Analisis semiotik film 3 hati dua dunia satu cinta

(1)

ANALISIS SEMIOTIK

FILM

3 HATI DUA DUNIA SATU CINTA

Skripsi

DiajukanuntukMemenuhi Salah SatuPersyaratanMemperoleh GelarSarjanaSosial Islam (S.Sos.I)

Oleh Sinthiani NIM: 107051102569

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i ABSTRAK

Nama : Sinthiani

NIM : 107051102569

Jurusan : Konsentrasi Jurnalistik

Skripsi : Analisis semiotik terhadap film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta. Film adalah karya seni yang sarat dengan simbol-simbol yang di dalamnya terkandung makna tertentu. Film merupakan salah satu media komunikasi massa

audiovisual yang mampu mempengaruhi jiwa manusia, dimana penontonnya seakan menyaksikan langsung bahkan seolah-olah ikut terlibat pada peristiwa yang terjadi dalam sebuah film. Film umumnya dibangun oleh banyak tanda, tanda- tanda termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan.

Studi ini merupakan sebuah upaya untuk menemukan makna semiotik di balik film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta. Secara umum, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif untuk meneliti film ini. Metode kualitatif memungkinkan penulis mengkaji film secara lebih mendalam untuk menggali makna yang tersirat dalam berbagai simbol, kode, dan seluruh adegan yang hendak digunakan sebagai objek penelitian.

Beberapa pertanyaan yang selanjutnya mengarahkan penulis antara lain : Bagaimana makna film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta berdasarkan analisis semiotik Roland Barthes? Bagaimana makna teks judul dari film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta?

Penulis akan menganalisisnya dengan menggunakan pendekatan semiotik yang dikembangkan oleh pemikir Perancis, Roland Barthes. Pendekatan semiotik ala Roland Barthes ini memberi titik tekan pada makna denotatif, konotatif, dan mitos. Makna denotatif adalah interaksi antara signifier dan signified dalam sign, dan antara sign dengan objek dalam realitas. Makna konotatif adalah interaksi yang muncul ketika sign bertemu dengan perasaan atau emosi pembaca/pengguna dan nilai-nilai budaya mereka. Makna menjadi subjektif atau intersubjektif. Sedangkan mitos dalam pengertian Roland Barthes adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial (yang sebelumnya arbitrer atau konotatif) sebagai sesuatu yang dianggap alamiah.

Studi ini berangkat dari keyakinan penulis tentang kekayaan nilai-nilai moral ke-Islaman dalam film ini. Banyak adegan yang dengan jelas menunjukkan nilai moral Islami yang menunjukkan sikap toleransi antar agama yang pada saat ini seakan hilang. Nilai-nilai inilah yang akan penulis gali lebih dalam dengan menggunakan pendekatan semiotik ala Roland Barthes.


(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir penulisan skripsi ini. Berkat pertolongan serta nikmat-Nya, penulis mampu melalui rintangan dan cobaan saat mengerjakan skripsi ini.

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada yang tersayang, penyeru kebenaran, pembawa keberkahan Rasulullah SAW, beserta keluarga, sahabatnya dan semoga kita istiqomah menjadi umatnya sampai hari kiamat. Amin.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan, dorongan dan doa dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Bapak Drs. Mahmud Jalal, M.A selaku Pembantu Dekan Bidang Kepegawaian. Bapak Drs. Studi Rizal, LK M.A selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Ibu Rubiyanah, M.A selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Ibu Ade Rina Farida, M.Si selaku sekretaris Konsentrasi Jurnalistik.


(4)

3. Bapak Dr. Suhaimi M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu bersedia memberikan masukan yang sangat bermanfaat dalam menyusun skripsi ini.

4. Segenap Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu serta berbagai macam pengalaman selama menuntut ilmu.

5. Segenap staff perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Orang tua tercinta, Ayahanda Alm. Muhammad Dimyathie AW.BA dan Ibunda Nurlela yang dengan ketulusan hati memberikan dorongan moral maupun materil serta iringan doa kepada penulis untuk menuntut ilmu sampai saat ini, semoga Allah SWT merahmati dan hanya Dialah yang mampu membalas segala jasa besarmu.

7. Kakak-kakakku, Ka Diana, Bang Win, Ka Isti, Bang Fahmi, Ka Lili, A Hendra, Ka Uul, Ka Icha yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada Mas Benni Setiawan selaku sutradara dan penulis skenario Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, terima kasih atas waktu yang diberikan untuk menjawab semua pertanyaan yang membantu penulis dalam menyusun skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(5)

iv

9. Kepada PSM UIN JAKARTA yang banyak memberikan pelajaran dan pengalaman tentang kehidupan. Teman-teman seperjuangan di PSM UIN JAKARTA “INFINITO” (Boshy, Ka Sopic, Tutti, Emay, Bishop, Tetha, Sumbu, Gamut, Dawul, Lasnot, Tubu, Harpa, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu). Teman-teman dari Unit Kegiatan Mahasiswa lainnya (RIAK, ARKADIA, FORSA, TEATER SYAHID, KALACITRA, RANITA, dll).

10. Teman-teman Jurnalistik 2007 yang sama-sama berjuang, Lola, Silvia, Nunu, Nana, Nia, Jeto, Ika, Ririn, Cahya, Era, Ajat, Taufik, Dodo, Dita, Alan, Zahra, Mawa, Yanti, Admiral, Helmi, Anay dan semua teman kelasku.

11. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik materi maupun imateri sehingga penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik.

Hanya ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya yang dapat penulis haturkan kepada semua pihak yang telah turut mendukung dan membantu dalam penulisan skripsi ini. Mudah-mudahan Allah SWT membalas segala budi baik dan bantuan semua pihak yang telah diberikan kepada penulis.

Jakarta, Juni 2011


(6)

(7)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ……….. . v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ……….7

1. Segi Akademis ……… . 7

2. Segi Praktis ……….. 7

E. Metodologi Penelitian ... 8

1. Pendekatan Penelitian ... 8

2. Jenis Data ... 8

3. Subjek dan Objek Penelitian ... 9

4. Teknik Pengumpulan Data ... 9

5. Teknik Analisis Data ……… .... 10

6. Teknik Penulisan………13

F. Tinjauan Pustaka……….13

G. Sistematika Penulisan ……… ... 14

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum tentang Film ……….. .17

1. Pengertian Film ……….. .17

2. Sejarah dan Perkembangan Film ………..18

3. Jenis Film ……… .21

4. Unsur-Unsur Pembentuk Film ……… .23

5. Struktur dalam Film ……….. . .24

6. Sinematografi ……….. .27


(8)

vi

C.Tinjauan Umum tentang Toleransi………... 40

D.Tinjauan Umum tentang Cinta………. 44

BAB III PROFIL FILM 3 HATI DUA DUNIA SATU CINTA

A. Sekilas tentang Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ……….. ..50 B. Sinopsis Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ………. ..53

C. Profil Benni Setiawan ……… .. ..54

D. Profil Pemeran Utama Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ………… 54 E. Karakter Pemain Film Hati Dua Dunia Satu Cinta ……….61 F. Tim Produksi dan Para Pemain Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ...62

BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA FILM 3 HATI DUA DUNIA SATU CINTA

A. Makna Denotasi, Konotasi dan Mitos ……… . .64 1. Indonesia sebagai Bangsa yang Relijius ……… .66

2. Antara “Tradisi dan Agama” ………74

3. Rosyid : Sosok Pemuda Muslim yang Ideal ……… .. .84

4. Cinta Beda Agama ……….. ... .91

B. Analisis Makna Judul Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ……….. 108 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 113 B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118 LAMPIRAN


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belakangan ini, agama adalah sebuah nama yang terkesan membuat gentar, menakutkan, dan mencemaskan. Agama di tangan para pemeluknya sering tampil dengan wajah kekerasan. Dalam beberapa tahun terakhir banyak muncul konflik, intoleransi, dan kekerasan atas nama agama. Pandangan dunia keagamaan yang cenderung anakronostik (tidak menghargai sejarah) memang sangat berpotensi untuk memecah belah dan saling klaim kebenaran sehingga menimbulkan berbagai macam konflik. Fenomena yang juga terjadi saat ini adalah muncul dan berkembangnya tingkat kekerasan yang membawa-bawa nama agama (mengatasnamakan agama) sehingga realitas kehidupan beragama yang muncul adalah saling curiga mencurigai, saling tidak percaya, dan hidup dalam ketidak harmonisan.

Toleransi yang merupakan bagian dari visi teologi atau akidah Islam dan masuk dalam kerangka sistem teologi Islam, yang sejatinya harus dikaji secara mendalam dan diaplikasikan dalam kehidupan beragama karena ia adalah suatu keniscayaan sosial bagi seluruh umat beragama dan merupakan jalan bagi terciptanya kerukunan antar umat beragama.


(10)

Toleransi (Arab: tasamuh) adalah istilah dalam konteks sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat.1 Dalam bahasa latin, toleransi disebut dengan

tolerare, yang berarti membiarkan mereka yang berpikiran lainatau berpandangan lain tanpa dihalang-halangi.2 Contohnya adalah toleransi beragama, dimana penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya.

