belum diusahakan secara optimal Andrianto dan Novo, 2004. Gambar 3. Tanaman Lidah Buaya Aloevera. Universitas Sumatera Utara Hingga saat ini sebagian besar tanaman lidah buaya diolah menjadi makanan dan minuman atau diekspor dalam bentuk pelepah segar ke Negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam. Hasil olahan yang terbatas dan ekspor dalam bentuk bahan baku hanya memberikan sedikit nilai tambah. Nilai tambah akan diperoleh jika tanaman lidah buaya diolah menjadi produk yang dibutuhkan industri sebagai bahan baku industri lanjutan Lidah buaya merupakan salah satu dari 10 jenis tanaman terlaris di dunia yang telah dikembangkan oleh negara-negara maju seperti Amerika, Australia dan negara di benua Eropa sebagai bahan baku industri farmasi dan pangan. Begitu pentingnya lidah buaya sebagai bahan baku industri pada saat ini dan masa mendatang adalah didasarkan pada manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Bahkan komoditi ini telah digunakan oleh manusia sejak dahulu kala. Penggunaan tanaman lidah buaya dalam industri secara garis besar dapat dibagi menjadi empat jenis industri, yaitu: 1. Industri pangan, sebagai makanan tambahan food supplement, produk yang langsung dikonsumsi dan flavour. 2. Industri farmasi dan kesehatan, sebagai anti inflamasi, anti oksidan, laksatif, anti mikrobial dan molusisidal, anti kanker, imunomodulator dan hepatoprotector. Paten yang telah dilakukan beberapa negara maju antara lain: CAR 1000, CARN 750, Polymannoacetate, Aliminase, Alovex dan Carrisyn. 3. Industri kosmetika, sebagai bahan baku lotion, krem, lipstik, shampo dan kondisioner. 4. Industri pertanian, sebagai pupuk, suplemen hidroponik, suplemen untuk media kultur jaringan dan penambah nutrisi pakan ternak AAK., 1991. Universitas Sumatera Utara 4. MAHKOTA DEWA Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl. Tumbuhan dengan nama ilmiah Phaleria macrocarpa di kenal juga dengan nama simalakama MelayuSumater, Makuto Dewo Jawa. Mahkota dewa merupakan salah satu tanaman obat yang multi khasiat disamping mengkudu, sambiloto dan papagan. Sosoknya berupa perdu dengan tajuk bercabang-cabang. Umurnya dapat mencapai puluhan tahun dengan masa produktifitas mencapai 10-20 tahun. Bagian yang paling banyak manfaat dari tanaman mahkota dewa adalah buah yang terdiri atas kulit, daging, cangkang, dan biji. Buahnya beracun bila dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar. Buah matang berwarna merah marun dan banyak orang yang tidak tahu tergoda memetik dan memakannya. Banyak kasiat yang terkandung dalam mahkota dewa ini menjadikannya semakin populer dikalangan dunia pengobatan baik di dalam maupun luar negeri. Beberapa keunggulan mahkota dewa menjadikannya sebagai salah satu tanaman obat yang mendapatkan porsi sangat penting untuk terus dikembangkan. Membudidayakan mahkota dewa tidak sulit. Tanaman ini dapat hidup dengan baik di daerah beriklim tropis. dengan produksi buah yang tidak mengenal musim, menjadikan mahkota dewa sebagai penambah pendapatan bagi pembudidayaan asalkan dilakukan secara intensif dan profesional. Mahkota dewa dapat dibudidayakan pada ketinggian 10 sampai dengan 1200 Mdpl. Lokasi pembudidayaannya sebaiknya di daerah yang jauh dari polusi. Hal ini dilakukan agar tanaman tidak tercemar oleh unsur-unsur polutan berupa logam berat, arsen, dll. Untuk kegiatan konservasi tanah, mahkota dewa dapat ditanam di bibir teras pengolahan lahan.Tujuannya, adalah sebagai tanaman Universitas Sumatera Utara penguat teras, menghindari erosi, dan longsor. Ciri buah siap dipetik antara lain kulit buah sudah