REPRESENTASI CINTA DI FILM “3 HATI 2 DUNIA 1 CINTA” ( Studi Semiotik Tentang Representasi Cinta di Film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”).

(1)

REPRESENTASI CINTA DI FILM “3 HATI 2 DUNIA 1 CINTA”

( Studi Semiotik Tentang Representasi Cinta di Film “3 Hati 2 Dunia 1

Cinta”)

SKRIPSI

Di susun oleh : NURUL AZIZAH

0743010309

Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Perumahan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi


(2)

(Studi Semiotik Tentang Representasi Cinta di Film “3HATI 2DUNIA 1CINTA”)

Oleh : NURUL AZIZAH NPM. 0743010309

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Pada tanggal 13 Juni 2011

PEMBIMBING

Dra. Sumardjijati, M.si NIP. 19620323 199309 2001

TIM PENGUJI 1. Ketua

Ir. H. Didiek Tranggono, M.Si NIP. 19581225 199001 001

2. Sekretaris

Dra. Sumardjijati, M.Si NIP. 19620323 199 3092001

3. Anggota

Dra. Herlina Suksmawati, M.Si NIP. 19641225 199 3092001

Mengetahui DEKAN


(3)

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,atas kasih dan berkat yang telah

diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Representasi

cinta di Film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”. Penulis tidak akan mampu menyelesaikan

skripsi dengan baik, tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai

pihak.

Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada Dekan Fisip Dra.Hj.

Suparwati.Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Dan juga kepada ibu Dra

Sumardjijati M.si selaku dosen yang telah membimbing dan memberi saran juga

dukungan demi kelancaran penulisan Skripsi ini. Serta untuk semua pihak yang

terkait dengan kelancaran penulisan laporan ini antara lain :

1. Tuhan Allah SWT atas karunianya, penulis diberikan kesehatan dan kekuatan

baek fisik jasmani mauun rohani.

2. Juwito S.Sos,M.si selaku ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan seluruh

Dosen Ilmu Komunikasi serta Staf TU.

3. Kedua orang tuaku abah dan umi yang selalu mendoakan dan memberi


(4)

memberi masukan dan motifasi.

4. Buat teman dikosan MA.IE 14: m.Ve, m.Pandu, Lieva, hesti, nunik, janetha,

mereka teman yang membantuku jikalau sakit, nonton Tv dan berbagi

makanan serta memberi support dalam mengerjakan laporan skripsi ini..

5. Buat abang-abangku di Armada (Ryan,Farid,hasan,agus,eko,dan xilmi) yang

biasanya mentraktir makan dan ngajak karaokean makasih hari-harinya!.

6. Buat teman seperjuanganku Mario, Riska, Ristin, Septrie, dan seluruh teman

di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik angkatan ’07 khususnya Ilmu Komunikasi

yang saling memotifasi “sucses always guys”.

7. Buat someoneku yang selalu sayang, sabar dan setia serta memberi motivasi

untuk menyelesaikan laporan ini.

8. Buat Best Friendku, Raissa Mathilda, Mario S, Yefta, Suha Aenny, Firdaus

Innabah, Nenekku(Via), Vina, dan Eki Nawestina dan The nietha yang selalu

memberi semangat, saran dan bantuannya dalam menyelesaikan laporan

skripsi ini.

9. Buat penjaga Perpus Fisip dan Perpus Pusat, terimakasih atas bantuannya


(5)

terimakasih atas doanya.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun senantiasa penulis

harapkan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya teman-teman di Program

Studi Ilmu Komunikasi. Terima kasih.

Surabaya,juni 2011


(6)

HALAMAN JUDUL ………. i

LEMBAR PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI... ii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ………. iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

2.1. Landasan Teori ... 11

2.1.1. Film, Masyarakat dan Realitas Sosial ... 11

2.1.2. Film sebagai Media Komunikasi Massa ... 14

2.1.3.Representasi Film ... 16

2.1.4. Devinisi Cinta ... 19

2.1.5. Teori Cinta Sigmund Freud ... 25

2.1.6. Model Semiotik John Fiske ...….…….……...………….. 27

2.1.7.Kode-kode Televisi John Fiske... 29


(7)

3.1. Metode Penelitian ... 34

3.2. Kerangka Konseptual ... 35

3.2.1. Corpus ……… 35

3.3. Definisi Operasional ... 36

3.3.1. Representasi ……….... 36

3.3.2. Cinta ...………... 37

3.3.3. Film ……….. 37

3.4. Unit Analisis ... 38

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.6. Teknik Analisis Data ... 39

BAB V1. HASIL DAN PEMBAHASAN... 41

4.1. Gambaran Umum Objek Dan Penyajian Data……… 41

4.1.1.Gambaran Umum Objek……… 41

4.1.2. Sinopsi Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta ……… 43

4.1.3.Pemain Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta………. 46

4.1.4.Penyajian Data……….. 48

4.2.Analisis Data………... 50

4.2.1.Pada Level Realitas……… 50

4.2.2.Level Reperesentasi………... 66

4.2.2.1.Teknik Pengambilan Gambar……… 66

4.2.2.2.Pencahayaan……….. 70

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 72

5.1.Kesimpulan………. 72

5.2.Saran……….. 74


(8)

LAMPIRAN ... 76


(9)

Vi 

NURUL AZIZAH, REPRESENTASI CINTA DI FILM “ 3 HATI 2 DUNIA 1 CINTA”(Studi Semiotik Tentang Representasi Cinta di Film “3 HATI 2 DUNIA 1 CINTA”)

 

Penelitian ini didasarkan pada sebuah fenomena cinta Elektra komplek yang menuai pro dan kontra di masyarakat. Film “3Hati 2Dunia 1 Cinta “, merupakan film yang menyajikan beberapa cmakna cinta didalamnya,mulai dari tokoh utamaRosyid yang menjalin hubungan dengan Delia seoarng nasrani sampe cinta Rosyid dan kedua orang tuanya dan Nabila.

Penelitian ini bertujuan untukmengetahui bagaimana cinta direpresentasikan dalam film. Cinta dalam media massa sering ditampilkan dengan sikap maupun perilaku seorang wanita dan pria dewasa, sampai perilaku orang tua dan anaknya. Fenomena cinta Elektra kompleks adalah sebuah fenomena cinta yang dirasakan dan diwujudkan dalam sebuah perilaku, sikap seorang muslim dan non muslim yang sedang berusaha ingin memperthankan hubungannya dihadapan keluarga masing-masing. Dan sikap seorang orang tua yang keras tehadap anaknya. Film sebagai komunikasi massa dan realitas sosial, serta teori semiotic dalam film.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode semiotic. Pendekatan semiotic yang dikemukakan oleh John Fiske melalui level realitas dan level representasi.

Data dibagi menjadi dua level yaitu level realitas dan level representasi. Pada level realitas, dianalisis penandaan yang terdapat pada kostum, make-up, setting, dan dialog. Pada level representasi dianalisis penandaan yang terdapat pada cara kerja kamera. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan konsep yang melibatkan hubungan tanda, obyek interpran serta menggunakan ikon, indeks dan simbol yang menjadi penandaan terhadap representasi cinta oleh tokoh Rosyid.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah fenomena cinta Elektra kompleks yang dialami oleh seseorang yang berbagi cintanya antara keluarga dan orang yang ia cintainya. Diwujudkan dalam sebuah perbedaan perilaku dan sikap yang mengalami perubahan, lebih aktif dan melawan orang tua. Pada dasarnya, cinta harus tetap memakai logika, meskipun cinta mendorong seorang untuk melakukan perilaku yang irasional dan penuh emosi. Karena bagimanapun cinta terhadap orang tua itu lebih penting daripada cinta antara lawan jenis.


(10)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Cinta merupakan sesuatu yang abstrak, sebuah perasaan yang ditampilkan melalui sikap serta perbuatan dari seseorang yang merasakan cinta. Cinta tidak pernah terlepas dari kehidupan manusia. Berbicara tentang cinta dalam kehidupan, mungkin secara tidak sadar, terkadang sering dilibatkan sebuah dialog tentang cinta yang cukup kompleks karena seperti yang diketahui bahwa cinta mengandung makna yang kompleks dan tidak terbatas. Misalnya, adanya dengar pendapat atau argument dua orang berbeda dan bukan tidak mungkin juga akan menemukan beberapa poin yang berbeda dari kedua orang tersebut. Tidak ada batasan yang jelas tentang arti cinta, oleh karena itu sering secara tidak sadar berdialog sendiri untuk menemukan arti cinta yang sesungguhnya. Setiap orang mempunyai pemikiran dan pendapat sendiri mengenai cinta, hal ini berkaitan dengan pengalaman, latar belakang dan tingkat kepekaan individu.

Cinta dalam mitologi Yunani dalam sejarahnya berasal dari kata Eros, kata Eros merupakan sebuah cinta. Eros, juga termasuk para dewa diantara dewa kekacauan dan dewa bumi. Eros meskipun tidak mempunyai hal yang istimewa dibandingkan dengan para dewa lainnya, namun Eros memiliki kekuatan yang sangat besar. Eros memiliki peranan dan kekuatan yang besar untuk mengendalikan dan mempengaruhi para dewa serta manusia melalui sebuah perasaan cinta yang dapat diwujudkan dalam sebuah aksi kegiatan, perilaku atau sikap dan melibatkan sebuah


(11)

yakni dengan cinta dapat menjadi jahat, sanggup melakukan apapun, tidak terkecuali untuk membunuh. Eros dengan kekuatan cintanya juga dapat menjadikan sebuah dendam, permusuhan, rasa sakit serta peperangan menjadikan semuanya indah dan menyatukan semua perbedaan. (Rasyadi,2000:39).

Ketika cinta berasal dari bahasa sansekerta, yaitu citta yang berarti selalu

dipikirkan; senang; kasih; (ngatenan,1990:43). Sedangkan dalam kamus

Poerwodarminto, disebutkan bahwa :

“Cinta adalah selalu teringat dan terpikirkan dalam hati, lantas berarti; rasa susah hati;rindu, sangat ingin bertemu; sangat suka, sangat kasih dan sangat tertarik hati.” (Poerwodarminto, 1987; 296 dalam Ningrum, 2004:16)

Cinta adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah persaan terhadap seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi atau kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap obyek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti,

patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan obyek tersebut.

(http://id.wikipedia.org/wiki/cinta).

Cinta juga dapat diartikan sebagai kekuatan, kemandirian yang dapat berdiri sendiri. Cinta merupakan sebuah tindakan yang spontan, kemampuan untuk bertindak atas keinginannya sendiri. (Fromm,2007:232).