Toleransi menggambarkan sikap saling menghormati dan saling bekerjasama di antara kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda baik secara etnis, bahasa, budaya, politik, maupun agama. Toleransi merupakan konsep agung dan mulia yang sepenuhnya menjadi bagian organik dari ajaran agama-agama, termasuk agama Islam.

Dalam Islam, toleransi memiliki konsep yang jelas. Toleransi dalam Islam merupakan bagian integral dari Islam itu sendiri. Menurut ajaran Islam, toleransi bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap alam semesta, binatang, dan lingkungan hidup. Dengan makna toleransi yang luas semacam ini, maka toleransi antar-umat beragama dalam Islam memperoleh perhatian penting dan serius. Apalagi toleransi beragama adalah masalah yang menyangkut eksistensi keyakinan manusia terhadap Allah SWT. Ia begitu sensitif, primordial, dan mudah membakar konflik sehingga menyedot perhatian besar dari Islam.

1

http://id.wikipedia.org/wiki/Toleransi, di akses tanggal 21/11/2010. 11.57 WIB.

2

Elza Peldi Taher, ed.Merayakan Kebebasan Beragama, Bunga Rampai 70 Tahun Djohan Effendi. (Jakarta: Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), 2009) h. 80.


(11)

3

Namun, toleransi beragama menurut Islam bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini adalah dalam pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar.3 Inilah esensi toleransi di mana masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya.

Film merupakan produk komunikasi massa yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia. Kerjanya ibarat jarum hipodermik atau peluru yang banyak dicetuskan oleh pakar ilmu komunikasi, dimana kegiatan mengirimkan pesan sama halnya dengan tindakan menyuntikkan obat yang dapat langsung merasuk ke dalam jiwa penerima pesan4.

Film dapat dikatakan sebagai media komunikasi yang unik dibandingkan dengan media lainnya, karena sifatnya yang bergerak secara bebas dan tetap, penerjemahannya langsung melalui gambar-gambar visual dan suara yang nyata, juga memiliki kesanggupan untuk menangani berbagai subyek yang tidak terbatas ragamnya. 5 Berkat unsur inilah, film merupakan salah satu bentuk seni alternatif yang banyak diminati masyarakat, karena dapat mengamati secara saksama apa yang memungkinkan ditawarkan sebuah film melalui peristiwa yang ada di balik

3

http://www.annaba-center.com/main/kajian/detail.php?detail=20090312204755, diakses tanggal 21/11/2010. Jam 12.15 WIB

4

Morrisan, Media Penyiaran:Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Tangerang:Ramdina Prakarsa,2005),h.12.

5

Adi Pranajaya. Film dan Masyarakat Sebuah Pengantar, ( Jakarta, BPSDM Citra Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, 2000), h. 6.


(12)

ceritanya. Yang tak kalah pentingnya, film juga merupakan ekspresi atau pernyataan dari sebuah kebudayaan.

Film dibuat dengan tujuan tertentu kemudian hasilnya tersebut ditayangkan untuk dapat ditonton oleh masyarakat dengan peralatan teknis. Karakter psikologisnya khas bila dibandingkan dengan sistem komunikasi interpersonal, seperti bahwa film bersifat satu arah. Bahkan bila dibandingkan dengan jenis komunikasi massa lainnya, film dianggap jenis yang paling efektif.

Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Hassanudin, Anwar Arifin dan Azwar Hasan mengatakan, bahwa dari sudut pandang teori komunikasi, khususnya filmologi, diakui bahwa film sangat potensial untuk mempengaruhi perilaku penonton. Hal ini disebabkan kekuatan dan keunikannya sebagai media efektif yang mengantar pesan secara mengesankan. Kekuatan pengaruhnya, mampu menggiring penonton pada situasi identifikasi optik dan identifikasi psikologik.6

Film saat ini sudah menjadi keseharian dalam kehidupan modern umat manusia di dunia. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, menonton film menjadi sangat mudah didapatkan. Setiap hari bahkan setiap jam, kita dapat menyaksikan berbagai film, baik itu melalui televisi, gedung-gedung bioskop, VCD, DVD, hingga internet yang tersebar di mana-mana. Bahkan kini telah hadir Indovision yang beberapa stasiun televisinya hanya menyuguhkan film

6

Anwar Arifin dan Azwar Hasan, “Pemberdayaan Perfilman Indonesia. Suatu Upaya

Memahami Realitas Masyarakat Indonesia” dalam Apresiasi Film Indonesia 2 (Jakarta: Direktorat Pembinaan Film dan Rekaman Video Departemen Penerangan RI, 1997), h. 74.


(13)

5

sebagai program acara setiap harinya. Oleh karenanya saat ini sepertinya film mustahil dipisahkan dari kehidupan manusia, termasuk anak-anak.

Namun menjadikan film sebagai media pendidikan tentunya harus bisa menyesuaikan bagaimana pesan pendidikan yang disampaikan dapat diterima oleh audiensnya tanpa terasa menggurui. Hal inilah yang telah dilakukan oleh seorang sutradara sekaligus penulis skenario Indonesia yang bernama Benni Setiawan. Ia membuat sebuah film motivasi tentang toleransi beragama yang sangat memikat, yaitu 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta. Film yang di produseri oleh Putut Widjanarko, dan di produksi oleh Mizan ini, bercerita mengenai sepasang kekasih dengan perbedaan prinsip agama, sang lelaki adalah keturunan Arab yang keluarganya masih memegang tradisi ke-Islaman dan juga ke-Araban yang kuat. Sang perempuan, Manado Khatolik dari keluarga yang taat. Mereka berencana untuk menikah, namun kedua orang tua mereka menentang keras. Orang tua mereka tidak setuju, karena menurut keyakinan yang dianut, menikah beda agama tidak legal, alias haram. Tetapi, sepasang kekasih itu terus berusaha mencari jalan agar cinta mereka menyatu.

Pesan utama yang ingin diangkat dalam film ini tentang toleransi beragama dan kesadaran untuk menjaga keragaman etnik di Indonesia, serta mengutamakan keluarga dalam urusan apapun.

Sebagai tontonan, film ini cukup komprehensif karena selain mengusung topik perbedaan keyakinan, di dalamnya ada pesan dan kritik tersirat yang diangkat dari kondisi masyarakat saat ini.


(14)

“Di saat Indonesia menghadapi problem terkait soal toleransi, film

produksi Mizan Productions ini menjawab keresahan tersebut. Ini nilai lebih yang membuat film ini layak ditonton semua kalangan dari berbagai agama dan etnik,”

ungkap Bachtiar Effendy, Intelektual Muslim dalam diskusi Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.7

Dari masalah yang terlihat sepele inilah akan muncul masalah-masalah lain dan akhirnya banyak hikmah dan pesan-pesan yang bisa dipetik dari adegan yang secara natural diperankan oleh para pemainnya.

Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka peneliti bermaksud menyusun skripsi dengan judul Analisis Semiotik Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, karya Benni Setiawan.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan oleh penulis di atas, maka penulis membatasi penelitian pada pesan tanda atau simbol yang mengandung aspek toleransi beragama dan yang berhubungan dengan cinta yang ada pada film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta karya Benni Setiawan. menggunakan analisis semiotik model Roland Barthes, karena menurut Barthes semua objek kultural dapat diolah secara tekstual. Dengan demikian, semiotik dapat meneliti bermacam-macam teks seperti berita, film, fashion, fiksi, dan drama.8

7

Bachtiar Effendy, dalam diskusi film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, bertajuk “Merawat

Keberagaman Indonesia” di Cinema XXI, Pondok Indah Mall Jakarta, pada 10 Juli 2010.

8

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-4, h. 123


(15)

7

Sedangkan rumusan masalah yang diangkat pada penelitian skripsi ini adalah :

1. Bagaimana makna film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta berdasarkan analisis semiotik Roland Barthes?

2. Bagaimana makna teks judul film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta? C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemikiran dan permasalahan di atas, Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk memahami makna denotasi, konotasi dan mitos dalam film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes.

2. Untuk memahami apa makna teks dari judul film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.

D. Manfaat Penelitian 1. Segi Akademis

Di harapkan dapat memberikan kontribusi yang baik dan positif pada khazanah keilmuan dalam bidang dakwah melalui media massa, khususnya tentang penelitian analisis semiotika film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta sebagai media dakwah melalui media massa yaitu film.

2. Segi Praktis

Untuk menambah wawasan bagi praktisi komunikasi dan dakwah tentang pentingnya pemanfaatan segala bentuk media yang ada sebagai alat bantu atau


(16)

media dakwah. Juga setiap muslim bisa ikut berperan aktif dalam pengembangan tugas dakwah, tidak terkecuali para seniman sastra yang mementingkan nilai toleransi beragama yang mengutamakan cinta kasih sayang sebagai suatu kebersamaan yang indah. Dan juga penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pemikiran serta pengetahuan mengenai simbol-simbol dan tanda-tanda dibalik sebuah film. Serta dapat menghargai sinema Indonesia dan lebih kritis dalam memilih film yang bermutu.

