Perancangan Pompa Pada Siklus Rankine Organik Dengan Kapasitas 1 MW

(1)

PERANCANGAN POMPA PADA SIKLUS RANKINE ORGANIK DENGAN KAPASITAS 1 MW

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DANIEL V. M. SIPAYUNG NIM : 050401082

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PERANCANGAN POMPA PADA SIKLUS RANKINE ORGANIK DENGAN KAPASITAS 1 MW

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DANIEL V. M. SIPAYUNG NIM : 050401082

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERANCANGAN POMPA PADA SIKLUS RANKINE ORGANIK

DENGAN KAPASITAS 1 MW

DANIEL V. M. SIPAYUNG NIM : 050401082

Diketahui / Disahkan : Disetujui oleh :

Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing,

Fakultas Teknik USU Ketua,

DR. Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri

NIP. 196412241992111001 NIP. 194910121981031002 Ir. Mulfi Hazwi, MSc.


(4)

PERANCANGAN POMPA PADA SIKLUS RANKINE ORGANIK

DENGAN KAPASITAS 1 MW

DANIEL V. M. SIPAYUNG NIM : 050401082

Telah disetujui dari hasil Seminar Skripsi Periode ke - 588 pada tanggal 27 November 2010

Pembanding I, Pembanding II,

Tulus Burhanudin Sitorus, ST, MT

NIP : 197209232000121003 NIP : 195805151987011001 Ir. Isril Amir


(5)

DANIEL V. M. SIPAYUNG NIM : 050401082

Telah Disetujui oleh :

Pembimbing/Penguji

NIP. 194910121981031002 Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc

Pembanding I, Pembanding II,

Ir. M. Syahril Gultom, MT

NIP : 195512101987101001 NIP : 195805151987011001 Drs. Ahmad Zulkifli Lubis, Msc

Diketahui oleh :

Departemen Teknik Mesin Ketua,

NIP : 196412241992111001 DR.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri


(6)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : 898/TS/2009 FAKULTAS TEKNIK USU DITERIMA : - - 2010 MEDAN PARAF : ========================== =====================

TUGAS SARJANA

NAMA : DANIEL V M SIPAYUNG

NIM : 050401082

MATA PELAJARAN : PINDAH PANAS II

SPESIFIKASI : PERANCANGAN SEBUAH POMPA PADA

INSTALASI TENAGA UAP DENGAN SIKLUS RANKINE ORGANIK DENGAN DAYA OUT PUT TURBIM 1MW.

PERANCANGAN MELIPUTI PEMILIHAN TYPE/JENIS POMPA YANG DIGUNAKAN DAN UKURAN UKURAN UTAMANYA DAN GAMBAR KERJA.

DIBERIKAN TANGGAL : 29 – 07 – 2010 SELESAI TANGGAL : 23 – 2 – 2011

MEDAN, 29 – 07 – 2010 KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN , DOSEN PEMBIMBING

DR.ING.IR.IKHWANSYAH ISRANURI

NIP. 196412241992111001 NIP. 194910121981031002 IR.MULFI HAZWI, MSC


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas berkat dan kasih serta penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

Adapun yang menjadi pembahasan dalam tugas sarjana ini adalah mengenai “PERANCANGAN POMPA PADA SISTEM PEMBANGKIT TENAGA BERDASARKAN SIKLUS RANKINE ORGANIK DENGAN KAPASITAS 1 MW“. Berbagai ilmu yang berkaitan dengan sub program studi konversi energy seperti mesin fluida, mekanika fluida dan pompa kompresor diaplikasikan dalam merencanakan Pompa Sentrifugal jenis aliran radial yang digunakan pada hotel bertingkat.

Dalam menyelesaikan tugas sarjana ini, penulis banyak menerima bimbingan dan dorongan berupa pemikiran, tenaga, semangat serta waktu dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayahanda ( Alm. M. Sipayung ), Ibunda ( M. A. L. Tobing ), kakanda ( Immanuel Sipayung ) dan juga adinda ( Mega Sipayung dan Tari Sipayung ) yang telah banyak memberikan berbagai macam bantuan moril maupun materi hingga akhirnya tulisan ini dapat diselesaikan.

2. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, MSc selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingan serta masukan kepada penulis.

3. Bapak Dr.Ing.Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanudin, ST,MT., selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

4. Seluruh Dosen dan Pegawai Departemen Teknik Mesin USU

5. Semua teman – teman seperjuangan stambuk 2005 di Departemen Teknik Mesin serta teman - teman seperjuangan penulis ( Ego, Abel’s, Dicky, David, dan Mr.JoE ) di sodara No.48 dan Maycold dan Adi.

6. Semua rekan – rekan seperjuangan yang ada dirumah maupun dirumah sakit.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan yang konstruktif dari pembaca agar tulisan ini lebih sempurna lagi.

Atas perhatian para pembaca sebelumnya, penulis ucapkan terima kasih.

Penulis,

050401082 Daniel V.M. Sipayung


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBARAN PENGESAHAN ii

LEMBARAN PERSETUJUAN iii

SPESIFIKASI TUGAS iv

LEMBARAN EVALUASI vi

KATA PENGANTAR ix

ABSTRAK x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR NOTASI xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Batasan Masalah 4

1.3 Manfaat Perancangan 5

1.4 Tujuan Perancangan 5

1.5 Sistematika Penulisan 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mesin – Mesin Fluida 6

2.2 Pengertian Pompa 6

2.3 Klasifikasi Pompa 6

2.4 Unit Penggerak Pompa 7

2.5 Dasar – Dasar Pemilihan Pompa 7

2.6 Head Pompa 8

2.7 Putaran Spesifik 10

2.8 Daya Pompa 10

2.9 Aliran Fluida 11


(9)

BAB III PERENCANAAN SPESIFIKASI POMPA

3.1 Perhitungan Termodinamika Fluida Kerja ( R-123 ) 18

3.2 Kapasitas Aliran 23

3.3 Kapasitas Pompa 23

3.4 Head Pompa 24

3.4.1 Perbedaan Head Tekanan 25

3.4.2 Perbedaan Head Kecepatan 25

3.4.3 Kerugian Head 27

3.4.3.1 Kerugian Head sepanjang pipa hisap 27 3.4.3.2 Kerugian Head sepanjang pipa tekan 31

3.5 Pemilihan Jenis Pompa 33

3.6 Perhitungan Motor Penggerak 34

3.7 Putaran Spesifik dan tipe Impeler 35

3.8 Efisiensi Pompa 36

3.9 Daya Pompa dan Daya Penggerak 39

3.10 Spesifikasi hasil perencanaan 40

BAB IV UKURAN – UKURAN UTAMA POMPA

4.1 Perencanaan poros pompa 41

4.2 Perencanaan pasak 44

4.2.1 Pemeriksaan terhadap tegangan geser 45 4.2.2 Pemeriksaan terhadap tegangan tumbuk 47

4.3 Perencanaan impeller 47

4.3.1 Perencanaan ukuran impeller 48

4.3.1.1 Diameter hub impeller 48

4.3.1.2 Diameter mata impeller 49

4.3.1.3 Diameter Sisi masuk impeller 50

4.3.1.4 Diameter sisi keluar impeller 50

4.3.1.5 Lebar impeller pada sisi masuk 51 4.3.1.6 Lebar impeller pada sisi keluar 51 4.3.2 Kecepatan dan sudut aliran fluida masuk impeller 52

4.3.2.1 Kecepatan aliran absolute 52


(10)

4.3.2.3 Sudut Tangensial 53 4.3.3 Kecepatan dan sudut aliran fluida keluar impeller 54

4.3.3.1 Kecepatan radial aliran 54

4.3.3.2 Kecepatan Tangensial 54

4.3.3.3 Sudut Tangensial keluar impeller 54 4.3.3.4 Kecepatan sudut absolute tangensial 55 4.3.3.5 Sudut absolute keluar impeller 56 4.3.3.6 Kecepatan Sudut absolute keluar impeller 56 4.3.3.7 Kecepatan absolute aliran keluar 56

4.3.4 Perencanaan Sudu impeller 57

4.3.4.1 Jumlah Sudu 58

4.3.4.2 Jarak Antara sudu impeller 58

4.3.4.3 Tebal sudu 59

4.3.5 Melukis Bentuk sudu 60

4.3.6 Ukuran – Ukuran Utama impeller 63

4.4 Rumah Pompa 63

4.4.1 Perencanaan Bentuk rumah pompa 64

4.4.1.1 Lebar Saluran Keluar volute 65

4.4.1.2 Jari – jari lingkaran rumah volute 67 4.4.1.3 Penampang dan jari – jari volute 67

4.4.2 Tebal dinding rumah pompa 70

4.4.3 Ukuran – ukuran utama pompa 70

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan 71

5.1 Saran 73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Literature review on ORC 4

Tabel 3.1 Sifat-Sifat Fisik Dari Refrigerant 22 Tabel 3.2 Tipe Faktor pengotoran ( Fouling Factor ) pada pipa 28 Tabel 3.3 Kekasaran relatif ( e ) dalam berbagai bahan pipa 28 Tabel 3.4 Koefisien kerugian kelengkapan pipa hisap 30 Tabel 3.5 Koefisien kerugian gesek pada pipa tekan 32

Tabel 3.6 Harga putaran dan kutubnya 34

Tabel 3.7 Klasifikasi impeler menurut putaran spesifik 36 Tabel 3.8 Hubungan antara kecepatan spesifik dengan efisiensi hidrolis 36 Tabel 3.9 hubungan antara kecepatan spesifik impeller

dengan efisiensi volimetris 37

Tabel 4.1 Faktor Koreksi Daya 42

Tabel 4.2 Jari – Jari busur sudu impeller 61


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Diagram Siklus Organik Rankine 2

Gambar 1.2 Diagram T-S 3

Gambar 2.1 Prinsip Hukum Bernoulli 8

Gambar 2.2 Vortexing Fluida 14

Gambar 3.1 Diagram P – h refrigerant R-123 16 Gambar 3.2 Daerah kerja beberapa jenis konstruksi pompa 29

Gambar 4.1 Pasak 40

Gambar 4.2 Ukuran-Ukuran Utama Impeler 43

Gambar 4.3 Grafik penentuan kecepatan fluida masuk impeler ( Vo ) 44 Gambar 4.4 Segitiga Kecepatan pada sisi masuk 48 Gambar 4.5 Segitiga kecepatan pada sisi keluar 52

Gambar 4.6 Sudu Impeler 57

Gambar 4.7 Perbandingan Kecepatan Pada Kerongkongan Rumah Keong 60 Gambar 4.8 Grafik penentuan sudut volut 60


(13)

DAFTAR NOTASI

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

A Luas Penampang Pipa m2

b Lebar Pasak mm

b1 Lebar impeller pada sisi masuk mm

b2 Lebar impeler pada sisi keluar mm

b3 Lebar Penampang masuk saluran throat mm

Dis Diameter dalam pipa mm

Ds Diameter poros mm

Dh Diameter hub mm

D1 Diameter sisi masuk impeller mm

D2 Diameter sisi keluar impeller mm

fc Faktor koreksi -

g Gravitasi m/s2

HL Head Losses sepanjang pipa m

Hp Head pompa m

Hs Head statis m

Hthz Head Teoritis m

hf Kerugian Head mayor m

hm Kerugian head minor m

h Tinggi pasak mm

K Kerugian akibat kelengkapan pipa -

Kt Faktor Koreksi pembebanan -

k Konstanta Hidrolik -

L Panjang pipa m

Mt Momen torsi kgmm

M Massa Kg

Nm Daya Motor Listrik kW


(14)

n Putaran Pompa rpm

ns Putaran Spesifik rpm

P Tekanan Pada pompa Pa

Q Kapasitas Pompa m3/s

R Jari – Jari sudu lingkaran impeller mm

Re Bilangan Reynold -

S Jarak antara sudu mm

Sf1 Faktor keamanan kelelahan puntir -

Sf2 Faktor Keamanan alur bahan -

t Tebal sudu impeller mm

U1 Kecepatan tangensial sisi masuk impeller m/s U2 Kecepatan tangensial sisi keluar impeller m/s

V Kecepatan aliran pada pipa m/s

Vo Kecepatan aliran masuk impeller m/s

Vr1 Kecepatan radial masuk impeller m/s

Vr2 Kecepatan radial keluar impeller m/s

Vthr Kecepatan pada kerongkongan rumah keong m/s

Z Jumlah sudu -

α Sudut Aliran masuk o

β Sudut tangensial o

γ Berat jenis fluida N/m3

ηp Efisiensi pompa %

υ Viskositas Kinematik m2/s

π konstanta (phi) -

ρ Kerapatan fluida kg/m3

τg Tegangan Geser kg/m2

σb Kekuatan Tarik Bahan kg/m2


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Energi memiliki peranan penting dalam menunjang kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan zaman kebutuhan akan energi pun terus meningkat. Untuk dapat memenuhi kebutuhan energi yang digunakan oleh manusia maka perlu dilakukan pemanfaatan energi yang tersedia di alam secara optimal.