Cinta identik dengan ungkapan perasaan sayang, suka sepasang sejoli yang dimabuk asmara. Ada yang mengatakan cinta itu suci, cinta itu agung, cinta itu indah dan begitu indahnya hingga tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata, hanya dapat dirasakan serta dapat di wujudkan dalan sebuah sikap dan perilaku seseorang yang


(12)

Didalam masyarakat sendiri, selain terdapat berbagai macam definisi dan arti cinta, juga terdapat konsep cinta. Konsep Cinta itu menurut Sujadi (1984:40) yang ada dalam kehidupan manusia, digolongkan kedalam empat macam :

1. Cinta Agape, yakni cinta manusia kepada Tuhan

2. Cinta Philia, yakni cinta kepada kedua orang tua dan saudaranya

3. Cinta Eros dan Amor, yakni cinta antara pria dan wanita

4. Cinta Sesama, yakni perpaduan antara Agape dan Philia, lebih dikenal sebagai rasa belas kasih.

Cinta didalam agama Islam merupakan suatu perkara yang suci. Hal ini telah dijelaskan dalam ayat-ayat Al-qur’an. Didalam Islam, seorang muslim dan muslimah tidak dilarang untuk saling mencintai, bahkan dianjurkan. Islam tidak membelenggu cinta, karena itu Islam menyediakan lembaga pernikahan.

Cinta tidak akan pernah terlepas dalam kehidupan manusia, bermacam-macam tema cinta dalam film, telah disuguhkan pada masyarakat. Tema cinta tersebut, mendominasi per-filman di Indonesia. Tema cerita cinta dalam film diangkat dari sebuah realitas yang terjadi dalam masyarakat. Film sendiri bisa dikategorikan sebagai media massa. Karakteristik film sebagai media massa mampu membentuk semacam visual public consensus. Hal ini disebabkan karena film selalu bertautan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera public. Singkatnya, film merangkum pluralitas nilai yang ada dalam masyarakatnya. (Jowett dalam Irawanto,1990;13).


(13)

Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen social, lantas para ahli percaya bahwa memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Sejak itu, maka merebaklah berbagai penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya keatas layar lebar.

Film juga merupakan sebuah karya seni pada abad 20 yang dapat menghibur, mendidik, melibatkan perasaan, merangsang pikiran, dan memberikan dorongan terhadap penontonnya. Pengaruh terhadap khalayak luas sebagai penonton ini lebih jauh, misalnya sebuah film dapat menjadi media untuk menghibur masyarakat dalam bentuk komedi, atau bisa juga untuk mendidik masyarakat melalui film dokumenter, dan lain sebagainya (Irawanto, 1999 : 45).

Dunia film, pada dasarnya juga merupakan sebuah bentuk pemberian informasi kepada masyarakat. Film juga memiliki kebebasan dalam menyampaikan informasi atau pesan dari seorang pembuat sineas kepada penonton. Kebebasan dalam hal ini adalah film seringkali secara lugas dan jujur menyampaikan sebuah pesan, informasi, atau suatu karakter tertentu. Sementara itu di pihak lain, film juga terkadang disertai tendensi tertentu, misalnya ingin mendeskripsikan suatu tema sentral.

Secara umum, film dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu film cerita dan film non cerita. Film cerita adalah film yang menyajikan kepada public atau khalayak sebuah cerita dan mengandung unsur-unsur yang menyentuh rasa manusia. Film bersifat auditif visual, artinya film tersebut dapat disajikan kepada publik atau


(14)

Selain didukung audio, film juga dilengkapi dengan visualisasi gambar sehingga suatu pesan yang disampaikan kepada khalayak luas khususnya penonton dapat benar-benar dipahami. Namun demikian, untuk bisa memahami realitas sosial budaya yang terekam di dalam sebuah film tentu saja memerlukan data yang hanya dapat diperoleh dengan menggunakan metode tertentu. salah satu pengumpulan data yang dapat digunakan adalah observation ex post facto, yakni pengamatan terhadap suatu peristiwa / fenomena / gejala-gejala melalui media perekam jejak-jejak dari peristiwa / fenomena / gejala itu sendiri, baik dalam bentuk rekaman visual berupa gambar atau foto maupun rekaman audio visual berupa film (Irawanto, 1999 : 52).

Film sebagai seni yang sangat kuat pengaruhnya, dapat memperkaya pengalaman hidup seseorang, dan bisa menutupi segi-segi kehidupan yang lebih dalam. Film selalu diwaspasai karena kemungkinan pengaruhnya juga buruk. Pada tahun 1993, dunia perfilman dicemaskan oleh kekerasan yang seringkali ditampilkan dalam film-film di televise ataupun di bioskop-bioskop secara vulgar. Namun demikian, film-film tersebut tetap disajikan dalam konteks yang fiktif atau karangan scenario belaka (Irawanto, 1999 : 78 – 79).

Selain itu, film juga berpengaruh kuat dan besar terhadap jiwa manusia karena penonton tidak hanya terpengaruh ketika menonton film saja tetapi juga akan terus terbawa sampai waktu yang cukup lama. Jadi, film merupakan bagian yang sangat penting dalam media massa untuk menyampaikan suatu pesan atau setidaknya memberikan pengaruh kepada khalayak luas untuk bertindak sesuatu (Effendy, 2003 : 108).


(15)

Berbagai tema cinta pada sebuah film telah disuguhkan pada masyarakat, seperti film Ada Apa Dengan Cinta (AADC), Eiffel I’m In Love, Badai Pasti Berlalu, dll. Namun pada akhir tahun film 2008, sebuah film menyuguhkan tema cinta yang berbeda tentang perbedaan Keyakinan (Agama), seperti Film Ayat-ayat Cinta (sutrarada Hanung Bramantyo) yaitu cinta antara Maria Girgis (Carissa Putri) kepada tokoh utama film, Fahri (Fedi Nuril). Namun AAC tidak mempersoalkan perbedaan agama tersebut, karena film ini justru menggunakan perbedaan itu untuk menekankan keunggulan salah satu agama dibanding yang lainnya. Dalam film itu Maria Girgis, penganut Kristen Koptik, akhirnya masuk Islam, dan kisah cinta beda agama itu tak menjadi persoalan sama sekali. Film berakhir dengan baik, dan akhiran film menutup segala macam perdebatan mengenai perbedaan agama ini tanpa menyisakan pertanyaan sedikitpun.

Pada pertengahan tahun 2010 Kembalinya latar belakang perbedaan cinta membuat sutradara Benni Setiawan, menyutradarai film 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta. Film ini Diadaptasi dari dua buah novel karya Ben Sohib, The Dapeci Code dan Rosid

& Delia yang kemudian skenarionya ditulis sendiri, 3 Hati Dua Dunia Satu Cinta

menceritakan kisah cinta dengan berbagai kriteria cinta di kehidupan manusia.

Film ini bercerita tentang sebuah keluarga Betawi keturunan Arab dan muslim yang taat, film ini berkisah tentang Rosyid (Reza Rahadian). Rosyid adalah anak lelaki yang membuat pusing si abah (Rasyid Karim) dan umi (Henidar Amroe). Bukan hanya karena dia berambut kribo dan cuma sibuk berpuisi-puisi, tetapi juga karena si bocah lanang itu berpacaran dengan Delia, seorang gadis Manado yang mengenakan kalung salib. Anak gadis yang baik hati, sopan dan lucu itu adalah


(16)

Nasrani yang taat, Rosyid anak lelaki baik tetapi yang juga membuat mereka menghela nafas karena perbedaan keimanan.

Peneliti memilih film “ 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta “ karena masalah tentang kisah cinta yang beraneka ragam. Jadi tidak hanya cinta kepada lawan jenis saja yang dibahas, tetapi cinta terhadap orang tua (Philia) dan cinta kepada tuhan (Agape)

Representasi film ini dan kedekatannya terhadap kenyataan masyarakat metropolis yang sesungguhnya untuk bisa menghargai dan membedakan cinta kepada yang dicintainya. peneliti sebagai satu aspek yang sangat penting dalam proses pemaknaan dan pendeskripsian isi film, agar dapat diperoleh eksplorasi imajinasi makna semaksimal mungkin terhadap kode-kode verbal, non verbal dan tanda-tanda konotasi maupun denotasi yang bertebaran di keseluruhan bagiannya untuk menangkap keutuhan makna dan representasi yang disajikannya.

Cinta merupakan isu sentral yang hingga kini masih disukai oleh masyarakat, Beberapa film Indonesia sempat mengangkat representasi masalah cinta, namun dalam film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, isu cinta beda Agama, cinta kepada orang tua dan cinta terhadap tuhan hadir dalam usahanya untuk mencoba memperjuangkan kisahnya tanpa mengorbankan agama yang di yakini. Bagaimana masalah mereka dengan krisis identitas hubungan mereka dan konsekuensinya jika mengungkapkan kepada masyarakat luas, yang merupakan pertanyaan sekaligus ketakutan terbesar sebagian mereka selama ini atas efek yang akan diterimanya dari pihak keluarga dan masyarakat. “3 Hati 2 Dunia 1 cinta” merupakan sebuah film yang berusaha memenuhi fungsinya dalam kemampuannya untuk menggugat kenyataan sekaligus


(17)

Dalam Festival Film Indonesia (FFI ) yang diadakan di Jakarta pada tanggal 06 Desember 2010, 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta telah berhasil meraih Piala Citra sebagai film Indonesia terbaik tahun 2010. Predikat ini bisa jadi dipertanyakan mengingat film

Sang Pencerah (sutradara Hanung Bramantyo) disingikirkan oleh komite seleksi FFI

dengan alasan “akurasi sejarah” yang lemah. Sekalipun demikian, jelas film ini merupakan salah satu film terpenting tahun 2010 karena keberaniannya menabrak tabu.

Strategi komedi film ini memang mampu membawa tema yang tergolong berat dan sensitif dengan sukses tanpa menjadikannya melodramatis. Sebuah melodrama mungkin akan menguras emosi dan bisa jadi lebih laris. Namun pendekatan komedi telah membuat drama menjadi proporsional dan tidak ada penghitam-putihan yang mengorbankan karakter sehingga menjadi jahat dan mudah dibenci. Alih-alih, elemen penghalang (adversaries) dalam plot film ini dikenakan berbagai stereotip

(typecasting) untuk menimbulkan efek karikatural yang berguna sebagai bahan

lelucon, terutama pada tokoh ayah Rosid. Pilihan komedi ini akhirnya memang

berhasil melakukan sublimasi atau menghaluskan konflik.

(http://cintabedaagama.com/layar/article.php?id=92646&cat)

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, serta dengan menggunakan pendekatan semiotika yang dikemukakan oleh John Fiske, yang terdiri dari dua level realitas dan level representasi, serta menginterprestasikan dan memaknai cinta di film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”. Peneliti memilih model semiotik milik Fiske karena memiliki kelebihan yaitu dapat diterapkan untuk segala macam tanda. Hal ini relevan dengan pendekatan semiotic dalam analisis


(18)

non verbal. Serta analisis semiotik pada sinema atau layar lebar (wide screen) disertakan dengan analisis film yang ditayangkan ditelevisi, yang dikemukakan oleh John Fiske, mempresentasikan Hal ini sangat relevan dengan pendekatan semiotik dalam analisis film. Dikarenakan penelitian ini adalah film yang ditayangkan di Bioskop maka analisis setara dengan dengan kode-kode televisi pada sinema yang diutarakan oleh John Fiske.

1.2Perumusan Masalah

Setelah peneliti memaparkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan pada sub bab sebelumnya, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat di rumuskan sebagai berikut : “bagaimana sebuah cinta di representasikan di Film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta ?”

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimana sebuah cinta di representasikan di Film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”.


