Analisis Koreksi Fiskal Untuk Menghitung Besarnya PPh Terutang Pada PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan
1 SKRIPSI
ANALISIS KOREKSI FISKAL UNTUK MENGHITUNG BESARNYA PPH TERUTANG PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA III
(PERSERO) MEDAN
OLEH:
ABDA DARMINTA SIREGAR 070503102
PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Koreksi Fiskal Untuk Menghitung Besarnya PPh Terutang pada PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan adalah benar hasil karya sendiri dan judul yang dimaksud belum pernah dimuat, dipublikasikan atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi Program Studi Strata 1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas dan benar apa adanya. Apabila kemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh pihak Universitas Sumatera Utara.
Medan, Juni 2011 Yang membuat pernyataan
Abda Darminta Siregar NIM. 070503102
(3)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Analisis Koreksi Fiskal Untuk Menghitung Besarnya PPh Terutang pada PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan. Penulisan skripsi ini guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak sempurna, baik dari teknik penulisan, penggunaan kalimat, dan maupun segi ilmiahnya. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan dan kurangnya pengalaman penulis. Namun penulis telah berusaha mewujudkan penulisan skripsi ini semaksimal mungkin, dan dengan hati yang terbuka penulis menerima kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan pada masa yang akan datang.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan beberapa pihak, sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak selaku Ketua Program Studi Strata 1 Akuntansi dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Program Studi Strata 1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
(4)
3. Bapak Drs. Arifin Hamzah, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan sumbangan pemikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Drs. Syahelmi, M.Si, Ak selaku Dosen Pembanding dan Penguji I dan Bapak Drs. Rustam, M.Si, Ak selaku Dosen Pembanding dan Penguji II yang bersedia memberikan sumbangan saran dan pemikiran dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Pimpinan PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan, dan seluruh staff yang banyak membantu memberikan data – data yang dibutuhkan penulis dalam penulisan skripsi ini.
6. Orang tua saya yang tercinta, Ayahanda Ir. R. Siregar dan Ibunda R. Batubara serta saudara – saudara saya yang banyak memberikan dorongan dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga penulisan skripsi ini akan berguna dan bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Medan, Juni 2011 Penulis
Abda D. Siregar NIM: 07050310
(5)
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Analisis Koreksi Fiskal Untuk Menghitung Besarnya PPh Terutang pada PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa perbedaan penghasilan kena pajak jika dibandingkan antara laporan keuangan menurut standar Akuntansi Keuangan dan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, Untuk mengetahui besarnya perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dan fiskal yang disusun oleh perusahaan serta menghitung PPh yang terutang. Untuk memecahkan masalah dan pencapaian tujuan, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mencari, mendapatkan dan mengumpulkan sejumlah data untuk mendapatkan gambaran fakta-fakta yang jelas tentang hal keadaan yang ada pada perusahaan.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan analisis kualitatif terhadap koreksi fiskal pada laporan keuangan yang diatur menurut Standar Akuntansi Keuangan dan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008. Jenis data yang digunakan adalah data primer berupa laporan keuangan perusahaan, koreksi fiskal dalam laporan keuangan, daftar pendapatan lain – lain, daftar beban lain –lain dan data sekunder berupa Undang – Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
Setelah dilakukan penganalisaan, dapat disimpulkan bahwa PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan telah membuat koreksi fiskal untuk menghitung besarnya pajak penghasilan. Koreksi fiskal disebabkan adanya perbedaan temporer dan perbedaan tetap antara Laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan Undang – Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
(6)
ABSTRACT
This study entitled Analysis of Fiscal Correction Due To Calculate The amount of income tax on the PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. The purpose of this research was to analyze differences in taxable income in comparison between the financial statements by the Standards of Financial Accounting and Income Tax Act No. 36 of 2008, To know the level of income and expense recognition of differences between financial reporting and tax prepared by the enterprise and calculate income tax owed. To solve problems and achieving goals, the researcher used the descriptive research method that aims to seek, receive and collect some data to get a picture of the facts are clear about the existing situation in the company.
The analysis used in this study is to conduct qualitative analysis of fiscal correction in the financial statements are governed by the Financial Accounting Standards and Income Tax Act No. 36 of 2008. Types of data used is the primary data in the form of corporate financial reporting, fiscal correction in the financial statements, a list of other income - other, a list of other expenses and secondary data in the form of Law - Income Tax Act No. 36 of 2008.
After analyzing, it can be concluded that the PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan fiscal correction has been made to calculate the amount of income tax. Fiscal correction due to different temporary and permanent differences between financial statements prepared under the Financial Accounting Standards and the Law - Income Tax Act No. 36 of 2008.
(7)
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis ... 7
1. Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal ... 7
(8)
a. Definisi Laporan Keuangan Komersial dan
Laporan Keuangan Fiskal ... 7
b. Hubungan Antara Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal ... 7
c. Perbedaan Konsep Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal ... 9
2. Rekonsiliasi Fiskal ... 14
a. Definisi Rekonsiliasi Fiskal ... 14
b. Jenis – Jenis Rekonsiliasi Fiskal ... 15
3. Ketentuan Umum Pajak Penghasilan (PPh) ... 17
a. Subjek Pajak ... 19
b. Objek Pajak ... 22
c. Tarif Pajak ... 27
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 27
C. Kerangka Konseptual ... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
B. Desain Penelitian ... 32
C. Jenis dan Sumber Data ... 32
D. Teknik dan Pengumpulan Data ... 33
E. Metode Analisis Data ... 34 BAB IV HASIL PENELITIAN
(9)
A. Data Penelitian ... 35
1. Gambaran Umum PT Perkebunan Nusantara III Medan ... 35
a. Sejarah Singkat Perusahaan ... 35
b. Struktur Organisasi Perusahaan ... 37
c. Kegiatan Usaha ... 43
2. Laporan Keuangan PT Perkebunan Nusantara III Medan ... 45
B. Koreksi Fiskal ... 49
C. Penghitungan PPh Badan ... 50
D. Analisa Hasil Penelitian ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 64
(10)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1 Kelompok Harta Berwujud, Metode, serta Tarif
Penyusutan ... 12 Tabel 2.2 Kelompok Harta Tak Berwujud, Metode, serta Tarif
Amortisasi ... 13 Tabel 2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 28 Tabel 4.1 Neraca PT Perkebunan Nusantara III Medan Tahun
2009 ... 45 Tabel 4.2 Laporan Laba-Rugi PT Perkebunan Nusantara III
Medan Tahun 2009 ... 48 Tabel 4.3 Penyusutan Aset Tetap Berdasarkan Komersial ... 53 Tabel 4.4 Penyusutan Aset Tetap Berdasarkan Fiskal ... 54 Tabel 4.5 Daftar Penyusutan Aktiva Lain – Lain Menurut
Komersial ... 57 Tabel 4.6 Daftar Penyusutan Aktiva Lain – Lain Menurut Fiskal ... 57
(11)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 28 Gambar 4.1 Koreksi Fiskal PT Perkebunan Nusantara III Medan
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran 1 Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara III
(persero) Medan ... 65 Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Wawancara... 66
(13)
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Analisis Koreksi Fiskal Untuk Menghitung Besarnya PPh Terutang pada PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa perbedaan penghasilan kena pajak jika dibandingkan antara laporan keuangan menurut standar Akuntansi Keuangan dan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008, Untuk mengetahui besarnya perbedaan pengakuan penghasilan dan beban antara laporan keuangan komersial dan fiskal yang disusun oleh perusahaan serta menghitung PPh yang terutang. Untuk memecahkan masalah dan pencapaian tujuan, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mencari, mendapatkan dan mengumpulkan sejumlah data untuk mendapatkan gambaran fakta-fakta yang jelas tentang hal keadaan yang ada pada perusahaan.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan analisis kualitatif terhadap koreksi fiskal pada laporan keuangan yang diatur menurut Standar Akuntansi Keuangan dan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008. Jenis data yang digunakan adalah data primer berupa laporan keuangan perusahaan, koreksi fiskal dalam laporan keuangan, daftar pendapatan lain – lain, daftar beban lain –lain dan data sekunder berupa Undang – Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
Setelah dilakukan penganalisaan, dapat disimpulkan bahwa PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan telah membuat koreksi fiskal untuk menghitung besarnya pajak penghasilan. Koreksi fiskal disebabkan adanya perbedaan temporer dan perbedaan tetap antara Laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan Undang – Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
(14)
ABSTRACT
This study entitled Analysis of Fiscal Correction Due To Calculate The amount of income tax on the PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan. The purpose of this research was to analyze differences in taxable income in comparison between the financial statements by the Standards of Financial Accounting and Income Tax Act No. 36 of 2008, To know the level of income and expense recognition of differences between financial reporting and tax prepared by the enterprise and calculate income tax owed. To solve problems and achieving goals, the researcher used the descriptive research method that aims to seek, receive and collect some data to get a picture of the facts are clear about the existing situation in the company.
