Thermal Brake Siklus Diesel Ideal

titik nyala, maka reaksi cepat akan dimulai, yang mengakibatkan kenaikan tekanan dan suhu akan menyebar kepada sisa bahan bakar dalam ruang bakar. Penyalaan tidak selalu melalui pada titik yang sama, tetapi pada tempat atau beberapa tempat yang ditentukan oleh keadaan suhu dan distribusi bahan bakar, dan dapat berawal pada beberapa titik secara serentak. c. Pusaran turbulence Keadaan yang terpenting untuk pembakaran yang efisien, terutama dalam mesin kecepatan tinggi, adalah gerakan yang cukup antara tetesan bahan bakar dengan udara. Kalau bahan bahan bakar dipecahkan dalam bentuk kabut, maka kecepatan semprotan dan jangkauan penyusupannya ketitik yang jauh dalam ruang bakar akan turun sampai nilai yang agak rendah. Jadi distribusi bahan bakar dan campurannya dengan udara harus tergantung pada gerakan udara. Gerakan ini yang disebut pusaran, didapatkan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan bentuk tertentu pada ruang bakar atau puncak torak atau dengan mengarahkan aliran dari pemasukan udara dalam jalur tertentu, dan sebagainya. d. Mesin dengan Kecepatan Tinggi Pemahaman yang lebih baik tentang apa yang dalam silinder mesin diesel selama priode pembakaran dapat diperoleh dengan penyajian grafik. Perubahan tekanan dibuat petanya sebagai ordinat terhadap sebagai absis. Karena putaran poros engkol untuk kegunaan umumnya dapat dianggap seragam, maka derajat dari perjalanan engkol dapat dianggap sebanding dengan waktu, dan absisnya dapat dinyatakan secara sesuai dalam sudut dari perjalanan engkol. Sebuah diagram tekanan tertentu ditunjukkan pada gambar dibawah ini, diagram ini menunjukkan perubahan tekanan selama 180 dari 90 sebelum titik mati atas TMA. Sampai 90 sesudahnya. Belahan pertama dari diagram, yaitu garis penuh sampai titik 2 yang titik-titik sampai titik 0, menyatakan perubahan tekanan dalam sislinder selama langkah kompresi, seperti pada grafik berikut: Gambar 2.6 Grafik tingkat pembakaran motor diesel pada kecepatan tinggi Kalau bahan bakar di injeksikan dan terjadi pembakaran, maka proses dalam sebuah mesin diesel dengan kecepatan tinggi dapat dianggap terbagi menjadi empat tingkat atau periode yang terpisah. Periode pertama mulai pada titik 1, ketika injeksi dimulai, bahan bakar mulai memasuki silinder, dan berakhir sampai pada titik 2. Ini adalah periode keterlambatan delay priode, ini sesuai dengan sudut perjalanan engkol. Selama periode ini tidak terdapat kenaikan tekanan melebihi yang dihasilkan dengan kompresi udara oleh torak. Bahan bakar terus menerus masuk melalui nosel dan titik 2, terdapat sejumlah bahan bakar dalam ruang bakar, yang dipecah halus dan sebagian menguap, dan siap untuk pembakaran. Ketika bahan bakar akhirnya dinyalakan, akan menyala dengan cepat yang mengakibatkan kenaikan tekanan mandadak sampai titik 3 tercapai. Priode pembakaran cepat ini yang sesaui dengan sudut engkol b, membentuk tingkat kedua. Setelah titik 3, bahan bakar yang belum terbakar dan bahan bakar yang masih tetap diinjeksikan terbakar pada kecepatan yang tergantung pada kecepatan injeksi dan jumlah serta distribusi oksigen yang masih ada dalam udara pengisian. Periode ini adalah tingkat ketiga dari pembakaran terkendali atau pembakaran sedikit demi sedikit, ini berakhir pada titik 4 dengan berhentinya injeksi. Selama tingkat ini tekan dapat naik, tetap konstan, atau turun. Pembakaran pasca tidak terlihat pada diagram karena pemunduran torak mengakibatkan turunnya tekanan meskipun panas ditimbulkan oleh pembakaran bagian akhir bahan bakar Cengel, Yunus A, 1994.

2.5.4 Nilai Kalor Bahan Bakar

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar Calorific Value. Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas High Heating Value HHV, merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan bom kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Data yang diperoleh dari hasil pengujian bom kalorimeter adalah temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan. Selanjutnya untuk menghitung nilai High Heating Value HHV, dapat dihitung dengan persamaan berikut : HHV = T 2 – T 1 – T kp x cv………persamaan 2.5.4.1 Dimana : HHV = Nilai Kalor Atas kJkg T 1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan C T 2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan C Cv = Panas jenis bom kalorimeter 73529,6 kJkg C T kp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala 0,05 C Sedangkan nilai kalor bawah atau Low Heating Value LHV dihitung dengan persamaan berikut: LHV rata-rata = HHV rata-rata - 3240………persamaan 2.5.4.2 Secara teoritis besarnya nilai kalor atas HHV dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulog : HHV = 33950 C + 144200 H 2 – O 2 8 + 9400 S………persamaan 2.5.4.3 Dimana : HHV = Nilai kalor atas kJkg C = Komposisi karbon dalam bahan bakar H 2 = Komposisi hidrogen dalam bahan bakar O 2 = Komposisi oksigen dalam bahan bakar S = Komposisi sulfur dalam bahan bakar Nilai kalor bawah Low Heating Value LHV, merupakan nilai dari kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 yang berarti setiap satu satuan bahan bakar 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogen. Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar moisture. Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kNm 2 tekanan yang umum timbul pada gas buang adalah sebesar 2400 kJkg, sehingga besar nilai kalor bawah LHV dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut: LHV = HHV – 2400 H 2 0 + 9H 2 ………persamaan 2.5.4.4 Dimana: LHV = Nilai kalor bawah kJkg H 2 O = komposisi uap air dalam bahan bakar moisture Dalam perhitungan efisiensi panas dari mesin bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah LHV dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas HHV karena nilai tersebut umunya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME American Society of Mechanical Enggineers menentukan penggunaan nilai kalor atas HHV, sedangkan peraturan SAE Society OF Automotive Engineers menentukan nilai kalor bawah LHV Amir Isril, 1996.