Di Indonesia sendiri terdapat banyak sumber daya alam seperti panas bumi dan apabila dimanfaatkan secara optimal tentunya akan dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan energi khusus nya di negara ini. Namun hal ini belum dapat lakukan mengingat beberapa sumber panas ini hanya menghasilkan uap dengan panas dan tekanan yang rendah, dimana suhu uap berkisar antara 80-1700C dengan tekanan yang rendah berkisar 3 bar jadi masih belum bisa dimanfaatkan secara langsung jika menggunakan sistem pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine yang menggunakan fluida kerja air untuk menghasilkan uap.

Dengan kondisi ini maka agar sumber daya alam yang ada dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik yang dapat digunakan oleh manusia maka penggunaan Organik Rankine Cycle (ORC) bisa dijadikan alternatif dalam memanfaatkan energi yang ada ini. Adapun organik rankine cycle atau siklus rankine organik ini merupakan sistem pembangkit tenaga yang menggunakan fluida organik sebagai fluida kerja nya. Kerja siklus ini sama dengan siklus rankine konvensional yang membedakan nya hanyalah jenis fluida kerja yang digunakan. Jika pada siklus rankine konvensional menggunakan fluida kerja air maka pada siklus rankine organik menggunakan cairan organik sebagai fluida kerja.

Sistem ini dipilih atas dasar karakteristik kerja ORC yang mampu mengubah fluida kerja menjadi uap dengan menggunakan panas rendah dari panas bumi, memanfaatkan panas terbuang, ataupun memanfaatkan panas matahari. Hal ini bisa dilakukan mengingat fluida kerja organik yang bisa


(16)

menguap pada suhu rendah (dibawah 1000C). Sehingga dengan sistem ini panas bumi yang ada bisa dimanfaatkan.

Komponen utama siklus rankine organik yang paling sederhana adalah pompa, evaporator, turbin dan kondensor. Selain fluida kerja perbedaan utama siklus Rankine konvensional dan siklus rankine organik adalah terletak pada evaporator. Jika siklus Rankine konvensional menggunakan boiler maka siklus rankine organik menggunakan evaporator.

Cara kerja siklus rankine organik yang digunakan dalam pembangkit listrik yang menggunakan fluida kerja cairan organik, hampir sama dengan siklus rankine konvensional dimana cairan organik dipompa ke evaporator kemudian dalam evaporator dialirkan sumber panas bumi (geothermal water) dengan suhu yang mencapai 800C-1000C akan mengubah cairan organik dari cair menjadi uap. Uap panas kemudian disalurkan ke turbin yang berfungsi menggerakkan generator dan menghasilkan listrik. Kemudian uap tersebut diteruskan ke kondensor dan dicairkan kembali untuk kemudian diteruskan ke pompa dan kemudian mengulangi siklus. Gambar berikut menunjukkan prose siklus rankine organik yang menggunakan geothermal water.

Gambar 1.1 Diagram Siklus Organik Rankine

Dengan siklus rankine organik dapat yang dapat menggunakan suhu panas rendah yaitu lebih rendah dari 100 derajat celcius (+80 derajat) maka selain dapat memanfaatkan sumber panas bumi ( geothermal water ) juga dapat memanfaatkan tenaga surya, waste energy maupun biomassa.

POMPA

GENERATOR TURBIN

KONDENSO R

EVAPORATOR GEOTHERMAL

WATER

COLD WATER 2

1 4


(17)

Sementara untuk fluida kerja yang dipakai dalam siklus rankine organik haruslah memenuhi aspek keamanan lingkungan dan keamanan dalam penggunaannya yakni nilai potensi pemanasan global dan penipisan lapisan ozon yang dapat ditimbulkan, serta kemudahan dalam mendapatkan nya. Untuk itu perlu dipilih fluida kerja yang optimal. Tabel berikut menunjukkan beberapa cairan organik yang dapat digunakan sebagai fluida kerja yang telah memenuhi standar keamanan lingkungan.

Tabel 1.1 : Literature review on ORC

Refrigerant

Suhu pada Evaporator

( oC)

Suhu pada kondensor ( oC)

Suhu pada Titik Kritis

( oC)

R-236fa 85 40 124,92

R-123 85 40 183,68

R-600 85 40 152,01

R-124 85 40 122,47

R-134a 85 40 101,08

R-125 85 40 66,04

(Sumber : Organic Rankine cycle using low-temperature geothermal heat sources)

Untuk mempermudah penganalisaan termodinamika siklus ini, proses-proses diatas dapat di sederhanakan dalam diagram berikut :

Gambar 1.2 Diagram T-S Siklus Rankine Organik

Dari diagram T-S diatas dapat dilihat bahwa untuk siklus rankine organik fluida kerja dipanaskan pada suhu dibawah 1000C di evaporator berbeda dengan


(18)

siklus rankine konvensional yang fluida kerja nya dipanaskan hingga mencapai suhu 1000C, hal ini tentunya dapat menyebabkan berkurang nya energi.

untuk memanaskan fulida hingga menghasilkan uap. Berdasarkan diagram diatas terdapat 4 proses dalam siklus Rankine organik :

Proses 1: Fluida organik dipompa ke evaporator dari bertekanan rendah ke tekanan tinggi dalam bentuk cair. Proses ini membutuhkan sedikit input energi.

Proses 2: Fluida organik cair masuk ke evaporator di mana fluida dipanaskan hingga menjadi uap pada tekanan konstan menjadi uap jenuh desuperheating.

Proses 3: Uap desuperheating bergerak menuju turbin yang berfungsi memutar generator yang menghasilkan energi listrik. Hal ini mengurangi temperatur dan tekanan uap.

Proses 4: Uap basah memasuki kondensor di mana uap diembunkan dalam tekanan dan temperatur tetap hingga menjadi cairan jenuh.

Dalam siklus Rankine ideal, pompa dan turbin adalah isentropic Maka analisa pada masing-masing proses pada siklus untuk tiap satu-satuan massa dapat ditulis sebagai berikut:

1) Kerja pompa : ( 2 1)

.

h h m Wp = −

2) Penambahan kalor pada ketel : ( 3 2)

.

h h m Qin = − 3) Kerja turbin : ( 3 4)

.

h h m WT = −

4) Kalor yang dilepaskan dalam kondensor : ( 4 1)

.

h h m Qout = − 5) Efisiensi termal siklus :

e p T th Q W W + = η 1.2 Batasan Masalah

Pompa sentrifugal yang direncanakan akan digunakan pada proses pendistribusian fluida organik pada sistem pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine organik dengan kapasitas 1 MW . Sehubungan dengan hal tersebut, maka


(19)

direncanakanlah sebuah Pompa untuk memompakan fluida organik dari tekanan satu ( keluaran kondensor ) ke tekanan dua ( masukan evaporator ).

Pembahasan perencanaan ini, antara lain: a. Penentuan fluida organik.

b. Penentuan kebutuhan fluida organik pada sistem pembangkit tenaga bersadarkan siklus rankine organik dengan kapasitas 1 MW.

c. Penentuan spesifikasi teknik pompa, d. Perhitungan ukuran - ukuran utama pompa.

1.3 Manfaat Perancangan

Manfaat dari perancangan ini bagi pangembangan IPTEK dapat menjadi adalah salah satu solusi dalam rangka pemanfaatan sumber daya panas bumi. Karena dalam sitem pembangkit ini tidak memerlukan panas yang tinggi (850C), dan dapat terpenuhi oleh sumber panas bumi yang ada di Indonesia.

1.4 Tujuan Perancangan

Tujuan dari analisa perancangan ini adalah mahasiswa dapat mengamati serta dapat merancang sebuah pompa sentrifugal sesuai kebutuhan sistem pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine organik dengan kapasitas 1 MW.

Adapun tujuan dari perancangan ini adalah :

a. Mahasiswa dapat menentun jenis dan kebutuhan fluida organik untuk memenuhi kebutuhan sistem pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine organik dengan kapasitas 1 MW.

b. Mahasiswa dapat merancang pompa untuk memenuhi kebutuhan sistem pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine organik dengan kapasitas 1MW.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut pada bab pertama penulis akan menyajikan Pendahuluan yang berisikan latar belakang, batasan masalah, maksud dan tujuan perancangan, manfaat perancangan serta sistematika penulisan. Kemudian pada bab kedua merupakan Tinjauan Pustaka yang berisikan tentang teori - teori yang mendasari perancangan pompa sentrifugal, juga jenis-jenis dari pompa. Seterusnya pada bab yang ketiga adalah Perencanaan Spesifikasi Pompa yangberisikan perhitungan termodinamika pada fluida kerja guna memilih fluida kerja yang akan digunakan pada sistem pembangkit ini, dan juga penentuan kapasitas serta head pompa yang dibutuhkan.


(20)

Setelah perhitungan-perhitungan di atas maka pada bab keempat penulis akan mulai merancang bagian-bagian dan menentukan ukuran – ukuran utama pompa. Dan pada bab yang kelima akan disajikan kesimpulan dan saran dari perancangan ini.


(21)

BAB II

TINTAUAN PUSTAKA

2.1 Mesin - mesin fluida

Mesin fluida adalah mesin yang berfungsi untuk mengubah energi mekanis poros menjadi energi potensial atau sebaliknya mengubah energi fluida ( energi kinetik dan energi potensial ) menjadi energi mekanik poros. Dalam hal ini fluida yang simaksud berupa cair, gas dan uap.

Secara umum mesin - mesin fluida dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu :

1. Mesin Tenaga

yaitu mesin fluida yang berfungsi mengubah energi fluida ( energi potensial dan energi kinetik ) menjadi energi mekanis poros.

Contoh : turbin, kincir air, dan kincir angin.

2. Mesin kerja

yaitu mesin yang berfungsi mengubah energi mekanis poros menjadi energi fluida ( energi potensial dan energi kinetik ).

Contoh : pompa, kompresor, kipas ( fan ).

2.2 Pengertian Pompa

Pompa adalah salah satu mesin fluida yang termasuk dalam golongan mesin kerja. Pompa berfungsi untuk memindahkan zat cair dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi karena adanya perbedaan tekanan.

2.3 Klasifikasi Pompa

Secara umum pompa ada dikasifikasikan dalam dua jenis kelompok besar yaitu :


(22)

2. Pompa Tekanan Dinamis ( Rotodynamic Pump )

2.4Unit Penggerak Pompa

Umumnya unit penggerak pompa terdiri dari tiga jenis yaitu: a. Motor bakar

b. Motor listrik, dan c. Turbin

Penggerak tipe motor bakar dan turbin sangat tidak ekonomis untuk perencanaan pompa karena konstruksinya berat, besar dan memerlukan sistem penunjang misalnya sistem pelumasan, pendinginan dan pembuangan gas hasil pembakaran.

Sistem penggerak motor listrik lebih sesuai dimana konstruksinya kecil dan sederhana, sehingga dapat digabungkan menjadi satu unit kesatuan dalam rumah pompa. Faktor lain yang membuat motor ini sering digunakan adalah karena murah dalam perawatan dan mampu bekerja untuk jangka waktu yang relatif lama dibanding penggerak motor bakar dan turbin.

2.5 Dasar-dasar Pemilihan Pompa

Dasar pertimbangan pemilihan pompa, didasarkan pada sistem ekonomisnya, yakni keuntungan dan kerugian jika pompa tersebut digunakan dan dapat memenuhi kebutuhan pemindahan fluida sesuai dengan kondisi yang direncanakan.

Yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis pompa adalah fungsi terhadap instalasi pemipaan, kapasitas, head, viskositas, temperature kerja dan jenis motor penggerak.

Kondisi yang diinginkan dalam perencanaan ini adalah: a. Kapasitas dan head pompa harus mampu dipenuhi. b. Fluida yang mengalir secara kontinu.

c. Pompa yang dipasang pada kedudukan tetap. d. Konstruksi sederhana.

e. Mempunyai efisiensi yang tinggi.

f. Harga awal relatif murah juga perawatannya.

Melihat dan mempertimbangkan kondisi yang diinginkan dalam perencanaan ini, maka dengan mempertimbangkan sifat pompa dan cara


(23)

kerjanya, dipilih pompa sentrifugal dalam perencanaan ini, karena sesuai dengan sifat pompa sentrifugal, yakni :

a. Aliran fluida lebih merata. b. Putaran poros dapat lebih tinggi.

c. Rugi-rugi transmisinya lebih kecil karena dapat dikopel langsung dengan otor penggerak.

d. Konstruksinya lebih aman dan kecil. e. Perawatannya murah.

2.6 Head Pompa

Head pompa adalah energi yang diberikan ke dalam fluida dalam bentuk tinggi tekan. Dimana tinggi tekan merupakan ketinggian fluida harus naik untuk memperoleh jumlah energi yang sama dengan yang dikandung satu satuan bobot fluida pada kondisi yang sama. Untuk lebih jelasnya perhitungan dari head pompa dapat dilihat pada gambar 2.13 berikut ini.

Gambar 2.1. Prinsip hukum Bernoulli (sumber : http://urlseek10.pump.net/search.php)

Pada gambar ini terdapat dua buah titik dengan perbedaan kondisi letak, luas penampang, tekanan serta kecepatan aliran fluida. Fluida kerja mengalir dari kondisi pertama (titik 1) ke kondisi yang kedua (titik 2), aliran ini disebabkan oleh adanya suatu energi luar . Energi luar ini terjadi merupakan perbedaan tekanan yang terjadi pada kedua kondisi operasi (titik 1 dan 2), atau = ( - ).Q

Sedangkan pada setiap kondisi tersebut terdapat juga suatu bentuk energi, yaitu energi kinetik (Ek) dan energi potensial (Ep) atau dapat dituliskan sebagai berikut : (lit. 6 hal 32 )


(24)

- Untuk titik 1 :

Energi yang terkandung E1 = Ek1 + Ep1

= m1. + m1.g.h1 - Untuk titik 2 :

Energi yang terkandung E2 = Ek2 + Ep2

= m2. + m2.g.h2

Dan hubungan dari kondisi kerja ini adalah Eo = E2 - E1, atau dapat dituliskan:

(P2-P1).Q = [ m2. + m2.g.h2] - [ m1. + m1.g.h1]

(P2-P1).Q = {( m2. ) - (m1. ) + (m2.g.h2) - (m1.g.h1) }……(1) Dimana : Q = A . V = Konstan

M = ρ . A . V , dimana ρ1= ρ2

Sehingga persamaan (1) di atas dapat dituliskan sebagai berikut : (P2-P1)A.V = [(ρ.A.V3)2 - (ρ.A.V3)1] + ρ.A.V.g(h2 - h1)

(P2-P1) = ρ( - ) + ρ.g(h2

-h1)………..(2)

Jika ρ (kg/m3

) . g (m/s2) = γ (N/m3), maka persamaan (2) dapat disederhanakan menjadi :

= + ( h2-h1 )

Atau persamaan untuk mencari head pompa digunakan hukum Bernoulli yaitu : + + Z1 + Hp = + + Z2 + HL

Maka :

HP = + + Z2 - Z1 + HL

Dimana : adalah perbedaan head tekanan.


(25)

Z2 - Z1 adalah perbedaan head potensial HL adalah kerugian head ( head losses )

Dari rumus di atas dapat dilihat bahwa head total pompa diperoleh dengan menjumlahkan head tekanan, head kecepatan, head potensial, dan head losses yang timbul dalam instalasi pompa. Sementara head losses sendiri merupakan jumlah kerugian head mayor (hf) dan kerugian head minor (hm).

HL = hf + hm

2.7 Putaran spesifik

Jenis impeler yang digunakan pada suatu pompa tergantung pada putaran spesifiknya. Putaran spesifik adalah putaran yang diperlukan pompa untuk menghasilkan 1 m degan kapasitas 1 m3/s, dan dihitung berdasarkan :

ns = 3,65 ……….( lit. 5 hal 205 ) Dimana : ns = putaran spesifik [rpm]

n = putaran pompa [rpm] Q = kapasitas pompa [m3/s] Hp= head pompa [mH2O]

2.8 Daya pompa

Daya pompa ialah daya yang dibutuhkan poros pompa untuk memutar impeler didalam memindahkan sejumlah fluida denga kondisi yang diinginkan. Besarnya daya poros yang dibutuhkan dapat dihitung berdasarkan:

NP = ………( lit. 2 hal 243)

Dimana : Np = daya pompa [watt] Q = kapasitas pompa [m3/s] Hp = head pompa [m]

ρ = rapat jenis fluida [kg/m3] ηp = effisiensi pompa


(26)

2.9 Aliran fluida

Aliran dalam pemipaan akan terjadi dari titik yang mempunyai head hidrolik yang lebih tinggi (energi internal per satu-satuan berat air) ke head yang lebih rendah, dimana terjadi kehilangan energi hidrolik di sepanjang pipa.

Kehilangan energi hidrolik sepanjang pipa secara umum disebabkan oleh : A. Kerugian head mayor

Kerugian head ini terjadi akibat adanya gesekan antara dinding pipa dengan fluida yang mengalir di dalamnya. Persamaan umum yang dapat digunakan untuk mencari headlosses akibat gesekan dalam pipa dapat dilakukan dengan menggunakan :

a. Persamaan Darcy - Weisbach b. Persamaan Hazen - Williams

Kedua persamaan diatas memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yaitu :

a. Persamaan Darcy - Weisbach

1. Memberikan hasil yang lebih baik untuk pipa yang relatif pendek. 2. Untuk sistem terdiri dari bermacam-macam pipa akan lebih rumit

perhitungannya.

3. Populer atau sering dipakai untuk perhitungan dengan beda energi besar.

4. Persamaan ini secara teori paling bagus dan dapat digunakan ke semua jenis fluida.

b. Persamaan Hazen-Williams :

1. Umumnya dipakai untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang relatf sangat panjang seperti jalur pipa penyalur air minum.

2. Untuk sistem yang terdiri dari bermacam-macam pipa, perhitungannya akan lebih mudah disbanding Darcy - Weisbach.

3. Persamaan Hazen - Williams paling banyak digunakan untuk menghitung headlosses, tetapi biasa digunakan untuk semua fluida selai dari air dan digunakan hanya untuk aliran turbulen.


(27)

B. Kerugian Minor

Kerugian ini diakibatkan adanya perubahan dalam geometri aliran seperti katup, belokan, perubahan diameter pipa, sambungan saluran masuk dan keluar pipa. Dan kerugian minor dapat dihitung berdasarkan

hm = K ………...( lit. 12 hal 28 )

Dimana : V = Kecepatan rata-rata aliran fluida dala suatu pipa [m/s]

g = gravitasi bumi [m/s2] K = Koefisien minor loses

2.10 Kavitasi

Kavitasi adalah fenomena perubahan phase uap dari zat cair yang sedang mengalir, karena tekanannya berkurang hingga di bawah tekanan uap jenuhnya. Pada pompa bagian yang sering mengalami kavitasi adalah sisi isap pompa. Hal ini terjadi jika tekanan isap pompa terlalu rendah hingga dibawah tekanan uap jenuhnya, hal ini dapat menyebabkan :

- Suara berisik, getaran atau kerusakan komponen pompa tatkala gelembung-gelembung fluida tersebut pecah ketika melalui daerah yang lebih tinggi tekanannya

- Kapasitas pompa menjadi berkurang

- Pompa tidak mampu membangkitkan head (tekanan) - Berkurangnya efisiensi pompa.

Secara umum, terjadinya kavitasi diklasifikasikan atas 5 alasan dasar : 1. Vaporization - Penguapan

Fluida menguap bila tekanannya menjadi sangat rendah atau temperaturnya menjadi sangat tinggi. Setiap pompa sentrifugal memerlukan head (tekanan) pada sisi isap untuk mencegah penguapan. Tekanan yang diperlukan ini, disiapkan oleh pabrik pembuat pompa dan dihitung berdasarkan asumsi bahwa fluida yang dipompakan adalah 'fresh water' pada suhu 68oF. Dan ini disebut


(28)

tekanan (head losses) pada sisi suction( karena adanya valve, elbow, reduser, dll), maka perhitungan head total pada sisi suction dan biasa disebut Net Positive Suction Head is Required (NPSHR). Nilai keduanya mempengaruhi terjadinya penguapan, maka untuk mencegah penguapan, syaratnya adalah :

NPSHA - Vp ≥ NPSHR ……….( lit 2 hal 307 ) Dimana :

Vp = Vapor pressure fluida yang dipompa.

Dengan kata lain untuk memelihara supaya vaporization tidak terjadi maka harus dilakukan hal berikut :

a. Menambah Suction head, dengan :

- Menambah level liquid di tangki. - Meninggikan tangki.

- Memberi tekanan tangki.

- Menurunkan posisi pompa(untuk pompa portable).

- Mengurangi head losses pada suction piping system. Misalnya dengan mengurangi jumlah fitting, membersihkan striner, cek mungkin venting tangki tertutup) atau bertambahnya speed pompa.

b. Mengurangi Tempertur fluida, dengan :

- Mendinginkan suction dengan fluida pendingin - Mengisolasi suction pompa

- Mencegah naiknya temperature dari bypass system dari pipa discharge.

c. Mengurangi NPSHR, dengan :

- Gunakan double suction. Ini bias mengurangi NPSHR sekitar 25 % dan dalam beberapa kasus memungkinkan penambahan speed pompa sebesar 40 %.


(29)

- Gunakan pompa dengan speed yang lebih rendah.

- Gunakan impeller pompa yang memiliki bukaan 'lobang' (eye) yang lebih besar.

- Install Induser, dapat mereduksi NPSHR sampai 50 %.

- Gunakan pompa yang lebih kecil. Menggunakan 3 buah pompa kecil dengan ukuran kapasitas separuhnya, hitungannya lebih murah dari pada menggunakan pompa besar dan spare-nya. Lagi pula dapat menghemat energy.

2. Air Ingestion - Masuknya Udara Luar ke Dalam System

Pompa sentrifugal hanya mampu mengendalikan 0.5% udara dari total volume. Lebih dari 6% udara, akibatnya bisa sangat berbahaya, dapat merusak komponen pompa.

Udara dapat masuk ke dalam system melalui beberapa sebab, antara lain :

- Dari packing stuffing box. Ini terjadi, jika pompa dari kondensor, evaporator atau peralatan lainnya bekerja pada kondisi vakum.

- Letak valve di atas garis permukaan air (water line). - Flens (sambungan pipa) yang bocor.

- Tarikan udara melalui pusaran cairan (vortexing fluid).

- Jika 'bypass line' letaknya terlalu dekat dengan sisi isap, hal ini akan menambah suhu udara pada sisi isap.

- Berkurangnya fluida pada sisi isap, hal ini dapat terjadi jika level cairan terlalu rendah.


(30)

Gambar 2.14 Vortexing Fluida (sumber : http://urlseek10.pump.net/search.php)

Keduanya, baik penguapan maupun masuknya udara ke dalam system berpengaruh besar terhadap kinerja pompa yaitu pada saat gelembung-gelembung udara itu pecah ketika melewati 'eye impeller' sampai pada sisi keluar (Sisi dengan tekanan yang lebih tinggi). Terkadang, dalam beberapa kasus dapat merusak impeller atau casing. Pengaruh terbesar dari adanya jebakan udara ini adalah berkurangnya kapasitas pompa.