The analysis used in this study is to conduct qualitative analysis of fiscal correction in the financial statements are governed by the Financial Accounting Standards and Income Tax Act No. 36 of 2008. Types of data used is the primary data in the form of corporate financial reporting, fiscal correction in the financial statements, a list of other income - other, a list of other expenses and secondary data in the form of Law - Income Tax Act No. 36 of 2008.
After analyzing, it can be concluded that the PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan fiscal correction has been made to calculate the amount of income tax. Fiscal correction due to different temporary and permanent differences between financial statements prepared under the Financial Accounting Standards and the Law - Income Tax Act No. 36 of 2008.
(15)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi negara sebesar Indonesia baik dalam cakupan geografis maupun dalam jumlah dan ragam populasi, upaya dan proses pembangunan untuk memperbaiki kesejahteraan rakyatnya akan menghadapi berbagai permasalahan dan kendala yang kompleks. Pentingnya peranan perencanaan pembangunan dan lembaga perencana menjadi bagian yang sangat mutlak diperlukan, sebagai suatu kebutuhan untuk menyusun rancangan kebijakan, program, dan kegiatan yang akan secara konsisten menuju pada tujuan yang diinginkan. perencanaan pembangunan, baik dalam bentuk program, kebijakan maupun kegiatan hanya akan tinggal sebagai dokumen sia-sia dan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dikaitkan dengan pembiayaannya. Salah satu pembiayaannya adalah berasal dari penerimaan pajak.
Salah satu penerimaan pajak negara adalah berasal dari Pajak Penghasilan (PPh). Pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia diatur pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan
(16)
ini diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, dan Undang – undang Nomor 36 Tahun 2008.
Pasal 2 dalam Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 berbunyi, yang menjadi subjek pajak adalah:
a. 1) orang pribadi;
2) warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang berhak;
b. badan;
c. bentuk usaha tetap.
Penulis berfokus pada subjek pajak badan. Sebagaimana diatur dalam Undang – Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pengertian badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dan pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk usaha lainnya termasuk reksadana.
Wajib pajak badan membuat laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan hasil kegiatan dan harta perusahaan. Laporan keuangan berisi informasi bersifat kuantitatif dan mempunyai peran cukup besar dalam pegelolaan sumber daya. Laporan keuangan yang disusun dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi pemilik / pemegang saham, manajemen / pimpinan, kreditur, karyawan, pemerintah dan pihak – pihak lain
(17)
yang membutuhkan. Banyak pihak dengan berbagai latar belakang pengetahuan dan kepentingan yang berbeda membutuhkan informasi dari laporan keuangan, yang menyebabkan laporan keuangan tersebut harus disusun dengan memenuhi standar yang dapat diterima secara umum.
Standar tersebut disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang disebut dengan Standar Akuntansi Keuangan . Laporan keuangan yang disusun oleh pihak perusahaan (wajib pajak badan) harus sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia, dimana laporan keuangan ini masih harus disesuaikan dengan penghasilan dan biaya – biaya yang diperkenankan oleh undang – undang pajak penghasilan. Penyesuaian ini membuat Perusahaan perlu melakukan koreksi fiskal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam menentukan besarnya pajak penghasilan badan menurut laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal, yang akan membuat perusahaan sulit untuk menetapkan besarnya pajak yang masih harus dibayar pada saat mengisi SPT Tahunan.
PT Perkebunan Nusantara III (Persero), merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) dan produk hilir karet. Sebagai subjek pajak, PT Perkebunan Nusantara
(18)
III membuat laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan hasil operasi dan harta perusahaan.
Penelitian awal yang dilakukan penulis pada Laporan Keuangan PT Perkebunan Nusantara III tahun 2009 terdapat biaya – biaya dimasukkan ke dalam laporan keuangan yang tidak sesuai untuk menghitung besarnya pajak penghasilan berdasarkan UU Pajak No. 36 Tahun 2008. Adapun biaya – biaya yang dimaksud adalah beban penyisihan penurunan investasi, beban penyusutan aktiva tetap, beban sidang tim perumus harga TBS, beban bantuan P3RI, beban pemeliharaan rumah karyawan, dan beban manfaat karyawan.
Dari uraian latar belakang masalah tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang koreksi fiskal yang dibuat oleh perusahaan dan ketepatan koreksi fiskal sesuai dengan undang – undang pajak penghasilan pada PT Pekebunan Nusantara III dalam bentuk skripsi dengan judul ANALISIS KOREKSI FISKAL UNTUK MENGHITUNG BESARNYA PPH TERUTANG PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA III (PERSERO) MEDAN.
(19)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana koreksi fiskal di PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan?
2. Apakah ketepatan koreksi fiskal sudah sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. untuk mengetahui koreksi fiskal di PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan, dan
2. untuk mengetahui ketepatan koreksi fiskal sudah sesuai dengan peraturan pajak yang berlaku.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak diantaranya:
1. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang koreksi fiskal.
2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan pandangan dan pertimbangan mengenai penyusunan koreksi fiskal yang sesuai
(20)
dengan peraturan perpajakan sehingga dapat menghitung besarnya jumlah PPh terutang.
3. Bagi pembaca dan pihak lainnya, penelitian ini diharapkan bermanfaat menambah pengetahuan dan sebagai referensi dalam melakukan penelitian yang sejenis.
(21)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis1. Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal a. Definisi Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
Laporan keuangan komersial adalah laporan yang disusun dengan prinsip akuntansi bersifat netral atau tidak memihak.
Laporan keuangan fiskal adalah laporan yang disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan. Hal – hal yang perlu tercakup dalam laporan keuangan fiskal terdiri dari:
1) neraca fiskal;
2) perhitungan laba rugi dan perubahan laba yang ditahan; 3) penjelasan laporan keuangan fiskal;
4) rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal; 5) ikhtisar kewajiban pajak.
Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang dilampiri oleh laporan keuangan.
b. Hubungan Antara Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
Laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal memiliki peraturan atau prinsip masing – masing dalam menentukan biaya. Jika laporan
(22)
keuangan komersial disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan untuk memberikan informasi mengenai kinerja perusahaan dalam jangka waktu tertentu, maka laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan peraturan pajak yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar perusahaan, sehingga terjadi perbedaan antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal.
Untuk mencocokan perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal maka perlu dilakukan rekonsiliasi fiskal / koreksi fiskal. Secara umum ada dua cara untuk menyusun laporan keuangan fiskal. Pertama, pendekatan terpisah (separated approach) dimana wajib pajak membukukan segala transaksi atau informasi berdasarkan prinsip pajak untuk penghitungan PPh terutang dan berdasarkan prinsip akuntansi untuk keperluan komersial. Tapi pendekatan ini sangat jarang digunakan karena memakan banyak biaya dan tenaga.
Sebagian besar wajib pajak memilih pendekatan kedua, extra-compatible approach dimana wajib pajak membukukan semua transaksi atau informasi hanya berdasarkan prinsip akuntansi, kemudian pada akhir tahun wajib pajak melakukan koreksi terhadap laporan keuangan komersial tersebut agar sesuai dengan Undang – Undang Pajak Penghasilan yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya PPh terutang. Jadi laporan keuangan komersial terkait erat dengan laporan keuangan fiskal karena laporan keuangan komersial digunakan oleh wajib pajak
(23)
sebagai dasar melakukan rekonsiliasi fiskal untuk menghasilkan laporan keuangan fiskal.
c. Perbedaan Konsep Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
Perbedaan konsep laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal terdapat pada:
1) Perbedaan mengenai konsep penghasilan atau pendapatan
Penghasilan (Income) menurut IAI (2007:13), adalah ”Kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal”.
Dari sisi fiskal, konsep penghasilan tidak jauh berbeda dengan konsep akuntansi, yaitu: Segala tambahan kemampuan ekonomis yang diterima/diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia yang bisa dikonsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun. Lebih lanjut fiskal membedakan penghasilan tersebut menjadi tiga kelompok yang sesuai dengan UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu:
a) Penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan b) Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final
(24)
Pengelompokan penghasilan tersebut akan berakibat adanya perbedaan mengenai konsep penghasilan antara SAK dan Fiskal. Penghasilan yang bukan objek pajak berarti atas penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak (tidak menambah laba fiskal), lebih jelasnya tentang pengelompokkan penghasilan tersebut diuraikan dalam UU No 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 1,2 & 3 Tentang Pajak Penghasilan.
2) Perbedaan Konsep Beban (Biaya)
Beban (expense) menurut IAI (2007:13), diartikan sebagai “Penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal”.
Sisi Fiskal sendiri, mengartikan Beban sebagai biaya untuk menagih, memperoleh dan memelihara penghasilan atau biaya yang berhubungan langsung dengan perolehan penghasilan. Perbedaan inilah yang menyebabkan pihak fiskus sering berbeda pendapat dengan wajib pajak dalam hal menentukan beban/biaya yang boleh atau tidak boleh dikurangkan sehingga harus dikeluarkan/tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurangan penghasilan. Misalnya penafsiran atas bunyi undang - undang yang menyatakan bahwa biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan adalah meliputi biaya untuk menagih, memelihara dan mempertahankan penghasilan.