E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif, dimana hasil temuan akan dideskripsikan kemudian ditinjau kembali untuk dianalisis dari hasil pengamatan lapangan dan penelusuran pustaka. Sedangkan taraf analisis dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan penjelasan yang lebih rinci terkait dengan rumusan masalah. Metode deskriptif kualitatif adalah proses pencarian data untuk memahami masalah sosial yang didasari pada penelitian yang menyeluruh (holistic).

2. Jenis Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi dalam dua kategori yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti, seperti wawancara langsung, dan ini merupakan sasaran utama dalam penelitian ini, sedangkan sumber data sekunder digunakan untuk


(17)

9

diaplikasikan guna mempertajam analisis data primer, yaitu sebagai pendukung dan penguat data primer dalam penelitian.

Sumber Data Primer:

Yaitu data yang diperoleh dari hasil analisis semiotik tiap adegan yang mengandung makna pesan toleransi beragama yang terdapat dalam film “3 Hati, Dua Dunia, Satu Cinta”. Dan juga diperoleh dari wawancara dengan sutradara film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, karya Benni Setiawan.

Sumber Data Sekunder:

Yaitu data bersumber pada berbagai referensi seperti buku, film, media internet, dan terbitan lain yang ada relevansinya dengan masalah penelitian.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta karya Benni Setiawan. Dan objek penelitian ini adalah scene dalam film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta yang berkaitan dengan rumusan masalah dalam penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun tahapan-tahapan dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode sebagai berikut:

a. Observasi atau Pengamatan yaitu metode pertama yang digunakan dalam penelitian ini dengan melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.9 Di sini penulis membaca dan memahami isi pesan dan makna dari tanda atau simbol

9

Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) Cet. Ke-1


(18)

yang ada pada film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ini. Setelah itu penulis mengutip kemudian mencatat dialog-dialog ataupun paragraf yang mengandung pesan pada film ini untuk dijadikan sebagai

codingsheet, yakni rangkaian pencatatan lambang atau pesan secara sistematis untuk kemudian diberikan interpretasi.

b. Metode wawancara (interview) adalah metode pengumpulan data dengan melakukan komunikasi tatap muka (face to face) antara peneliti dan sumber penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan Benni Setiawan sebagai sutradara dari film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.

c. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku-buku yang menunjang penulisan skripsi ini, internet dan lain sebagainya.

Langkah selanjutnya ialah mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil pemilihan dialog, wawancara, serta dokumnetasi. Lalu mengolah hasil temuan atau data dan meninjau kembali data yang telah terkumpul. Seluruh data tersebut nantinya akan dipaparkan dengan didukung oleh beberapa hasil temuan studi pustaka yang kemudian dianalisis.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotik yang bersifat kualitatif. Secara sederhana semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan


(19)

konvensi-11

konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut berarti. Semiotik adalah studi tentang bagaimana bentuk-bentuk simbolik diinterprestasikan. Kajian ilmiah mengenai pembentukan makna.10 Secara substansial, semiotika adalah kajian yang

concern dengan dunia simbol.

Semiotik memecah-mecah kandungan teks menjadi bagian-bagian, dan menghubungkan mereka dengan wacana-wacana yang lebih luas. Sebuah analisis semiotik menyediakan cara menghubungkan teks tertentu dengan sistem pesan dimana ia beroperasi. Hal ini memberikan konteks intelektual pada isi: ia mengulas cara-cara beragam unsur teks bekerja sama dan berinteraksi dengan pengetahuan kultural kita untuk menghasilkan makna.11

Metode ini memperkaya pemahaman kita terhadap teks, sebagai sebuah metode, semiotik bersifat interpretatif, dan konsekuensinya sangat subjektif. Namun hal ini tidak mengurangi nilai semiotik karena semiotik adalah ilmu tentang memperkaya pemahaman kita terhadap teks12. Peneliti menggunakan metode semiotik model Roland Barthes. Di sini tanda dimaknai secara denotasi dan konotasi tanpa mengesampingkan mitos yang ada, untuk memperoleh gambaran atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh dan mencakup permasalahan yang diteliti. Ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut menjadi mitos.

10

James Lull, Media Komunikasi, Kebudayaan: Suatu Pendekatan Global, (Terj). A. Setiawan Abadi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997), cet. Kel-1, h. 232

11

Jane Stokes, How To Do Media and Cultural Studies, (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2006), h. 77.

12


(20)

Dalam proses penelitian, tahap pertama yang dilakukan adalah tahap pemilihan tanda, yang dilakukan setelah peneliti mengamati secara keseluruhan adegan dalam film tersebut. Peneliti akan mereduksi film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta menjadi miteme-miteme (sign) yang membentuknya. Proses pereduksian teks film hingga menjadi miteme ini didasarkan pada tanda-tanda dominan yang mampu merepresentasikan makna toleransi antar umat beragama dalam film tersebut.

Tahap kedua, yaitu tahap analisis tanda. Tahap ini difokuskan pada usaha mengidentifikasi sistem penanda tingkat pertama dan tingkat kedua, serta mengidentifikasi kode-kode sinematik dan tata bahasa film apa saja yang digunakan dalam membentuk sistem penanda tersebut.

Langkah selanjutnya, peneliti berusaha menentukan makna denotasi dan konotasi film tersebut. Dalam tahap menentukan denotasi dan konotasi, yang peneliti lakukan terlebih dahulu adalah tanda-tanda apa saja yang diidentifikasikan sebagai sebuah nilai yang mengandung makna toleransi beragama yang terdapat dalam film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.

Satu persatu tanda tersebut dijabarkan dalam tahap denotasi. Dalam tahap denotasi ini, peneliti menjelaskan apa saja yang menjadi penanda, petanda, dan tanda dalam setiap tanda film tersebut yang merepresentasikan makna toleransi beragama. Penjelasannya dijabarkan dalam tabel visual berupa cut dari adegan, transkrip dialog, dan jenis-jenis shot.

Setelah tahap penentuan sistem pemaknaan tingkat pertama (denotasi), peneliti melakukan analisis tanda. Disini, peneliti memfokuskan pada shot, yaitu


(21)

13

shot yang menjelaskan situasi, kondisi, ekspresi para tokoh, dan lingkungan sekitar.

Masuk pada tahap penentuan konotasi, peneliti melakukan pengamatan pada bentuk, konsep, dan penandaan. Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah identifikasi mitos nilai-nilai toleransi beragama. Bagi Barthes, mitos merupakan cara berpikir suatu kebudayaan tentang sesuatu, cara mengkonseptualisasikan atau memahami sesuatu. Menurut Barthes, mitos adalah sebuah kisah (a story) yan melaluinya sebuah budaya mejelaskan dan memahami beberapa aspek dari realitas. Mitos membantu kita untuk memaknai pengalaman-pengalaman kita dalam satu konteks budaya tertentu. Berdasarkan analisis terhadap kedua tanda dominan tersebut ditemukan makna-makna konotatif sebagai wujud dari sebuah mitos.

6. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi, Tesis, dan Disertasi” yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Tinjauan Pustaka

Dalam menentukan judul skripsi ini penulis sudah mengadakan tinjauan pustaka, ternyata penulis belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang meneliti tentang judul ini. Hanya saja ada beberapa skripsi mahasiswa/i yang hampir serupa, diantaranya yaitu:


(22)

A Mighty Heart disusun oleh Rizky Akmalsyah, mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik UIN Jakarta NIM:106051102939 Tahun: 2010. Dalam penelitian tersebut objek yang diteliti adalah film A Mighty Heart dengan menggunakan metode semiotika Roland Barthes.

Analisis Semiotik Film 3 Doa 3 Cinta disusun oleh Fikri Ghazali, mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta. NIM: 206051003915, Tahun : 2010. Dalam penelitian tersebut objek yang adalah setiap adegan yang mengandung pesan moral dalam film “3 DOA 3 CINTA” dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes. Simbol-simbol itu pada film dipresentasikan melalui penampilan (appearance) perilaku tokoh dalam film.

Analisis Semiotik Film Animasi Upin dan Ipin disusun oleh Akhmad Bayhaki, mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Jakarta NIM : 105051001885 Tahun : 2009. Dalam penelitian tersebut objek yang diteliti adalah cerita dalam film animasi Upin dan Ipin dengan menggunakan metode semiotika John Fiske.

Dari beberapa skripsi tersebut maka penulis mengambil kesimpulan bahwa belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang Analisis Semiotika film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta di UIN Syahid Jakarta. Oleh karena itu penulis menggunakan analisis semiotika untuk film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta ini


(23)

15

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan terarah maka penulis membagi pembahasannya ke dalam lima bab yang dibagi ke dalam sub-sub bab sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pendahuluan ini menguraikan secara singkat mengenai alasan pemilihan judul, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Bab ini menerangkan tentang konsep dan pengertian semiotika secara etimologis dan terminologis, pengertian film, film sebagai media dakwah, tinjauan umum tentang toleransi beragama, dan tinjauan umum tentang cinta.