(19)

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian ilmu komunikasi, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan studi analisis semiotika film dalam kajian media massa.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dengan adanya Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan studi pada berbagai studi film yang selama ini telah melembaga baik formal maupun non formal. Dan di harapkan pula dapat berguna sebagai bahan pertimbangan bagi industri perfilman atau pihak-pihak yang terkait didalamnya yang ingin melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam film tersebut dengan mengetahui arti memaknai cinta dari berbagai criteria, yakni cinta Agape ( cinta kepada tuhan. Cinta Pilia (cinta kepada orang tua dan sodara), dan cinta eros dan Amor cinta pria dan wanita yang ada dalam film tersebut.


(20)

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Film, Masyarakat dan Realitas Sosial

Film yang dimaksud dalam penelitian ini adalah film teatrikal, jenis film cerita yaitu film yang menyajikan suatu cerita dan diproduksi secara khusus untuk pertunjukkan digedung-gedung bioskop atau cinema. Film jenis ini berbeda dengan film tv ( TV film) atau sinetron (sinetron elektronik) yang khusus dibuat untuk siaran itu. Film teatrikal dibuat secara mekanik, sedangkan film TV dibuat secara elektronik. (Effendy,1993:201). Film juga merupakan gambar hidup yang merupakan bentuk seni, bentuk popular dari hiburan dan juga bisnis. (http://id.wikipedia.org/wiki/film).

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang terpadu dengan hasil seni dan budaya. Karena perpaduan ini pula, sehingga memungkinkan film dapat dengan mudah disambut baik oleh masyarakat dan akhirnya menjadi bagian yang menyatu dalam sejarah umat manusia.

Pesan-pesan dalam film yang dikemas sedemikian rupa, juga mempermudah audience atau khalayak untuk mencerna dan menerima maksud yang dicoba untuk disampaikan kepada mereka. Sejak awal dilahirkannya industry film, oleh para pembuat, distributor dan pemilik cineplax memang sudah dirintis untuk membangun konsumen untuk film produksinya, sehingga film selain menjadi sebuah karya seni, juga merupakan bentuk komoditi komersial progresif, dan media representasi social yang dinamis (Nelmes,2000:38).


(21)

Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yaitu lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan para bintang film yang tenar. Film ini distribusikan sebagai barang perdagangan dan diperuntukkan bagi masyarakat dimana saja. (Onong,2000:211). Film berperan berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang telah menjadi kebiasaan terdahulu. Serta menyajikan cerita, peristiwa, music, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum. (McQuail,1994:13)

Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan memproyeksikannya kedalam layar. (Irwanto,1993;13 dalam Alex Sobur 2004;127)

Film adalah dokumen kehidupan social sebuah komunitas. Film mewakili realitas kelompok masyarakat pendukungnya itu. Baik realitas dalam bentuk imajinasi maupun realitas kelompok dalam arti sebenarnya. Film itu menunjukkan pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada massa lampau, cara menghadapi masa kini dan keinginan manusia terhadap massa yang akan datang. Sehingga dalam perkembangannya film bukan lagi sekedar usaha menampilkan citra bergerak (moving image) namun juga telah di ikuti oleh kepentingan tentang seperti politik,kapitalisme, hak asasi manusia atau gaya hidup. Film juga sudah di anggap bias mewakili citra atau identitas komunikasi tertentu. Bahkan bisa-bisa membentuk komunitas sendiri, komunikasi sifatnya yang universal meskipun demikian film juga bukan tidak menimbulkan dampak negative. (Victor C.Mambor:Http://situskuna.tripod.com/teks/viktor1.Htm).


(22)

Status awal film sebagai media massa paradigmatic yang fenomenal merupakan penjabaran utama atas korelasinya terhadap aktifitas dan masalah social yang terjadi dalam masyarakat. Popularitasnya yang bisa dibilang kolosal seringkali menjadi alasan bagi anggota atau beberapa komponen masyarakat untuk ikut merasa ‘bertanggungjawab’ dan khawatir akan akibat film pada pikiran dan sikap dari beberapa kelompok social tertentu. Pengalaman intens dan menyenangkan yang didapatkan oleh pemirsa film dari sinema tampak jelas menjelaskan bahwadampak pengaruh film terhadap pikiran seseorang juga bisa dipastikan akan intens (Gripsurd,1995:131).

Dasar dari tradisi panjang dalam teori film dan hubungannya dengan realitas social dalam masyarakat berakar dari konsepsi Marxist yang memandang bahwa film adalah sebuah medium untuk mengubah cara berpikir seseorang menuju arah yang progresif. Dalam kata lain bisa di artikan sebagai reproduksi dan penyebaran false consciousness atau kesadaran palsu (Hill,2001:203).

Berkaitan dengan kemampuannya dalam mempresentasikan realitas social yang ada dalam masyarakat dan menghadirkannya kehadapan khalayak pemirsanya, film mempunyai potensi yang luar biasa besar dalam menggugah sisi psikologis emosional manusia (Gripsurd dalam Hill2001:206). Dari berbagai macam cara komunikasi dilaksanakan dalam masyarakat manusia, salah satunya adalah komunikasi massa. Konsep komunikasi massa itu sendiri pada satu sisi mengandung pengertian suatu proses dimana organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana pesan tersebut dicari digunakan dan dikonsumsi oleh audience (Sendjaja, 2002:21).


(23)

2.1.2 Film sebagai Media Komunikasi Massa

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Sebab awal perkembangannya saja, komunikasi massa berasal dari pengembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Massa dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Dengan kata lain, massa yang dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Oleh karena itu, massa di sini menunjuk kepada khalayak, audience, penonton, pemirsa atau pembaca.

Pengertian komunikasi massa, merujuk kepada pendapat Tan dan Wright dalam Liliweri (1991), bahwa komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikasi secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan menimbulkan efek tertentu.

Rumusan masalah yang sudah tersurat diatas akan dibedah dalam pencarian kembali makna-makna yang ada dalam objek penelitian. Proses pencarian makna tersebut memerlukan cara pandang dalam upaya memahami masalah yang ada. Paradigma dilihat sebagai suatu cara pandang, cara memahami, cara menginterprestasikan, suatu kerangka pikir, set dasar keyakinan yang memberi arahan pada tindakan Dalam hal ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Interpretatif sebagai cara membaca fenomena yang terjadi dalam film Persepolis.

Berbeda dengan pendekatan objektif, pendekatan Interpretif percaya bahwa tidak ada hukum baku yang berlaku secara universal. Penelitian berangkat dari upaya untuk


(24)

memahami makna dari suatu realitas. Secara umum dalam ilmu sosial terdapat dua paradigma besar yaitu objektif dan interpretif (Salim, 2006: 5). EM Griffin dalam bukunya A First Look at Communication Theory menyebutnya dengan pandangan objektif dan interpretif (Griffin, 2003: 9). Jika positivis sering disebut sebagai pendekatan objektif dan pendekatan scientific, maka pendekatan interpretif juga dipahami sebagai pendekatan subjektif. Pendekatan subjektif mengasumsikan bahwa pengetahuan tidak mempunyai sifat yang objektif dan sifat yang tetap, melainkan bersifat interpretif (Mulyana, 2001: 33).

Paradigma interpretif adalah suatu paradigma yang menganggap bahwa ilmu bukanlah didasarkan pada hukum dan prosedur yang baku, setiap gejala atau peristiwa bisa jadi memiliki makna yang berbeda; artinya tidak ada kebenaran yang bersifat tunggal, ilmu bersifat induktif berjalan dari yang sepesifik menuju yang umum. Pendekatan interprestif pada akhirnya melahirkan pendekatan kualitatif (Salim, 2006: 5).

Peneliti menggunakan paradigma interpretif sebagai upaya untuk dapat melihat fenomena dan menggali pengalaman dari objek penelitian. Pendekatan interpretif berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada perspektif dan fenomena yang diteliti. Dalam paradigma interpretif, realitas sosial dilihat dengan kondisi yang cair dan mudah berubah. Fenomena sosial senantiasa bersifat sementara (Mulyana, 2001: 34).

Data-data yang tersaji dalam penelitian ilmiah ini adalah data-data yang bersifat kualitatif. Tidak ada hukum positif yang berlaku secara baku. Sifat dan karakter dari masalah yang diteliti dalam karya tulis ini adalah politik pemaknaan yang tidak dilihat


(25)

adanya pengetahuan baku. Maka proses pencarian makna dari sebuah fenomena masyarakat yang terjadi dalam film Persepolis membuat pendekatan interpretif dirasa tepat. Penelitian bergerak dari upaya untuk menemukan makna-makna dari fenomena tersebut.

2.1.3 Representasi dalam Film

Pengertian representasi sendiri adalah sebuah bagian yang essensial dari proses dimana makna dihasilkan atau diproduksi dan diubah antara anggota kultur tersebut. Untuk menyatakan atau menggambarkannya dapat dilakukan menggunakan bahasa. Oleh karenanya hal ini tidak lepas dari kultur atau budaya. karena antara makna, bahasa dan kultur berhubungan satu sama lain (Hall,1997:15).

Konsep representasi penting digunakan untuk menggambarkan hubungan antara teks media dengan realitas. Chiara Giaccardi menyatakan secara semantic representasi di artikan; “to depict, to be a picture of, atau to act or speak for (in the place of, in the name of) somebody. Berdasarkan kedua makna tersebut, to represent bisa didefinisikan to stand for. (Giaciardi dalam Noviani, 2002:61). Ia menjadi sebuah tanda (a sign) untuk sesuatu atau seseorang, sebuah tanda yang tidak sama dengan realitas yang direpresentasikan tapi dihubungkan dengan, dan mendasarkan diri pada realitas yang menjadi referensinya.

Pada relasi anggota relasi anggota sosial dengan kulturnya akan melahirkan makna dan menyebarkan pengertiannya karena adanya interaksi yang hidup pada kultur tertentu melalui bentuk-bentuk representasi. Apakah itu melalui media massa atau melalui organisasi yang hidup pada tatanan masyarakat dengan budaya (Gay,1997:113).


(26)

Termasuk disini adalah film, karena film termasuk media massa yang dapat menghasilkan makna dan direkonstruksi dalam kehidupan sosial. Makna dikonstruksi oleh sistem representasi dan diproduksi melalui bahasa, tidak hanya melalui ungkapan verbal namun juga non verbal. Sistem representasi tersusun melalui pengorganisasian, penyusunan dan pengklarifikasian dan berbagai kompleksitas hubungan diantara mereka. Jadi konsep representasi tidak dapat tersusun dengan sendirinya. Seperti yang diungkapkan oleh Sturken dan Cartwright : representasi merujuk pada penggunaan bahasa dan imajinasi untuk menciptakan makna tentang dunia sekitar kita. Kita menggunakan bahasa untuk memahami, menggambarkan dan menjelaskan dunia yang kita lihat, dan demikian pula dengan penggunaan imaji. Proses ini terjadi melalui sistem representasi, seperti media bahasa dan visual, yang memiliki aturan dan konvensi tentang bagaimana mereka diorganisir (Hall,2001:12).