(25)
Wajib pajak sendiri sering diharuskan untuk memberikan sumbangan baik yang wajib maupun tidak wajib, dan kadang kala tidak disertai dengan bukti-bukti yang mendukung. Kemudian wajib pajak menganggap biaya yang dikeluarkan tersebut dapat dibiayakan karena dikeluarkan sehubungan dengan kelancaran usaha, sedangkan pihak fiskus menganggap biaya tersebut termasuk hibah, bantuan dan sumbangan yang tidak boleh dikurangkan.
3) Perbedaan dalam konsep Penyusutan dan Nilai Persediaan
Perbedaan dalam konsep antara akuntansi dengan peraturan perpajakan terutama menyangkut konsep penyusutan dan penilaian persediaan barang dagangan.
a) Konsep Penyusutan
Perbedaan utama antara akuntansi dengan undang-undang perpajakan adalah penentuan umur aktiva dan metode penyusutan yang boleh digunakan. Akuntansi menentukan umur aktiva berdasarkan umur sebenarnya walaupun penentuan umur tersebut tidak terlepas dari tafsiran Judgement.
Menurut IAI (2007) Akuntansi memiliki beberapa metode penyusutan yaitu:
1). Metode garis lurus (Straight line method) yaitu, menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur manfaat asset jika dinilai residunya tidak berubah.
2). Metode Saldo Menurun (diminishing balance method) yaitu,
menghasilkan pembebanan yang menurun selama umur manfaat asset. 3). Metode Jumlah Unit (sum of the unit method), yaitu
(26)
Kelompok Harta Berwujud Masa Manfaat
Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam
Ayat 1 Ayat 2
I. Bukan Bangunan Kelompok 1
Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II. Bangunan Permanen Tidak Permanen 4 Tahun 8 Tahun 16 Tahun 20 Tahun 20 Tahun 10 Tahun 25% 12.5 % 6.25 % 5% 5% 10% 50% 25% 12.5 % 10% - -
Ketentuan perpajakan hanya menetapkan dua metode penyusutan yang harus dilaksanakan wajib pajak berdasarkan pasal UU No 36 tahun 2008 pasal 11 tentang Pajak Penghasilan yaitu berdasarkan metode garis lurus dan metode saldo menurun yang dilaksanakan secara konsisten, kemudian aktiva (harta berwujud) dikelompokkan berdasarkan jenis harta dan masa manfaat sebagai berikut:
Tabel 2.1
Kelompok Harta Berwujud, Metode, serta Tarif Penyusutan
Sumber : Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta tidak berwujud dan pengeluaran lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan juga dengan memakai dua metode yaitu : metode garis lurus dan metode saldo menurun, dengan pengelompokan sebagai berikut :
(27)
No Kelompok harta tidak berwujud Masa Manfaat Tarif Amortisasi berdasarkan Metode Garis Lurus
Tarif Amortisasi Berdasarkan Metode Saldo Menurun 1 2 3 4 Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 4 Tahun 8 Tahun 16 Tahun 20 Tahun 25 % 12.5 % 6.25 % 5 % 50 % 25 % 12.5 % 10 % Tabel 2.2
Kelompok Harta Tak Berwujud, Metode, serta Tarif Amortisasi
Sumber : Undang–Undang No 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan
Penentuan masa manfaat, jenis harta, metode, serta tarif dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi wajib pajak dalam melakukan penyusutan maupun amortisasi.
b) Konsep Nilai Persediaan
Dalam undang-undang pajak penghasilan Indonesia, persediaan dan pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan (cost) yang dilakukan dengan metode rata-rata (average) atau dengan metode mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama yang dikenal dengan first in first out (FIFO). Penggunaan metode tersebut harus dilakukan secara konsisten.
Apabila kita meninjau secara akuntansi maka ada 3 jenis metode yang dilakukan untuk menilai persediaan yang sesuai dengan SAK No 14 tahun 2007 yaitu dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama
(28)
keluar pertama (MPKP atau FIFO), kemudian rata-rata tertimbang (weight average cost method) dan masuk terakhir keluar pertama (MTKP atau LIFO). Kemudian untuk barang yang lazimnya tidak dapat digantikan dengan barang lain (not ordinary interchangeable) dan barang serta jasa yang dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek khusus harus diperhitungkan berdasarkan identifikasi khusus terhadap biayanya masing-masing.
2. Rekonsiliasi Fiskal
a. Definisi Rekonsiliasi Fiskal
Perbedaan antara laba secara komersial dengan Penghasilan Kena Pajak adalah dilakukannya koreksi fiskal terhadap laba secara komersial. Hampir semua perhitungan laba komersial yang dihasilkan oleh semua perusahaan harus mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak, karena tidak semua ketentuan dalam Standar Akuntansi Keuangan digunakan dalam peraturan perpajakan.
Menurut Agoes dan Trisnawati, ”Rekonsiliasi (koreksi) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan pajak.” (Agoes dan Trisnawati,2007:177)
Menurut Setiawan dan Musri, mendefinisikan ”Rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus disesuaikan menurut ketentuan pajak.” (Setiawan dan Musri, 2006:421)
(29)
Dengan demikian, rekonsiliasi fiskal dapat diartikan sebagai usaha mencocokan perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial (yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi) dengan perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan fiskal (yang disusun berdasarkan prinsip fiskal).
Ada beberapa langkah dalam melakukan rekonsiliasi fiskal adalah sebagai berikut:
1) mengenali penyesuaian pajak yang diperlukan;
2) melakukan analisis terhadap elemen – elemen yang perlu disesuaikan untuk menentukan pengaruhnya terhadap laba usaha kena pajak;
3) melakukan penyesuaian fiskal dengan cara melakukan koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif;
4) menyusun laporan keuangan fiskal sebagai lampiran SPT tahunan pajak penghasilan. (Tjahjono, 2000:567)
b. Jenis – Jenis Rekonsiliasi Fiskal
Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan pengakuan secara komersial dan secara fiskal. Perbedaan tersebut dapat berupa:
1) Beda Tetap
Menurut Muljono (2006), ”Beda tetap terjadi apabila terdapat transaksi yang diakui oleh wajib pajak sebagai penghasilan atau sebagai biaya dalam akuntansi secara komersial yang diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK).”
Namun demikian, berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan, atas transaksi tersebut bukan merupakan penghasilan atau bukan merupakan biaya, atau sebagian merupakan penghasilan atau sebagian merupakan biaya.
(30)
Beda tetap diartikan sebagai perbedaan antara laba kena pajak dan laba akuntansi sebelum pajak yang timbul akibat transaksi yang menurut undang–undang dan peraturan perpajakan yang berlaku, tidak akan dioffset oleh perbedaan yang berkaitan dengannya atau terhapus dengan sendirinya pada periode lain.
2) Beda Waktu
Menurut Muljono (2006), ”beda waktu terjadi karena adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu secara akuntansi komersial dibandingkan dengan secara fiskal, misalnya dalam ketentuan masa manfaat dari aktiva yang akan dilakukan penyusutan atau amortisasi.”
Menurut Setiawan dan Musri (2006) ”beda waktu adalah biaya atau pembebanan menurut perpajakan dan akuntansi adalah sama, yang membedakan adalah waktu atau masa alokasi biaya.”
Misalnya penyusutan aktiva, PT Semoga Perpajakan Jujur membeli aktiva berupa mobil truk pada tanggal 10 Januari 2004 senilai Rp 100.000.000,00. Maka, menurut akuntansi aktiva tersebut terserah kebijakan manajemen untuk menentukan masa manfaatnya. Jika manajemen menggunakan metode garis lurus dengan masa manfaat 4 tahun, penyusutan tersebut adalah 25% per tahun , namun menurut pajak aktiva tersebut harus dimasukkan dalam kelompok II, di mana penyusutannya adalah 12,5% sehingga masa manfaatnya lebih lama, yakni
(31)
8 tahun. Pada dasarnya biaya tersebut jumlahnya sama, namun timbul perbedaan karena waktu lokasi yang berbeda.
koreksi beda waktu menurut Setiawan dan Musri (2006 : 422) adalah: a) penyusutan;
b) leasing;
c) perbedaan metode penentuan harga pokok; d) selisih kurs;
e) revaluasi aktiva;
f) beban sewa lebih dari satu tahun.
Menurut sifatnya perbedaan waktu ada dua :
a. perbedaan waktu positif, yaitu terjadi apabila pengakuan beban untuk tujuan pajak lebih cepat dari pengakuan beban untuk akuntansi (misalnya penyusutan mulai tahun pengeluaran) atau pengakuan penghasilan untuk tujuan pajak lebih lambat dari pengakuan penghasilan untuk tujuan akuntansi.
b. perbedaan waktu negatif, yaitu terjadi jika ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan beban menurut praktek akuntansi (misalnya penyisihan piutang atau persediaan) dan akuntansi mengakui penghasilan menurut ketentuan perpajakan (misalnya penghasilan kumulatif beberapa tahun seperti tebusan pensiun).