3. Internal Recirculation - Sirkulasi Balik di dalam System

Kondisi ini dapat terlihat pada sudut terluar (leading edge) impeller, dekat dengan diameter luar, berputar balik ke bagian tengah kipas. Ia dapat juga terjadi pada sisi awal isap pompa. Efek putaran balik ini dapat menambah kecepatannya sampai ia menguap dan kemudian 'pecah' ketika melalui tempat yang tekanannya lebih tinggi. Ini selalu terjadi pada pompa dengan NPSHA yang rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, kita harus tahu nilai

Suction Spesific Speed , yang dapat digunakan untuk mengontrol pompa saat

beroperasi, berapa nilai terdekat yang teraman terhadap nilai BEP (Best Efficiency Point) pompa yang harus diambil untuk mencegah terjadinya masalah.

4. Turbulence - Pergolakan Aliran

Aliran fluida diinginkan pada kecepatan yang konstan. Korosi dan hambatan yang ada pada system perpipaan dapat merubah kecepatan fluida dan setiap ada perubahan kecepatan, tekanannya juga berubah. Untuk menghambat hal tersebut, perlu dilakukan perancangan system perpipaan yang baik. Antara lain memenuhi kondisi jarak minimum antara suction pompa dengan elbow yang pertama minimal 10 X diameter pipa. Pada pengaturan banyak pompa, pasang

suction bells pada bays yang terpisah, sehingga satu sisi isap pompa tidak akan

mengganggu yang lainnya. Jika ini tidak memungkinkan, beberapa buah pompa bisa dipasang pada satu bak isap (sump) yang besar, dengan syarat :


(31)

- Posisi pompa tegak lurus dengan arah aliran.

- Jarak antara dua 'center line' pompa minimum dua kali suction diameter. - Semua pompa dalam keadaan 'runing'.

- Bagian piping upstream paling tidak memiliki pipa yang lurus dengan panjang minimal 10 x diameter pipa.

- Setiap pompa harus memiliki kapasitas kurang dari 15.000 gpm. - Batas toleransi dasar pompa seharusnya sekitar 30% diameter pipa isap 5. Vane Passing Syndrome

Kerusakan akibat kavitasi jenis ini terjadi ketika diameter luar impeller lewat terlalu dekat dengan 'cutwater' pompa. Kecepatan aliran fluida ini bertambah tatkala alirannya melalui lintasan kecil tersebut, tekanan berkurang dan menyebabkan penguapan lokal. Gelembung udara yang terbentuk kemudian pecah pada tempat yang memiliki tekanan yang lebih tinggi, sedikit diluar alur cutwater. Hal inilah yang menyebabkan kerusakan pada volute(rumah

keong) pompa. Untuk mencegah pergerakan poros yang berlebihan, beberapa

pabrik pembuat memasang bulkhead rings pada suction eye. Pada sisi keluar (discharge), ring dapat dibuat untuk memperpanjang sisi keluar dari dinding discharge sampai selubung impeller.

Kavitasi dinyatakan dengan cavities atau lubang di dalam fluida yang kita pompa. Lubang ini juga dapat dijelaskan sebagai gelembung-gelembung, maka kavitasi sebenarnya adalah pembentukan gelembung-gelembung dan pecahnya gelembung tersebut. Gelembung terbentuk tatkala cairan mendidih. Hati-hati untuk menyatakan mendidih itu sama dengan air yang panas untuk disentuh, karena oksigen cair juga akan mendidih dan tak seorang pun menyatakan itu panas. Dan pengaruh Kavitasi denhgan kinerja pompa sentrifugal adalah sebagai berikut:

1. Kapasitas Pompa Berkurang

- Ini terjadi karena gelembung-gelembung udara banyak mengambil tempat(space), dan kita tidak bisa memompa cairan dan udara pada tempat


(32)

dan waktu yang sama. Otomatis cairan yang diperlukan menjadi berkurang.

- Jika gelembung itu besar pada eye impeller, pompa akan kehilangan pemasukan dan akhirnya perlu priming (tambahan cairan pada sisi isap untuk menghilangkan udara).

2. Tekanan (Head) kadang berkurang

Gelembung-gelembung tidak seperti cairan, ia bisa dikompresi (compressible). Hasil kompresi ini yang menggantikan head, sehingga head pompa sebenarnya menjadi berkurang.

3. Pembentukan gelembung pada tekanan rendah karena mereka tidak bisa terbentuk pada tekanan tinggi.

Jika kecepatan fluida bertambah, maka tekanan fluida akan berkurang. Ini artinya kecepatan fluida yang tinggi pasti di daerah bertekanan rendah. Ini akan menjadi masalah setiap saat jika ada aliran fluida melalui pipa terbatas, volute atau perubahan arah yang mendadak. Keadaan ini sama dengan aliran fluida pada penampang kecil antara ujung impeller dengan volute cut water. Semakin tinggi kapasitas pompa, kelihatannya semakin mungkin kavitasi terjadi. Nilai Specific speed pump yang tinggi mempunyai bentuk impeller yang memungkinkan untuk beroperasi pada kapasitas yang tinggi dengan power yang rendah dan kecil kemungkinan terjadi kavitasi. Hal ini biasanya dijumpai pada casing yang berbentuk pipa, dari pada casing yang berbentuk volute.


(33)

BAB III

PERENCANAAN SPESIFIKASI POMPA

Dalam perancangan pompa untuk maksud tertentu, agar dalam pengoperasiannya pompa tersebut dapat beroperasi dengan baik dan benar seperti yang diinginkan, terlebih dahulu harus diketahui jenis fluida yang akan dipompakan, kapasitas aliran dan head yang diperlukan untuk mengalirkan fluida yang akan dipompakan.

Selain itu agar pompa dapat bekerja tanpa kavitasi perlu diperhitungkan berapa tekanan minimum yang harus tersedia pada sisi masuk pompa.

Selanjutnya untuk menentukan penggerak mula yang akan digunakan, terlebih dahulu harus dilakukan penyelidikan tentang sumber tenaga penggerak pada pompa tersebut dioperasikan.

Namun pada perancangan pompa pada sistem tenaga berdasarkan siklus organik renkine ini kita juga perlu menentukan cairan organik yang akan digunakan sebagai cairan kerja.

3.1 Perhitungan Termodinamika Fluida Kerja ( Refrigerant R-123 ).

Refrigerant R-123 atau HCFC-123 adalah pendingin yang dirancang untuk menggantikan R-11 untuk digunakan sebagai pendingin dimana tekanannya rendah dan menyediakan effisiensi energi yang sangat baik. Refrigerant ini ramah lingkungan dengan nilai ODP nol dan GWP yang dapat diabaikan dan hemat energi. Refrigerant ini dianggap praktis karena tidak beracun jika tertelan ataupun terhirup, tapi refrigerant ini bisa menimbulkan iritasi jika terkena kulit dan sedikit mengganggu mata karena terasa perih. Sedangkan dalam konsentrasi uap tinggi bisa mengganggu sistem pernafasan dan sistem saraf pusat seperti pusing, sakit kepala dan mengantuk. Oleh karena itu, untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak diinginkan dan supaya bekerja dengan prosedur yang benar, diperlukan pengetahuan tentang karakteristik refrigerant ini.


(34)

Adapun karakterisrik fisik daripada refrigerant R-123 ini adalah sebagai berikut :

1. properti kimia : cairan tak berwarna dan bau samar eter

2. rumus kimia : CHCl2CF3

3. nama kimia : 2,2dichloro-1,1,1-trifluoroethane 4. titik didih : 27,85 0C pada tekanan 1 Atm. 5. titik kritis : 183,680C

6. massa jenis pada titik kritis : 550 kg/m3

a. Perhitungan Daya Kerja Turbin

Sifat fisik R-123 masuk ke turbin : T3 = 85 0C

h3 = 430,76 kJ/kg ( dari lampiran 2 ) keadaan R-123 keluar dari turbin :

T4 = 40 0C

h4 = 404,1 kJ/kg ( dari lampiran 2 ) hingga dapat dihitung :

Wt = ( h3-h4 )

= (430,76 – 404,1) kJ/kg = 26,66 kJ/kg

b. Perhitungan Daya Kerja Pompa

Keadaan R-123 saat dihisap oleh pompa : T1 = 40 0C

v = 0,000702 m3/kg P1 = 154,48 kPa


(35)

keadaan R-123 keluar dari pompa : T2 = 40 0C

P2 = 554,69 kPa

h2 = 287,78 kJ/kg ( dari lampiran 2 )

Kerja pompa :

Wp = v ( P2-P1 )

= 0,000702 m3/kg (554,69 - 154,48) kPa = 0,28094742 kJ/kg

c. Perhitungan pada kondensor

(Qout) = ( h4 – h1 )

= (404,1 – 256,35) kJ/kg = 147,75 kJ/kg

d. Laju aliran massa uap

Laju aliran massa yang melalui turbin ditentukan dari persamaan :

Wt = ( h3-h4 ) ………..………..( lit 3 hal 206 ) Dimana :

Wt = daya turbin ( W )

= laju aliran massa ( kg/s ) h3,h4 = enthalpy (kJ/kg )


(36)

Daya turbin : Wt =

t m g

g W

η η

η …………...( lit 3 hal 206 )

dimana : efisiensi generator ( ηg ) = 0.97 efisiensi mekanik ( ηm ) = 0.91 efisiensi turbin ( ηt ) = 0,92 maka didapat daya turbin : Wt =

t m g

g W

η η

η …...( lit 3 hal 206 )

Wt =

92 , 0 91 , 0 97 , 0

1000

x x

Wt = 1231,399 kW hingga dapat dihitung :

Wt = ( h3-h4 )

1231,399 kW = (430,76 – 404,1) kJ/kg = 46,189 kg/s


(37)

Tabel 3.1

DATA PERHITUNGAN THERMODINAMIKA TIAP REFRIGERAN

Refrigerant

Tekanan Evaporator (Pc) Mpa

Tekanan Kondensor (Pc) Mpa

Laju Aliran Massa ( ) kg/s

Kalor yang Keluar (Qout)

kJ/kg

Effisiensi Thermal (ηt)

%

Suhu pada Titik Kritis (Tc)

0C

Kerja Turbin (WT)

kJ/kg

Kerja Pompa WP

kJ/kg

R-236fa 1,4 0,4378 47,728 137,2 18,7 124,92 25,8 0,3751

R-123 0,55469 0,15448 46,189 147,79 18 183,68 26,66 0,28094

R-600 1,1272 0,3793 20,1406 345,14 17,64 152,01 61,14 1,3483

R-124 1,7534 0,5932 55,974 135,5 16,3 122,47 22,01 0,9265

R-134a 2,9259 1,0165 147,82701 163,23 5,05 101,08 8,33 1,661176

R-125 2,5411 5,0098 1172,76 93,98 1,11 66,04 1,05 0,488

R-407c 2,7295 1,7255 456,073 168,3 1,55 86,74 2,7 0,903


(38)

Dalam pemilihan fluida kerja yang digunakan harus memenuhi persyaratan lingkungan supaya tidak merusak lapisan ozon dan potensi pemanasan global, dan memastikan effisiensi termal dan kerja turbin yang tinggi karena.tidak ada fluida kerja yang memenuhi semua persyaratan, namun yang optimal harus dipilih.

Dari delapan refrigerant yang sudah dianalisa pada bagian 2.2 hal. 2-32, kita dapat melihat setiap karakteristik refrigerant dan mana yang lebih optimal dipakai dalam pengembangan sistem pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine organic dan melihat perhitungan sifat-sifat fisik dari berbagai refrigerant (table 3.1), dapat kita lihat effisiensi yang lebih tinggi yaitu refrigerant R-236fa berkisar 18,7%. Namun jika kita melihat tekanan pada evaporator berkisar 14 bar, dan daya kerja turbin hanya berkisar 25,8 kJ/kg sehingga refrigerant ini kurang optimal. Jika kita bandingkan dengan refrigerant R-123 (table 3.1) effisiensinya 18%, tekanan pada evaporator hanya berkisar 5,54 bar dan daya kerja turbin berkisar 26,6 kJ/kg tapi lebih optimal dibanding R-236fa.

Penulis menggunakan Refrigerant R-123 untuk pengembangan sistem pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine organik karena refrigerant inilah yang lebih optimal digunakan dibanding R-236fa dan enam refrigerant lainnya.