Representasi dikatakan sebagai proses produksi makna melalui bahasa, hal ini mengandung dua prinsip, pertama untuk mengartikan sesuatu, untuk menjelaskannya atau menggambarkannya dalam pikiran dengan sebuah gambaran imajinasi: untuk menempatkan persamaan ini sebelumnya dalam pikiran atau perasaan kita. Kedua adalah representasi digunakan untuk menjelaskan konstruksi makna sebuah simbol, jadi kita dapat mengkomunikasikan makna objek melalui bahasa kepada orang lain yang bisa mengerti dan memahami konvensi bahasa yang sama Pembahasan tentang representasi tidak lepas dari media.

Media massa merupakan tempat dimana totalitas sosial. Bentuk-bentuk gambaran dan bentuk-bentuk representasi berlangsung. Film seperti media lainnya bukan hanya


(27)

sekedar media yang merefleksikan realitas, namun film juga mengkonstruksikan kembali realitas tersebut berdasar cara-cara tertentu. Hal ini diungkapkan Turner (dalam

Irawanto, 1999:14)

“Film does not reflect or even record reality: like any other medium of representation it construct and ‘represent’ it picture of reality by way of codes, conventions, myts and ideologies of its culture as well as by way of the specific signifying practices of the medium” (film tidak mencerminkan atau bahkan merekam realitas seperti medium representasi yang lain, ia mengkonstruksikan dan menghadirkan kembali gambaran dari realitas melalui kode-kode, konvensi-konvensi, mitos, ideology-ideologi dari kebudayaannya sebagaimana cara praktik signifikasi yang khusus dari medium”).

Jadi istilah representasi mungkin lebih tepat untuk menggambarkan realitas masyarakat dalam suatu film, karena realitas yang hadir dalam film bukanlah semata-mata cerminan dari realitas di masyarakat, tetapi proyeksi dari daya serap penciptanya dan di hadirkan kembali dalam film.

Representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan merupakan konsep yang sangat luas, kebudayaan menyangkut ‘pengalaman berbagi’. Seseorang dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika manusia-manusia yang ada disitu membagi pengalaman yang sama, membagi tanda-tanda kebudayaan yang sama, berbicara dalam ‘bahasa’ yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama.(Hall.1997:29).

Dalam representasikan kita menggunakan tanda ( sign ) yang diorganisasikan dalam bahasa yang bermacam-macam, untuk berkomunikasi dengan orang lain. Tanda ini bisa berupa kata-kata, gambar atau bahkan suara

Tanda diorganisasikan kedalam bahasa, dan yang membuat kita dapat mengubah pemikiran kita kedalam kata-kata, suara atau gambar-gambar. Lalu kita menggunakan


(28)

mereka untuk mengkomunikasikan maksud kita kepada orang lain. Dua system dari representasi bekerja bersama untuk menyediakan makna dalam budaya kita. Pertama mempersuakan kita membuat hubungan antara “sesuatu” dan system konsep kita. Kedua menghubungkan peta konsepsi kita dengan satu set tanda, yang kemudian diorganisasikan menjadi bahasa. Proses menghubungkan antara konsep, tanda dan sesuatu hal dalam memproduksi makna adalah apa yang kita sebut “representasi”.

Representasi dalam film adalah penggambaran suatu objek yang ditampilkan dalam film. Penggambaran ini ditampilkan melalui serangkaian tanda-tanda. Tanda-tanda yang dimaksud berarti tanda yang menjadi unsur sebuah film. Unsur tersesbut berupa dialog, sikap masing-masing pemain, angel kamera hingga music. Tanda dari unsur-unsur film ini akan dianalisis dan dicari maknanya, sehingga makna dibalik tanda tersebut dapat diungkapkan. Dalam penelitian ini, representasi menunjuk pada pemaknaan tanda-tanda yang terdapat pada film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta" dengan mengacu pada pendekatan atau konsep kehidupan yang menjalani hubungan yang berbeda agama,dan keragaman etnis budaya yang saling berbagi.

2.1.4 Devinisi Cinta dan Jenis Cinta

Seorang psikologis asal Amerika serikat, Ashley Montagu, memandang cinta sebagai sebuah perasaan yang memerhatikan, menyayangi, dan menyukai yang mendalam dan biasanya, rasa cinta itu disertai rasa rindu dan hasrat terhadap sang objek. Sedangkan menurut psikologis Elain dan William Wasten, cinta adalah suatu keterlibatan yang mendalam. Keterlibatan itu diasosiasikan dengan timbulnya rangsangan fisiologis


(29)

yang kuat dan diiringi dengan perasaan mendambakan pasangan dan keinginan untuk memuaskannya.(Widianti, Dian: 2007:37).

Pengertian cinta dalam kamus Funk dan Wagnalis, yaitu :

“cinta adalah suatu emosi atau perasaan yang kompleks dan kuat yang dibangkitkan oleh sesuatu, seseorang atau suatu kausalitas yang menyebabkan seseorang menghargai, senang serta mengharapkan kehadiran si obyek dan menyenangkan atau meningkatkan kesejahteraan obyek tersebut, kerinduan atau keramahan jiwa terhadap sesuatu yang dipahami dan dipandang baik atau sempurna dari berbagai sudut pandang yang dalam bermacam hubungan, perasaan sayang atau kasih sayang yang kuat yang dicurahkan terhadap seseorang.” (Issac dalam Ridha,2000:20, Lukita,16).

Tidak ada batasan yang jelas tentang arti cinta, oleh karena itu kita sering secara tidak sadar berdialektika sendiri untuk menemukan arti cinta sesungguhnya. Setiap orang mempunyai pemikiran dan pendapat sendiri mengenai cinta, hal ini berkaitan dengan pengalaman, latar belakang dan tingkat kepekaan individu.

Kata cinta berasal dari bahasa sansekerta, yaitu citta yang berarti selalu dipikirkan; senang; kasih; (ngantenan,1990:43). Sedangkan dalam kamus Poerwodarminto, disebutkan bahwa :

“Cnta adalah selalu teringat dan terpikirkan dalam hati, lantas berarti: rasa susah

hati; rindu, sangat ingin bertemu; sangat suka, sangat sayang; sangat kasih

dan sangat tertarik hati.” (Poerwodarminto, 1987;296).

Cinta identik dengan ungkapan perasaan sayang, suka sepasang sejoli yang dimabuk asmara, ada yang mengatakan cinta itu suci, cinta itu agung, cinta itu indah dan begitu indahnya hingga tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, hanya bisa dirasakan.

Menurut sujadi (1984:40) tentang kehidupan manusia, khususnya mengenai cinta menggolongkan kedalam empat macam :


(30)

2) Cinta Philia, yakni cinta kepada kedua orang tua dan saudaranya

3) Cinta Eros dan Amor, yakni cinta antara pria dan wanita

4) Cinta sesama, yakni perpaduan antara cinta Agape dan Philia, lebih dikenal

sebagai rasa belas kasih.

Ada enam batasan cinta, menurut Master Johnson dan Kolodny (1985), serta Turner dan Hlems (1995) :

1) Cinta Eros alias cinta birahi,

Cinta ini identik dengan cinta seksual dan erotic yang bersumber dari melekatnya cairan seksual dalam tubuh bermuara pada lust (nafsu). Cinta ini ditandai dengan keinginan memiliki, menuntut, merengek, mendesak, mengambil, dan bukan memberi.

2) Cinta Philia alias rasa sayang dan kasih.

Cinta ini tumbuh dari diri seseorang; bisa karena hubungan keluarga atau indahnya sebuah persahabatan yang mendalam. Biasanya, cinta model ini ada pada hubungan orang tua- anak dan kakak-adik.

3) Cinta Agape

Cinta ini ditandai dengan perhatian aktif pada orang yang dicintai dengan penuh keikhlasan, saling memberi, saling menghargai dan memberi.

4) Cinta Storage (cinta pesahabatan)

Cinta yang ini tumbuh subur dibenak hati seseorang karena adanya sebuah persahabatan yang hangat dan akrab sehingga tidak menekankan unsur passion dan hurt.


(31)

5) Cinta Hudus

Cinta ini sering dilakukan anak muda yang sering bermain cinta namun tidak ada tingkat keseriusannya.

6) Cinta Pragma (cinta untung-rugi)

Cinta yang mempunyai kualitas suatu hubungan dipikirkan dan dihitung dengan rumus jumlah keuntungan yang didapat oleh sebuah pasangan yang sedang dimabuk cinta.

Menurut tokoh Sternberg (papilia et. Al, 1998), cinta terdiri dari tiga komponen, yaitu intimacy (keintiman), passion (gairah), dan komitmen. Ada delapan jenis cinta berdasarkan ada tidaknya ketiga komponen tadi, yaitu :

1) Non love

Hubungan antara individu yang berbeda jenis kelamin, namun tanpa disertai unsur intimasi, hawa nafsu biologis (passion), ataupun komitmen.

2) Liking

Dua sosok individu saling mengenal, tetapi hanya sebatas sahabat dan saling peduli.

3) Infactuation

Hubungan yang terjadi antara dua individu yang berbeda jenis kelamin, hanya didasari oleh nafsu biologis tanpa adanya keakraban ataupun komitmen.

1. Empty love

Jenis cinta ini didasari dengan komitmen, tetapi tidak ada unsur passion ataupun intimasi.


(32)

2. Romantic love

Jenis cinta ini berdasarkan intimasi dan nafsu seksual, tapi tidak memiliki sebuah komitmen sampai pada jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan.

3. Companiote love

Hubungan jangka panjang yang tidak melibatkan unsur seksual, termasuk persahabatan.

4. Fatuous love

Disebut juga hubungan dengan komitmen tertentu.

5. Consummate love

Cinta jenis ini menjadi tujuan hubungan cinta yang ideal karena ketiga unsur sama-sama ada dan tegar menghadapi berbagai penderitaan, cobaan, ataupun rintangan.

Berbeda dengan Sternberg, Sawitri Supardi Sedarjo, dalam konsultasi psikologi-nya membagi cinta menjadi dua, yaitu :

a. Cinta romatis

Cinta dilukiskan sebagai suatu hal yang imajinatif serta tidak praktis, misterius, dan fiktif karena hanya mengondisikan suatu rangsangan yang bersifat emosional, petualangan hati, dan pemenuhan idealism yang dilandasi emosi.

b. Cinta sejati

Cinta sejati cenderung menyertakan rasa hormat, toleransi, penerimaan kekurangan dan kelebihan masing-masing serta melibatkan afeksi yang bukan


(33)

manifestasi kesepian mendalam pada pasangan yang saling mencintai. (Widianti, Dian:2007:66).

Dalam Wikipedia, para pakar telah membagi cinta dalam beberapa macam, yakni :

1. Cinta terhadap keluarga

2. Cinta terhadap teman-teman, atau Philia

3. Cinta yang romantic

4. Cinta yang hanya merupakan hawa nafsu atau cinta eros

5. Cinta sesama atau juga Agape

6. Cinta dirinya sendiri, narsisme

7. Cinta akan sebuah konsep tertenu

8. Cinta akan negaranya, patriostisme

9. Cinta akan bangsa atau nasionalisme

Beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia atau bahasa Melayu apabila dibandingkan dengan beberapa bahasa mutakhir di Eropa, terlihat lebih banyak kosakatanya dalam mengungkapkan konsep ini. Termasuk juga bahasa Yunani kuna, yang membedakan antara tiga tiga atau lebih konsep: eros,philia, dan agape.