3. Ketentuan Umum Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak menurut Andriani (Ilyas, 2007: 2) menyatakan bahwa
pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan – peraturan dengan tidak
(32)
mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Pajak menurut Soemitro (Ilyas, 2007: 2) menyatakan bahwa
pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Terdapat 5 (lima) unsur dalam pengertian pajak:
a. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang – undang. b. Sifatnya dapat dipaksakan.
c. Tidak ada kontra prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak.
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran pemerintah, baik pembangunan maupun rutin.
Penghasilan adalah jumlah uang yang diterima atas usaha yang dilakukan orang perseorangan, badan, dan bentuk usaha lainnya yang dapat digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti mengonsumsi dan/atau menimbun serta menambah kekayaan. Menurut pasal 4 ayat 1 UU PPh No. 10 tahun 1994, sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang No. 17 tahun 2000 dan diubah lagi menjadi Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008, yang dimaksud dengan penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Pengertian pajak penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima dan
(33)
diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya.
a. Subjek Pajak
Adapun yang menjadi subjek pajak adalah sebagai berikut : Yang menjadi subjek pajak adalah
1) a) orang pribadi;
b) warisan yang belum terbagi 2) badan;
3) bentuk usaha tetap;
Subjek pajak terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Yang dimaksud dengan subjek pajak dalam negeri adalah :
1) orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
2) badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
3) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
(34)
Yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri menurut UU Nomor 36 Tahun 2008 pasal 2 (4) adalah :
1) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 2) orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 (sararus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa :
1) tempat kedudukan manajemen; 2) cabang perusahaan;
3) kantor perwakilan; 4) gedung kantor; 5) pabrik;
6) bengkel;
(35)
yang digunakan untuk eksplorasi pertambangan;
8) perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; 9) proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
10) pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
11) orang atau badan yang bertindak selaku agen yang berkedudukan tidak bebas;
12) agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirkan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.
Yang tidak termasuk subjek pajak adalah: 1) badan perwakilan negara asing;
2) pejabat - pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat - pejabat lain dari negara asing;
3) organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat :
a) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
b) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
(36)
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
4) pejabat - pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
b. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. termasuk:
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya;
2) hadiah dan penghargaan; 3) laba usaha;
4) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta;
5) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
(37)
6) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
7) dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8) royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10)penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11)keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12)keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13)selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14)premi asuransi;
15)iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16)tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
17)penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18)imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
(38)
Penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final adalah sebagi berikut: 1) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2) penghasilan berupa hadiah undian;
3) penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
4) penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
5) penghasilan tertentu lainnya, yang diatur Peraturan Pemerintah.
Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:
1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh zakat yang berhak atau sumbangan yang bersifat wajib bagi pemeluk agama diakui di Indonesia, yang diterima oleh keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh sumbangan yang berhak, yang diatur dengan atau berdasarkan pemerintah; dan
(39)
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
3) warisan;
4) harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan;
5) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak;
6) pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
7) dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
(40)
b) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
8) iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9) penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun;
10)bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
11)penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
b) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
12)beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
(41)
13)sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya; dan
14)bantuan atau santuna yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
c. Tarif Pajak
Unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi wajib pajak adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang – undang pajak. Besarnya tarif dalam undang – undang pajak tidak selalu ditentukan secara nilai persentase tetapi bisa dengan nilai nominal. Menurut Undang-undang PPh pasal 36 tahun 2008, tarif pajak untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen) berlaku untuk tahun 2009. Sedangkan untuk tahun 2010 dan selanjutnya tarif yang berlaku adalah 25%.
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan koreksi fiskal dan pajak penghasilan (PPh) dapat dilihat didalam tabel berikut ini :
(42)
Tabel 2.3 :
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Rumusan Masalah
Metode
Penelitian Hasil Penelitian Hendy Ady Pinem (2004) Perbedaan Penentuan Laba Secara Komersial dan Fiskal pada PT Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa Apakah penentuan laba yang ditetapkan perusahaan mengikuti SAK atau mengikuti peraturan perpajakan yang ditetapkan pemerintah, dan bagaimana pengaruhnya terhadap laporan keuangan yang disiapkan? Apakah penyebab perbedaan perhitungan laba tersebut? Tindakan – tindakan apa saja yang dilakukan manajemen dalam mengoreksi laba akibat perhitungan laba tersebut? Penelitian Deskriptif Perusahaan telah menggunakan prinsip akuntansi yang lazim diterima atau telah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Untuk perpajakan, perusahaan belum sepenuhnya melaksanakan ketentuan perpajakan yang berlaku sehingga laporan keuangan perlu dikoreksi sesuai dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan disebabkan dua perbedaan yakni: 1. Perbedaan waktu meliputi biaya penyusutan, amortisasi, bunga deposito, dan jasa giro
2 perbedaan tetap Meliputi imbalan dalam bentuk natura, biaya iklan, dan lain – lain.
(43)
Mindo S. Sianipar (2008) Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Pasal 25 Berdasarkan Laba Komersial dengan Laba Fiskal pada PT Indograha Nusa Sarana Medan Apakah penyebab terjadinya perbedaan antara laba komersial dengan laba fiskal? bagaimana cara melakukan koreksi fiskal untuk membuat laporan keuangan fiskal? bagaimana cara untuk menentukan besarnya pajak penghasilan terhutang sesuai dengan undang
– undang
perpajakan? Penelitian deskriptif Pengakuan pendapatan yang dilakukan telah sesuai dengan prinsip akuntansi maupun Undang – Undang Pajak No. 17 Tahun 2000, metode penyusutan yang diterapkan perusahaan sama dengan UU Pajak No. 17 Tahun 2000, dan
perbedaan antara laba komersial dan laba fiskal disebabkan oleh perbedaan tarif penyusutan menurut akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal serta adanya perbedaan pengakuan biaya. Gindo M. Sigalingging (2010) Rekonsiliasi Laporan Keuangan Untuk Menghitung PPh Terhutang pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan Bagaimanakah pengaruh koreksi fiskal dalam menghitung PPh badan yang terutang? Penelitian deskriptif Secara umum perusahaan telah melakukan koreksi fiskal dengan baik. Pengelompokan terhadap biaya dan pendapatan yang akan dikoreksi memudahkan koreksi pada akhir tahun, sehingga tidak perlu lagi dihitung mana
(44)
biaya yang dapat dikurangkan atau yang tidak bisa dikurangkan.
C. Kerangka Konseptual
Menurut Sekaran (Hasan, 2002:48), ”kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang penting.” Adapun kerangka konseptual untuk penelitian yang akan dilakukan adalah seperti berikut:
Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual Sumber : Penulis, 2010
Rekonsiliasi Fiskal berdasarkan UU Pajak
PT Perkebunan Nusantara III (persero)
Pendapatan, beban, dan Laba
Laporan Keuangan Komersial Laporan Keuangan Fiskal
(45)
PT Perkebunan Nusantara III (persero) menjalankan kegiatan operasi seperti mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) dan produk hilir karet. Pada akhir periode akuntansi Perseroan membuat laporan keuangan komersial, kemudian disesuaikan berdasarkan Undang – Undang pajak menjadi laporan keuangan fiskal untuk menentukan Pajak Penghasilan (PPh) terhutang.
(46)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan Nusantara III Medan yang terletak di jalan Sei Batanghari No. 2 Medan dan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan selesai.
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang dilakukan adalah desain deskriptif. Menurut Hasan (2002:33) desain deskriptif adalah “ penelitian yang bertujuan untuk menguraikan sifat atau karakteristik dari suatu fenomena tertentu.”
C. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan. Data primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini berupa laporan keuangan komersial dalam hal ini adalah laporan laba rugi perusahaan pada tahun 2009, rekonsiliasi fiskal perusahaan, daftar aktiva tetap, daftar nominatif, daftar sumbangan, buku besar, tarif PPh berdasarkan Undang – Undang Pajak.
(47)
2. Data Sekunder yaitu data yang tidak perlu diolah lagi yang dipergunakan dalam penelitian. Penulis dalam penelitian ini menggunakan data sekunder berupa Undang – Undang Pajak dan literatur – literatur yang dibutuhkan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Hasan (2002:83), ”pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa – peristiwa atau hal – hal atau keterangan – keterangan atau karakteristik – karakteristik sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian.” Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Teknik wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada pihak yang berkepentingan di PTPN III, dan jawaban – jawaban responden dicatat atau direkam.
2. Observasi, yaitu pemilihan, pengubahan, pencatatan dan pengodean serangkaian perilaku dan suasana yang berkenaan dengan tujuan – tujuan empiris.