BAB III: SEKILAS TENTANG FILM 3 HATI DUA DUNIA SATU

CINTA

Pada bab ini berisikan tentang konsep dasar pembuatan film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, sinopsis film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, dan yang terakhir profil sutradara film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.

BAB IV: ANALISIS SEMIOTIK FILM 3 HATI DUA DUNIA


(24)

Dalam bab ini menjelaskan tentang pesan dari tanda dan simbol yang mempunyai makna dari film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta, serta makna dari judul film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta.

BAB V: PENUTUP

Dalam bab akhir ini, penulis memberikan kesimpulan terhadap apa yang telah diteliti oleh penulis dalam karya ilmiah ini, serta memberikan saran-saran dan juga beberapa lampiran yang didapat oleh penulis.


(25)

17 BAB II

KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Umum tentang Film

1. Pengertian Film

Awalnya film berupa pita film yang memang digunakan untuk memproduksi sebuah gambar hidup.Namun dengan semakin majunya teknologi, era digital pun melibas seluloid/pita film.Film dapat diproduksi dengan format digital, disebarluaskan juga dalam bentuk digital.

Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie.Film, secara kolektif, sering disebut sinema. Pengertian secara harafiah film (sinema) adalah

Cinemathographie yang berasal dari Cinema + tho = phytos (cahaya) + graphie =

graph (tulisan = gambar = citra), jadi pengertiannya adalah melukis gerak dengan cahaya. Agar kita dapat melukis gerak dengan cahaya, kita harus menggunakan alat khusus, yang biasa kita sebut dengan kamera.1

Menurut UU Perfilman No 8 Tahun 1992, “film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunukasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid, pita video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sisten proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya”.2

1

Oleh Galih, http://bahasfilmbareng.blogspot.com/2008/04/pengertian-film.html. Diakses tanggal 20 Januari 2010, jam 15.02 WIB

2

UU Republik Indonesia No 8 Tahun 1992 tentang perfilman. Bab 1, Pasal 1 Ayat 1. Departemen Penerangan RI.


(26)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian film secara fisik adalah selaput tipis yang terbuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop).3Sedangkan melalui kesepakatan sosial istilah film memperoleh arti seperti yang secara umum dipahami yaitu lakon (cerita) gambar hidup atau segala sesuatu yang berkaitan dengan gambar hidup.

Pengertian film kini juga diartikan sebagai sebuah genre dalam kesenian.Seni tari, seni musik, dan juga seni film.Karena didalam sebuah film atau rekaman gambar bergerak, kita dapat menemukan berbagai jenis seni yang direkam.Contoh dalam film ada seni artistik, dimana pengambilan gambarnya harus indah, bagus dan enak dipandang. Film adalah sebuah karya mengandung unsur keindahan dan membuat film juga dibutuhkan keahlian.Jadi, wajar saja bila pengertian film sudah dikaitkan dengan seni.

2. Sejarah dan Perkembangan Film

“Dialog haruslah menjadi satu suara di antara banyak suara, seperti sesuatu yang keluar dari mulut orang-orang yang matanya bercerita secara visual,” menurut Alfred Hitchcock (1899-1980).4

Foto bergerak pertama berhasil dibuat pada tahun 1877 oleh Eadweard Muybridge, fotografer Inggris yang bekerja di California.5Muybridge yang juga mahasiswa Stanford University mencoba membuat 16 foto atau frame kuda yang

3

Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan & Kebudayaan. (Jakarta: Balai Pustaka, 1997).

4

Marcel Danesi. Pengantar Memahami Semiotika Media(Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 133.

5


(27)

19

sedang berlari. Dari ke-16 foto kuda yang berlari ini, Muybridge mengatur sederetan kamera dengan benang tersambung pada kamera shutter. Ketika kuda berlari, ia akan memutus benang secara berurutan dan membuka masing-masing kamera shutter. Hasilnya, foto tersebut terlihat hidup dan berhasil menjadi foto bergerak pertama di dunia.Sekalipun pada saat itu teknologi perekam belum ada, Muybridge menggunakan kamera foto biasa untuk menghasilkan gerakan lari kuda. Dengan kata lain, diperlukan pengambilan gambar beberapa kali agar memperoleh gerakan lari kuda yang sempurna saat difilmkan. Sejarah mencatat peristiwa itu pada tahun 1878, dari sinilah ide membuat film muncul.6

Sejak saat itu, banyak orang berbondong-bondong mulai membuat foto bergerak dan bergulat untuk memperbaiki mesin proyektor.Marey salah satunya, penemu asal Perancis yang mampu membuat foto bergerak (progresif), sehingga dengan adanya kamera ini teknologi film dan fotografi mengalami kemajuan yang pesat.7 Selain itu, Thomas Alva Edison (1847-1931) “sang raja penemu”, juga sedang berkutat dalam pembuatan film sepanjang 15 detik yang merekam salah seorang asistennya ketika sedang bersin. Yang untuk pertama kalinya mengembangkan kamera citra bergerak pada tahun 1888.8Dan alat berbentuk kotak ini dinamakan kinetoscope (alat untuk memproyeksikan gerak), dan orang dapat mengintip melalui jendela kecilnya. Di dalamnya terdapat pita film enderos sepanjang 17 m, sehingga film yang sama dapat dilihat berulang kali.Penemuan

6News Display”

di akses pada 20 Januari 2010, jam 15.05 WIB, dari http://www.wikimu.com

7

Ibid.

8


(28)

ini banyak digemari, sampai orang-orang rela mengantri untuk bisa menikmatinya.9

Ketika itu, di Perancis, Lumiere bersaudara yaitu sang kakak Auguste, dan sang adik Louis (1862-1954), juga sedang berusaha keras menemukan film. Dan, pada tanggal 28 Desember 1895, Lumiere bersaudara akhirnya berhasil menemukan dan mempertunjukkan film mereka untuk pertama kali kepada masyarakat Paris.10 Salah satu film pertama yang diputar, durasinya sangat singkat, dan hanya bercerita tentang kereta api yang tiba di stasiun. Berlandasakan hal ini, para ahli sejarah sepakat menetapkan, bahwa pertunjukkan perdana Lumiere bersaudara saat itu, dideklarasikan sebagai hari kelahiran dunia perfilman.11

Kebanyakan sejarawan sinema menelusuri asal-usul film ke tahun 1896, ketika seorang pesulap asal Prancis, Georges Melies, membuat serangkaian film yang mengeksplorasi potensi naratif dari medium baru ini. Tahun 1900, Alfred Dreyfus, seorang perwira militer Prancis, memfilmkan Cinderella dalam 20 adegan. Kemudian, ia juga membuat film A Trip to the Moon (1902), film pendeknya ini menjadi terkenal dan dipertontonkan secara internasional. Meskipun saat ini hanya dilihat untuk memuaskan rasa ingin tahu, ia tetaplah menjadi penanda awal dari suatu bentuk seni yang saat itu belum dilahirkan.12

9

Seiichi Konishi & Keiji Nakamura, Penemuan Film, (Jakarta:Elex Media Komputindo, 2002), cet-1,h.21.

10

“Sejarah Film” oleh Kahirunnisa, diakses pada 20 Januari 2010, jam 15.10 WIB, dari

http://blogiehaha.blogspot.com/2008/09/sejarah-film-dunia-lumiere-vs-melies.html

11

Seiichi Konishi, Penemuan Film,h.22.

12


(29)

21

Masa keemasan film dimulai dari film animasi yang mendapatkan popularitas.Walt Disney membuat film kartun animasi pertama yang disinkronisasi dengan suara, Streamboat Willie (1928). Kemudian, siklus film horror klasik, seperti Dracula(1931), Frankenstein (1931), dan The Mummy

(1932), yang melahirkan serangkaian sekuel dan kembangan cerita yang berlangsung sepanjang 1930-an.13

3. Jenis Film

Ada tiga jenis film yang umum dikenal, yaitu film fitur, film dokumenter, dan film animasi yang secara umum dikenal sebagai film kartun.14

a. Film Fitur

Film fitur merupakan karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa narasi, yang dibut dalam tiga tahap, yaitu tahap praproduksi, tahap produksi dan tahap post-produksi.Tahap praproduksi merupakan periode ketika skenario diperoleh.Skenario bisa berupa adapatsi dari novel, cerita pendek, atau karya lainnya.Tahap produksi merupakan masa berlangsungnya pembuatan film berdasarkan skenario itu.Kemudian tahap post-produksi (editing) ketika semua bagian film yang pengambilan gambarnya tidak sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah yang menyatu.

13

ibid, h. 141.

14


(30)

b. Film Dokumenter

Film dokumenter merupakanfilm nonfiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya.

Film dokumenter (documentary film) didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of actuality)”. Berbeda dengan film berita yang merupakan kenyataan, maka

film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.

c. Film Animasi (Kartun)

Film Kartun (cartoon film) dibuat untuk dikonsumsi anak-anak. Tujuan utama dari film kartun adalah untuk menghibur. Walaupun tujuan utamanya adalah untuk menghibur, tapi terdapat pula film-film kartun yang mengandung unsur-unsur pendidikan didalamnya.