Menurut Syaikh Ibnu Qoyyim, seorang ulama di abad ke-7, ada enam peringkat cinta (maratibul –mahabah), yaitu:

1. Tatayum, yang merupakan hak Allah semata-mata.

2. Lsyk, yang merupakan hak Rosulullah SWT. Cinta yang melahirkan sikap

hormat, patuh, ingin selalu membelanya, ingin mengikutinya, mencontohnya, dan sebagainya, namun bukan untuk menghamba kepadanya.


(34)

3. Syauq, cinta antara mukmin dengan mukmin yang lainnya. Antara suami istri, antara orang tua-anak.

4. Shahabah. Yaitu cinta sesama muslim yang melahirkan ukhuwah islamiah.

5. Lthf, yaitu rasa simpati yang ditujukan kepada sesama manusia . rasa simpati

ini melahirkan kecenderungan untuk menyelamatkan manusia, berdakwah dan sebagainya.

6. Lnthifa, yaitu keinginan untuk mendayagunakan atau memanfaatkan,

keinginan terhadap harta benda. (www.cahayahidayah.mukjizat-cinta-dan-iman.html).

2.1.5 Teori Cinta Sigmund Freud

Tema utama dalam penelitian ini adalah sebuah representasi cinta yang ditampilkan dalam film, tema cinta dalam penelitian ini memiliki suatu perbedaan tema cinta yang diangkat dalam tema-tema cinta sebelumnya.

Didalam psikoanalisis, Freud mengemukakan teori cinta yang membhas cinta seksual dimana obyek cinta adalah lawan jenis; ini semua merupakan obyek-obyek normal yang dimiliki insting seksual. Semua jenis cinta lain misalnya cinta diri, cinta familial, persahabatab dan cinta akan kemanusiaan, cinta terhadap obyek konkrit maupun abstrak, dibentuk lewat pengalihan obyek normal atau rintangan atau lewat penyimpangan dari tujuan normal.

Dalam praktek psikoanalisisnya Freud telah menjadi sangat terbiasa dengan kehidupan cinta yang menyangkut fenomena cinta yang tak biasa, bagaimana semua ketidaknormalan cinta dapat dimengerti dan djelaskan. Dalam suatu kehidupan manusia


(35)

mengalami suatu perkembangan yang emrupakan akar dari suatu sikap dan perilaku seorang manusia. Tahap perkembangana seorang anak, memiliki beberapa serangkaian tahapan yang secara dinamis bertahan selama lima tahun pertama kehidupan, kemudian selama suatu proses periode lima atau enam tahun berikutnya menjadi stabil. Masing- masing tahap perkembangan selama lima thaun pertama ditentukan oleh cara-cara reaksi suatu zona tubuh tertentu.

Dirumuskan dengan singkat, Oedipus dan Elektra kompleks ditimbulkan adanya permusuhan ataupun persaingan antara orang tua dan anak sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya atau mencari sosok yang sama seperti ibunya. Perasaan –perasaan ini menyatakan diri dalam khayalan pada waktu anak-anak melakukan masturbasi dan dalam bentuk pergantian antara sikap cinta dan sikap cinta melawan orang tuanya.

Mengenai kompleks Oedipus dan kompleks Elektra, Karen Horney berpendapat bahwa hal tersebut bukanlah suatu konflik seksual dan agresif yang terjadi antara anak dengan orang tuanya, melainkan kecemasan yang timbul dari gangguan-gangguan dasar, misalnya penolakan, perlindungan yang berlebihan dan hukuman-hukuman yang diterapkan dalam sebuah keluarga. Agresif bukanlah sifat bawaan, sebagaimana dinyatakan Freud, melainkan merupakan cara dimana manusia berusaha melindungi keamanannya. Narsisme pada dasarnya bukanlah cinta diri, melainkan penbawaan diri dan penilaian diri yang berlebihan akibat perasaan – perasaan tidak aman. (Hall,Calvin&Lindzey,Gardney,1993:265)

Teori Oedipus komplek dan Elektra komplek, didasarkan pada kenyataan didalam Oedipus komplek, bahwa mama atau sang ibu mengatur ego dan kebutuhan sang anak.


(36)

Hal ini, yang menyebabkan terjadinya perasaan khusus yang disebut cinta seorang anak terhadap sosok ibunya sendiri muncul, begitu sebaliknya yang disebut Elektra komplek. (Santas,Gerosimos,2002:200).

2.1.6 Model Semiotika John Fiske

Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural and communication Studies, disebutkan bahwa terdapat dua persepektif dalam mempelajari ilmu komunikasi. Perspektif pertama melihat komunikasi sebagai transmisi pesan, sedangkan perspektif kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Bagi perpespektif yang kedua, studi komunikasi adalah studi tentang teks dna kebudayaan, metode studinya yang utama adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan makna) (Fiske,2006:9).

Perspektif produksi dan pertukaran makna menfokuskan bahasannya pada bagiamana sebuah pesan ataupun teks berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya untuk dapat menghasilkan sebuah makna. Hal ini berhubungan dengan peranan teks tersebut dalam budaya. Perspektif ini seringkali menimbulkan kegagalan dalam berkomunikasi karena pemahaman yang berbeda antara pengirim pesan (komunikator) dan penerima pesan (komunikan). Meskipun demikian, yang ingin dicapai adalah signifikansinyadan bukan kejelasan sebuah pesan disampaikan. Untuk itulah pendekatan yang berasal dari perspektif tentang teks dan budaya ini dinamakan pendekatan semiotik. (Fiske,2006:09).

Definisi semiotik yang umum adalah studi mengenai tanda-tanda. Studi ini tidak hanya mengarah pada “tanda” dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi juga tujuan dibuatnya tanda-tanda tersebut. Bentuk-bentuk tanda disini antara lain berupa kata-kata, images,


(37)

suara, gesture, dan objek. Bila kita mempelajari tanda maka kita tidak bisa memisahkan antara satu dengan yang lainnya yang membentuk sebuah sistem, dan kemudian disebut sistem tanda. Lebih sederhana semiotik mempelajari bagaimana sistem tanda membentuk sebuah makna, menurut John Fiske dan John Hartley, konsentrasi semiotic adalah pada hubungan yang timbul antara sebuah tanda dan makna yang dikandungnya, juga bagaimana tanda-tanda tersebut dikomunikasikan dalam kode-kode (Chandler,2002: www.aber.ac.uk)

Penerapan semiotik pada film, berarti harus mempertahankan aspek medium film atau cinema yang berfungsi sebagai tanda. Maka dari sudut pandang ini jenis pengambilan kamera (selanjutnya disebut Shot saja) dan kerja kamera (camera work). Dengan cara ini peneliti dapat memahami shot apa saja yang muncul dan bagaimana misalnya, Close-up. Terdapat pula kerja kamera yaitu bagaimana gerak kamera terhadap objek. (Berger,1987:37)

Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama denganbaik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan. Yang penting dalam film adalah gambar dan suara : kata yang diucapkan (ditambah dengan suara-suara lain yang serentak mengiringi gambar-gambar yang bergerak) dan juga musik pada film itu. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda dan ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu.(Sobur,2004:128)

Berkaitan dengan permasalahan maupun ruang lingkup dalam penelitian ini, maka nantinya dalam “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”, yang akan dianalisis ialah hanya sistem tanda


(38)

dalam film yang berupa scene atau gambar dan suara (kata yang diucapkan). Adapun hal tersebut nantinya akan dianalisis dengan menggunakan “kode-kode televise” dari John Fiske.

2.1.7 Kode-kode Televisi John Fiske

Untuk menganalisis sinema atau film, Fiske (1990:40) membagi kode menjadi 3 level, yaitu:

1. Level Realitas ( reality )

Pada level ini, realitas dapat berupa penampilan, pakaian, dan make-up yang digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku, ucapan, gesture, ekspresi, suara dan sebagainya yang dipaham sebagai kode-kode teknis.

2. Level Representasi (representation)

Level representasi meliputi kerja kamera pencahyaan, editing, music, dan suara, yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensioanal. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter, action, dialog, setting dan sebagainya. Level representasi meliputi :

a. Tekhnis Kamera : jarak dan sudut pengambilan.

Ada tiga jenis shot gambar yang paling dasar yaitu meliputi :

1. Long Shot ( LS ), yaitu shot gambar yang jika obyeknya adalah manusia maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang diatas kepala. Dari jenis shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu Extreme Long shot (ELS). Mulai dari sedikit ruang dibawah kaki hingga ruang tertentu diatas kepala. Pengambilan gambar Long Shot ini menggambarkan dan memberikan informasi kepada


(39)

penonton mengenai penampilan tokoh (termasuk pada body language, ekspresi tubuh, gerak cara berjalan dan sebagainya dari ujung, rambut sampai kaki) yang kemudian mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi yang sedang terjadi pada adegan itu.

2. Medium Shot ( MS ), yaitu shot gambar yang jika obyeknya adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang di atas kepala. Dari Medium Shot dapat dikembangkan lagi, yaitu Wide Medium Shot (WMS), gambar medium shot tetapi agak melebar kesamping kanan kiri. Pengambilan gambar medium shot menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih dekat lagi dibandingkan long shot.

3. Close Up (CU), menggambarkan secara detail ekspresi pemain dari suatu peristiwa ( lebih detail pada ekspresi tubuh, contohnya mata, bibir, tangan dan sebagainya ).

4. Extreme Close-Up : menggambarkan secara detail ekspresi pemain dari suatu peristiwa (lebih detail pada ekspresi tubuh, seperti mata,bibir,tangan, dan sebagainya).

b. Pencahayaan

Cahaya menjadi salah satu unsure media visual, karena dengan cahayalah informasi bias dilihat. Cahaya ini pada mulanya hanya merupakan unsure tekhnis yang membuat benda bias dilihat. Maka penyajian film juga, pada mulanya, disebut sebagai “paiting with light”, melukis dengan cahaya. Namun


(40)

dalam perkembangan bertutur dengan gambar, ternyata fungsinya berkembang semakin banyak. Yakni mampu menjadi informasi waktu, menunjang mood atau atmosfer set dan bisa menunjang dramatic adegan.(Biran,2006:43).

c. Penataan Suara

1. Sound effect, untuk memberikan tambahan ilusi pada suatu kejadian.

2. Music, untuk mempertahankan kesan dari suatu fase untuk mengiringi

suatu adegan, warna emosional pada music turut mendukung keadaan emosional pada music turut mendukung keadaan emosional suatu adegan.

d. Tekhnik Editing

1. Cut, perubahan secara tiba-tiba dari suatu pengambilan, sudut pandang

atau lokasi lakonnya. Ada bermacam-macam cut yang mempunyai efek untuk merubah Scene, mempersingkat waktu, memperbanyak pont of view, atau membentuk kesan terhadap image atau ide.

2. Jump Cut, untuk membuat suatu adegan yang dramatis

3. Motivated Cut, bertjuan untuk membuat penonton segera ingin melihat

adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan sebelumnya.

Namun dalam penelitian ini peneliti tidak akan membahas lebih lanjut pada suara dan penataan music yang ada pada level representasi, karena keduanya dianggap tidak memiliki kaitan langsung terhadap representasi cinta di film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” 4. Level Ideologi

Level ideologi diorganisasikan kedalam kesatuan dan penerimaan sosial seperti kelas, patriarki, gender, ras, feminism, kapitalisme, liberalism, status, dan konflik.