3. Studi dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek penelitian, namun melalui dokumen.
(48)
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan penulis adalah analisis kualitatif. Menurut Hasan (2002:98), “Analisis kualitatif adalah analisis yang tidak menggunakan model matematik, model statistik dan ekonometrik atau model – model tertentu lainnya. Analisis data yang dilakukan terbatas pada teknik pengolahan datanya, seperti pada pengecekan data dan tabulasi, dalam hal ini sekedar membaca tabel – tabel, grafik – grafik atau angka – angka yang tersedia, kemudian melakukan uraian dan penafsiran.”
(49)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Penelitian
1. Gambaran Umum PT Perkebunan Nusantara III a. Sejarah Singkat Perusahaan
Pembentukan perusahaan diawali dengan proses pengambilan perusahaan- perusahaan milik Belanda oleh Pemerintah RI pada tahun 1958 yang dikenal dengan proses nasionalisasi. Perusahaan perkebunan asing hasil nasionalisasi selanjutnya berubah menjadi Perseroan Perkebunan Negara (PPN), embrio yang turut membentuk perusahaan berasal dari NV. Rubber Cultuur Maattschappij Amsterdam (RcMA) dan NV. Cultuur Mij’de Oekust (CMO) merupakan perusahaan Perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia sejak zaman Kolonial Hindia Belanda.
Salah satu perusahaan yang terbentuk diberi nama Perusahaan Perkebunan Negara baru cabang Sumatera Utara (PPN baru). Setelah beberapa kali mengalami perubahan bentuk/status hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan Pemerintah Republik Indonesia. Kemudian pada tahun 1968 PPN oleh Pemerintah di restrukturisasi menjadi beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP). Selanjutnya pada tahun 1974 status hukum diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) dan diberi nama PT Perkebunan (Persero).
(50)
Dalam rangka peningkatan efisiensi dan efektifitas kegiatan usaha, perusahaan-perusahaan dalam lingkungan BUMN Sub Sektor perkebunan melakukan kegiatan penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi. Selain itu, dilakukan perampingan struktur organisasi dari program restrukturisasi tersebut telah dilakukan penggabungan 27 BUMN perkebunan, yaitu PT Perkebunan I sampai PT Perkebunan XXXII dan satu BUMN Peternakan yaitu PT Bina Mulia Ternak menjadi 14 BUMN perkebunan baru yang bernama PT Perkebunan Nusantara I sampai dengan PT Perkebunan Nusantara XIV.
Kemudian pada tahun 1994 dilakukan proses penggabungan manajemen. Tiga BUMN perkebunan terdiri dari PT Perkebunan terdiri dari PT Perkebunan III (Persero), PT Perkebunan IV (Persero), dan PT Perkebunan V (Persero). Selanjutnya melalui peraturan-peraturan RI No. 8 tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996. Ketiga perusahaan tersebut yang wilayah kerjanya di Propinsi Sumatera Utara dilebur menjadi satu yang diberi nama “PT. Perkebunan III (Persero)” yang berkedudukan di Medan Sumatera Utara. PT. Perkebunan III (Persero) didirikan dengan Akte Notaris Hanum Kamil. SH No. 36 tanggal 11 Maret 1996 yang telah disahkan Menteri No. C2-8333.HT.01.01Th. 96tanggal 08 Agustus 1996 yang dimuat di dalam berita Negara Republik Indonesia No. 82 tahun 1996 dan tambahan Berita Negara No. 8674 tahun 1996.
Seiring dengan perubahan pola bisnis, paradigma baru PT Perkebunan Nusantara III (Persero) telah merancang program Transformasi Bisnis sejak bulan Agustus 2003 sebagai kata kunci dari ”Kinerja” PT Perkebunan
(51)
Nusantara III (Persero) sedang melakukan perubahan terhadap pola target of bussines as ussual menjadi target of strategic bussines. Untuk mendukung keberhasilan program tersebut PT Perkebunan Nusantara III (Persero) secara sistematis dan berkesinambungan melakukan upaya untuk mensosialisasikan program strategic initiative melalui pemahaman dan penyebarluasan buku panduan Transformasi Bisnis Unit-Unit Usaha, melalui instruksi langsung dari distrik manajer/general setempat kepada jajarannya dan menginformasikan melalui majalah Nusa Tiga milik PT Perkebunan Nusantara III (Persero). Disamping itu, melalui Malcom Bakdrige PT Perkebunan Nusantara III (Persero) telah dan sedang melakukan pelatihan terhadap sejumlah karyawan dan pimpinan yang telah ditunjuk untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif sebelum melakukan assessment terhadap jalannya proses program strategic initiative (CBHRM, OPEX, TQM, CRM, dan QFI) sebagai upaya dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
b. Struktur Organisasi Perusahaan
Kesatuan perintah sangat penting dalam oganisasi untuk menjaga tidak tejadinya kesimpang siuran dalam pelaksanaan tugas atau kesalahan atasan dan bawahan. Struktur perusahaan diatur dalam Surat Keputusan Direksi SKPTS No.3.12/SKPTS/13/2008 tanggal 29 Agustus 2008 tentang struktur organisasi PT Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan.
(52)
Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN Republik Indonesia No. KEP-183.MBU/2008 tentang Pembehentian dan Pengangkatan Anggota-Anggota Dewan Komisaris Perusahaan (Persero) Perkebunan Nusantara IIItanggal 24 September 2008, susunan anggota Komisaris Perseroan adalah sebagai berikut:
Komisaris Utama : Achmad Mangga Barani Komisaris : Deddy Suardy
: S. Marbun
: S. Herry Sucipto
: Herman Hidayat
: Heri Sebayang
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia No. KEP. 132/MBU/2006 tanggal 27 Desember 2006 dan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN No.KEP-145/MBU/2007 tanggal 13 Juli 2007, susunan anggota Direksi Perseroan adalah sebagai berikut:
Direktur Utama : Ir. H. Amri Siregar Direktur Produksi : Ir Amal Bakti Pulungan Direktur Keuangan : Drs Johanes Sitepu, Ak Direktur Perencanaan dan : DR. Ir.H. Chairul Muluk Pengkajian
Direktur Sumber Daya : H.M. RachmatPrawirakesumah, SE, MM Manusia
(53)
Bentuk struktur organisasi yang diterapkan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) adalah struktur organisasi yang berbentuk garis dimana kekuasaan dan tanggung jawab bercabang pada setiap tingkatan mulai dari pimpinan tertinggi sampai pimpinan yang terendah. Penulis melampirkan struktur organisasi pada lampiran 1.
a. Direktur Utama
Berfungsi dalam mengambil keputusan dan penanggung jawab atas jalannya operasional perusahaan secara teratur,terarah, dan terpadu. Tugas dan wewenang Direktur Utama:
1) Melaksanakan kebijaksanaan perusahaan, sesuai yang diatur dalam anggaran perusahaan serta ketentuan yang digariskan oleh RUPS, Menteri Pertanian selaku kuasa pemegang saham dan dewan komisaris.
2) Menetapkan langkah-langkah pokok dalam melaksanakan kebikjasanaan perusahaan dibidang produksi teknik, tenaga manusia, keuangan, dan pemasaran.
3) Bersama-sama direksi lainnya mewakili perusahaan di dalam dan di luar perusahaan.
4) Bertanggung jawab kepada RUPS melalui Dewan Komisaris.
b. Direktur Produksi
(54)
1) Melaksanakan peraturan-peraturan dan pengendalian dari unit-unit usaha dan saran pendukungnya yang mencakup tanaman (kultur teknis), produksi, teknologi, dan sebagainya.
2) Melaksanakan pemberian dan pengawasan terhadap kegiatan yang tercantum pada kebijakan direksi.
3) Melaksanakan rencana-rencana rehabilitasi dan investasi dibidang tanaman maupun sarana pendukung produksi lainnya dari unit-unit yang telah ada.
c. Direktur Keuangan
Fungsi utama Direktur Keuangan yaitu mengelola dan memberdayakan sumber daya keuangan secara tepat guna, sehingga tercapainya cash flow, dan biaya operasional perusahaan yang efektif dan efisien.
Tugas Direktur Keuangan:
1) Menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan.
2) Melaksanakan Assets Assessment secara berkesinambungan untuk memberdayakan aset petensial.
3) Memonitor dan mengevaluasi biaya produksi (harga pokok FOB) melalui pemanfaatan Activity Based Costing (ABC).
4) Memelihara cash reserve requirement minimum 2 (dua) bulan kebutuhan dana operasional.
(55)
5) Mengkoordinasi dan memberikan pengarahan dalam penyusunan RKAP/RKO.
6) Mencari sumber dana bagi pertumbuhan perusahaan
7) Membuat lapran manajemen interim dan laporan keuangan kosolidasi.
8) Menjamin hubungan yang harmoni denga stakeholders.
9) Mensukseskan pelaksanaan sistem manajemen ISO 9000, ISO 14000, dan SMK3.
10) Menetapkan sistem sarana dan prasana informasi melalui teknologi informasi (TI) yang terintegrasi dan berbasis database serta mendayagunakan secara maksimal.
d. Direktur Pemasaran
Fungsi utama Direktur Pemasaran adalah mengelola dan memberdayakan sumber daya pemasaran dan pengadaan secara optimal sehingga tercapainya kepuasan pelanggan dan pemasok.