Animasi merupakan teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi.Pada masa kini, hampir semua film animasi dibuat secara digital dengan komputer.

Dalam buku Komunikasi Massa, suatu pengantar, karya Elvinaro Ardianto, menambahkan satu jenis film, yaitu film berita. Film berita atau

newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, maka film yang disajikan kepada publik harus mengandung nilai


(31)

23

berita (news value). Kriteria berita itu adalah penting dan menarik. Yang terpenting dalam film berita adalah peristiwanya terekam secara utuh.

4. Unsur-unsur Pembentuk Film

Film memang dibentuk oleh banyak unsur (audio dan visual), Secara teori unsur-unsur audio visual dalam film dikatagorikan ke dalam unsur naratif dan unsur sinematik.15 Dua unsur tersebut saling berinteraksi satu sama lain untuk membuat sebuah film.

Unsur naratif adalah materi atau bahan olahan, kalau dalam film yang dimaksud unsur naratif adalah penceritaannya, sementara yang dimaksud unsur sinematik adalah cara atau gaya seperti apa bahan olahan itu digarap.

Dalam film cerita unsur naratif adalah perlakuan terhadap cerita filmnya. Sementara unsur sinematik atau gaya sinematik merupakan aspek-aspek teknis pembentuk film.16

Unsur sinematik terdiri dari empat elemen pokok, yakni:

a. Mise-en-scene, yaitu segala hal yang berada di depan kamera. Ada empat elemen pentingnya, yaitu setting, tata cahaya, kostum, make up, akting, dan pergerakan pemain.

b. Sinematografi, yaitu perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan objek yang diambil.

15

Bambang Supriadi. Artikel diakses pada 23 Januari 2010, jam 12.41 WIB dari

http://ranabiru.blogspot.com/2010/02/unsur-unsur-pembentuk-film.html.

16


(32)

c. Editing, yaitu proses pemilihan, penyambungan transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya. Melalui editing struktur,ritme serta penekanan dramatik dibangun/diciptakan.

d. Suara, yakni segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran.Elemen-elemennya bisa dari dialog,musik ataupun

effect.

5. Struktur dalam Film

Struktur adalah blueprint; kerangka desain yang menyatukan berbagai unsur film dan merepresentasikan jalan pikiran dari pembuat film.Struktur terdapat dalam semua bentuk karya seni. Pada film ia mengikat aksi (action)`dan ide menjadi suatu kesatuan yang utuh.Struktur yang baik adalah struktur yang sederhana tapi penuh relief. Penyusunan pikiran dan perasaan si seniman film ditentukan oleh faktor-faktor :17

a. Keutuhan (semua unsur dalam film mesti bertalian dengan subyek utamanya.

b. Ketergabungan (harus berhubungan antar unsur, dan menunjukkan kesimpulan).

c. Tekanan (tekanan akan menentukan posisi dari unit-unit utama dan sampingan film)

d. Interes (berhubungan dengan “isi” dari setiap unit).

17

http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/struktur-film.html. diposkan oleh Phyrman,di akses tanggal 23 Januari 2010, jam 12.31 WIB.


(33)

25

Struktur film terdiri dari struktur lahiriah dan struktur batiniah.18Dalam struktur lahiriah, terdapat unsur-unsur atau unit-unit yang membangun dan ecara fisik sebuah film dapat dipecah menjadi unsur-unsur sebagai berikut 19 :

a. Shot selama produksi film memiliki arti proses perekaman gambar sejak kamera dikatifkan (on) hingga kamera dihentikan (off) atau juga sering diidtilahkan satu kali take ( pengambilan gambar). Sementara shot setelah film telah jadi ( pasca produksi) memiliki arti satu rangkaian gambar utuh yang tidak terinterupsi oleh potongan gambar (editing). Sekumpulan shot

biasanya dapat dikelompokkan menjadi sebuah adegan. Satu adegan bisa berjumlah belasan hingga puluhan shot. Satu shot dapat berdurasi kurang dari satu detik, beberapa menit, bahkan jam.

b. Scene (Adegan) adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang, waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan. Biasanya film cerita terdiri dari 30-35 adegan.

c. Sequence (Sekuen) adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu rangkaian peristiwa yang utuh. Atausequence adalah sebuah rangkaian adegan. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diibaratkan bab atau sekumpulan bab. Film cerita biasanya terdiri dari 8-15 sequence.

18

Ibid.

19


(34)

Struktur batiniah ditentukan oleh sejumlah unsur20:

a. Eksposisi (keterangan tentang tempat, waktu, suasana, watak).

b. Point of attack(konfrontasi awal dari kekuatan- kekuatan yang saling bertentangan).

c. Komplikasi (menuturkan keterlibatan-keterlibatan antar unsur pendukung cerita)

d. Discovery ( penemuan informasi- informasi baru dalam pertengahan cerita)

e. Reversal/ pemablikan (terjadinya komplikasi baru antar pendukung cerita)

f. Konflik ( perbenturan antara kekuatan-kekuatan yang bertentangan) g. Rising Action(pengungkapan pengembangan plot utama).

h. Krisis ( timbul apabila komplikasi- komplikasi menuntut keputusan penting dari tokoh).

i. Klimaks ( puncak paling tinggi dari semua ketegangan dan intensitas, biasanya timbul bersamaan dengan krisis)

j. Falling action ( klimaks menurun dan menuju kesimpulan)

k. Kesimpulan (tahap semua pertanyaan dijawab, masalah utama dipecahkan dan diatasi, dalam cerita tragedi disebut katarsis, dalam komedi disebut happy end).

20

http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/struktur-film.html , diposkan oleh Phyrman,di akses tanggal 23 Januari 2010, jam 12.31 WIB.


(35)

27

6. Sinematografi

Sinematografi adalah kata serapan dari bahasa Inggris cinematograhy yang berasal dari bahasa latin kinema „gambar„. Sinematografi sebagai ilmu serapan merupakan bidang ilmu yang membahas tentang teknik menangkap gambar dan menggabung gabungkan gambar tersebut hingga menjadi rangkaian gambar yang dapat menyampaikan ide.21

Dalam sebuah produksi film ketika seluruh aspek mise-en-scene telah tersedia dan sebuah adegan telah siap untuk diambil gambarnya, pada tahap inilah unsur sinematografi mulai berperan. Sinematografi secara umum dapat dibagi menjadi tiga aspek, yakni kamera dan film,framing, serta durasi gambar. Kamera dan film mencakup teknik-teknik yang dapat dilakukan melalui kamera dan stok filmnya, seperti warna, penggunaan lensa, kecepatan gerak gambar, dan sebagainya.Framing adalah hubungan kamera dengan objek yang akan diambil, seperti batasan wilayah gambar atau frame, jarak, ketinggian, pergerakan kamera dan seterusnya. Sementara durasi gambar mencakup lamanya sebuah objek diambil gambarnya oleh kamera.

Berikut ini adalah salah satu aspek framing yang terdapat dalam sinematografi, yakni jarak kamera terhadap obyek (type of shot), yaitu22 :

21

Ibid. 22


(36)

a. Extremelong shot

Extreme long shot merupakan jarak kamera yang paling jauh dari obyeknya. Wujud fisik manusia nyaris tidak tampak. Teknik ini umumnya untuk menggambarkan sebuah obyek yang sangat jauh atau panorama yang luas.

b. Long shot

Pada long shot tubuh fisik manusia telah tampak jelas namun latar belakang masih dominan. Long shot sering digunakan sebagai estabilising shot, yakni shot pembuka sebelum digunakan shot-shot yang berjarak lebih dekat.

c. Medium long shot

Pada jarak ini tubuh manusia terlihat dari bawah lutut sampai ke atas. Tubuh fisik manusia dan lingkungan sekitar relatif seimbang.

d. Medium shot

Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari pinggang ke atas.

Gestur serta ekspresi wajah mulai tampak. Sosok manusia mulai dominan dalam frame.

e. Medium close-up

Pada jarak ini memperlihatkan tubuh manusia dari dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang tidak lagi dominan. Adegan percakapan normal biasanya menggunakan jarak medium close-up.

f. Close-up

Umumnya memperlihatkan wajah, tangan, kaki, atau sebuah obyek kecil lainnya. Teknik ini mampu memperlihatkan ekspresi wajah dengan jelas serta


(37)

29

gestur yang mendetil. Close-up biasanya digunakan untuk adegan dialog yang lebih intim. Close-up juga memperlihatkan mendetil sebuah benda atau obyek.

g. Extreme close-up

Pada jarak terdekat ini mampu memperlihatkan lebih mendetail bagian dari wajah, seperti telinga, mata, hidung, dan lainnya atau bagian dari sebuah objek.

