Tinjauan Umum tentang Toleransi

40 setiap harinya seperti film, lagu, novel dan sebagainya. 43 Mekanisme kerja mitos dalam suatu ideologi adalah apa yang disebut Barthes sebagai naturalisasi sejarah. Suatu mitos akan menampilkan gambaran dunia yang seolah terberi begitu saja alias alamiah. Nilai ideologis dari mitos muncul ketika mitos tersebut menyediakan fungsinya untuk mengungkap dan membenarkan nilai-nilai dominan yang ada dalam masyarakat. Dalam mitos terdapat pola tiga dimensi, yaitu penanda, petanda, dan tanda yang dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya.Jadi, mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. 44 Kalau kita memperhatikan kerangka berpikir Barthes, kita pasti akan menyimpulkan bahwa mitos adalah sejenis konotasi. Dari skema yang diberikan Barthes, kita melihat bahwa sistem tanda tingkat pertama dijadikan signifier baru bagi sistem tanda tingkat kedua. Dengan kata lain, tanda denotatif sebagai tanda tingkat pertama yang terdiri atas penanda dan petanda, pada saat bersamaan tanda denotatif juga menjadi penanda bagi tanda konotatif.

C. Tinjauan Umum tentang Toleransi

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata “toleran” Inggris: tolerance; Arab: tasamuh yang berarti batas ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan. 45 Secara etimologi, 43 Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi,h. 101. 44 Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 91. 45 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka,2001. 41 toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada.Sedangkan menurut istilah terminologi, toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang menghargai, membiarkan, membolehkan pendirian pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya. 46 Toleransi berarti endurance atau ketabahan, yang bukan hanya menunjuk pada sikap membiarkan orang lain hidup di sekitar kita tanpa larangan dan penganiayaan. Toleransi dalam artian seperti ini khususnya di bidang agama menunjuk pada kerelaan dan kesediaan untuk memasuki dan memberlakukan agama lain dengan penuh hormat dalam suatu dialog dengan orang lain secara terus menerus tanpa perlu dipengaruhi oleh pendapat lain dalam dialog tersebut. 47 Jadi, toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain. Dari kajian bahasa di atas, toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama.Ini semua merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan.Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13: 46 Binsar A. Hutabarat, Kebebasan Beragama VS Toleransi Beragama,www.google.com, diakses tanggal 30 Desember 2010, jam 15.07 WIB. 47 Victor I. Tanja,Pluralisme Agama dan Problema Sosial. Diskursus Teologi Tentang Isu-Isu Kontemporer. Jakarta: PT Pustaka CIDESINDO, 1998. 42                        “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di ant ara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. 48 Toleransi dalam beragama bukan berarti kita hari ini boleh bebas menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang lain atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk sistem, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing. Bahwa prinsip menganut agama tunggal merupakan suatu keniscayaan. Tidak mungkin manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama, atau mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu, al- Qur‟an menegaskan bahwa umat islam tetap berpegang teguh pada sistem ke- Esaan Allah secara mutlak, sedangkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkannya sendiri. Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan tentang prinsip 48 Al Qur‟an dan Terjemahannya, h. 845. 43 dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga tidak perlu saling hujat menghujat. Jalinan persaudaraan dan toleransi antara umat beragama sama sekali tidak dilarang oleh Islam, selama masih dalam tataran kemanusiaan dan kedua belah pihak saling menghormati hak-haknya masing-masing QS. Al-Mumtahanah: 8:                        “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang- orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu.Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang berlaku adil”. 49 Mengenai sistem keyakinan dan agama yang berbeda-beda, al- Qur‟an menjelaskan pada ayat terakhir surat Al-Kafirun.  “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”. 50 Ayat tersebut mengandung arti, agamamu khusus buatmu saja dan tidak boleh dipaksakan kepadaku, dan agamaku khusus buatku dan aku tidak akan memaksakannya kepadamu. Dapat disimpulkan bahwa pernyataan “lakum diinukum wa liya diin” merupakan manifesto qur‟anik tentang pentingnya saling mengahrgai, saling 49 Al- Qur‟an dan Terjemahannya, h. 924. 50 Ibid, h. 1112. 44 menghormati mutual respect antarpenganut agama-agama yang beragam.Pernyataan ini pula mencerminkan bahwa keyakinan bukanlah sesuatu yang dapat dipaksakan, keyakinan agama bukan wilayah negosiasi dan kompromi, dan bergatung pada pilihan pribadi. 51

D. Tinjauan Umum tentang Cinta