Tugas Direktur Pemasaran:
1) Menetapkan dan mengevaluasi upaya strategik dan kebijakan pemasaran serta pengadaan barang dan jasa.
2) Mencari dan membina hubungan dengan mitra bisnis (pemasok dan pelanggan) serta mitra aliansi.
(56)
3) Menetapkan sistem pengendalian persediaan hasil produksi serta bahan baku dan pelengkap.
4) Menetapkan pedoman harga barang atau jasa
5) Menetapkan kebijakan dalam mensiasati perkembangan pasar dan perilaku pesaing (market intelligence).
6) Menginformasikan kebutuhan pasar secara berkesinambungan kepada Direktur Produksi.
e. Direktur SDM dan Umum
Fungsi utamanya adalah mengelola dan memberdayakan sumber daya manusia dan sarana pendukung lainnya sehingga tercapai kinerja bidang SDM/Umum yang optimal.
1) Menetapkan kebutuhan SDM (kompetensi, kualitas, dan waktu) sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
2) Menetapkan sistem kerja atau work system bidang SDM untuk mewujudkan operational excellence.
3) Melaksanakan mapping personil secara periodik.
4) Menetapkan dan melaksanakan sistem pendidikan dan pelatihan. 5) Menetapkan dan melaksanakan sistem penilaian karya.
6) Menetapkan sistem rekrutmen karyawan. 7) Menetapkan sistem jenjang karir karyawan.
(57)
9) Menetapkan sistem survey karyawan.
c. Kegiatan Usaha
PT Perkebunan Nusantara III disingkat PTPN III (Persero), merupakan salah satu dari 14 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) dan produk hilir karet.
PT Perkebunan Nusantara III (Persero) mengusahakan komoditi kelapa sawit dan karet dengan areal konsesi seluas 166.904,94 hektar. Kebun-kebun yang dikelola PT Perkebunan Nusantara III berjumlah 33 kebun, terdiri dari 30 kebun sendiri dan 3 kebun plasma yang dikelompokkan kedalam 3 wilayah kerja dengan luas areal seluruhnya adalah 186.910,72 ha yang terdiri dari166.606,94 ha luas kebun sendiri dan 20.303,78 ha luas kebun plasma.
PT Perkebunan Nusantara III (Persero) memiliki lahan perkebunan yang didukung dengan pabrik pengolahan untuk masing-masing komoditi. Lahan perkebunan perseroan tersebut terdapat pada lima daerah di daerah tingkat II Sumatera Utara yaitu Kabupaten Deli Serdang, Simalungun, Asahan Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan.
(58)
Untuk menunjang kesejahteraan dan meningkatkan pendidikan karyawan dan keluarganya, PT Perkebunan Nusantara III juga menyediakan sarana / fasilitas sosial, antara lain:
a. 6 (enam) unit rumah sakit yang didukung dengan poliklinik kebun dan pos kesehatan di setiap afdeling;
b. tempat penitipan bayi di setiap kebun/afdeling;
c. rumah jompo yang keberadaannya disesuaikan dengan kebutuhan; d. taman pendidikan Islam dari tingkat ibtidaiyah sampai dengan aaliyah; e. STK dan Taman Pendidikan Al-Qur’an;
f. 3 (tiga) unit SLTP yang dikelola oleh yayasan perkebunan.
Selain kebun dan unitnya, PT Perkebunan Nusantara III juga memiliki 5 (lima) anak perusahaan untuk mendukung bisnis utama perusahaan, terdiri dari:
a. PT Sarana Agro Nusantara :Jasa Tangki Timbun b. PT Mitra Ogan di Sumatera Selatan :Kebun Kelapa Sawit c. Indohan GMBH di Jerman :Jasa Pemasaran
d. PT Agro Industri Nusantara :Industri Hilir CPO dan Karet e. PT Wana Tani Lestari :Hutan Tanaman Industri
(59)
2. Laporan Keuangan PT Perkebunan Nusantara III Medan
PT Perkebunan Nusantara III (persero) merupakan wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan berdasarkan standar akuntansi keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi pemilik, manajemen, karyawan, dan yang memiliki kepentingan. Adapun laporan keuangan khususnya Neraca dan laba rugi dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.1
Neraca PT Perkebunan Nusantara III Medan Tahun 2009 PT PERKEBUNAN NUSANTARA III
NERACA
PER: 31 DESEMBER 2009
Keterangan Per 31-12-2009
ASET
Aset Lancar
Kas dan setara kas Rp 767,488,860,337
Piutang :
Niaga-netto 113,901,354,501
Lain – lain 17,467,803,940
Pegawai 22,971,686,552
Uang muka deviden 20,000,000,000
Uang muka leveransir/kontraktor 1,899,180,300
Pajak dibayar dimuka 11,587,286,627
Jumlah piutang 187,827,311,920
Persediaan:
Hasil produksi 48,809,299,013
Bahan baku dan pelengkap 81,947,844,889
130,757,143,902
(60)
Jumlah Aset Lancar 1,098,394,666,690
Aset Tidak Lancar
Piutang lain-lain pihak yang mempunyai hubungan
istimewa 18,738,442,457
Penyertaan 197,951,910,260
Aktiva tetap
Nilai perolehan 5,192,876,038,269
Akumulasi penyusutan (1,028,974,858,937)
Nilai buku 4,163,901,179,332
Aktiva dalam penyelesaian non tanaman 58,804,848,986
Jumlah aktiva dalam penyelesaian 58,804,848,986
Aktiva lain-lain
Biaya ditangguhkan 3,290,570,874
Aktiva non produktif netto 39,726
HGU/HGB/ISO-netto 94,913,265,001
Pembibitan 21,991,701,567
Uang muka – jaminan 541,405,856
Persediaan barang incourant 0
Jumlah aktiva lain-lain 120,736,983,024
Jumlah Aset Tidak Lancar 4,560,133,364,059
Jumlah Aset Rp 5,658,528,030,749
PT PERKEBUNAN NUSANTARA III NERACA
PER: 31 DESEMBER 2009
Keterangan Per 31-12-2009
KEWAJIBAN DAN EKUITAS
Kewajiban Lancar
Hutang :
Usaha 430,033,432,800
Lain-lain 25,811,859,669
(61)
Jangka panjang jatuh tempo 235,500,000,000
Biaya masih harus dibayar 28,729,342,583
Tantiem dan jasa produksi 267,525,257,946
Pajak (PPh badan/PPN) 56,186,195,173
Bunga 10,802,931,979
Jumlah Kewajiban Jangka Pendek 1,135,625,937,221
Kewajiban Tidak Lancar
Hutang lain-lain pihak yang mempunyai hubungan
istimewa 22,930,313,833
Kewajiban pajak tangguhan 120,336,033,590
Kewajiban manfaat karyawan diestimasi 398,698,998,478
Hutang bank 764,500,000,000
Hutang pemerintah RI (TCPP) 23,187,540,323
Hutang medium Term Notes (MTN) 400,000,000,000
Hutang Obligasi 34,749,799,257
Jumlah Kewajiban Tidak Lancar 1,764,402,685,481
Jumlah Kewajiban 2,900,028,622,702
EKUITAS
Modal dasar 1,200,000,000,000
Modal belum ditempatkan (885,000,000,000)
Modal yang ditempatkan dan disetor 315,000,000,000
Cadangan umum 1,946,580,295,749
Selisih transaksi perubahan ekuitas anak perusahaan 263,408,971
Selisih nilai entitas sepengendali (23,158,388,652)
Saldo laba belum ditentukan penggunanya 519,814,091,979
Jumlah Ekuitas 2,758,499,408,047
Jumlah Kewajiban dan Ekuitas 5,658,528,030,749
(62)
Tabel 4.2
Laporan Laba-Rugi PT Perkebunan Nusantara III Medan Tahun 2009 PT PERKEBUNAN NUSANTARA III
LAPORAN LABA-RUGI
PER: 01 JANUARI S/D 31 DESEMBER 2009
URAIAN PER 31-12-2009
PENDAPATAN
Penjualan Ekspor 1,122,910,552,846
Freight 0
1,122,910,552,846
Pajak Ekspor 1,071,766,026
Jumlah Penjualan Ekspor Netto 1,121,838,786,820
Penjualan Lokal 3,226,768,497,819
Jumlah Pendapatan 4,348,607,284,639
BEBAN POKOK PENJUALAN
Persediaan Awal 119,033,607,656
Beban Produksi 2,736,756,269,581
2,855,789,877,237
Persediaan Akhir 48,809,299,013
Beban Pokok Penjualan 2,806,980,578,224
LABA KOTOR 1,541,626,706,415
BEBAN USAHA
Penjualan 122,934,194,612