Berdasarkan sudut pengambilan gambar (camera angle)23

a. Bird Eye View

Pengambilan gambar dilakukan dari atas ketinggian tertentu, sehingga memperlihatkan lingkungan yang sedemikian luas dengan benda-benda lain yang tampak dibawah sedemikian kecil.Pengambilan gambar biasanya menggunakan helicopter maupun dari gedung-gedung tinggi.

b. High Angle

Menempatkan objek lebih rendah daripada kamera, atau kamera lebih tinggi daripada objek, sehingga yang terlihat pada kaca pembidik objek yang terkesan mengecil.Sudut pengambilan gambar tepat diatas objek, pengambilan gambar seperti ini memiliki arti yang dramatic yaitu kecil atau kerdil.

c. Low Angle

Menempatkan kamera lebih rendah dari objek, atau objek lebih tinggi dari kamera, sehingga objek terkesan membesar.Sudut pengambilan gambar ini merupakan kebalikan dari high angle.Kesan yang ditimbulkan dari sudut pandang ini yaitu keagungan atau kejayaan.

23


(38)

d. Eye Level

Pengambilan gambar ini mengambil sudut sejajar dengan mata objek, tidak ada kesan dramatic tertentu yang didapat dari eye level ini, yang ada hanya memperlihatkan pandangan mata seseorang yang berdiri.

e. Frog Level

Sudut pengambilan gambar ini diambil sejajar dengan permukaan tempat objek berdiri, seolah-olah memperlihatkan objek menjadi sangat besar.

Berdasarkan pergerakan kamera (moving camera) 24:

a. Pan

Panmerupakan singkatan dari kata panorama.Istilah panorama digunakan karena umumnya menggambarkan pemandangan secara luas.Panadalah pergerakan kamera secara horisontal (kanan dan kiri) dengan posisi kamera statis.

b. Tilt

Gerakan kamera secara vertikal, ke atas ke bawah atau bawah ke atas dengan kamera statis.Tilt Up jika kamera mendongak dan tilt down jika kamera mengangguk. Tilt sering digunakan untuk memperlihatkan obyek yang tinggi atau raksasa.

c. Tracking

Tracking shot atau dolly shotmerupakan pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera secara horisontal.Kedudukan kamera di tripod dan di atas landasan rodanya.Dolly In jika bergerak maju dan Dolly Out jika bergerak menjauh.

24


(39)

31

d. Crane shot

Crane shot adalah pergerakan kamera akibat perubahan posisi kamera secara vertikal,horisontal atau kemana saja selama masih di atas permukaan tanah.Crane shot umumnya menghasilkan efek high-angle dan sering digunakan untuk menggambarkan situasi lansekap luas, seperti kawasan kota, bangunan, areal taman, dan sebagainya.

e. Zoom In/ Zoom Out

Kamera bergerak menjauh dan mendekati objek dengan menggunakan tombol zooming yang ada di kamera.

f. Follow

Gerakan kamera mengikuti objek yang bergerak.

g. Fading

Pergantian gambar secara perlahan.Fade In jika gambar muncul dan fade out jika gambar menghilang serta cross fade jika gambar 1 dan 2 saling menggantikan secara bersamaan.

h. Framing

Objek berada dalam framing shot.Frame in jika memasuki bingkai dan


(40)

B. Tinjauan Umum Semiotik 1. Konsep Semiotik

Kita bisa pikirkan sebuah ilmu yang mempelajari kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat. Ilmu ini merupakan bagian dari psikologi sosial, dan dari sini menjadi bagian dari psikologi umum; saya akan menyebutnya sebagai semiologi (dari bahasa Yunani semion“tanda”). Semiologi akan menunjukkan pelbagai hal yang membentuk tanda, dan hukum apa yang mengaturnya.

Ferdinand de Saussure (1857-1913).25 Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk kepada makna yang sama. Istilah semiotika lebih lazim digunakan ilmuwan Amerika,

sedangkan „semiologi‟ sangat kental dengan nuansa Eropa yang mewarisi tradisi

linguistik Saussurean.26

Istilah semiotik sering digunakan bersama dengan istilah semiologi.Dalam kedua istilah tersebut tidak terdapat perbedaan yang substansif, ini tergantung di mana istilah itu populer. Namun yang jelas, keduanya merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara signs (tanda-tanda) berdasarkan kode-kode tertentu. Tanda- tanda tersebut akan tampak pada perilaku komunikasi manusia lewat bahasa, baik lisan maupun isyarat.

Semiotik merupakan sebuah model ilmu pengetahuan sosial dalam memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut

“tanda”.Semiotik berasal dari bahasa Yunani, semion yang berarti tanda.27

Semiotik (semiologi) telah menjadi alat analisis yang popular untuk meneliti isi dari media massa dan telah banyak digunakan oleh para mahasiswa

25

Danesi.Pengantar Memahami Semiotika Media, h.33.

26

Anthon Freddy S, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Teks Menuju Progretivitas Makna.(Bandung: PT Refika Aditama, 2005), h. 23.

27

Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama. (Malang: UIN-Malang Press, 2007), h. 9.


(41)

33

ilmu komunikasi dalam meneliti makna dari pesan yang termuat dalam media massa.28

Semiotik pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan memaknai hal-hal.Memaknai dalam hal ini tidak dapat digabungkan dengan mengkomunikasikan.Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.29

Jadi, semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda.Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaannya merupakan tanda-tanda.30Artinya, semiotik mempelajari sistem, aturan-aturan, yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dengan kata lain, semiotika mempelajari relasi di antara komponen tanda, serta hubungan antara komponen-komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya.

Menurut John Fiske, studi semiotik dapat dibagi ke dalam bagian sebagai berikut31:

a. Tanda itu sendiri, hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian yang menggunakannya.

28

Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) Cet. Ke-1, h. 100.

29

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet-3, h.15.

30

Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 11.

31

Anthon Freddy S, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Teks Menuju Progretivitas Makna, h. 27.


(42)

b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.

c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu, untuk keberadaandan bentuknya sendiri.

Dalam pemikiran Saussure yang paling penting dalam konteks semiotik adalah pandangannya mengenai tanda.Saussure memusatkan perhatian pada sifat dan perilaku tanda linguistik.Menurutnya, “definisi tanda linguistik merupakan entitas dua sisi (dyad) yang berdifat arbitrer (berdasarkan kesepakatan). Sisi pertama disebutnya dengan penanda (signifier), dan sisi kedua dari tanda yaitu sisi yang diwakili secara material oleh penanda, disebut juga sebagai petanda (signified)”.32

Tanda adalah hasil asosiasi antara signified (petanda) dan signifier

(penanda). Sebagai contoh, kata „laki-laki‟ (yang terdapat di pintu wc) adalah tanda yang terdiri dari:

 Penanda : kata „laki-laki‟

 Petanda : sebuah ruang wc yang digunakan hanya untuk manusia berjenis kelamin laki-laki.33

32

ST. Sunardi, Semiotika Negativa. (Yogyakarta: Kanal, 2002), h. 155.

33

Pappilon Manurung, Editor : M. Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h. 46.


(43)

35

Sementara itu, Charles Sanders Peirce, dikenal dengan teori segitiga makna-nya (triangle meaning). Berdasarkan teori tersebut, semiotik berangkat dari tiga elemen utama yang terdiri dari: tanda (sign), acuan tanda objek, pengguna tanda (interpertant). Menurut Peirce, “salah satu bentuk tanda adalah kata. Sedangkan objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dibenak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Apabila elemen-elemen tersebut berinteraksi dalam bentuk seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut”.34

2. Konsep Semiotik Roland Barthes

Lahir di Cherbourg Perancis pada tahun 1915, dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik di sebelah barat daya Prancis.Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang giat mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean.Ia sangat popular seiring dengan semakin seringnya analisis semitika dipergunakan dalam berbagai disiplin ilmu. Barthes memberikan perhatian pada persoalan-persoalan dalam teks sastra, fotografi, iklan, film dan sebagainya.Pemikirannya adalah serpihan gagasan yang multidimensi dan mengundang berbagai interpretasi.Karya-karya pokok Barthes, antara lain: Le degree zero de I‟ecriture atau “Nol Derajat di Bidang Menulis” (1953, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Writing Degree Zero, 1977).35

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader).Konotasi, walaupun merupakan sifat asli

34

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Sesuatu Pengantar, h. 115

35

Anthon Freddy S, Semiotika Hukum, dari Dekonstruksi Teks Menuju Progretivitas Makna, h. 34-35.


(44)

tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.“Barthes menjelaskan apa yang di sebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara tegas ia bedakan dari dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama”.36

Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan yang memungkinkan untuk dihasilkannya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat denotasi dan konotasi.

Barthes menggunakan istilah “orders of signification”. First order of signification adalah denotasi.Sedangkan konotasi adalah second order of signification.Tatanan yang pertama mencakup penanda dan petanda yang berbentuk tanda.Tanda inilah yang disebut makna denotasi. Kemudian dari tanda tersebut muncul pemaknaan lain, sebuah konsep mental lain yang melekat pada tanda (yang kemudian dianggap sebagai penanda). Pemaknaan baru inilah yang kemudian menjadi konotasi”.37

Melanjutkan studi Hjelmsev, Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja:

36

Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 21-22.