(41)

 

II.2. Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori yang telah disampaikan maka dapat diketahui bahwa mengerti dan memahami beberapa bentuk visual yang mempresentasikan cinta beda agama dalam film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”, peneliti menggunakan teori analisis semiotic film oleh John Fiske, analisis semiotic pada sinema atau film layar lebar (wide screen) disetarakan dengan analisis film yang ditayangkan di televise yang dikemukakan oleh John Fiske. Analisis ini terbagi menjadi level realitas dan level representasi.

Dalam pengembangan kerangka berpikir peneliti menggunakan analisis berupa scene-scene yang menunjukkan karakteristik cinta beda agama, pertama Film akan dipilah penanda-penandanya ke dalam serangkaian fragmen ringkas dan beruntun. Pada tahap kedua film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” scene-scene yang sudah dipilah tersebut akan dianalisa secara mendalam dan dimaknai, yang menunjukkan adegan percintaan beda agama, menurut level realitas dan representasi menurut Jhon Fiske.

Fenomena tentang hubungan yang dtabu ini sangat menarik untuk divisualisasikan dalam bentuk karya seni berupa film. Penelitian ini menggunakan studi semiotic Jhon Fiske, mengingat film ini terdiri dari yang mendasari tanda-tanda yang perlu dimaknai.


(42)

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Mendefenisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. (Meleong,1998:3)

Metode penelitian kualitatif lebih banyak dipakai untuk meneliti dokumen yang berupa teks, gambar, symbol dan sebagainya untuk memahami budaya dari suatu konteks social tertentu. Metodelogi analisis yang interaktif dan lebih secara konseptual tertentu. Metode kualitatif ini, merujuk pada metode analisis dokumen untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisi dokumen untuk memahami makna atau signifikasi.

Oleh karena itu peneliti yang melakukan studi analisis isi kualitatif harus memperhatikan beberapa hal: pertama adalah konteks atau situasi social diseputar dokumen atau teks yang diteliti. Disini, peneliti diharapkan dapat memahami the nature atau kealamiahan dan culture meaning atau makna cultural dari artifact atau teks yang diteliti. Kedua adalah proses atau bagaimana suatu produksi media atau isi pesannya dikreasi secara actual dan diorganisasikan secara bersama. Ketiga adalah emergence, yakni pembentukan secra gradual/ bertahap dari makna sebuah pesan melalui pemahaman dan interprestasi.


(43)

menggunakan metode semiotic, peneliti berusaha menggali realitas real yang didapatkan melalui interprestasi symbol-simbol dan tanda-tanda yang ditampilkan sepanjang film. Analisis semiotic termasuk dalam metode kualitatif. Tipe penelitian ini adalah deskriptif, dimana peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana cinta yang berbeda agama itu dipresentasikan melalui sistem tanda pada film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”.

3.2. Kerangka Konseptual

3.2.1 Corpus

Didalam penelitian kualitatif diperlukan adanya suatu pembahasan masalah yang disebut corpus. Corpus adalah sekumpulan bahan terbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis kesemenaan. Corpus haruslah cukup luas untuk memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsur akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Corpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogen pada taraf waktu (Kurniawan,2000:70).

Pada penelitian kualitatif ini memberikan peluang yang besar bagi dibuatnya interprestasi alternatif. Corpus dalam penelitian ini adalah tokoh Rosyid dan Delia yang mengalami cinta yang tidak biasa dalam film yang berjudul “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”, yang ditonton dalam versi VCD (Video Compact Disc).

Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta merupakan film teatrikal (layar lebar) jenis film cerita dan diproduksi secara khusus untuk dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop/cinema. Film jenis ini berbeda dengan film televise ( television film) atau sinetron (sinema elektronika) yang dibuat khusus untuk siaran televisi. Film ini serentak


(44)

di bioskop-bioskop 21 indonesia pada awal bulan juli 2010, film ini disutradarai oleh Benni Setyawan

3.3. Definisi Operasional

3.3.1. Representasi

Representasi berasal dari kata dasar dalam bahasa inggris “represent” yang bermakna “stand for”, artinya “berarti” atau “act as a delegate for”, yang artinya bertindak sebagai perlambang atas sesuatu.

Representasi adalah konsep yang digunakan dalam proses social pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia : dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebaginya. Secara ringkas, representasi adalah produksi makna lewat bahasa. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan atau gambar) tersebut bitulah seseorang dapat mengungkapkan pikiran, konsep dan ide-ide tentang sesuatu (Juliastuti,200).

Konsep representasi bisa berubah-ubah. Selalu ada pemaknaan baru dan pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negoisasi dan disesuaikan dengan situasi yang baru. Intinya adalah : makna akan inheren dalam suatu dunia ini. Ia selalu dikonstruksikan, diproduksi, lewat proses representasi. Ia adalah hasil dari praktek penandaan.

Ada dua proses representasi. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual). Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, adalah bahasa, yang berperan penting


(45)

diterjemahkan dalam bahasa yang “lazim”, supaya kita dapat menghubungkan konsep dan ide-ide kita tentang sesuatu dengan tanda dan symbol-simbol tertentu.

Proses pertama memungkinkan untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan system “peta konseptual” kita. Dalam proses kedua, kita mengkonstruksi seperangkat rantai koresponden antara “peta konseptual” dengan bahasa atau symbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep kita tentang sesuatu. Relasi antara “sesuatu”, “peta konsep-konseptual”, dan “bahasa atau symbol” adalah jantung dari produksi makna lewat bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen ini secara bersama-sama itulah yang kita namakana representasi.

Konsep representasi pada penelitian ini merujuk pada pengertian tentang bagaimana seseorang, sebuah kelompok atau sebuah gagasan ditunjukkan dalam media massa (Eriyanto,2001:113). Oleh karena itu, representasi cinta beda agama di film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” berarti dalam film ini terdapat tanda dan symbol-simbol yang menunjukkan adanya adegan yang mewakili makna perbedaan.

3.3.2. Cinta

Cinta ialah sebuah perasaan selalu teringat dan terpikirkan dalam hati, lantas berarti; rasa susah hati; rindu, sangat tertarik hati. Cinta dapat diwujudkan kedalam sebuah aksi perilaku atau sebuah sikap seseorang yang sedang mengalami perasaan cinta. Perasaan cinta mendorong seseorang berperilaku dengan menggunakan emosi dan sering kali bertindak irasional.

3.3.3. Film


(46)

dipertunjukkan digedung-gedung bioskop/cinema. Film jenis ini berbeda dengan film televise (television film) atau sinetron (sinema elektronika) yang khusus dibuat untuk siaran televise. Film teatrikal dibuat secara mekanik, sedangkan film televisi dibuat secara elektronik. Berkaitan dengan penelitian ini, yang ingin diteliti ialah tentang penokohan dalam sebuah layar lebar, yakni penokohan Rosyid dan Delia dalam film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”, yang dalam hal ini mempresentasikan Cinta.

3.4 Unit Analisis

Tanda – tanda dalam tataran bergerak (film) tersebut telah dikombinasikan menjadi kode-kode, untuk memungkinkan sesuatu pesan disampaikan dari komunikator kepada komunikan. Adapun tanda-tanda tersebut oleh John Fiske dikategorikan menjadi tiga level, yakni :

1. Level realitas yang mencakup kode-kode sosial seperti penampilan pakaian

dan make up, lingkungan, perilaku, ucapan, gesture, ekspresi dan dialog. Penampilan kostum dan make-up yang digunakan oleh pemain di film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta. Dalam penelitian ini tokoh yang menjadi obyek penelitian adalah Rosyid dan Delia. Pentingnya peran busana, pakaian, dandanan dan perhiasan dalam proses komunikasi insani telah mendapatkan sorotan. Pakaian di yang digunakan, serta apakah kostum dan make-up yang ditampilkan tersebut memberikan signifikasi tertentu menurut kode social dan cultural.


(47)

2. Level representasi yang meliputi kode-kode tekhnik seperti kerja kamera, pencahayaan, editing, music dan suara

Analisis semiotic pada sinema atau film layar lebar (wide screen) disetarakan dengan analisis film yang ditayangkan di televise. Fiske mengkategorikan sign pada film kedalam tiga kategori, yakni kode-kode social (social codes), dank kode-kode tekhnis (technical codes), dan kode-kode representasi (representational codes). Hal ini untuk mengetahui bagaimana representasi cinta beda agama dalam film tersebut.

3.5. Tekhnik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tekhnik dokumentasi dan mengamati film yang berjudul “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” secara langsung serta melakukan studi keperpustakaan untuk melengkapi data-data dan bahan-bahan yang dapat dijadikan sebagai referensi.

3.6. Tekhnik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan Peneliti berdasarkan sign atau sistem tanda yang tampak pada cerita “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” yang dapat digolongkan sebagai pesan pemaknaan cinta, kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan-pendekatan kode-kode televise oleh John fiske, analisis semiotic pada film dibagi menjadi beberapa elemen, yaitu level realitas, dan level representasi. Untuk selanjutnyaakan dilakukan analisis terhadap masing-masing unit analisis disetiap level. Lingkungan atau setting, yang ditampilkan dari cerita ketiga tokoh tersebut.


(48)

 

Pada level realitas, dianalisis beberapa kode-kode sosial yang merupakan realitas berupa penampilan dan kostum, perilaku, ekspresi, dan dialog.

Pada Level reprenstasi yang akan diamati, meliputi kerja kamera, pewarnaan dan suara yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvensional. Namun dalam penelitian ini, peneliti tidak akan membahas lebih lanjut tentang tekhnik editing, dan music yang ada pada level representasi, karena dianggap tidak memiliki korelasi langsung terhadap pembahasan di dalam film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”. Level representasi ini membantu dalam melakukan analisis pada level realitas, menunjukkan alur cerita melalui penggambaran tokoh dan setting yang dapat menjurus ke karekter dan pandangan mereka pada level ideologi.


(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Dan Penyajian Data

4.1.1. Gambaran Umum Objek

Gambar 4.1. Poster Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta

Film drama religious ini mengisahkan tentang percintaan beda agama, film “3Hati 2Dunia 1Cinta yang dibintangi oleh Reza Rahardian, Laura Basuki dan Arumi Bachsin. Film ini diadaptasi dari buah novel karya Ben Sohib, The Dapeci dan Rosyid & Delia. Sutradara Benny setiawan menggarap film ini dibawah


(50)

. Meskipun novel ini tak sefenomenal novel AAC dan Sang Pencerah namun novel tersebut sudah mencuri perhatian novel Indonesia.

Sepintas, novel ini mirip ketenaran novel Da Vinci Code, karangan penulis Amerika Serikat Dan Brown Tapi isinya beda sekali. Da Vinci Code mengisahkan misteri legenda cawan suci (Holy Grail) dan peran Maria Magdalena dalam sejarah Kristen, teori-teori yang oleh Kristen dipertimbangkan sebagai ajaran sesat dan telah dikritik sebagai sejarah yang tidak akurat.

