j. Nahi  Munkar,  yaitu:  melarang  manusia  dari  berbuat  jahat  agar  terhindar
dari malapetaka yang akan  datang.
12
F. Bentuk – Bentuk Metode Dakwah
Dalam  segi  bahasa  metode  berasal  dari  dua  kata  yaitu  “meta” melalui  dan  “hodos”  jalan,  cara.
13
Dengan  demikian  kita  dapat  artikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu
tujuan.  Sumber  yang  lain  menyebutkan  bahwa  metode  berasal  dari  bahasa Jerman  methodica,  artinya  ajaran  tentang  metode.  Dalam  bahasa  Yunani
metode  berasal  dari  kata  metodos    artinya  jalan  yang  dalam  bahasa  Arab disebut  thariq.
14
Jadi,  metode dakwah adalah jalan atau cara  untuk  mencapai tujuan  dakwah  yang  dilaksanakan  secara  efektif  dan  efisien,
15
atau  metode berarti  cara  yang  telah  diatur  dan  melaui  proses  pemikiran  untuk  mencapai
suatu maksud. Sedangkan  arti  dakwah  menurut  pandangan  beberapa  pakar  atau
ilmuan adalah sbagai berikut: 1.
Pendapat  Bakhial  Khauli,  dakwah  adalah  suatu  proses  menghidupkan peraturan-peraturan  Islam  dengan  maksud  memindahkan  umat  dari  satu
keadaan kepada keadaan lain.
16
12
Barmawi Umary, Azas-azas Ilmu Dakwah, Solo: Ramdani, 1987, cet. Ke-2, h.57-58.
13
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1991. Cet. I. H.61.s
14
Drs. H. Hasanuddin. Hukum Dakwah. Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996. Cet. Ke-I, h. 35.
15
Drs.  H.  Masdar  Helmy,  Dakwah  Dalam  Alam  Pembangunan,  Semarang:CV.  Toha Putra,1973h.21.
16
Ghazali  Darussalam,  Dinamika  Ilmu  Dakwah  Islamiyah,  Malaysia;  Nur  Niaga  SDN. BHD, 1996, Cet. I, h. 5.
2. Pendapat  Syekh  Ali  Mahfudz,  dakwah  adalah  mengajak  manusia  untuk
mengerjakan  kebaikan  dan  mengikuti  petunjuk,  menyuruh  mereka  berbuat baik  dan  melarang  mereka  dari  perbuatan  jelek  agar  mereka  mendapat
kebahagiaan di dunia dan akhirat
17
. Pendapat ini juga selaras dengan pendapat al-Ghazali
18
bahwa amr ma‟ruf nahi munkar adalah inti gerakan dakwah dan
penggerak dalam dinamika masyarakat Islam.
Dari pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa, metode dakwah adalah  cara-
cara tertentu yang dilakukan seorang da‟i komunikator kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.
19
hal ini  mengandung  arti  bahwa  pendekatan  dakwah  harus  bertumpu  pada  suatu
pandangan  human  oriented  menempatkan  penghargaan  yang  mulia  atas  diri manusia.
Dalam  rangka  dakwah  Islamiyah  agar  masyarakat  dapat  menerima dakwah  dengan  lapang  dada,  tulus,  dan  ikhlas.  Maka  penyampaian  dakwah
harus  melihat  situasi  dan  kondisi  masyarakat  objek  dakwah.  Kalau  tidak, maka  dakwah  tidak  dapat  berhasil  dan  tidak  tepat  guna.  Di  sini  diperlukan
metode yang efektif dan efisien untuk diterapkan dalam tugas dakwah. Landasan  umum  mengenai  metode  dakwah  adalah  Al-quran  Surah
An-Nahl ayat 125 yang disebutkan sebagai berikut:
17
Abdul  Kadir  Sayid  Abd.  Rauf,  Dirasah  Fid  Dakwah  al-Islamiyah,  Kairo;  Dar  El- Tiba‟ahal al-Mahmadiyah, 1987, Cet. I, h. 10.
18
Beliau adalah seorang ulama besar, pemikir  muslim zaman klasik, hidup sampai awal abad ke-12, pendapatnya dituangkan dalam kitabnya yang sangat terkenal yaitu Ihya Ulumuddin.
19
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, Cet, 1997 h. 43.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Artinya: Telah pasti datangnya ketetapan Allah Maka janganlah kamu meminta  agar  disegerakan  datang  nya.  Maha  Suci  Allah  dan  Maha
Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.