3.2 Kapasitas Aliran

Dari tabel 3.1 dapat dilihat laju aliran ( ) pada R-123 adalah 46,189 kg/s dimana density fluida (v) pada suhu 40 0C adalah 0,000702 m3/kg. Maka dapat kita peroleh kapasitas aliran yang dibutuhkan pada sistem pembangkit adalah :

x v = 46,189 kg/s x 0,000702 m3/kg = 0,0324247 m3/s

Jadi untuk memenuhi kebutuhan pembangkit tenaga berdasarkan siklus rankine organik dengan fluida kerja (R123) diperlukan kapasitas aliran sebesar 0,0324247 m3/s.

3.3 Kapasitas Pompa

Dari hasil data diatas, maka didapat jumlah kebutuhan fluida kerja (R-123) pada sistim pembangkit adalah 0,0324247 m3/s. Dalam perencanaan ini perlu


(39)

diperhitungkan kebocoran-kebocoran pipa dan kapasitas pompa yang direncanakan adalah ( 1,1 sampai 1,15 ) kapasitas total [ Sularso, Haruo Tahara hal 15] sehingga kapasitas pompa adalah :

Qp = 1,15 x 0,0324247 m3/s

= 0,0372884 m3/s = 134,236 m3/h

Dari perhitungan di atas, kapasitas pompa yang direncanakan adalah 134,236 m3/h.

3.4 Head Pompa

Head pompa adalah besarnya energi yang diperlukan pompa untuk memindahkan ataupun mengalirkan fluida dari keadaan awal menuju keadaan akhir. Head total Pompa yang harus disediakan pompa untuk mengalirkan jumlah fluida seperti yang direncanakan dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa tersebut.

Adapun beberapa faktor yang harus dipertimbangan dalam perancangan pompa pada instalasi pembangkit ini adalah :

a. Pertimbangan ekonomis

Pertimbangan ini menyangkut biaya, baik untuk biaya pembangunan instalasi maupun biaya operasi pemeliharaannya. Komponen biaya yang terpenting adalah biaya untuk energi atau daya. Agar biaya pemeliharaan dapat ditekan, jumlah pompa harus tepat. Sedapat mungkin pompa-pompa yang dipakai sama spesifikasinya antara satu dengan yang lain agar penyediaan suku cadangnya mudah dilakukan.

b. Kapasitas aliran

Kapasitas suatu aliran pompa akan menentukan ukuran pompa dan daya yang dibutuhkan oleh pompa tersebut. Semakin besar kapasitas yang dialirkan oleh pompa maka semakin besar pula ukuran dan daya pompa yang diperlukan.

Menggunakan hanya satu pompa untuk melayani laju aliran keseluruhan dalam instalasi yang penting adalah besar resikonya. Instalasinya tidak


(40)

akan berfungsi sama sekali jika pompa satu-satunya itu rusak. Jadi untuk memperkecil resiko, perlu dipakai pompa cadangan.

Kapasitas dalam perencanaan ini adalah 0,0372884 m3/s. Sehingga direncanakan jumlah pompa sebanyak dua buah dengan spesifikasi yang sama. Dalam operasinya, pompa beroperasi secara bergantian.

3.4.1 Perbedaan Head Tekanan ( ∆Hp)

Head tekanan merupakan energi yang dibutuhkan untuk mengatasi perbedaan tekanan pada sisi isap dengan sisi tekan. Dalam sistem kerja ini tekanan fluida kerja memasuki pompa adalah 154,48 kPa dan tekanan keluarnya yaitu 554,69 kPa, maka beda head tekanan pada sistem ini adalah 400,21 kPa.

Maka dapat ditulis dalam meter :

∆P= ρ . g . Hp ...( lit.2 hal 241 )

Dimana :

∆P =beda head tekanan ( Pa ) = 400,21 kPa

ρ = kerapatan fluida R-123 ( Kg/m3 ) = 1424,6 Kg/m3 g = gaya gravitasi ( m/s2 ) = 9,80 m/s2

HP = tinggi kenaikan akibat beda tekanan ( m )

Hingga didapat :

400,21 kPa = 1424,6 Kg/m3 . 9,80 m/s2 . H Hp = 28,6661 m

3.4.2 Perbedaan Head Kecepatan ( ∆Hv)

Dalam menentukan perbedaan head kecepatan aliran maka terlebih dahulu dicari besarnya kecepatan aliran dalam pipa. Diameter pipa hisapnya biasanya ditentukan sedemikian sehingga kecepatan aliran 2 sampai 3 m/s [ Soufyan M. Noerbambang, hal 98 ]. Untuk memperoleh kecepatan aliran dan diameter pipa isap yang sesuai, perhitungan awal sementara diambil batas kecepatan rata - rata 3 m/s.


(41)

Dari persamaan kontinuitas diperoleh :

Qp = Vs . As... (lit. 9 hal 98) Dimana : Qp = Kapasitas pompa = 0,0372884 m3/s

Vs = Kecepatan aliran dalam pipa hisap ( m/s ) As = π/4.(dis)2 = luas bidang aliran (m2)

dis = diameter dalam pipa isap (m) Sehingga diameter pipa isap adalah :

dis = ...(lit 5 hal 64)

= ) / 3 .( / 0372884 , 0 . 4 3 s m s m π

=0,1258 m = 12,58 cm = 125,8 mm = 4,953 in

Berdasarkan ukuran pipa standart ANSI B.36.10 Schedule 40, maka pipa nominal 5 inch dengan dimensi pipa :

- Diameter dalam ( dis ) = 5,047 in = 12,81 cm = 0,1281 m - Diameter luar (dos) = 5,563 in = 14,13 = 0,1413 m

Dengan ukuran standar pipa tersebut di atas maka kecepatan aliran yang sebenarnya sesuai dengan persamaan kontinuitas adalah :

Vs =

=

……….(lit 6 hal 67)

Vs = 2

3 ) 1281 , 0 .( / 037288 , 0 . 4 m s m π


(42)

Untuk mempermudah perhitungan dalam perencanaan ini, maka nilai kecepatan pada sisi masuk ( Vs ) sama dengan kecepatan pada sisi keluar ( Vd ) sehingga nilai perbedaan head kecepatannya sama dengan nol, ∆Hv = 0.

3.4.3 Kerugian head (HL)

Kerugian head sepanjang pipa terbagi atas 2 yaitu kerugian akibat gesekan sepanjang pipa/kerugian mayor (hf) dan kerugian akibat adanya kelengkapanpada instalasi pipa / kerugian minor (hm). Kerugian akibat gesekan tergantung pada kekasaran dalam pipa dan sepanjang pipa. Kerugian akibat kelengkapan adalah kerugian akibat adanya perubahan arah aliran dan kecepatan aliran.

3.4.3.1 Kerugian Head sepanjang Pipa Hisap a. Kerugian Head akibat gesekan pada pipa hisap

Besarnya kerugian head akibat gesekan pada pipa hisap menurut Darcy-Weisbach dapat diperoleh dengan persamaan [ Sularso, Haruo Tahara, hal 28 ]:

hf = f x ...(lit 12 hal 28)

Dimana :

hf = kerugian karena gesekan (m)

f = factor gesekan (diperoleh dari diagram moody) Ls = panjang pipa isap (m)

di = diameter dalam pipa = 0,1281 m Vs = kecepatan aliran fluida = 2,89 m/s

Bahan pipa isap yang direncanakan adalah Galvanized Iron dimana bahan pipa yang digunakan tersebut mempunyai kekasaran sebesar 0,00015 m [ tabel 3.8]. Dan faktor pengotoran yang terjadi pada pipa terhadap fluida


(43)

organic dengan sistem tertutup terlihat pada tabel 3.7 berikut, namun menurut Michael Frankel, faktor pengotoran pipa biasanya terjadi pada pipa sistem alat penukar kalor. Faktor pengotoran pada pipa mengakibatkan penurunan kalor yang ditransfer antara shell dan tube. Karena instalasi merupakan instalasi untuk kebutuhan fluida organik sehingga tidak terjadi perbedaan suhu yang signifikan, maka faktor pengotoran dapat diabaikan.

Tabel 3.2 Tipe Faktor pengotoran ( Fouling Factor ) pada pipa


(44)

Tabel 3.3 Kekasaran relatif ( e ) dalam berbagai bahan pipa

Pipeline Material

Absolute roughness, e

ft Mm

Glass and various plastics ( e.g.,PVC and PE pipes

Drawn turbings (e.g., copper or aluminum pipes or turbings

Commercial steel or wrought iron Cast iron with asphalt lining Galvanized iron Cast Iron Wood stave Concrete Riveted steel 0

(hydraulically smooth ) 5 x 10-6 1.5 x 10-4

4 x 10-4 5 x 10-4 8.5 x10-4 6 x 10-4 -3 x 10-3 1 x 10-3 -1 x 10-2 3 x 10-3-3 x 10-2

0 (hydraulically

smooth 1.5 x 10-3 4.6 x 10-2

0.12 0.15 0.25 0.18-0.9 0.3-3.0 0.9-9.0 Pump Handbook, Igor J. Karasik, William C.Krutzsc, Waren H. Frase, Joseph Messina

Maka kekasaran relative (e/di) adalah : e/di =

m m 1281 , 0 00015 , 0 = 0,00117

Faktor gesekan (f) dapat diperoleh dari diagram moody dengan terlebih dahulu mengetahui bilangan Reynold ( Re ) [ Pump Handbook, hal 131 ] :

Re =

v...

(lit 4 hal 131)

Dimana : Vs = kecepatan aliran fluida (m/s) di = diameter dalam (m)

υ = viskositas kinematik R-123 pada suhu 40oC =

358,1.10-6 Pa.s

v = density R-123 pada suhu 400 C = 1424,6 Kg/m3 Sehingga bilangan Reynold (Re) adalah :

Re = 6

10 1 , 358 6 , 1424 2181 , 0 2,89 − x x x

=

2567923,6 ( turbulen)

Dari diagram moody untuk Re = 2567923,6 dan (e/di) = 0,00117 dengan cara interpolasi, diperoleh faktor gesekan (f) = 0,022. Besarnya kerugian gesek sepanjang pipa isap menurut Darcy Weisbach adalah :


(45)

hfs = 0,022

x

80 , 9 2 1281 , 0

89 , 2

2 2

x x x

= 0,1464 m

b. Kerugian head akibat peralatan instalasi pada pipa isap ( hms)

Besarnya kerugian akibat adanya kelengkapan pipa dapat diperoleh dengan persamaan [ pump handbook, hal 152]:

hms = Σn.k

...

(lit 4 hal 152) dimana : n = jumlah kelengkapan pipa

k = koefisien kerugian akibat kelengkapan pipa

Untuk mengetahui berapa besarnya kerugian head yang terjadi akibat adanya kelengkapan pipa, maka perlu diketahui terlebih dahulu jenis kelengkapan pipa yang digunakan sepanjang jalur pipa isap. Adapun jenis dan jumlah kelengkapan tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4 Koefisien kerugian kelengkapan pipa hisap

Jenis Jumlah K n.k

Mulut isap ( projecting) 1 1 1

Elbow long 90o (standard) 1 0,51 0,51

Gate valve 1 0,136 0,136

Total koefisien kerugian 1,646

Pump Handbook, Igor J. Karasik, William C.Krutzsc, Waren H. Frase, Joseph Messina

Sehingga besarnya kerugian head akibat kelengkapan pipa pada pipa isap adalah sebesar :


(46)

hms = 1,646 x 80 , 9 2 89 , 2 2 x = 0,701 m

Dengan demikian, diperoleh besar kerugian kerugian head sepanjang jalur pipa isap pompa, yaitu sebesar :

hLs = hfs + hms

=0,1464 m + 0,701 m = 0,8474 m

3.4.3.2 Kerugian head sepanjang pipa tekan (HLd)

a. Kerugian head akibat gesekan pipa tekan ( Hfd )

Pipa tekan dari pompa menuju roof tank direncanakan menggunakan ukuran pipa standar ANSI B.36.10 Schedule 40 dengan ukuran pipa nominal 5 inci dan bahan pipa adalah galvanized iron yang sama dengan pipa isap.