Sementara itu, novel Da Peci Code mengisahkan perseteruan antara ayah (Mansur) dan anaknya (Rosyid). Di novel best seller itu, Rosyid menabrak tradisi memakai peci putih di masyarakat Betawi-Arab.

Novel yang ditulis Ben Sohib mencoba mengenalkan lebih lanjut budaya Betawi dalam khazanah sastra yang belum banyak dilakukan, penulis Indonesia, Ben juga mencatat pergulatan yang terjadi antara Betawi tradisional dan modern. Bahkan, beberapa pergulatan yang diangkatnya itu termasuk masalah yang gawat dan sensitif. “Persoalan peci, itu masalah gawat. Kemudian di novel kedua Rosyid dan Delia ini dia mengangkat pernikahan beda agama. Ben kembali menghadirkan rosyid yang kritis bersama pacarnya, Delia. Keduanya hadir dengan persoalan yang lebih berat: hubungan beda agama. Generasi muda


(51)

Betawi-Arab kini berinteraksi dengan beragam budaya dan agama, bukan tidak mungkin perkawinan beda agama terjadi. Ben Sohib mengangkat budaya Betawi ke dalam sastra. Menurut Ben, Betawi sangat dekat dengan kesehariannya, yang sudah 20 tahun tinggal di daerah Condet-Cililitan, Jakarta Timur. Dari pengamatannya, ada fenomena yang menarik dari masyarakat Condet. Condet adalah sebuah prototipe yang sempurna untuk masyarakat Betawi yang bisa dibilang tertinggal, kalau tidak mau dibilang terpinggirkan dari pergerakan zaman.

Dalam perkembangannya, ada perbenturan antara tradisi yang terus dipertahankan dengan budaya yang makin berkembang. “Termasuk tradisi memakai peci putih dan budaya Arab yang berakulturasi dengan budaya Betawi di mana peci putih menjadi simbol identifikasi agama Islam.

Beda lagi dengan Sutradara Benny setiawan, sutradara ini mungkin belom banyak dikenal oleh masyarakat karena termasuk sutradara terbaru didunia hiburan saat ini, setelah membuat film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” Benni Setiawan akhirnya meraih penghargaan sebagai Sutradara Terbaik versi Festival Film Indonesia (FFI) pada tahun 2010 dan Benni juga meraih penghargaan untuk Cerita Skenario dan Adaptasi Terbaik di film yang yang sama.

4.1.2 Sinopsis Film 3 Hati 2 dunia 1 Cinta

Film ini awalnya dimulai dengan adegan Rosyid yang mengundang kemarahan abahnya karena rambut kribo yang tak kunjung di potongnya, Rosyid, anak dari keluarga keturunan arab dan pecinta sastra juga pengagum berat


(52)

budayawan WS Rendra. Selain menulis, rosyid juga sering membaca puisi. Rambut kribonya menjadi ciri bahwa dia pecinta seni. Tetapi sang ayah yang akrab dipanggil abah memaksanya agar memotong rambutnya dan mengubah penampilannya dengan memakai baju koko dan peci putih. Beliau berpendapat bahwa peci putih melambangkan kesalehan dan mencerminkan agama islam. Namun Rosyid menolak bahwa memakai peci putih bukan kewajiban. Melainkan sebuah tradisi dari leluhur mereka. Rosyid berdalih bahwa peci putih tidak menggambarkan pemakainya sebagai muslim. Itu hanya sebuah simbol karena para pastur dan petinggi agama lain pun memakai penutup kepala. Itu menunjukkan bahwa keluarga Rosyid adalah penganut islam yang sangat kuat.

Delia, adalah Wanita yang tertarik kepada Rosyid namun berbeda kepercayaan. delia terlahir dari keluarga yang menganut agama kristen yang lekat. Tapi perbedaan itu tak membuat mereka jauh atau bahkan sampai memisahkan. Delia dapat menghargai perbedaannya dengan Rosyid, seorang muslim kuat, dan dirinya, seorang kristus yang kental. Ini dapat dilihat saat mereka bergantian menunggu pada waktu masing-masing harus menjalankan kewajibannya. Rosyid menunggu dengan sabar di halaman gereja saat Delia beribadah dan Delia pun menunggu saat Rosyid hendak shalat di mesjid. Ataupun ketika Delia ikut menonton tarian Arab bersama Rosyid. Delia adalah salah satu mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Karena kedekatannya dengan Rosyid, delia memutuskan untuk tidak bersekolah di Amerika sebagaimana keinginannya terdahulu.


(53)

Hubungan Rosyid dan Delia semakin dekat, Delia bahkan telah membawa Rosyid bertemu dengan orang tuanyanya yang menerimanya dengan penilaian

negative atas penampilan, pendidikan dan pekerjaannya.

Nabila adalah muslimah yang didatangkan keluarga Rosyid dengan tujuan agar anaknya tidak berhubungan dengan Delia. Nabila sendiri diam-diam menyukai Rosyid sebagai penyair.

Puncak dari film ini adalah ketika orang tua dari Rosyid dan Delia mengetahui bahwa anak mereka menjalin hubungan dengan seseorang yang berbeda keyakinan. Semua tahu bahwa pernikahan beda agama itu adalah haram. Sehingga kedua orang tua mereka berusaha menjauhkan mereka dengan caranya masing-masing.

Abah Rosyid menempuh berbagai cara untuk menyadarkan anaknya. Di sini mulai ada tipuan dari sodaranya sendiri. Dia menunjukkan berbagai cara yang bisa ditempuh oleh abah untuk memisahkan Rosyid dan Delia yang tentu dari cara tersebut dapat menguntungkan juga untuknya. Cara terakhir yang disuruh oleh saudaranya, abah rosyid harus menemui “dukun” untuk memperoleh ramuan yang dapat memisahkan rosyid dan delia. Ramuan itu berupa minyak bernama “Bui Jubal Jabul” setelah dimantrai-mantrai minyak itu akan akan dioleskan dibagian tubuh rosyid, sebuah usaha melelahkan bagi abah Rosyid karena harus keluar masuk toko minyak wangi yang akhirnya membuahkan hasil namun dengan harga yang tidak murah.


(54)

Namun terasa bahwa jalan yang diberi sodaranya untuk memisahkan Rosyid tidak membuahkan hasil. Jalan terakhir adalah mempertemukan Rosyid dengan Nabila dan berniat menjodohkannya. Sedangkan keluarga Delia menempuh jalan dengan berniat memindahkan kuliahnya ke Amerika sesuai keinginan Delia terdahulu. Namun itu tentu ditolaknya karena delia tidak ingin berpisah dengan Rosyid. Berbagai cara ditempuh mereka untuk mencari jalan yang terbaik. Dan alhasil setelah semua kedua orang tua Rosyid dan Delia sudah menyerah tentang cara memisahkan mereka. Akhirnya keputusanpun ada ditangan Rosyid dan Delia.

Namun Rosyid dan Delia menyadari akan semua hal ini, mereka menganggap selain perbedaan agama ternyata ada beban psikologis yang harus dihadapi jika mereka meneruskan hubungan itu hingga ke ikatan pernikahan? akhirnya mereka sepakat membuat keputusan untuk menemukan jalan yang diberikan Tuhan yaitu menjalani hidup sendiri-sendiri.

4.1.3 Pemain Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta

Dalam film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta ini terdapat beberapa tokoh yaitu :

a. Reza Rahardian (Rosyid) adalah tokoh yang cuek, apa adanya, dan suka


(55)

Gambar 4.2 Rosyid yang diperankan oleh Reza Rahardian

b. Laura Basuki (Delia) adalah pacar rosyid yang beragama kristen dia sosok

wanita yang sangat cantik, baik hati dan selalu memakai kalung dilehernya.

Gambar 4.3 Delia yang diperankan oleh Laura Basuki

c. Arumi bachsin (Nabila) adalah gadis yang mau dijodohkan untuk rosid, nabila

ini tokoh yang cantik, muslimah penurut dan sangat tertutup, dia juga sama-sama menyukai puisi.


(56)

d. Rosyid Karim (abahnya Rosyid) adalah sosok tokoh seorang ayah yang gampang marah dan keras namun polos dan sangat sayang sama anaknya.

Gambar 4.5 abahnya Rosyid

e. Henidar Amroe (uminya Rosyid) adalah sosok tokoh seorang ibu yang

bijaksana dan sabab dan lembut hatinya.

Gambar 4.6 Uminya Rosyid 4.1.3 Penyajian Data

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada film “3Hati 2Dunia 1Cinta” terdapat scene-scene yang disajikan dan dianalisis. Pengamatan data dalam penelitian ini yaitu fokus pada scene-scene yang menggambarkan tentang hubungan cinta berbeda agama yang terdapat didalam film yang merupakan media massa yang banyak dipilih oleh khalayak yang memiliki audio visual.


(57)

Terdapat dua macam pesan yang menjadi obyek penelitian dalam film “3Hati 2Dunia 1Cinta “ ini yaitu pesan verbal dan non verbal. Pada pesan verbal ada salah satu dialog model anak perempuan kepada kedua orang tuanya, yaitu “ Tak ada kata kebetulan di dunia ini. Semua telah direncanakan Tuhan, begitu pula pertemuanku dengan Rosyid. Itu bukan kebetulan. Tuhan yang mempertemukan”, sedangkan pesan non verbal dalam film ini terdapat pada tekhnik kamera, kostum, aktifitas, dan ekspresi model, serta pada setting tempat model melakukan aktifitas. Pada pesan verbal dan non verbal yang terdapat dalam film “3Hati 2Dunia 1Cinta”, penulis akan melakukan analisis terhadap tayangan film tersebut. Langkah awal yang dilakukan adalah mengambil dan memotong setiap perpindahan adegan (scene) dalam film “3Hati 2Dunia 1Cinta” tersebut. Setelah hal tersebut dilakukan maka selanjutnya potongan gambar film tersebut akan diinterprestasikan dan dianalisis berdasarkan landasan teori semiotika John Fiske.

Berdasarkan teori semiotika milik John Fiske, analisis pada film ini dapat dibagi kedalam :

1. Level Realitas

Pada level ini relaitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make-up yang digunakan oleh pemain, lingkungan perilaku, ucapan, gerak tubuh (gesture), ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap secara elektronik melalui kode-kode teknis.


(58)

2. Level Representasi

Meliputi kerja kamera pencahayaan, editing, musik dan suara yang ditransmisikan sebagai kode-kode representasi yang bersifat konvesional. Bentuk-bentuk representasi dapat berupa cerita, konflik, karakter, action, setting, casting dan sebagainya.

Tampilan visual dalam scene di dalam film “3Hati 2Dunia 1Cinta” ini dianalisis dengan menggunakan semiotic yang dikemukakan oleh John Fiske yang mengkaji tanda-tanda menentukan pemenggalan scene dengan membaginya dalam dua level yaitu level realitas (reality), pada level ini realitas dapat dilihat dari setting, kostum pemain (wardrobe), ekspresi, tata rias, gesture, suara perilaku dan ucapan. Level representasi (representation) meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, dan casting.