Pada  ayat  tersebut  terdapat  metode  dakwah  yang  akurat.  Kerangka dasar tentang metode dakwah yang terdapat pada ayat tersebut adalah :
1. Metode Al-Hikmah
Kata „Hikmah” dalam Al-Qur‟an disebutkan sebanyak 20 kali baik dalam  bentuk  nakiroh  maupun  ma‟rifat.  Bentuk  masdarnya  adalah
“hukman”  yang  diartikan  secara  makna  aslinya  adalah  mencegah.  Jika dikaitkan  dengan  hukum  berarti  mencegah  dari  kezaliman,  dan  jika
dikaitkan  dengan  dakwah  maka  berarti  menghindari  hal-hal  yang  kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.
Al-Hikmah  juga  berarti  tali  kekang  pada  binatang,  seperti  istilah hikmatul  Lijam,  karena  Lijam  cambuk  atau  kekang  kuda  itu  digunakan
untuk mencegah tindakan hewan.
20
Prof.  DR.  Toha  Yahya  Umar,  M.A.,  menyatakan  bahwa  Hikmah berarti  meletakan  sesuatu  pada  tempatnya  dengan  berfikir,  berusaha
menyusun dan mengatur dengan cara  yang sesuai  keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan Tuhan.
21
20
Ibnu Mandzur, Lisanul Arab, 12141.
21
Hasanuddin, Hukum Dakwah, Jakarta, Pedoman Ilmu Jaya, 1996, h. 35.
Kata  hikmah  sering  diterjemahkan  dalam  pengertian  bijaksana, yaitu  suatu  pendekatan  sedemikian  rupa  hingga  pihak  objek  dakwah
mampu  melaksanakan  apa  yang  didakwahkan  atas  kemaunnya  sendiri, tidak merasa ada paksaan, konflik, maupun terasa tertekan.  Dalam bahasa
komunikasi disebut sebagai frame of reference, field of reference, dan field of  experience,  yaitu  situasi  total  yang  mempengaruhi  sikap  pihak
komunikanobjek dakwah.
22
Hikmah merupakan
suatu metode
pendekatan  komunikasi  yang  dilaksanakan  atas  dasar  persuasive.  Karena dakwah bertumpu pada human oriented maka konsekuensi logisnya adalah
pengakuan dan penghargaan pada hak-hak  yang  bersifat  demokratis, agar fungsi  dakwah  yang  utama  bersifat  informatif,  sebagaimana  ketentuan
Al-quran:
 
 
 
 
Artinya: Bahwasannya engkau itu adalah yang member peringatan. Kamu bukanlah  orang  yang  berkuasa  atas  mereka.QS.  Al-Ghasyiyah  88:21-
22.
Metode  bi-al-Hikmah  mengandung  pengertian  yang  luas.  Kata  al- Hikmah  sendiri  di  dalam  Al-
Qur‟an  dalam  berbagai  bentuk  derivasinya ditemukan  sebanyak  280  kali.  Secara  harfiah  kata  tersebut  mengandung
makna  kebijaksanaan.  Bila  dilihat  dari  sudut  pemakaiannya,  kata  tersebut mengandung arti yang bermacam-macam, seperti:
22
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta:Media Pratama,1987h.37.
1. Kenabian Nubuwwah
2. Pengetahuan tentang Al-Qur‟an
3. Kebijaksanaan pembicaraan dan perbuatan.
4. Pengetahuan  tentang  hakikat  kebenaran  dan  perwujudannya  dalam
kehidupan. 5.
Ilmu yang bermanfaat, ilmu amaliyah dan aktivitas yang membawa kepada kemaslahatan ummat.
6. Meletakan suatu urusan pada tempatnya yang benar.
7. Sunnah Nabi.
8. Sikap  adil  sehingga  pemikiran  dapat  menempatkan  sesuatu  pada
tempatnya.
23
Syekh  Muhammad  Abduh  memberikan  definisi  hikmah  tersebut sebagai berikut:
Hikmah  adalah  ilmu  yang  sahih  benar  dan  sehat  yang  menggerakan kamauan untuk melakukan suatu perbuatan yang bermanfaat  berguna.
24
Dalam  kegiatan  dakwah  metode  hikmah  muncul  dalam  berbagai bentuk,  yakni  :  a.  Mengenal  starata  mad‟u,  b.  Kapan  harus  bicara,  kapan
harus  diam,c.  Mencari  titik  temu,  d.  Toleran  tanpa  kehilangan  sibghah,  e. Memiliki  kata  yang  tepat,f.  Cara  berpisah,g.  Uswatun  hasanah  dan,h.
Lisanul hal.
23
Said  Ali  bin  Wahaf  al-Qahatahani,  Al-Hikmah  fi  al- Dawa  ila  Allah  Ta’ala,  Beirut:
Muassasah, t. Th. h. 27.