Ukuran pipa tersebut adalah :

- Diameter dalam ( dis ) = 5,047 in = 12,81 cm = 0,1281 m - Diameter luar (dos) = 5,563 in = 14,13 = 0,1413 m

Karena bahan dan diameter pipa tekan ini sama dengan pipa isap, maka bilangan Reynold (Re) adalah 2567923,6 dan faktor gesekan (f) sebesar 0,016.

Analisa perhitungan panjang pipa menuju tangki penyimpanan dan katup pengatur. Besarnya kerugian head akibat gesekan pada pipa tekan :

hfd = f x

...

(lit 4 hal 165)

dimana : Ld = Panjang pipa tekan = 10 m maka diperoleh :

hfd = 0,016

x

81 , 9 2 89 , 2 1281 , 0 10 2 x x


(47)

hfd = 0,7310 m

b. Kerugian head akibat peralatan instalasi pada pipa tekan ( hmd)

Besarnya kerugian head akibat peralatan instalasi pipa adalah :

hmd = Σn.k

...

(lit 4 hal 166) Dimana untuk memperoleh harga koefisien peralatan, dari gambar perencanaan instalasi sepanjang pipa tekan terdapat yang dipasang dan disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.5 Koefisien kerugian gesek pada pipa tekan

Jenis peralatan

Jumlah (

n ) K n.K

Swing check valve (katup searah) 1 0,85 0,85

Gate valve (katup gerbang) 2 0,136 0,272

Elbow long 90o (standard) 1 0,51 0,51 Ujung keluar pipa ( inward projecting ) 1 0,78 0,78 Sambungan (flanged tee line flow) 0 0,9 0

Total koefisien kerugian 2,122

Pump Handbook, Igor J. Karasik, William C.Krutzsc, Waren H. Frase, Joseph Messina Maka harga kerugian head akibat peralatan instalasi pipa adalah :

hmd = 2,122 x

81 , 9 2

89 , 2 2

x

= 0,903 m

Dengan demikian kerugian head pada pipa tekan ini adalah : hLd = hfd + hmd

= 0,7310 m + 0,903 m = 1,634 m

Maka kerugian head total ( HL) HL = hLs + hLd


(48)

= 0,731 m + 1,634 m = 2,365 m

Dari perhitungan sebelumnya maka dapat ditentukan head total yang dibutuhkan untuk melayani instalasi pemipaan :

Hpompa = Δ Hp + Δ Hv + HL

= (28,6661 + 0 + 2,365) m = 31,0311 m

Namun untuk pemakaiannya dalam jangka waktu yang laa perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

- Kondisi permukaan pipa dalam jangka waktu yang panjang akan semakin kasar, sehingga nantinya akan memperbesar kerugian yang terjadi.

- Penurunan kinerja pompa yang dipakai dalam rentang waktu yang sangat lama.

- Kondisi - kondisi lain yang dapat mempengaruhi operasional pompa.

Maka dalam perencanaannya head pompa perlu ditambah (10 ÷ 25)% [ pump handbook, hal 248]. Dalam perancangan ini dipilih 10% maka besarnya head pompa yang akan dirancang :

H pompa = 31,0311 m . (1+0,10)

= 34,1342 m = 35 m

3.5 Pemilihan jenis pompa

Pemlihan jenis pompa dilakukan berdasarkan kapasitas dan head pompa yang akan direncanakan sebelumnya. Dengan harga kapasitas, Q = 134,236 m3/h dan head, Hp = 35 m maka dari gambar 3.2 dapat dilihat jenis pompa yang cocok digunakan dalam perancangan adalah pompa radial bertingkat satu.


(49)

Gambar 3.9 Daerah kerja beberapa jenis konstruksi pompa

Sumber: Turbin, Pompa dan Compresor. Fritz dietzel

3.6 Perhitungan motor penggerak

Ada beberapa jenis alat penggerak motor yang digunakan untuk menggerakkan pompa, antara lain turbin uap, motor bakar dan motor listrik. Dalam perencanaan ini dipilih motor listrik sebagai penggerak mula pompa dengan pertimbangan :

1. Energi listrik untuk menggerakkan motor listrik dapat dengan mudah diperoleh dari pembangkit yang ada.

2. Keuntungan memakai motor listrik dengan mudah dapat dikopel secara langsung ke pompa, pengoperasiannya mudah, putaran yang dihasilkan konstan, getaran yang ditimbulkan kecil, biaya perawatan murah serta tidak menimbulkan polusi udara.

Besarnya putaran motor listrik dapat ditentukan dengan mengetahui frekuensi dan jumlah kutub pada motor listrik. Pada umumnya frekuensi listrik di Indonesia adalah 50 Hz dapat dilihat pada tabel 3.11 berikut ini.


(50)

Tabel 3.6 Harga putaran dan kutubnya

Jumlah kutub Putaran ( rpm )

2 3000

4 1500

6 1000

8 750

10 600

12 500

Pompa dan kompresor, Sularso, Haruo Tahara

Pada pemilihan kali ini dipilih motor listrik dengan 2 buah kutub dan putaran 3000 rpm. Akibat adanya terjadi slip pada motor maka akan terjadi penurunan, besarnya ( 0 ÷ 1)%, sehingga putaran menjadi 2950 rpm.

Motor listrik dikopel langsung dengan pompa sehingga putaran pompa sama dengan putaran motor.

3.7 Putaran spesifik dan tipe impeler

Impeler adalah roda atau rotor yang dilengkapi dengan sudu-sudu, dimana sudu - sudu ini berguna untuk memindahkan energi mekanis poros menjadi energi fluida, tipe impeler suatu pompa ditentukan berdasarkan putaran spesifik pompa tersebut. Putaran spesifik untuk pompa yang memiliki impeler satu tingkat dapat dihitung menggunakan persamaan [Khetagurov, hal 205]:

ns =

Dimana : ns = putaran spesifik [rpm]

nP = putaran pompa [rpm] = 2950 rpm

Q = kapasitas pompa [gpm] = 134,236 m3/h = 590,915 gpm Hp= head pompa [ft] = 35 m = 114,8294 ft


(51)

Sehingga :

ns = 0,75

5 , 0

8294 , 114

915 , 590 2950x

= 2043,5886 rpm

Dari tabel 3.11 diketahui bahwa untuk putaran spesifik, ns = 2043,5886 rpm maka jenis impeler yang sesuai adalah jenis radial flow.

Tabel 3.7 Klasifikasi impeler menurut putaran spesifik

Jenis impeller ns

Radial flow 500 - 3000

Francis 1500 - 4500

Aliran campur 4500 - 8000 Aliran aksial 8000 ke atas pump selection book, C.P Beaton, G.T Meiklejohn

3.8 Efisiensi Pompa

Efisiensi merupakan parameter yang sangat penting dalam merencanakan pompa. Dengan kondisi sistem yang ada pompa harus dirancang sedemikian hingga menghasilkan efisiensi yang optimal. Efisiensi pompa merupakan perbandingan daya yang diberikan pompa kepada fluida dengan daya yang diberikan motor listrik kepada pompa. Efisiensi total pompa dipengaruhi oleh efisiensi hidrolis, efisiensi mekanis dan efisiensi volumetric.

1. Efisiensi Hidrolis

Efisiensi hidrolis merupakan perbandingan antara head pompa sebenarnya dengan head pompa teoritis dengan jumlah sudu tak berhingga. Besarnya efisiensi hidrolis dapat ditentukan dengan cara interpolasi dari data dibawah ini:

Tabel 3.8 Hubungan antara kecepatan spesifik dengan efisiensi hidrolis q

n ( 1menit) 10 15 20 30 50 100 h

η 0.86 0.91 0.94 0.96 0.97 0.98


(52)

Besarnya kecepatan spesifik dapat dicari dengan menggunakan persamaan [Turbin, Pompa dan Compresor. Fritz diesel hal: 258 ]:

1 4 3 − = menit H Q n

nq ...(lit 2 hal 258)

Dimana: n = kecepatan spesifik ( menitq 1 ) Q = kapasitas pompa ( m3 s

) = 0,0372884 m3/s n = kecepatan kerja / putar pompa

sehingga didapat:

( )

1 4 35 3

0372884 , 0 2950 − = menit nq

= 39,5869 x menit1

Maka akan didapat nilai efisiensi hidrolis sebesar:

q

n ( menit1 ) 30 39,5869 50

h

η 0.96 ηh 0.97

(

) (

)

96 . 0 97 . 0 97 . 0 30 50 5869 , 39 50 −− = −

− ηh

h

η = 0,9649 2.Efisiensi Volumetris.

Kerugian volumetris disebabkan adanya kebocoran aliran setelah melalui impeler, yaitu adanya aliran balik menuju sisi isap. Efisiensi volumetris dapat ditentukan berdasarkan interpolasi antara kecepatan spesifik impeller:


(53)

Table 3.9 hubungan antara kecepatan spesifik impeller dengan efisiensi

volimetris

s

n 60 to 100 100 to 150 150 to 220

v

η 0.94 to 0.97 0.97 to 0.99 0.98 to 0. 995 ( sumber: Marine Auxiliary Machinery and System,. M. Khetagurov. Hal: 253 )

Kecepatan spesifik impeller dapat dicari dengan menggunkan persamaan (Marine AuxiliaryMachinery and System,. M. Khetagurov. Hal: 205 ): 4 3 65 . 3 H Q n s =

η ………..(lit 13 hal 205)

Dimana: n = kecepatan impeller pompa ( rpm )

s

n = kecepatan spesifik impeler

Maka: 4 3 35 0372884 , 0 2950 65 . 3 = s η = 144,494

Maka akan didapat nilai efisiensi hidrolis sebesar:

s

n 100 144,494 150

v

η 0.97 ηv 0.99

(

) (

)

97 . 0 99 . 0 99 . 0 100 150 494 , 144 150 −− = −

− ηh

v

η = 0,9878 3. Efisiensi Mekanis.

Besarnya efisiensi mekanis sangat dipengaruhi oleh kerugian mekanis yang terjadi yang disebabkan oleh gesekan pada bantalan, gesekan pada cakra dan gesekan pada paking. Besarnya efisiensi mekanis menurut


(54)

M. Khetagurov berkisar antara 0.9 – 0.97. Dalam perancangan ini diambil harga efisiensi mekanis 0,95.

Dari perhitungan diatas didapat nilai efisiensi total pompa:

total

η = ηh ηv ηm

= 0,9649 x 0,9878 x 0,95 = 0.9054

= 90,54%

3.9 Daya pompa dan Daya motor penggerak

Besarnya daya pompa untuk mengalirkan air daya yang dibutuhkan untuk menggerakkan impeler dicari dengan persamaan[Fritz Dietzel, Dakso Sriyono, hal 243]:

Np =

Dimana :

H = Head pompa = 35 m

Q = Kapasitas pompa = 0,0372884 m3/s

ρ = massa jenis R-123 pada temperature 40oC = 1424,6 kg/m3

ηp = efisiensi pompa = 0.9054 sehingga :

Np =

9054 , 0

0372884 ,

0 35 81 , 9 6 ,

1424 x x x

= 20,145 kW

Dalam perencanaan ini, motor listrik dikopel secara langsung dengan poros pompa. Daya Motor listrik sebagai motor penggerak poros pompa dapat dihitung dengan rumus [ Sularso, Haruo Tahara, hal 58]:


(55)

Nm = ...( lit 12 hal 58 )

Dimana :

Nm = Daya motor penggerak (W) Np = Daya pompa = 20,145 kW

α = faktor cadangan daya = (0,1 ÷ 0,2) utuk motor induksi diambil 0,1

ηt = efisiensi transmisi = 1,0 (dikopel langsung) sehingga :

Nm =

1 ) 1 , 0 1 ( 145 ,

20 +

= 22,1595 kW

Berdasarkan perhitungan diatas maka dipilih motor listrik dengan daya 22,1595 kW.