berwarna merah marun dan berbau manis seperti aroma gula pasir. Mahkota Dewa dipercaya dapat mencegah dan membantu proses penyembuhan berbagai macam penyakit antara lain: Tekanan darah tinggi, Meningkatkan vitalitas bagi penderita diabetes, Kanker zat damnacanthal : menghambat pertumbuhan sel kanker, Asam urat, Lever, Alergi, Ginjal, Jantung, Berbagai macam penyakit kulit, Mengatasi ketergantungan obat, Rematik, Meningkatkan stamina dan ketahanan terhadap influenza, serta Insomnia. Gambar 4. Tanaman Mahkota Dewa . Pengembangan tanaman obatherbal bertujuan untuk menghasilkan produk herbal yarig memenuhi penegakan mutu, khasiat dan keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan melalui penelitian. Dengan demikian obat-obat herbal yang dikembangkan dapat masuk dalam pelayanan kesehatan dan digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Dalam pengembangan obat-obat herbal asli Indonesia diperlukan peran serta berbagai pihak, harus ada kerjasama Universitas Sumatera Utara yang baik antara pemerintah, pihak industri obat tradisional dan farmasi, peneliti dan institusi pendidikan rumah Fadhli, 2005. Upaya atau langkah-langkah dalam pengembangan tumbuhan obat antara lain meliputi: a. Sosialisasi pemanfaatan herbal sehingga potensi kekayaan alam Indonesia dapat tergali baik dari segi budidaya maupun pemanfaatannya sebagai sumber pengobatan; b. Mendekatkan tumbuhan obat pada pelayanan kesehatan masyarakat; c. Meningkatkan penghasilan masyarakat dengan usaha budidaya tanaman obat dan produk pengolahan; d. Upaya konservasipelestarian sumber bahan alam; e. Pengembangan teknologi budidaya, hasil, dan pengolahanproses produksi sehingga dihasilkan simplisia dan produk dengan mutu yang terjamin; f. Penelitian tumbuhan obat dan aplikasinya untuk menghasilkan obat herbal yang memenuhi syarat mutukualitas, aman dan khasiatkemanfaatan; g. Kerjasama dari berbagai pihak, seperti pemerintah, industri obat tradisional dan farmasi, peneliti, peguruan tinggi. peraturan perundang-undangan yang jelas untuk perlindungan terhadap sumber daya alam hayati, khususnya tanaman obat. Jhonherf, 2007 Beberapa manfaat dari tanaman obat antara lain sebagai berikut : 1. Memelihara dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. 2. Menjaga dan mempertahankan vitalitas tubuh agar tetap sehat dan segar. Universitas Sumatera Utara 3. Memelihara dan meningkatkan metabolisme di dalam tubuh sehingga lancar tanpa gangguan. 4. Memperkuat kerja jantung. 5. Mencegah kanker dan tumor sedini mungkin. 6. Membersihkan senyawa beracun di dalam tubuh. 7. Menurunkan kadar gula dan kolesterol didalam darah. Redaksi Agromedia, 2007. Dengan adanya krisis moneter yang melanda Indonesia dan berlanjut menjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan, berdampak pada melonjaknya harga obat-obatan modern secara drastis oleh karena lebih dari 90 bahan bakunya tergantung impor. Obat tradisional, yang merupakan potensi bangsa Indonesia, oleh karena itu dapat ikut andil dalam memecahkan permasalahan ini dan sekaligus memperoleh serta mendayagunakan kesempatan untuk berperan sebagai unsur dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, terlebih-lebih dengan adanya kebijakan Menteri Kesehatan RI tahun 1999 untuk mengembangkan dan memanfaatkan tanaman obat asli Indonesia untuk kebutuhan farmasi di Indonesia Maheshwari, 2002. Faktor ketidakkurang percayaan masyarakat dan pengobatan dengan bahan alami Indonesia tidakbelum memiliki pendokumentasian tentang penemuan baru khasiat tanaman obat, menjadi salah satu kelemahan dalam pengembangan dan pemanfaatan