37

Pappilon Manurung, Editor : M. Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h. 56-57.


(45)

37

1. Signfier (penanda)

2. Signfied (petanda) 3. Denotative Sign (tanda Denotatif)

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER

(PENANDA KONOTATIF)

5. CONNOTATIVE SIGNIFIED

(PETANDA KONOTATIF)

CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) Gambar 1. Peta tanda Roland Barthes

Sumber : Paul Cobley & Litza Janz, 1999. Introducing Semiotics.NY: Totem Books, hlm.51.

Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2).Akan tetapi pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut merupakan unsur material: hanya jika anda mengenal tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri, kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin.

Jadi, dalam konsep Barthes, terdapat tanda konotatif yang bukan hanya sekedar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif.38

Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghadirkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di

38


(46)

dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.ia menciptakan makna-makna lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan.39

Jadi, makna denotasi adalah makna pada apa yang tampak, makna yang paling nyata dari tanda, sedangkan konotasi dapat menghasilkan makna lapis kedua yang bersifat implisit, tersembunyi. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap obyek, sementara konotasi adalah bagaimana menggambarkan tanda tersebut.

Reality Signs Culture

First Order Second Order

Gambar 2. The orders of signification

Sumber: Fiske, J. (1990:88) Introduction to Communication Studies.

Dalam gambar tersebut, tanda panah dari signified mengarah pada mitos. Ini berarti mitos muncul pada tataran konsep mental suatu tanda. Mitos bisa dikatakan sebagai ideologi dominan pada waktu tertentu. Denotasi dan konotasi

39

Akhmad Muzakki,Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.22.

Signifier Signified Denotasi

Form

Content Mitos Konotasi


(47)

39

memiliki potensi untuk menjadi ideologi yang bisa dikategorikan sebagai

thirdorder of signification (istilah ini bukan dari Barthes), Barthes menyebut konsepini sebagai myth (mitos).40

Dalam konsep Barthes, “tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu”. Mitos, dalam pemahaman semiotika Barthes adalah “pengkodean makna dan nilai-nilai sosial sebagai sesuatu yang dianggap alamiah”.41

Kata „mitos‟ berasal dari kata bahasa Yunani mythos yang arinya

kata-kata, wicara, kisah tentang para dewa. Ini bisa didefinisikan sebagai narasi yang di dalanya karakter-karakternya adalah para dewa, pahlawan, dan makhluk-makhluk mistis, dengan plotnya adalah tentang asal-usul segala sesuatu atau tentang peristiwa metafisis yang berlangsung di dalam kehidupan manusia.42

Mitos lahir melalui konotasi tahap kedua di mana rangkaian tanda yang terkombinasikan sebagaimana dalam film disebut dengan teks akan membantu pemaknaan tingkat kedua. Ide- ide dari Barthes banyak digunakan untuk memahami realitas budaya media kontemporer yang dikonsumsi oleh manusia

40

Pappilon Manurung, Editor : M. Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h. 58-60

41

Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h.23.

42


(48)

setiap harinya seperti film, lagu, novel dan sebagainya.43Mekanisme kerja mitos dalam suatu ideologi adalah apa yang disebut Barthes sebagai naturalisasi sejarah. Suatu mitos akan menampilkan gambaran dunia yang seolah terberi begitu saja alias alamiah. Nilai ideologis dari mitos muncul ketika mitos tersebut menyediakan fungsinya untuk mengungkap dan membenarkan nilai-nilai dominan yang ada dalam masyarakat.

Dalam mitos terdapat pola tiga dimensi, yaitu penanda, petanda, dan tanda yang dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya.Jadi, mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.44

Kalau kita memperhatikan kerangka berpikir Barthes, kita pasti akan menyimpulkan bahwa mitos adalah sejenis konotasi. Dari skema yang diberikan Barthes, kita melihat bahwa sistem tanda tingkat pertama dijadikan signifier baru bagi sistem tanda tingkat kedua. Dengan kata lain, tanda denotatif sebagai tanda tingkat pertama yang terdiri atas penanda dan petanda, pada saat bersamaan tanda denotatif juga menjadi penanda bagi tanda konotatif.

C. Tinjauan Umum tentang Toleransi

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata

“toleran” (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh) yang berarti batas ukur untuk

penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan.45Secara etimologi,

43

Jumroni, Metode-metode Penelitian Komunikasi,h. 101.

44

Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, h. 91.

45


(49)

41

toleransi adalah kesabaran, ketahanan emosional, dan kelapangan dada.Sedangkan menurut istilah (terminologi), toleransi yaitu bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.46

Toleransi berarti endurance atau ketabahan, yang bukan hanya menunjuk pada sikap membiarkan orang lain hidup di sekitar kita tanpa larangan dan penganiayaan. Toleransi dalam artian seperti ini khususnya di bidang agama menunjuk pada kerelaan dan kesediaan untuk memasuki dan memberlakukan agama lain dengan penuh hormat dalam suatu dialog dengan orang lain secara terus menerus tanpa perlu dipengaruhi oleh pendapat lain dalam dialog tersebut.47

Jadi, toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain.

Dari kajian bahasa di atas, toleransi mengarah kepada sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat-istiadat, budaya, bahasa, serta agama.Ini semua merupakan fitrah dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan.Landasan dasar pemikiran ini adalah firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:

46

Binsar A. Hutabarat, Kebebasan Beragama VS Toleransi Beragama,www.google.com, diakses tanggal 30 Desember 2010, jam 15.07 WIB.

47

Victor I. Tanja,Pluralisme Agama dan Problema Sosial. Diskursus Teologi Tentang Isu-Isu Kontemporer.( Jakarta: PT Pustaka CIDESINDO, 1998).


(50)

























































































Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di

antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.48

Toleransi dalam beragama bukan berarti kita hari ini boleh bebas menganut agama tertentu dan esok hari kita menganut agama yang lain atau dengan bebasnya mengikuti ibadah dan ritualitas semua agama tanpa adanya peraturan yang mengikat. Akan tetapi, toleransi beragama harus dipahami sebagai bentuk pengakuan kita akan adanya agama-agama lain selain agama kita dengan segala bentuk sistem, dan tata cara peribadatannya dan memberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinan agama masing-masing.

Bahwa prinsip menganut agama tunggal merupakan suatu keniscayaan. Tidak mungkin manusia menganut beberapa agama dalam waktu yang sama, atau mengamalkan ajaran dari berbagai agama secara simultan. Oleh sebab itu,

al-Qur‟an menegaskan bahwa umat islam tetap berpegang teguh pada sistem

ke-Esaan Allah secara mutlak, sedangkan orang kafir pada ajaran ketuhanan yang ditetapkannya sendiri. Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan tentang prinsip

48Al Qur‟an dan


(51)

43

dimana setiap pemeluk agama mempunyai system dan ajaran masing-masing sehingga tidak perlu saling hujat menghujat.

Jalinan persaudaraan dan toleransi antara umat beragama sama sekali tidak dilarang oleh Islam, selama masih dalam tataran kemanusiaan dan kedua belah pihak saling menghormati hak-haknya masing-masing (QS. Al-Mumtahanah: 8):







































































Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.49

Mengenai sistem keyakinan dan agama yang berbeda-beda, al-Qur‟an menjelaskan pada ayat terakhir surat Al-Kafirun.











Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku”.50

Ayat tersebut mengandung arti, agamamu khusus buatmu saja dan tidak boleh dipaksakan kepadaku, dan agamaku khusus buatku dan aku tidak akan memaksakannya kepadamu.

Dapat disimpulkan bahwa pernyataan “lakum diinukum wa liya diin”

merupakan manifesto qur‟anik tentang pentingnya saling mengahrgai, saling

49

Al-Qur‟an dan Terjemahannya, h. 924.

50


(52)

menghormati (mutual respect) antarpenganut agama-agama yang beragam.Pernyataan ini pula mencerminkan bahwa keyakinan bukanlah sesuatu yang dapat dipaksakan, keyakinan agama bukan wilayah negosiasi dan kompromi, dan bergatung pada pilihan pribadi.51

D. Tinjauan Umum tentang Cinta

Dalam bahasa Arab, juga dalam Al-Quran, banyak istilah yang mengandung pengertian cinta sesuai dengan gejala dan ekspresi yang ditimbulkannya.Dengan merujuk kepada ayat-ayat yang di dalamnya ada kata-kata yang mempunyai akar kata-kata “hubb” atau “mahabbah” yang berarti cinta, dianggap sudah mewakili setidaknya tiga bentuk cinta, yaitu:52

1. Cinta Manusia kepada Tuhan

Cinta manusia kepada Tuhan dengan cara beriman kepada-Nya dan menjalankan ajaran-ajarannya berupa perintah dan larangan serta banyak berbuat baik kepada sesama makhluk manusia khususnya maupun makhluk hidup lainnya. Cinta Allah dan cinta Rasulullah tidak harus dipertentangkan dengan cinta kepada dunia dengan segala kemegahannya. Bisa saja seseorang tetap taat kepada Allah atau cinta kepada-Nya, dan pada saat yang sama ia berusaha sekuat tenaga untuk meraih sebanyak mungkin gemerlap duniawi, karena mencintai yang ini pun merupakan naluri manusia. Di sini cinta teruji yang mana yang dipilih itulah yang dominan.