2.5.5 Proses Terbentuknya Gas Buang

Setiap pembakaran pasti mempunyai gas produk atau yang kita kenal emisi, dibawah ini merupakan emisi yang dihasilkan dari pembakaran selain dari gas CO 2 yaitu : a. Karbon monoksida CO Bila karbon didalam bahan bakar terbakar dengan sempurna, akan terjadi reaksi yang menghasilkan CO 2 seperti yang terlihat dibawah ini : C + O 2 CO 2 Apabila oksigen dalam udara tidak cukup, maka pembakaran akan berlangsung secara tidak sempurna, sehingga karbon yang terbakar akan menjadi : C + ½ O 2 CO Dengan kata lain, emisi CO dalam suatu pembakaran dipengaruhi oleh perbandingan campuran antara udara dengan bahan bakar. b. Hidrokarbon Sumber emisi hidrokarbon dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Bahan bakar yang tidak terbakar dan keluar menjadi gas mentah: 2. Bahan bakar terpecah karena reaksi panas berubah menjadi gugusan hidrokarbon lain yang keluar bersama dengan gas buang. Sebab utama timbulnya hidrokarbon pada emisi gas buang adalah sekitar tempat terjadinya pembakaran bersuhu rendah, diamana suhu itu tidak mampu melakukan pembakaran. c. Nitrogen Oksigen NO X Jika terdapat N 2 dan O 2 pada suhu 1800 C sd 2000 C, akan terjadi reaksi pembentukan gas NO seperti berikut ini: N 2 + O 2 2NO Di udara NO mudah berubah menjadi NO 2 , NO x , didalam gas terpilih dari 95 NO, 3-4 NO x , dan sisanya N 2 O, N 2 O 3 , dan sebagainya. d. Sulfur Oksidasi SO x Bahan bakar minyak solar mengandung unsur belakang sulfur. Pada saat terjadi pembakaran, S akan bereaksi dengan H dan O untuk membentuk senyawa sulfat dan sulfur oksidasi. H + S + O HSO S + O 2 SO 2 e. Nitrogen N 2 Udara yang digunakan untuk pembakaran sebagian besar terdiri dari senyawa nitrogen N 2 . Pada saat terjadi pembakaran, sebagian kecil N 2 akan bereaksi dengan O 2 dan membentuk NO 2 . Sebagian besar lainnya tetap berupa senyawa nitrogen hingga keluar sebagai emisi. f. Uap air H 2 O H 2 O merupakan hasil reaksi pembakaran, dimana air yang dihasilkan tergantung dar mutu bahan bakar. Makin banyak uap air dalam gas buang, menandakan pembakaran makin baik.

2.6 Magnet

2.6.1 Asal Kemagnetan

Sifat kemagnetan makroskopik material adalah konsekuensi momen magnet material penyusun, karena adanya pergerakan partikel listrik. Pada skala atom,

Dokumen yang terkait

Pengaruh Magnetasi Bahan Bakar dan Penggunaan Katalitik Terhadap Emisi Gas Buang, Temperatur Air Pendingin dan Oli Pada Mesin Diesel Satu Silinder

0 46 95

Pengaruh Magnetasi Terhadap Emisi Gas Buang, Temperatur Air Pendingin Dan Oli Pada Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Dengan Bahan Bakar Solar Murni

8 69 88

Pengaruh Magnetasi Bahan Bakar dan Penggunaan Katalitik Terhadap Emisi Gas Buang, Temperatur Air Pendingin dan Oli Pada Mesin Diesel Satu Silinder

0 0 19

Pengaruh Magnetasi Bahan Bakar dan Penggunaan Katalitik Terhadap Emisi Gas Buang, Temperatur Air Pendingin dan Oli Pada Mesin Diesel Satu Silinder

0 0 2

Pengaruh Magnetasi Bahan Bakar dan Penggunaan Katalitik Terhadap Emisi Gas Buang, Temperatur Air Pendingin dan Oli Pada Mesin Diesel Satu Silinder

0 0 5

Cover Pengaruh Magnetasi Terhadap Emisi Gas Buang, Temperatur Air Pendingin Dan Oli Pada Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Dengan Bahan Bakar Solar Murni

0 1 19

Abstract Pengaruh Magnetasi Terhadap Emisi Gas Buang, Temperatur Air Pendingin Dan Oli Pada Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Dengan Bahan Bakar Solar Murni

0 0 2

Chapter I Pengaruh Magnetasi Terhadap Emisi Gas Buang, Temperatur Air Pendingin Dan Oli Pada Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Dengan Bahan Bakar Solar Murni

0 0 4

Chapter II Pengaruh Magnetasi Terhadap Emisi Gas Buang, Temperatur Air Pendingin Dan Oli Pada Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Dengan Bahan Bakar Solar Murni

0 0 33

Reference Pengaruh Magnetasi Terhadap Emisi Gas Buang, Temperatur Air Pendingin Dan Oli Pada Mesin Diesel Stasioner Satu Silinder Dengan Bahan Bakar Solar Murni

0 0 1