24
Mohammad Natsir, Fiqhud Da’wah Jejak Risalah dan Dasar-dasar Dak’wah, Jakarta,
Yayasan Capita Selecta,1966Cet. X.h. 164
2. Metode Mau‟izah Hasanah
Terminologi mau’izhah hasanah dalam perspektif dakwah sangat
populer, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan baca dakwah atau  tabligh  seperti  Maulid  Nabi  dan  Isra‟  Mi‟raj,  istilah  mau’izhah
hasanah mendapat  porsi  khusus  dengan  sebutan  “acara  yang  ditunggu-
tunggu”  yang  merupakan  inti  acara  dan  biasanya  menjadi  salah  satu target  keberhasilan  sebuah  acara.  Namun  demikian  agar  tidak  menjadi
kesalahpahaman, maka akan di jelaskan pengertian mau’izhah hasanah.
Secara  bahasa, mau’izhah  hasanah  terdiri  dari  dua  kata,  yaitu
mau‟izhah  dan  hasanah.  Kata  Mau’izhah  berasal  dari  kata  wa’adza- ya’idzu-wa’dzan-„izatan yang berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan
peringatan
25
,  sementara  hasanah  merupakan  kebalikan  dari sayyi’ah
yang artinya kebaikan lawannya kejelekan. Mau‟izah  hasanah  atau  nasihat  yang  baik,  maksudnya  adalah
memberikan  nasihat  kepada  orang  lain  dengan  cara  yang  baik,  yaitu petunjuk-petunjuk  kearah  kebaikan  dengan  bahasa  yang  baik,  dapat
diterima,  berkenaan  dihati,  menyentuh  perasaan,  lurus  di  pikiran, menghindari  sikap  kasar,  dan  tidak  mencari  atau  menyebut  kesalahan
audiens  sehingga  pihak  objek  dakwah  dengan  rela  hati  dan  atas kesadarannya  dapat  mengikuti  ajarannya  yang  disampaikan  oleh  pihak
objek dakwah. Jadi, dakwah bukan propaganda.
25
Hasanuddin, SH., Hukum Dakwah Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996 h. 37.
Jadi  kalau  kita  telusuri  kesimpulan  dari mau’idzatul  hasanah,
akan  mengandung  arti  kata-kata  yang  masuk  kedalam  kalbu  dengan penuh  kasih  sayang  dan  kedalam  perasaan  dengan  penuh  kelembutan,
tidak  membongkar  atau  mem-beberkan  kesalahan  orang  lain  sebab kelemah-lembutan  dalam  menasihati  seringkali  dapat  meluluhkan  hati
yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman.
3. Metode Mujadalah
Dari  segi  etimologi  bahasa  lafadz  mujadalah  terambil  dari  kata “jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada
huruf  jim  yang  mengikuti  wazan  Faala, “jaa  dala”  dapat  bermakna
berdebat, dan “mujaadalah” perdebatan.
26
Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna
menguatkan  sesuatu.  Orang  yang  berdebat  bagaikan  menarik  dengan ucapan  untuk  meyakinkan  lawannya  dengan  menguatkan  pendapatnya
melalui argumentasi yang disampaikan.
27
Menurut  Ali  al-Jarisyah,  dalam  kitabnya  Adab  al-Hiwar  wa- almunadzarah,  mengartikan  bahwa
“al-Jidal”  secara  bahasa  dapat bermakna pula “Datang untuk memilih kebenaran” dan apabila berbentuk
isim  “al-Jadlu”  maka  berarti  “pertentangan  atau  perseteruan  yang
26
Ahmad Warson al-Munawwir, al-Munawwir, Jakarta: Pustaka Progresif, 1997, Cet. Ke- 14,  h.  175  hal  ini  juga  dapat  dilihat  pada  kamus  al-Bisri,  karangan  K.H  Adib  Bisri  dan  K.H
Munawwir AF, Pustaka Progresif, 2000,h.67 dan ini berarti sama pula dengan lafadz al-Khiwaar yang berarti jawaban, al-Mukhaawaroh; Tanya Jawab, perdebatan. Lebih jelas lihat kamus al-Bisri,
h. 140.
27
Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, Lentera Hati, 2000, Cet. Ke-1, h. 553.
tajam”
28
.  Al-Jazirah  menambahkan  bahwa,  lafadz “al-Jadlu”  Musytaq
dari  lafadzh “al-Qotlu”  yang  berarti  sama-sama  terjadi  pertentangan,
seperti  halnya  terjadinya  perseteruan  antara  dua  orang  yang  saling melawan  menyerang dan salah satu menjadi kalah.
Dari  segi  istilah  terminologi  terdapat  beberapa  pengertian  al- Mujadalah  al-Hiwar.  Al-Mujadalah  al-Hiwar  berarti  upaya  tukar
pendapat  yang  dilakukan  oleh  dua  pihak  secara  sinergis,  tanpa  adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya.
29
G. Sumber Metode Dakwah