51

Zakiyuddin Baidhawi, Kredo Kebebasan Beragama (Jakarta:PSAP, 2006) h. 58.

52


(53)

45

Cinta manusia kepada Allah merupakan suatu kualitas yang mengejewantah pada diri seorang yang beriman, sehingga menghasilkan ketaatan kepada-Nya, penghormatan dan pengagungan, dan dengan demikian iaAllah daripada yang lainnya.53

Orang beriman tidak melupakan Allah dalam keadaan apapun, senang atau susah. Sedang orang kafir baru mengingat Allah ketika mereka mengalami kesulitan dan jika sudah teratasi mereka kembali lupa.Dengan demikian, cinta kepada Tuhan diwujudkan dengan beriman dan bertakwa kepada-Nya, yaitu melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

2. Cinta Tuhan kepada Manusia

Kalau manusia cinta kepada Tuhan, maka Tuhan pun akan cinta kepadanya. Jadi, kalau manusia beriman kepada Allah dan beramal shaleh, maka Tuhan juga akan mencintainya dengan menjanjikan balasan yang setimpal di sisi-Nya.

Mengenai cinta Tuhan kepada manusia yang berbuat baik, Ia juga berfirman dalam surat Ali Imran ayat 148:













































Maka Allah memberi mereka pahala di dunia, Dan pahala yang baik di

akhirat. Dan Allah cinta orang yang berbuat kebaikan”

Siapapun yang menepati janjinya, antara lain dengan menunaikan amanah secara sempurna, dan bertakwa, yakni melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi

53


(1)

3hatimenggambarkan 3 orang, duaduniaadalahduaperbedaankeyakinan,

satucintamengartikansemuaitumempunyaicinta yang

samameskipundariberbagaigolongan, karenacintayacinta.”

10.Di film iniandabertindaksebagaisutradarasekaliguspenulisskenario, adakahkendalanya? Kendalanya, terutamasayaharusmenggambarkanceritadari novel itusendiri, karena novel itubersifatkerasdanidealis, dan setting yang sangatbetawi. Dan sayaharusmerubahbagaimanaceritaitutidakterlalukeras, agar tidakmembuatsuatu problem, sayacobacairkandengankomedi romance.”

11.Berapa lama waktu yang dibutuhkanuntukmenemukancerita yang andainginkan? “ Kira-kira 2 bulanan.”

12.Indonesia merupakanbangsa yang relijius yang terdiridariberbagaimacamsukubudayadan agama, diperlukansikaptoleransiuntukmenyikapiperbedaantersebut, menurutandabagaimanasikaptoleransi yang ada Indonesia,?dan yang berusahadigambarkandalam film inisepertiapa?

Sebagian orang di Indonesia memangterlalukerasmenyikapihalitu, dan film inikeluaruntukmenyikapihaltersebut. Film iniberada di tengah-tengah, kitasebetulnyainginmenggambarkantoleransiitupenting.Tapi,

kenyataannyabanyaksekalikejadian-kejadianpergolakanataukerusuhan,

dankitamencobamenjebatani agar rasa itumuncullagi , itupunkitasampaikansecarahalus, kitabuatRosyiddan Delia tidakmenikah, kitamencarisolusiterbaik, agar tidakmenyakitipihakmanapun.”

13.Membahasmasalahtradisidan agama dalam film ini yang menggambarkankeberadaansebuahpeciputih di kalanganmuslim, dengansegalaperbedaanpemahamahanmengenaipecitersebut,

adakahhambatanmembuatcerita yang sangatsensitifini?

“ Adaketakutankitawaktuitu, karena dialog-dialog yang digambarkancukuptajamdalam film ini, seperti dialog Rosyid, “ apabedanyatopiYahudisamatopikita?”, jikatidakdisaring, ituakanmembuat orang yang berpikiransempitterpancingemosinya.

Sementara, dialog itumemangadabenarnya,

bahwaartisebuahpecibisadibuatolehsiapapun, tapisetelahsampai di Indonesia, adasebagiangolongan yang menganggapitu sacral, di sini Islam kanmasihbanyak yang


(2)

tradisi, masihbanyak yang memahamihal-haltradisionalmenjadisebuahajaran. Yang

inginkitasampaikan, jelasbahwa di

siniRosyidinginmenyampaikansuatukebenarantapitidakditerimaoleh orang tuanya yang tradisional.”

14.SepertiapasebenarnyasosokRosyid yang ingindigambarkandalam film ini?apakahadakendalanya?

Rosyidadalahseorangpemuda yang memang ideal, diamenganggur, dia freelance sebagaiwartawan, diapenulis, diajugapunyajiwasosial yang mengajaranakjalanan, pedulilingkungan,

supayamenjadicontohgenerasisekarangbahwamerekaharuspeduliterhadapsesamanya.” 15.MengenaiperanArumi B. sebagai Nabila, cenderungsedikit,

padahalsepertinyaiajugamerupakanpemeranwanitautama, mengapa?

Ya, karenasebetulnyakitatidakinginterjebakpada drama cintasegitiga. Film iniadalahsebuah film yang menggambarkantradisibertemutradisi, cintahanyasebagaibumbusaja.Kalaukebayakanceritacintaakanmenjadicerita yang biasasaja, seperti di sinetron.”

16.Mengangkatmasalahpercintaanbeda agama kedalamsebuah film,

adakahkendalanya?seperti yang

kitatahumasalahinimasihtabudibicarakandanbanyakmenimbulkan pro-kontra di sekitarkita?

Ya, saya rasa yang

kitasampaikanbukanberartikitamenganjurkanataukitasetujudenganpernikahanbeda agama, itutidak. Tapi, inihanyasikaptoleransiantarumatberagama, tohpadaakhirnyaada dialog-dialog, seperti“ Buatapakitabahagia, kalau yang lain menderita”. Merekamenyadarihalinisendiribukandipaksa.

17.Di akhir film, endingditutupdengancaption, apaalasanandamembuatcaptiontersebut? Seharusnyaitutidakada, caption itubarudibuatsetelahmenjadi film, sebenarnyaendingnya pas Rosyiddan Delia mengatakan, “ Kita lihatsajananti”,

danmembiarkanpenonton yang menilai. Namun,

adabeberapapertimbangankitadankitatakutiniakanmenimbulkanbanyakprotes.Dan


(3)

inimerusakakidah.Padahalserangan-serangansepertiini, sudahcobakitatahan, namunmasihsajaada yang melihat film ini liberal.”

18.Apakahandamengadakansemacamkonsultasiuntuk film

inidenganbeberapaulamaatautokoh agama?

Ya, sebelum film inidiluncurkankemasyarakat, kami mengadakanpertemuandengantokoh agama, ustadz, sepertiDienSyamsudin, ArifinIlham, danmerekaberkatatidakadamasalah.”

19.Pesanapa yang ingindisampaikandalam film 3 HatiDuaDuniaSatuCintaini?

Bagaimanasikapseoranganaklebihmementingkanlingkungan, orang tuadantidakmemikirkandirisendiri. Menjadianak yang berbakti, sebelumiamengambilkeputusan, iaharusberpikirpositifdanmaksuddari film initernyatasampai. Alhamdulilllah, adabeberapa orang yang memberimasukanbahwamerekasedikitterbantumasalahnyadenganadanya film ini.”

20.Dengankesuksesan yang diraih di ajang FFI kemarin, bagaimanakiatandamembuat film yang bermutupada film yang akanandagarapsekarangini, agar samasuksesnyadengan film 3 HatiDuaDuniaSatuCinta?

“ Kiatnyaadalahsayaberusahamenghadirkantema yang unik, tidakikut-ikutan. Kita bertahanpada film saya yang pop dengankomedi romance remajanamuntetapkentaldengannilai-nilai yang ingindisampaikandalam film tersebut.”


(4)

ANALISIS SEMIOTIK

FILM 3 HATI DUA DUNIA SATU CINTA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh : Sinthiani NIM : 107051102569

Pembimbing

Dr. Suhaimi, M.Si NIP : 19670906 199304 1 002

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana 1 (SI) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 2011

Sinthiani


(6)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Analisis Semiotik Film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta”. Telah diujikan dalam sidang Munaqosah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidatullah Jakarta, pada tanggal 7 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana program strata 1 (S.1) Pada Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Konsentrasi Jurnalistik.

Jakarta, 7 Juni 2011

Sidang Munaqosah

Ketua Sekretaris

Drs. H. Mahmud Djalal, MA Ade Rina Farida, M.Si

NIP. 19520422 198103 1 002 NIP.197700513 200701 2 018

Penguji I Penguji II

Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum Rubiyanah, MA

NIP. 19610422 199003 2 001 NIP. 19730822 199803 2 001

Pembimbing,

Dr. Suhaimi, M.Si NIP.1970906 199304 1 002