3.10 Spesifikasi Hasil Perencanaan

Dari perhitungan di atas maka ditetapkan spesifikasi perencanaan sebagai berikut :

- Kapasitas pompa (Q) = 134,236 m3/h - Head pompa ( Hp) = 35 m

- Jenis pompa = Pompa Radial - Putaran Spesifik (Ns) = 2043,5886 rpm - Tipe impeler = Radial flow - Efisiensi Pompa ( ηP ) = 90,54% - Daya Pompa ( NP) = 20,145 kW - Daya motor ( Nm) = 22,1595 kW


(56)

- Penggerak Pompa = Elektrometer


(57)

BAB IV

UKURAN - UKURAN UTAMA POMPA

4.1 Perencanaan Poros Pompa

Poros pompa merupakan salah satu komponren yang berfungsi utuk meneruskan daya dan putaran dari motor penggerak ke impeler seta untuk mendukung kedudukan impeler.

Pada perencanaan poros, perlu diperhatikan hal-hal seperti berikut :

1. Kekuatan poros untuk menahan beban puntir, beban lentur ( akibat lenturan) ataupun gabungan dari keduanya.

2. Kekakuan poros untuk mengatasi getaran akibat lenturan serta defleksi putaran yang kasar.

3. Putaran kritis, dimana bila poros berada pada putaran kritis maka poros akan mengalami getaran yang besar.

Oleh sebab itu maka perhitungan poros tergantung pada momen puntir, faktor-faktor kondisi kerja, tegangan geser dan jenis material poros.

Besarnya momen puntir pada poros ( Mt ) adalah [ Sularso, Kiyokatsu Suga,

hal 7 ] :

Mt = 9,74 x 105 x ……….( lit 12 hal 17)

Dimana :

Ps = daya yang ditransmisikan poros

= Np (daya yng direncanakan) x fc (factor koreksi) np = putaran poros = 2950 rpm

Faktor koreksi ( fc ) diperlukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya daya yang besar pada saat start atau pembebanan maksimum yang terus - menerus.


(58)

Tabel 4.1. Faktor koreksi daya

Daya yang ditransmisikan Faktor koreksi ( fc )

Daya rata – rata 1,2 - 2,0

Daya maksimum 0,8 - 1,2

Daya normal 1,0 - 1,5

Sumber: Dasar perencanaan Elemen Mesin, Sularso dan Kiyokatsu Suga

Dari tabel di atas maka akan dipilih nilai fc = 1,2 dengan alasan, nilai fc

memenuhi ketiganya.

Daya pompa ( Np ) dari perhitungan sebelumnya adalah 20,145 kW, maka:

Ps = Np x fc ...( lit 12 hal 7 ) = 20,145 kW x 1,2

= 24,174 kW

Sehingga besar momen puntir pada poros adalah : Mt = 9,74 x 105 x

2950 174 , 24

( N.mm )

= 7981,517 kg.mm

Diameter poros yang mengalami momen puntir, dapat dihitung dengan persamaan:

ds = ...( lit hal 8 )

dimana :

Kt = Faktor koreksi terhadap pembebanan yang terjadi dimana Kt diambil 1,0 jika beban dikenakan secara halus, Kt (1,0 - 1,5) jika beban terjadi sedikit kejutan atau tumbukan dan Kt (1,5 - 3,0) jika beban dikenakan kejutan atau tumbukan yang besar. Maka karena poros mengalami momen torsi yang besar diambil Kt 1,5 - 3,0 dipilih 2,0.


(59)

Cb = faktor koreksi untuk beban lentur (1,2 - 2,3) jika diperkirakan pemakaian dengan beban lentur dan 1,0 jika diperkirakan tidak akan terjadi pembebanan lentur. Karena poros mengalami beban lentur Cb 1,2 - 2,3 ( untuk perhitungan diambil 1,5 )

τg = tegangan geser yang diijinkan.

Dalam perencanaan ini bahan poros yang digunakan adalah baja karbon dengan standardisasi JIS G S 55 C-D dengan kekuatan tarik ( ) sebesar 72 kg/mm2.

Tegangan geser ijin ( ) untuk pemakaian poros ditentukan dengan persamaan [ Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 8 ] :

= ...(lit hal 8 )

Dimana :

σb = Kekuatan tarik bahan = 72 kg/mm2

Sf1 = faktor keamanan bagi kelelahan puntir = 6 (bahan baja S - C) Sf2 = Faktor keamanan terhadap alur pasak dan perubahan diametr

poros ( 1,3 - 3,0 ), direncanakan 2. Sehingga tegangan geser ( τg ) bahan poros adalah :

=

= 6 kg/mm2

Dari hubungan di atas maka diperoleh ukuran diameter poros (ds) : ds = 2 1,5 7981,517]1/3

6 1 , 5

[ x x x

= 27,30 mm = 28 mm

Pada diameter poros dengan diameter 9 mm ini, tegangan geser yang akan timbul adalah : τg =

…...……….………..( lit hal 8 )


(60)

= 3 28

517 , 7981 1 , 5 x

= 1,8543 kg/mm2

Telihat bahwa tegangan geser yang timbul pada poros (τg) lebih kecil daripada tegangan geser ijin ( ) sehingga poros aman.

4.2 Perencanaan Pasak

Fungsi utama pasak adalah untuk memindahkan daya dan putaran dari poros ke impeler. Ukuran pasak yang digunakan dipilih berdasarkan diameter poros yang dipakai dari standarisasi ukuran pasak [ Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 10]. Dari standarisasi ukuran pasak dan hubungannya denga poros yang berdiameter 28 mm diperoleh ukuran pasak sebagai berikut :

- Lebar (b) = 8 mm

- Tinggi (h) = 7 mm

- Panjang (l) = ( 0,75 ÷ 1,5 )dp (diambil 1,5)

= 1,5 x 27

= 40,5 mm

- Kedalaman alur pasak (t1) = 4 mm

Bahan pasak yang digunakan sedikit lunak dari bahan poros. Pada perencanaan ini dipilih bahan pasak JIS G 5502 FCD 60 ( besi cor grafit ), kekuatan tarik 60 kg/mm2[ Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 25].

l

b

t

h

1


(61)

Keterangan:

l = Panjang pasak = 40,5 mm

h = Tinggi pasak = 7 mm

b = Lebar pasak = 8 mm

t1 = Kedalaman alur pasak = 4 mm

Dalam operasinya pasak akan mendapat pembebanan (gaya-gaya) yang akan menimbulkan tegangan geser dan tegangan tumbuk sehingga kekuatan pasak akan diperiksa terhadap kedua tegangan tersebut.

4.2.1 Pemeriksaan terhadap tegangan geser

Momen torsi yang bekerja pada poros akan menimbulkan gaya tangensial (Ft) pada permukaan sekeliling poros yaitu [Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 25]:

Ft = Mt / rp...( lit 12 hal 25 ) Dimana :

Mt = momen torsi yang terjadi pada poros =7981,517 kg.mm rp = jari - jari poros

= Dp / 2 = 14 mm Maka :

Ft = 7981,517/ 14 = 570,108 kgf

Gaya tangensial ini akan meyebabkan terjadi tegangan geser pada pasak yang besarnya [ Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 25]:

τg = Ft / Ag...( lit 12 hal 25 ) dimana :

Ag = luas bidang geser = b.l = 8 x 40,5 = 324 mm2 Maka :


(62)

sedangkan tegangan geser yang diijinkan untuk bahan pasak adalah :

= ...( lit 12 hal 25 )

Dimana :

σb = kekuatan tarik bahan = 60 kg/mm2

Skf1 = faktor keamanan bagi batas kelelahan puntir pada pasak = 6 [ Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 25].

Skf2 = factor keamanan terhadap alur pasak dan perubahan diameter poros ( 1,3 - 3,0 ) direncanakan 2.

Sehingga tegangan geser ijin ( ) dari pasak adalah :

=

=

5 kg/mm2

Dikarenakan τg < , maka pasak aman terhadap tegangan geser.

4.2.2 Pemeriksaan terhadap tegangan tumbuk

Gaya tangensial (Ft) yang terjadi di sekeliling poros juga menyebabkan terjadinya tegangan tumbuk pada pasak. Tegangan tumbuk yang terjadi adalah:

τp = Ft / Ab ...( lit 13 hal 27) dimana:

Ab = Luas bidang tumbuk = l x t1 = 40,5 x 4 = 162 mm2

τp = 570,108 / 162 = 3,519 kg/mm2

Menurut Sularso, besar tegangan tumbuk yang diijinkan ( ) untuk bahan pasak dengan poros berdiameter kecil adalah 8 kg/mm2 [ Sularso, Kiyokatsu Suga, hal 27]. Dikarenakan τp < , maka pasak aman terhadap tegangan tumbuk yang terjadi.


(63)

4.3 Perencanaan Impeler

Impeler adalah salah satu komponen pompa yang berfungsi memberikan kerja pada fluida, sehingga energi yang dikandungnya menjadi lebih besar. Dalam perencanaan impeler hal terpenting yang harus diperhatikan adalah pemilihan bahan impeler yang sesuai untuk menanggulangi kondisi pelayanan terhadap fluida kerja pompa.

Beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh bahan impeler adalah kuat, tahan arus dan tahan terhadap korosi, memiliki bobot yang ringan serta ekonomis, berdasarkan pertimbangan di atas maka bahan impeler yang dipilih adalah material yang dapat beroperasi pada suhu tinggi, yaitu Cooper Alloy yang dapat beroperasi pada suhu 7000 C. Untuk mendapatkan efisiensi yang tinggi, permukaan impeler juga harus dibuat sehalus mungkin.

Gambar 4.2 Ukuran – ukuran utama impeler Keterangan gambar :

Do = diameter mata impeler


(64)

DH = diameter hub

D1 = diameter sisi masuk impeler D2 = diameter sisi keluar impeler

4.3.1. Perencanaan Ukuran Impeler 4.3.1.1. Diameter Hub Impeler (dH)

Diameter hub impeler dapat dihitung dengan persamaan berikut :

dh = (1,2 + 1,4) x dS ...(lit 2 hal 260 ) Dimana : ds = diameter poros = 28 mm

Maka ;

dh = (1,2 + 1,4) x 28 ( direncanakan 1,2) dh = 1,2 x 28 = 33,6 mm = 0,0336 m

4.3.1.2. Diameter Mata Impeler (d0)

Diameter mata impeler dapat dihitung dengan persamaan kontinuitas dengan persamaan berikut :

1/2

...( lit 4 hal 257 )

Dimana :

Qth = Kapasitas aliran teoritis pada sisi isap, yaitu kapasitas dengan perkiraan adanya kerugian yang disebabkan fluida dari sisi tekan yang mengalir kembali ke sisi isap melalui celah impeler, besarnya (1,02 + 1,05) dari kapasitas pompa, diambil 1,05[Fritz Dietzel, hal 261].

= 1,05 x 0,03728 m3/s = 0.03914 m3/s

V0 = kecepatan fluida sebelum masuk impeler, didapat dari hasil interpolasi grafik [Fritz Dietzel, hal 261] sebesar 4,46 m/s


(65)

Gambar 4.3 Grafik penentuan kecepatan fluida masuk impeler ( Vo ) Maka :

d0 = 0,03362}1/2 46

, 4 14 , 3

03914 , 0 4

{ +

x x

=0,110 m = 110 mm

4.3.1.3. Diameter Sisi Masuk Impeler (d1)

Diameter sisi masuk impeler (d1) yang memiliki kelengkungan dapat dicari dengan mengambil diameter rata-rata dari diameter mata impeler (d0) dan diameter hubung (dh) yang ditulis sebagai berikut :

d1 = ...( lit 3 hal 289 ) dimana : d0 = diameter mata impeler = 110 mm

dH = diameter hub impeler = 33,6 mm maka :

d1 = 1/2

2 2

} 2

6 , 33 110


(66)

4.3.1.4. Diameter Sisi Keluar Impeler (d2)

Dapat diperoleh dari persamaan :

d2

=

...

( lit 6 hal 29 )

dimana :

= Koefisien tingi tekan overall, besarnya (0,9 + 1,2)[Magdy Abou Rayan,hal 102], direncanakan 1,0.