Administrasi 694,963,952,470
Penyusutan 9,468,840,683
Jumlah Beban Usaha 827,366,987,765
LABA USAHA 714,259,718,650
PENDAPATAN (BEBAN) LAIN - LAIN
Pendapatan Lain - Lain 188,857,668,263
Bunga (72,069,565,797)
(63)
(10,086,702,931)
LABA SEBELUM PPh 704,173,015,719
BEBAN (MANFAAT) PAJAK
Pajak kini 132,276,762,240
Pajak tangguhan 52,082,161,500
Beban Pajak Bersih 184,358,923,740
LABA BERSIH 519,814,091,979
Sumber: PT Perkebunan Nusantara III Medan, 2009 B. Koreksi Fiskal
Koreksi fiskal yang dibuat oleh PT Perkebunan Nusantara III dapat dilihat sebagai berikut:
Laba sebelum pajak menurut laporan laba
rugi konsolidasi 703,863,635,604
Rugi (laba) anak perusahaan (1,514,793,954)
Eliminasi 0
702,348,841,650
Perbedaan Temporer
Penyusutan aset tetap (163,879,319,303)
Cadangan imbalan kerja 13,714,952,067
Beban piutang ragu - ragu 0
Bagian laba perusahaan asosiasi (11,590,080,314)
Penyisihan penurunan nilai investasi 4,954,106,897
Amortisasi beban tangguhan (697,861,060)
Bersih (157,498,201,713)
Perbedaan Tetap
Kesejahteraan karyawan (53,579,060,937)
Penyusutan aset tetap 6,356,288,649
Pendapatan bunga yang dikenakan pajak final (34,641,471,734) Beban pemeliharaan bangunan karyawan 9,319,562,711
(64)
Bersih (72,433,631,311) Estimasi laba kena pajak tahun berjalan 472,417,008,626
Gambar 4.1
Koreksi Fiskal PT Perkebunan Nusantara III Medan Tahun 2009 Sumber: PT Perkebunan Nusantara III Medan, 2009
C. Penghitungan PPh Badan
Penghitungan pajak penghasilan (PPh) PT Perkebunan Nusantara III (persero) periode 31 Desember 2009 berdasarkan pasal 4 UU RI NO: 36 Tahun 2008 dan ketentuan perpajakan yang berlaku jumlah PPh badan PT Perkebunan Nusantara III adalah dengan perhitungan sebagai berikut:
Laba perusahaan sebelum PPh Rp. 704,173,015,719
Laba anak perusahaan Rp. (1,824,174,069)
Rp. 702,348,841,650 Koreksi Fiskal Positif
Beban personalia
1. Penyisihan penurunan investasi Rp. 4,954,106,897 2. Beban penyusutan rumah Rp. 6,356,288,649 3. Beban sidang tim perumus harga TBS Rp. 24,000,000 4. Beban bantuan P3RI Rp. 87,050,000 5. Beban pemeliharaan rumah karyawan Rp. 9,319,562,711 Sub Jumlah Rp. 20,741,008,257
(65)
Beban material
1. Beban jasa produksi Rp. (53,579,060,937) 2. Beban manfaat karyawan Rp. 13,714,952,067
Sub Jumlah Rp.(39,864,108,870)
Jumlah koreksi fiskal positif Rp. (19,123,100,613) Laba setelah koreksi fiskal positif Rp. 683,225,741,037 Dikurangi: Biaya – biaya yang diperkenankan sebagai
Pengurang penghasilan bruto koreksi fiskal negatif
1. Penyusutan aktiva tetap:
• Perhitungan komersil Rp.134,368,180,091 • Perhitungan fiskal Rp.298,247,499,394 Rp.(163,879,319,303) 2. Penyusutan aktiva lain – lain:
• Perhitungan komersil Rp. 7,939,186,167 • Perhitungan fiskal Rp. 8,637,047,227 Rp. ( 697,861,060) 3. Pendapatan dari perusahaan asosiasi Rp.(11,590,080,314) 4. Pendapatan bunga yang dikenakan
pajak final Rp.(34,641,471,734)
(66)
Laba Kena Pajak Rp. 472,417,008,626
Dibulatkan Rp. 472,417,008,000
Pajak Penghasilan (PPh) Terutang:
28 % x Rp. 472,417,008,000 Rp.132,276,762,240
a. Dipotong / dipungut oleh pihak lain:
a.1 PPh pasal 22 (pertamina) Rp. 47,809,260 a.2 PPh pasal 23 Rp. 16,018,821 a.3 Jumlah (a.1 + a.2) Rp. 63,828,081 b. Dibayar sendiri:
b.1 PPh pasal 22 (impor) Rp. - b.2 PPh pasal 25 (badan) tahun 2009 Rp. 90,405,256,420 b.3 Jumlah (b.1 + b.2) Rp. 90,405,256,420
Jumlah Kredit Pajak Rp. 90,469,084,501
Pajak Penghasilan yang Kurang Bayar Rp. 41,807,677,739
D. Analisa Hasil Penelitian
Koreksi fiskal yang dibuat oleh PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan mencakup perbedaan temporer dan perbedaan tetap.
(67)
Adapun perbedaan temporer terdiri dari penyusutan aset tetap, cadangan imbalan kerja, beban laba perusahaan asosiasi, penyisihan penurunan nilai investasi, amortisasi beban tangguhan.
a. Penyusutan aset tetap
Selisih penyusutan aset tetap berdasarkan fiskal dan penyusutan aset tetap berdasarkan komersial adalah sebesar Rp. 163,879,319,303 sebagai biaya yang harus dicantumkan pada koreksi fiskal sebagai pengurang laba kena pajak perusahaan.
Rincian:
Penyusutan aset tetap berdasarkan perhitungan komersial adalah sebesar Rp. 134,368,180,091.
Tabel 4.3
Penyusutan aset tetap berdasarkan komersial
ASET Akumulasi Penyusutan
Tanaman menghasilkan
- karet
9,326,874,370
- kelapa sawit
59,562,221,764
Bangunan perusahaan
7,920,782,179
Mesin dan perlengkapan pabrik 36,254,331,553
Jalan, jembatan, dan saluran air 5,696,127,189
Alat - alat pengangkutan 94,424,344
Alat pertanian dan inventaris kecil 15,513,418,692
Jumlah
134,368,180,091 Sumber: PT Perkebunan Nusantara III Medan, 2009
(68)
Penyusutan aset tetap berdasarkan perhitungan fiskal sebesar Rp. 289,247,499,394.
Tabel 4.4
Penyusutan aset tetap berdasarkan fiskal
ASET Akumulasi Penyusutan
I. BANGUNAN
1. PERMANEN
- T. M. Karet
22,651,640,762
- T. M. Kelapa sawit
69,674,136,289
- TBM Karet
32,987,799,315
- TBM kelapa sawit
42,912,849,727
- TBM Jati
39,201,066
- TBM Jarak
138,639,390
- Bangunan Perusahaan
6,015,064,156
Jumlah
174,419,330,705
2. TIDAK PERMANEN
- Bangunan perusahaan
1,180,790,250
- Instalasi air, listrik, persemaian 4,994,527,653
- Jalan, jembatan, saluran air 9,513,778,891 Jumlah 15,689,096,794 JUMLAH BANGUNAN 190,108,427,499
II. BUKAN BANGUNAN
1. Kelompok I
- Alat pengangkutan
(69)
- Alat pertanian dan inventaris kecil
4,671,543,095
Jumlah kelompok I
4,777,053,264
2. Kelompok II
- Mesin dan Perlengkapan pabrik 93,991,291,649
- Alat pengangkutan -
- Alat pertanian dan inventaris kecil
9,370,726,982
Jumlah kelompok II
103,362,018,631
JUMLAH BANGUNAN & BUKAN
298,247,499,394 BANGUNAN
Sumber: PT Perkebunan Nusantara III Medan, 2009 b. Cadangan imbalan kerja
Koreksi cadangan imbalan kerja sebesar Rp. 13,714,952,067 yang merupakan penambah laba kena pajak. Cadangan imbalan kerja berasal dari kewajiban tidak lancar.
Rincian:
1) Kewajiban pajak tangguhan periode 31 desember
2009 sebesar Rp. 398,698,998,478 2) Kewajiban pajak tangguhan Rp. 384,984,046,411
Selisih Rp. 13,714,952,067
c. Beban laba perusahaan asosiasi
Beban laba perusahaan asosiasi sebesar Rp. 11,590,080,314 dalam koreksi fiskal sebagai pengurang laba kena pajak, karena pendapatan dari
(70)
perusahaan asosiasi menurut pasal 4 ayat 3(f) termasuk objek pajak yang dikecualikan.
Rincian:
1) Pendapatan laba PT Mitra Ovgan Rp. 7,232,033,233 2) Pendapatan laba PT Bio Industri Nusantara Rp. 1,243,261,691 3) Pendapatan laba PT Sarana Agro Nusantara Rp. 2,766,419,872 4) Pendapatan laba PT Tiga Mutiara Nusantara Rp. 348,365,518
Jumlah Rp.11,590,080,314
d. Penyisihan penurunan nilai investasi
Penyisihan penurunan nilai investasi sebesar Rp. 4,954,106,897 dalam koreksi fiskal sebagai penambah laba kena pajak, karena penyisihan penurunan nilai investasi tidak seharusnya sebagai pengurang dari laba perusahaan.