tanaman obat di Indonesia Bali Post, 2005. Penelitian tanaman obat dilakukan guna mendukung penggunaan obat tradisional Indonesia dalam pelayanan kesehatan dan untuk mendorong peningkatan kemampuan industri obat di dalam negeri untuk memproduksi obat Universitas Sumatera Utara herbal, walaupun selama ini sering mengalami kendala dalam hal biaya penelitian dan pengembangan. Mahalnya biaya penelitian dan pengembangan menjadi faktor utama yang menghambat upaya penemuan baru potensi khasiat tanaman obat. Padahal, tanaman yang dapat dijadikan bahan baku obat-obatan mencapai ribuan jenis Bali Post, 2005. Tetapi, akhir-akhir ini perhatian terhadap obat alami meningkat dengan tajam. Penelitian mengenai potensi dan khasiat tanaman obat pun mengalami peningkatan. Hal ini merupakan sesuatu yang mengembirakan, mengingat potensi alam Indonesia sangat berlimpah. Keanekaragaman hayati inilah yang membuat Indonesia memiliki kekuatan yang amat besar dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya tersebut. Mamfaat keanekaragaman hayati tersebut bagi manusia sangat beragam seperti sebagai obat, kosmetik, pegharum, penyegar, pewarna, dan lain-lain. Potensi yag besar ini, jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sudah pasti tidak akan mempunyai manfaat yang besar, sehingga harus dipikirkan agar penggunaan tanaman obat disertai pula dengan usaha pelestariannya untuk menunjang penggunaan yang berkelanjutan Maheshwari, 2002. Dalam pelaksanaan pembangunan dibidang kesehatan di Indonesia, pemerintah telah melakukan berbagai program pengembangan pelayanan kesehatan masyarakat. Pembangunan Pusat Kesehatan Masyarakat Puskesmas diselruh pelosok tanah air menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah pembangunan dibidang kesehatan. Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang diperkenalkan kepada masyarakat adalah program Intensifikasi Pekarangan Inkar dan Tanaman Obat Keluarga TOGA Rukmana, 2004. Universitas Sumatera Utara Pengembangan TOGA dipekarangan mempunyai banyak manfaat, diantara nya sebagai bahan ramuan obat untuk pertolongan pertama sebelum mendapatkan pengobatan dari dokter, sebagai sarana memperbaiki status gizi masyarakat karena banyak banyak tanaman obat yang dikenal sebagai tanaman penghasil buah-buahan atau sayur-sayuran, sebagai usaha baru bagi keluarga untuk menjadi pemasok kebutuhan bahan baku pabrik-pabrik jamu dan obat tradisional karena tanaman obat sangat bermanfaat sebagai bahan baku obat modern, jamu dan obat tradisional dan dapat digunakan untuk menghias dan memperindah halaman rumah sekaligus memelihara ekosistem mikro disekitar Jhonherf, 2007. Jika pengembangan TOGA secara terpadu berhasil meningkatkan kemandirian masyarakat dalam penyediaan tanaman obat, biaya subsidi pembelian obat generik bisa dihemat sekitar Rp 300 miliar. Dan secara bertahap, subsidi pemerintah terhadap pelayanan kesehatan dapat berkurang. Tanaman obat juga bisa berfungsi jadi sumber pendapatan masyarakat Bali Post, 2006. Pengembangan TOGA sangat strategis. Usaha itu sangat memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan. Upayanya membutuhkan kerja serius, terutama yang mencakup teknik budidaya, permintaan dan pemasaran hasil, serta tataniaga pemasarannya. Perkembangan TOGA yang produktif pasti akan menarik minat investor dibidang farmasi obat tradisional dan jamu. Mereka tak mau kehilangan kesempatan peluang ekonomi dan terpacu aktif berlomba mencari bahan baku berbagai jenis tanaman obat untuk membuat produk obat-obatan baru Maheshwari, 2002. Universitas Sumatera Utara

2.2. Landasan Teori