4.2. Analisis Data

4.2.1. Pada Level Realitas

4.2.1.1. Kostum dan Make Up

Penampilan adalah bagaimana seseorang mengenakan pakaian, bentuk dan bahan pakaian yang dipilih, serta pakaian itu sendiri. Dengan melihat penampilan seseorang, identitas dan kredibilitasnya dapat diketahui. Yakni dengan mendeskripsikan status sosial, agama, ideologi, tingkat kekayaan, dan sebagainya dari gaya penampilan yang dikenakan. Sebaliknya, penampilan juga dapat menyembunyikan identitas dan kredibilitas seseorang tersebut dengan sengaja ingin menyembunyikan identitas dan kredibilitasnya. Misalnya orang yang kaya


(59)

dan status sosial yang tinggi dapat menyembunyikannya dengan menggunakan pakaian yang kumal dan warna sudah pudar

Pada film 3Hati 2Dunia 1Cinta ini diceritakan kisah cinta, Rosid yang Muslim menjalin hubungan (suka sama suka) dengan Delia yang Nasrani. Dengan perbedaan agama ini tentulah orang tua mereka menentang hubungan mereka. Lalu kemudian orang tua Rosid menjodohkan Rosid dengan Nabila, wanita Muslim yang memang menyukai Rosid.

1. Pada pameran Rosyid

Gambar 4.7 penampilan Rosyid

Menggambarkan Rosyid yang sedang melihat atau menatap kekasihnya dengan tatapan penuh gembira dan senang saat sedang berbicara dengan kekasihnya. Karena telah lama tidak bertemu lagi itu menandakan ekspresi orang yang sedang jatuh cinta pada lawan jenisnya

Pada gambar diatas juga menggambarkan sosok tokoh Rosyid yang bergaya ala seniman yang menimbulkan bahwa dia adalah anak seniman yang selalu bisa membuat puisi dan membacakannya. Rosyid mengenakan jaket wana coklat yang mencerminkan dia adalah seorang yang lembut dan penuh kasih


(60)

sayang.. rambutnya yang Kribo Rosyid bahwa ia adalah orang yang keras dan memiliki jiwa seniman yang tinggi yang sangat mencintai dunia senimannya. 2. Pada pemeran Delia

Gambar.4.8 Delia

Pada gambar diatas terlihat Tokoh Delia yang memakai atribut kalung salib dan bergaya casual dan santai.

Menggambarkan tokoh perempuan yang sedang melihat atau menatap kekasihnya yang akan pulang dengan tatapan penuh gembira dan senang saat sedang melihat kekasihnya akan pulang. Karena keduanya habis pergi jalan berdua, selayaknya orang berpacaran.

Kaos pink dan dipadu dengan jaket warna merah yang dikenakan Delia adalah kostum yang mempresentasikan bahwa ia adalah seorang yang merasakan jatuh cinta pada lawan jenisnya.


(61)

3. Pada pemeran Nabila

Gambar 4.9. Nabila

Pada gambar diatas terlihat Tokoh Nabila yang memakai kerudung dan baju muslim yang menggambarkan sosok wanita muslimah yang feminim..

Menggambarkan tokoh perempuan yang sedang melihat atau menatap lawannya yang sedang berbicara dengan tatapan yang penuh perhatian. Itu menadakan seorang perempuan yang sedang merasakan perasaan cinta atau suka terhadap lawan jenisnya.

Nabila memakai baju muslim warna biru tua dan dipadu dengan jilbab warna biru yang dikenakan. Itu mempresentasikan bahwa ia adalah seorang yang merasakan jatuh cinta pada lawan jenisnya.

Pada scene diatas, cinta diwujudkan dalam perilaku Nabila yang sopan dan lugu dengan memakai make up yang natural dan pakaian rapi,untuk menarik perasaan Rosyid, orang yang ia cintai.

Film maker mengambil gambar dengan menggunakan medium shot, untuk menampilkan dan mempertegas perilaku dari setiap pemain yang sedang mengalami berbagai perasaan cinta.


(62)

c. Setting

a. Rumah Rosyid

Gambar 4.10 keadaan depan rumah dan meja makan keluarga Rosyid

Pada gambar diatas menunjukkan rumah keluarga Rosyid dan isi dari dalamnya keluarga Rosyid. Disitu terlihat jelas bahwa kehidupan Rosyid sangat sederhana dan pas-pasan dengan konsep rumah model kuno, desain meja makannya dari baha kayu jati yang tidak dilapisi kaca diatasnya, dengan samping kanan kirinya banyak lemari-lemari buku dan ruang buat keluarga. Itu merupakan dari keluarga yang dari golongan ekonomi tidak terlalu kaya dan sangat sederhana.

b. Rumah Delia


(1)

71 

 

   

Pada film percintaan penyajian cahaya harus benar-benar diperhatikan karena pada umumnya film percintaan dibuat pada siang hari. Dan tempat pembuatan film di luar ruangan.

Penggalan scene 233

Scene 4.1.21. Abah ketika memberi nasehat kepada anaknya

Pada segmen ini tokoh abah ditampilakan dengan pencahayaan yang terang dan cerah, sehingga karakter Abah terlihat lebih jelas bahwa Dia sangat bijaksana dan wibawa dalam memberi nasehat kepada anaknya. Pembuat film ini ingin menampilkan dan menunjukan karakter dan kepribadian Abah yang bijaksana dan wibawa.


(2)

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan interprestasi terhadap representasi Cinta di film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”, dapat diambil suatu kesimpulan yakni menampil setting, wardrobe, ekspresi, property, suara dan ucapan, tekhnik kamera, peñata suara dan music yang secara keseluruhan menonjolkan unsur ungkapan kasih sayang atau cinta dari film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta”. Ungakapan cinta menonjol ketika seorang anak yang ingin mempertahankan kisah kasihnya berjalan lancar sampai ke pernikahan dan rasa sayang nya sama kedua orang tuanya maka sang anak lebih memilih untuk mengahiri jalinan kasihnya. Untuk mementingkan sisi masa kehidupan. Dan sebenarnya pada orang tua akhirnya lebih memilih untuk mengutamakan kebahagiaan sang anak, untuk menembus benteng keyakinan.. namun ending dari film ini dan berujung pada satu kesimpulan (conclusion) agar tidak menimbulkan berbagai macam pertanyaan, Segitiga cinta ini berakhir dengan indah, ketika cinta akhirnya mampu meluluhkan kekerasan hati orang tua Rosid dan Delia. Lebih banyak pihak yang akhirnya bisa tersenyum bahagia di sini. Dan yang terpenting tidak ada ajaran agama apa pun yang dinodai di sini. Karena mereka menyadari akan hal semua itu. Rosid tetap Muslim dan Delia tetap Nasrani,.Akhir cerita yang demikian tersebut diharapkan mampu memberikan suatu gambaran atau solusi bagi masyrakata yang kebetulan mengalami kejadian yang sama.


(3)

 

   

 

Ending atau akhir cerita yang ditampilkan dalam film ini sudah merupakan suatu nilai keindahan tersendiri. Dalam satu tulisan, saya pernah membaca bahwa karya sastra yang baik adalah karya yang memberikan kesempatan bagi pembaca untuk menentukan kesimpulan masing-masing. Rasanya tidak berlebihan bila ending dari film ini kemudian berakhir dengan memberikan wacana bagi penonton, sama halnya seperti ciri karya sastra yang baik.

Mempersoalkan tentang arti pentingnya cinta kini bukan lagi hal yang tabu. Cinta itu lumrah karena pada dasarnya kita mengalami pengalaman demikian setiap harinya. Tinggal bagaimana menyikapi bagaimana pemahaman tentang cinta antara kasih,orang tua dan sahabat. Karena Dibutuhkan lebih sekedar pengertian dan pemahaman terhadap konteks keberagaman cinta. Kesenjangan yang menimbulkan gesekan antara nilai-nilai modernitas gaya barat dan nilai-nilai tradisional, seperti terdapat dalam novel Atheis, dapat diminimalisir dengan berbagai cara, diantaranya dialog antar budaya. Menyikapi perbedaan dalam heterogenitas masyarakat mutlak diperlukan untuk mengembalikan dan menegakkan kembali nilai-nilai humanisme universal yang terlanjur pudar dalam wajah masyarakat Indonesia saat ini.


(4)

 

   

5.2. Saran

Representasi cinta dalam film “3 Hati 2 Dunia 1 Cinta” ini, beberapa scenenya menggunakan bahasa simbolik, film maker ingin memberikan ruang berpikir bagi khalayak untuk memehami makna yang ingin disampaikan lewat film tersebut lebih melalui beberapa scene yang diambil dengan close up shot. Penyampaian –penyampaian makna cinta jika disampaikan dengan bahasa simbolik. Maka membuat pesan yang ingin disampaikan terkadang menjadi kurang sampai kepada khalayaknya sebagaimana yang diharapkan. Ditambah lagi wacana akan fenomena cinta Elektra komplek masih sangat minim dimasyarakat. Dengan penelitian ini diharapakan dapat memberikan pelajaran bagi masyarakat tentang bagaimana menghadapi hubungan asmara atau cinta yang berbagai jenis macam cinta, mulai cinta kepada tuhan ( Agape), cinta kepada orang tua (philia) ,cinta antara laki-laki dan perempuan atau lawan jenis (cinta eros dan amor)

Selain itu peneliti juga berharap penelitian ini dapat menjadi kerangka acuan bagi pihak-pihak yang berkaitan dalam pembuatan film bioskop maupun sinema (sinetron), khususnya bagi sutradara film agar semakin lebih selektif dalam mengangkat tema cerita di film kreatifitas secara positif dalam menggambarkan dan menyajikan sebuah karya sastra sebagai bagian dari media komunikasi.


(5)

 

Daftar Pustaka

Buku :

Barker, Chris, (2005). Cultural studies Teori dan Praktek. Yogyakarta : PT Bentang Pustaka

Berker, Arthur Asa, 2005, Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Suatu Pengantar Semiotika, Yogyakarta : Tiara Wacana

Budiman, Chris, 2006, Semiotika Visual, Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Cangara, Hafid 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Devito, Joseph A, 1997, Komunikasi Antar Manusia, Edisi Kelima, Penterjemah Agus Maulana, Jakarta : Proffesional Books

Effendy, Onong, 2003, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Aditya Citra Bakti

Fiske, John, 2006, Cultural and Communication Studies, Yogyakarta : Jalansutra

Fromm, Erich, 2007, cinta, sensualitas dan patriarki kajian komprehensif tentang gender, Yogyakarta : Jalansutra


(6)

 

Mc Quaill, Dennis, 1987, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Erlangga : Jakarta

Moleong, Lexy, 2002, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT. Rosdakarya

Mulyana, Daddy, 1999, Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Pratista, Himawan, 2008, Memahami Film. Yogyakarta : Hormenian Pustaka

Sobur, Alex, 2003, Semiotika Komunikasi, Rosda Karya : Bandung

Sobur, Alex, 2004, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Isi, Semiotika, dan Analisis Framming, PT. Remaja Rosda Karya

Non Buku :

http ://www.film3hati.com

http://www.wikipedia.org/wiki/film http://www.id.wikipedia.org/wiki/ideologi

http://www.situskunci.tripod.com/teks.victor1.htm http://celebrity.okezone.com

http://bicarafilm.com/baca/2010/07/01/3-hati-2-dunia-1-cinta-versi-ringan-kisah-cinta- beda-agama.html