Rincian:
Diambil dari beban lain – lain yakni penyisihan penurunan nilai investasi JIC Wood Company sebesar Rp. 4,954,106,897
e. Amortisasi beban tangguhan
Amortisasi beban tangguhan sebesar Rp. 697,861,060 dalam koreksi fiskal untuk menghitung pajak penghasilan adalah sebagai pengurang laba untuk mendapatkan laba kena pajak.
Rincian:
(71)
1) Perhitungan komersial Rp. 7,939,186,167 2) Perhitungan Fiskal Rp. 8,637,047,227
Selisih Rp. 697,861,060
Tabel 4.5
Daftar penyusutan aktiva lain – lain menurut komersial AKTIVA LAIN - LAIN Akumulasi Penyusutan
Aktiva non-produktif 989,932,054
Uang jaminan 29,387,825
Biaya yang ditangguhkan 599,609,480
Sertifikat hak guna usaha 5,853,421,551
Sertifikat hak guna bangunan 168,505,348
Sertifikat mutu produksi 101,989,369
Sertifikat lingkungan 183,590,540
Sertifikat SMK3 12,750,000
Jumlah 7,939,186,167
Sumber: PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan, 2009
Tabel 4.6
Daftar penyusutan aktiva lain – lain menurut fiskal
AKTIVA Akumulasi Penyusutan
Aktiva Tidak Berwujud
- Uang jaminan 41,131,188
- Beban ditangguhkan 425,456,970
- Hak guna usaha 7,845,350,692
- Penelitian dan pengembangan 262,500
- Instalasi pembibitan 76,486,700
- Bibit 9,606,976
- ISO-9002/SMK/RSPO 223,157,677
- Survey dan penelitian 15,618,524
Jumlah 8,637,071,227
(72)
2. Analisis Perbedaan Tetap
Perbedaan tetap sebagai koreksi fiskal terdiri dari kesejahteraan karyawan, penyusutan aset tetap, pendapatan bunga yang dikenakan pajak final, beban pemeliharaan bangunan karyawan, dan lain – lain.
a. Kesejahteraan karyawan
Dalam perhitungan pajak penghasilan, kesejahteraan karyawan dibuat sebagai beban material yakni beban jasa produksi sebesar Rp. 53,579,060,937. Dalam koreksi fiskal kesejahteraan karyawan sebagai pengurang laba kena pajak.
Rincian:
1) Pembebanan tahun 2009 Rp. 283,776,592,063
2) Pembayaran Rp. 337,355,635,000
Selisih Rp. 53,579,060,937
b. Penyusutan aset tetap
Penyusutan aset tetap sebesar Rp. 6,356,288,649 sebagai koreksi positif sehingga menambah laba kena pajak, berasal dari beban penyusutan bangunan rumah tinggal.
c. Pendapatan bunga yang dikenakan pajak final
Pendapatan bunga yang dikenakan pajak final sebesar Rp. 34,641,471,734 berasal dari pendapatan bunga jasa giro / deposito.
Rincian:
(73)
PT Bank CIMB Niaga Tbk Rp. 90,000,000,000 PT Bank Argoniaga Tbk Rp. 58,400,000,000 PT BNI (persero) Tbk Rp. 50,000,000,000 PT Bank Mandiri (persero) Tbk Rp. 50,000,000,000 PT Bank Bumi Putera Rp. 10,000,000,000 PT Bank Sumatera Utara Rp. 10,000,000,000 PT Bank Yudha Bakti Rp. 5,000,000,000 PT Bank Mega Syariah Rp. 5,000,000,000 Deposito berjangka – Dollar AS
PT BNI (persero) Tbk Rp. 47,000,000,000
Jumlah Rp.325,400,000,000
Tingkat bunga deposito berjangka per tahun
Rupiah 6 – 14 %
Dollar Amerika Serikat 3,60 % d. Beban pemeliharaan bangunan karyawan
Beban pemeliharaan bangunan karyawan sebesar Rp. 9,319,562,711 dalam koreksi fiskal sebagai pengurang laba untuk mendapatkan laba kena pajak. Rincian:
1) Pemeliharaan rumah karyawan pimpinan Rp. 3,104,433,347 2) Pemeliharaan rumah karyawan pelaksana Rp. 6,215,129,364
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisa dan evaluasi terhadap bab – bab sebelumnya, penulis dapat menarik kesimpulan dan mencoba memberikan saran yang dianggap penting untuk menyatakan pandangan dalam koreksi fiskal yang dibuat oleh PT Perkebunan Nusantara III (persero).
A. KESIMPULAN
1. PT Perkebunan Nusantara III (persero), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (Kernel) dan produk hilir karet.
2. Perusahaan ini merupakan wajib pajak yang diharuskan undang – undang perpajakan untuk menyelenggarakan pembukuan. Perusahaan telah menyelenggarakan pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan. 3. Untuk kepentingan pajak, perusahaan membuat koreksi fiskal atas
perhitungan laba rugi sesuai dengan undang – undang perpajakan untuk menghasilkan penghasilan kena pajak yang menjadi dasar dalam menghitung besarnya pajak yang terutang perusahaan.
(2)
4. Perusahaan menemukan perbedaan temporer dan perbedaan tetap dalam hal pengakuan penghasilan dan beban antara Standar Akuntansi Keuangan dan undang – undang perpajakan.
5. Kebijakan untuk mengadakan koreksi fiskal akan membantu perusahaan untuk mengurangi biaya yang ditimbulkan apabila diselenggarakan pembukuan ganda.
B. SARAN
1. Koreksi fiskal merupakan sarana yang paling tepat untuk merekonsiliasi laporan keuangan komersial ke laporan keuangan fiskal dan dapat diterapkan bagi setiap wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Karena itu wajib pajak yang melakukan pembukuan disarankan agar membuat koreksi fiskal setiap tahunnya.
2. Perusahaan dapat membuat laporan interim yang harus merujuk pada penyajian laporan keuangan, yang berguna untuk memberikan gambaran tentang kegiatan perusahaan lebih cepat biasanya triwulan ataupun semester.
3. Pada perhitungan pajak penghasilan badan terdapat beban jasa produksi sebagai pengurang laba untuk mencari laba kena pajak, yang dimasukkan ke dalam Perusahaan harus membuat taksiran pajak penghasilan untuk dibebankan pada periode interim. Perhitungan pajak penghasilan periode interim harus sesuai dengan kebanyakan akuntansi tentang pajak penghasilan yang dianut pada akhir tahun.
(3)
koreksi fiskal positif. Sebaiknya beban jasa produksi dimasukkan kedalam salah satu koreksi negatif, karena koreksi fiskal negatif adalah koreksi – koreksi yang akan mengurangi penghasilan kena pajak.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrino dan Estralita Trisnawati, 2007. Akuntansi Perpajakan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Direktorat Jenderal Pajak, 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008, Dinas Perpajakan, Jakarta.
Hasan, M. Iqbal, 2002. Pokok - Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standard Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta.
Ilyas, Wirawan B. dan Rudy Suhartono, 2007. Panduan Kompresensif dan Praktis Pajak Penghasilan, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.
Muljono, Djoko, 2006. Akuntansi Pajak, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Pinem, Hendy Ady, 2004. Perbedaan Penentuan Laba Secara Komersial dan Fiskal pada PT Perkebunan Nusantara II (Persero) Tanjung Morawa, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Prabowo, Yusdiantoro, 2004. Akuntansi Perpajakan Terapan, Grasindo, Jakarta. Setiawan, Agus dan Basri Musri, 2006. Perpajakan Umum, RajaGrafindo
Persada, Jakarta.
Sianipar, Mindo S, 2008. Analisis Perhitungan Pajak Penghasilan Badan Pasal 25 Berdasarkan Laba Komersial dengan Laba Fiskal pada PT Indograha Nusa Sarana Medan, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sigalingging, Gindo M, 2010. Rekonsiliasi Laporan Keuangan Untuk Menghitung PPh Terhutang pada PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tjahjono, A dan M. F. Husein, 2000. Perpajakan Edisi Kedua, Akademi Manajemen Perusahaan YKPN, Yogyakarta.
(5)
Lampiran 1 Struktur Organisasi PT Perkebunan Nusantara III (persero) Medan
(6)
Lampiran 2 Daftar Pertanyaan Wawancara
1. Apakah perusahaan membuat rekonsiliasi laporan keuangan komersial menjadi laporan keuangan fiskal untuk tahun 2009?
2. Dalam perhitungan pajak penghasilan (PPh) terdapat koreksi fiskal positif untuk beban jasa produksi yang posisinya mengurangi laba kena pajak, Apakah seharusnya beban jasa produksi diposisikan sebagai koreksi fiskal negatif karena mengurangi laba kena pajak?
3. Bolehkah ibu menjelaskan beban pemeliharaan rumah karyawan, karena didalam beban lain – lain maupun didalam pendapatan lain – lain?