Hp = head pompa= 35 m = 114,8294 ft Np = putaran pompa = 2950 rpm Maka :

d2 =

2950

8294 , 114 0 , 1 1840x x

= 6,684 in = 16,977 cm = 169,77 mm

4.3.1.5. Lebar Impeler Pada Sisi Masuk (b1)

Lebar impeler pada sisi masuk dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

b1 = ...( lit 10 hal 102 )

dimana :

Qth = kapasitas teoritis pada sisi isap = 0.03914 m3/s d1 = diameter sisi masuk impeler = 82 mm = 0,082 m Vr1 = kecepatan fluida radial sisi masuk

= V0 + (10% ÷ 15%) x V0 ( dipilih 12,5 % ) = 4,46 + (0,125 x 4,46)


(67)

1 = faktor kontraksi pada sisi masuk (0,8 – 0,9) dan ditetapkan 0,85

Maka :

b1 =

85 , 0 017 , 5 082 , 0 14 , 3 03914 , 0 x x x = 0,0357 m = 35,7 mm

4.3.1.6. Lebar Impeler Sisi Keluar (b2)

Lebar impeler sisi keluar diperoleh dari persamaan:

b2 = ………...(lit 10 hal 102)

dimana :

Qth = kapasitas teoritis pada sisi isap = 0.03914 m3/s

D2 = diameter sisi keluar impeler = 169,77 mm = 0,16977 m

Vr2 = kecepatan fluida radial sisi keluar , besarnya sama dengan Vr1 [Magdy Abou Rayan,hal 102], maka Vr2 = 5,017 m/s

ε2 = faktor kontraksi pada sisi keluar = (0,9 – 0,95) dan ditetapkan 0,9. Maka :

b2 =

9 , 0 017 , 5 16977 , 0 14 , 3 03914 , 0 x x x

= 0,01626 m


(68)

4.3.2. Kecepatan dan Sudut Aliran Fluida Masuk Impeler 4.3.2.1. Kecepatan Aliran Absolute (V1)

Pada pompa dengan impeler radial, aliran fluida masuk secara radial tegak lurus dengan garis singgung impeler sehingga besar sudut masuk absulute (α1) = 900 dan kecepatan aliran absolute (V1) adalah sama dengan kecepatan radial pada sisi masuk (Vr1) = 5,017 m/s

4.3.2.2. Kecepatan Tangensial (U1)

Kecepatan tangensial pada sisi masuk impeler ditentukan dengan persamaan:

U1 = 60

. .d1np π

……….(lit 10 hal 102)

= 60 2950 082 , 0 14 ,

3 x x

= 12,66 m/s

4.3.2.3. Sudut Tangensial (β1)

Untuk aliran fluida masuk secara radial (α = 90), maka sudut sisi masuk (β1) dapat dihitung dengan persamaan berikut :

1 1 1 arctan U Vr =

β ……….(lit 10 hal 102)

= arc tan 

     66 , 12 017 , 5

= 21,62 0

Maka segitiga kecepatan diatas pada sisi masuk impeler dapat digambarkan sebagai berikut:


(69)

Vr1(5,017 m/s ) W1 (13,633)

0 1 =21,62

β U1 (12,66 m/s)

Gambar 4.4 Segitiga Kecepatan pada sisi masuk

Dari gambar 4.3 dapat diketahui bahwa kecepatan relatif pada sisi masuk impeler (W1) adalah :

W1 =

=

62 , 21 sin

017 , 5

= 13,633 m/s

4.3.3. Kecepatan dan Sudut Aliran Keluar Impeler 4.3.3.1. Kecepatan Radial Aliran (Vr2)

Dari perhitungan sebelumnya kecepatan radial pada sisi keluar impeler Vr2 adalah sebesar 5,017 m/s

4.3.3.2. Kecepatan Tangensial (U2)

U2 = 60

. .d2 np π

=

60

2950 16977 , 0 14 ,

3 x x


(70)

4.3.3.3. Sudut Tangensial Keluar Impeler (β2)

Besarnya sudut tangensial keluar impeler (β2) mempunyai harga berkisar (100 – 400). Akibat sudut keluar ini, maka impeler ini dapat menghasilkan head [Magdy Abou Rayan, hal 103]. Head yang dihasilkan impeler untuk sudut tidak terbatas disebut head teoritis ( Hthz). Dalam menentukan sudut tangensial sisi keluar impeler (β2) harus diperhatikan head teoritis yang direncanakan, sebab tidak bekerja dengan baik apabila head teoritis pompa lebih kecil dari head pompa. Dimana head teoritis dihitung dengan persamaan berikut :

H = ηh x Hthz ...(lit 2 hal 258) Dimana :

H = Head pompa = 35 m

h

η = Efisiensi hidrolik dalam instalasi, besarnya efisiensi hidrolik ini didapat dari hasil interpolasi, sebesar 91,6 %.

maka Hthz =

h H η = 916 , 0 35

= 38,210 m

untuk menghitung sudut tangensial sisi keluar impeler dilakukan menurut persamaan berikut :

Hthz = 

     − 2 2 2 2 tanβ r V U g U

...(lit 11 hal 49)


(71)

Hthz = Head teoritis impeler = 38,210 m

U2 = Kecepatan tangensial keluar impeler = 26,210 m/s Vr2 = kecepatan radial keluar impeler = 5,017 m/s

2

β = sudut tangensial impeler maka :

38,210 =

     2 tan 017 , 5 21 , 26 81 , 9 21 , 26 β

tan β2 = 0,421

2

β = 22,83 0

4.3.3.4 Kecepatan Absolut Tangensial ( Vu2)

Vu2 = U2 -

2 2

tanβ

r V

...(lit 11 hal 49)

= 26,210 m/s -

83 , 22 tan 017 . 5

= 14,93 m/s

4.3.3.5 Sudut Absolut Keluar Impeler (α2)

2

α = arc tan

2 2 u r V V

= arc tan 93 , 14 017 , 5

= 18,57 0

4.3.3.6 Kecepatan Sudut Absolut keluar impeler ( W2)

W2 =

2 2 sinβ r V = 83 , 22 sin 017 , 5


(72)

= 12,93 m/s

4.3.3.7 Kecepatan Absolut aliran keluar ( V2)

V2 =

2 2

sinα

r V

= 0

57 , 18 sin

017 , 5

= 15,777 m/s

Setelah didapat harga-harga diatas maka polygon kecepatan keluar impeler dapat digambarkan seperti gambar 4.4 berikut ini :

Gambar 4.5 Segitiga kecepatan pada sisi keluar Keterangan gambar :

V2 = komponen absolute keluar impeler

Vu2 = komponen tangensial kecepatan absolute keluar impeler W2 = kecepatan relative keluar impeler

U2 = kecepatan tangensial keluar impeler

α2 = sudut absolute keluar impeler


(73)

4.3.4. Perencanaan Sudu Impeler

Perencanaan sudu impeler merupakan hal penting dalam perencanaan pompa, karena hal ini mempengaruhi performansi yang dihasilkan pompa yang akan dirancang. Sudu tidak boleh dibuat terlalu panjang karena akan menambah atau memperbesar kerugian gesek. Faktor yang utama yang mempengaruhi pemilihan sudu adalah sudut β2. Berdasarkan hasil perhitungan, sudut β2 = 22,83 0 lebih kecil dari 900. Tipe sudu yang direncanakan adalah sudu yang membengkok ke belakang [Fritz Dietzel, hal 258]. Sudu-sudu haruslah sedemikian rupa sehingga dapat memberikan pengarahan yang baik pada fluida. Jumlah sudu yang terlalu banyak akan menyebabkan kerugian gesek yang besar, dan impeler ini tidak menggunakan sudu – sudu pengarah [Fritz Dietzel, hal 262].

4.3.4.1. Jumlah Sudu (Z)

Jumlah sudu yang dapat dihitung dengan rumus :

Z = 6,5 ...(lit 2 hal 255) Dimana ;

d2 = diameter luar impeler = 169,77 mm d1 = diameter sisi masuk impeler = 82 mm

β1 = sudut tangensial sisi masuk impeler = 21,62 0

β2 = sudut tangensial sisi keluar impeler = 22,83 0 maka :

Z = 6,5

    − + 82 77 , 169 82 77 , 169 . sin     + 2 83 , 22 62 , 21


(74)

= 18,64 . 0,37

= 6,89 = 7 buah sudu

4.3.4.2. Jarak Antara Sudu Impeler

Jarak tiap sudu dapat ditentukan dengan rumus berikut :

S = ...(lit 2 hal 255) Dimana :

d = diameter impeler

= diameter sisi masuk(d1)= 82 mm = diameter sisi keluar (d2) = 169,77 mm Z = jumlah sudu (Z = 7)

Maka :

Untuk sisi masuk : S1 = 7

82 .

π = 36,78 mm

Untuk sisi keluar : S2 = 7

77 , 169 .

π = 76,15 mm

4.3.4.3. Tebal Sudu (t)

Tebal sudu dapat ditentukan dengan persaman berikut :

t = ...(lit 10 hal 103) dimana : t = tebal sudu

d = diameter impeler, untuk sisi masuk = 74 mm dan untuk sisi keluar = 253 mm.

ε = faktor kontsruksi, untuk sisi masuk (ε1) = 0,8 dan untuk sisi


(75)

β = sudut tangensial, untuk sisi masuk (β1) = 21,62 0, untuk sisi `

keluar (β2) = 22,83 0 Z = jumlah sudu = 7 buah Maka :

Tebal sudu masuk (t1) adalah :

t1 =

7 62 , 21 sin ) 8 , 0 1 ( 82 . − π

= 2,707 mm Tebal sudu sisi keluar (t2) adalah :

t2 =

7 83 , 22 sin ) 9 , 0 1 ( 77 , 169 . − π

= 2,955 mm

Dan berdasarkan hasil dari perhitungan tebal dari sudu impeler ini, maka bahan yang digunakan untuk impeler ini adalah perunggu [Fritz Dietzel, hal 253].

4.3.5. Melukis Bentuk Sudu

Ada dua metode yang digunakan dalam melukis bentuk sudu, yaitu : 1. Metode arcus tangent

2. Metode koodinat polar

Dalam melukis bentuk sudu sering digunakan metode arcus tangent, yaitu dengan membagi-bagi impeler beberapa ruang konsentris diantara jari-jari R1 dan R2.

Jarak masing-masing lingkaran adalah :


(76)

Dimana :

R1 = jari-jari lingkaran sudu sisi masuk impeler = d1 / 2 = 82/2 = 41 mm

R2 = jari-jari lingkaran sudu sisi keluar = d2/2 = 169,77/2 = 84,89 mm

i = jumlah bagian yang dibentuk oleh lingkaran konsentris direncanakan 4 bagian.

Maka diperoleh :

R = 4 41 89 , 84 −

= 10,97 mm

Perubahan besar sudut kelengkungan ( ) terhadap perubahan R adalah :

= 4 62 , 21 83 , 22 −

= 0,3025 0

Jari-jari kelengkungan busur pada setiap lingkaran dapat dihitung dengan persamaan : ρ = ) cos cos ( 2 2 2 i i o o i o R R R R β β −−

Dimana :

i = menyatakan lingkaran bagian dalam o = menyatakan lingkaran bagian luar

Harga-harga setiap jari-jari busur dan sudut pada setiap bagian lingkaran yang membentuk sudu impeler dihitung dan ditabelkan pada tabel 4.2. berikut :


(1)

Lampiran 3 : Koefisien kerugian gesek pada kelengkapan pipa

Sumber : Lobanoff, Val S., Robert R. Ross. Centrifugal Pumps : Design and Application, 2nd edition, Butterworth – Heinemann, Amerika Serikat,


(2)

Lampiran 4 : Koefisen kerugian gesek pada kelengkapan sambungan pipa Sumber : Lobanoff, Val S., Robert R. Ross. Centrifugal Pumps : Design

and Application, 2nd edition, Butterworth – Heinemann, Amerika Serikat, 1985.


(3)

Lampiran 5 : Kerugian gesek pada katup pompa

Sumber : Karasik, Igor J., William C. Krutzsc, Warren H. Frase, Joseph

Messina. Pump Handbook, 3rd edition, Mc Graw Hill, Amerika Serikat, 2001.


(4)

Lampiran 6 : Koefisien gesek pada pipa

Sumber : Karasik, Igor J., William C. Krutzsc, Warren H. Frase, Joseph

Messina. Pump Handbook, 3rd edition, Mc Graw Hill, Amerika Serikat, 2001.


(5)

Lampiran 7 :Ukuran – ukuran nominal pipa

Sumber : Nayyar, Mohinder L. Piping Handbook, 7th edition, Mc Graw Hill, Amerika Serikat, 2000.


(6)

Lampiran 8