BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi negara sebesar Indonesia baik dalam cakupan geografis maupun dalam jumlah dan ragam populasi, upaya dan proses pembangunan untuk
memperbaiki kesejahteraan rakyatnya akan menghadapi berbagai permasalahan dan kendala yang kompleks. Pentingnya peranan perencanaan pembangunan dan
lembaga perencana menjadi bagian yang sangat mutlak diperlukan, sebagai suatu kebutuhan untuk menyusun rancangan kebijakan, program, dan kegiatan yang
akan secara konsisten menuju pada tujuan yang diinginkan. perencanaan pembangunan, baik dalam bentuk program, kebijakan maupun kegiatan hanya
akan tinggal sebagai dokumen sia-sia dan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dikaitkan dengan pembiayaannya. Salah satu pembiayaannya adalah berasal dari
penerimaan pajak. Salah satu penerimaan pajak negara adalah berasal dari Pajak Penghasilan
PPh. Pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa
terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pajak Penghasilan PPh di Indonesia diatur pertama kali dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50. Selanjutnya berturut-turut peraturan
ini diamandemen oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, dan Undang –
undang Nomor 36 Tahun 2008. Pasal 2 dalam Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008 berbunyi,
yang menjadi subjek pajak adalah: a.
1 orang pribadi; 2 warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan
menggantikan yang berhak;
b. badan;
c. bentuk usaha tetap.
Penulis berfokus pada subjek pajak badan. Sebagaimana diatur dalam Undang – Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
pengertian badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang
meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma,
kongsi, koperasi, dan pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk
usaha tetap dan bentuk usaha lainnya termasuk reksadana. Wajib pajak badan membuat laporan keuangan untuk
mempertanggungjawabkan hasil kegiatan dan harta perusahaan. Laporan keuangan berisi informasi bersifat kuantitatif dan mempunyai peran cukup besar
dalam pegelolaan sumber daya. Laporan keuangan yang disusun dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi pemilik pemegang saham,
manajemen pimpinan, kreditur, karyawan, pemerintah dan pihak – pihak lain
yang membutuhkan. Banyak pihak dengan berbagai latar belakang pengetahuan dan kepentingan yang berbeda membutuhkan informasi dari laporan keuangan,
yang menyebabkan laporan keuangan tersebut harus disusun dengan memenuhi standar yang dapat diterima secara umum.
Standar tersebut disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang disebut dengan Standar Akuntansi Keuangan . Laporan keuangan yang disusun oleh pihak
perusahaan wajib pajak badan harus sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia, dimana laporan keuangan ini
masih harus disesuaikan dengan penghasilan dan biaya – biaya yang diperkenankan oleh undang – undang pajak penghasilan. Penyesuaian ini
membuat Perusahaan perlu melakukan koreksi fiskal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan dalam menentukan besarnya pajak penghasilan badan
menurut laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal, yang akan membuat perusahaan sulit untuk menetapkan besarnya pajak yang masih harus
dibayar pada saat mengisi SPT Tahunan. PT Perkebunan Nusantara III Persero, merupakan salah satu dari 14
Badan Usaha Milik Negara BUMN Perkebunan yang bergerak dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Kegiatan usaha
Perseroan mencakup usaha budidaya dan pengolahan tanaman kelapa sawit dan karet. Produk utama Perseroan adalah Minyak Sawit CPO dan Inti Sawit
Kernel dan produk hilir karet. Sebagai subjek pajak, PT Perkebunan Nusantara
III membuat laporan keuangan untuk mempertanggungjawabkan hasil operasi dan harta perusahaan.
Penelitian awal yang dilakukan penulis pada Laporan Keuangan PT Perkebunan Nusantara III tahun 2009 terdapat biaya – biaya dimasukkan ke dalam
laporan keuangan yang tidak sesuai untuk menghitung besarnya pajak penghasilan berdasarkan UU Pajak No. 36 Tahun 2008. Adapun biaya – biaya yang dimaksud
adalah beban penyisihan penurunan investasi, beban penyusutan aktiva tetap, beban sidang tim perumus harga TBS, beban bantuan P3RI, beban pemeliharaan
rumah karyawan, dan beban manfaat karyawan. Dari uraian latar belakang masalah tersebut penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tentang koreksi fiskal yang dibuat oleh perusahaan dan ketepatan koreksi fiskal sesuai dengan undang – undang pajak penghasilan pada
PT Pekebunan Nusantara III dalam bentuk skripsi dengan judul ANALISIS KOREKSI FISKAL UNTUK MENGHITUNG BESARNYA PPH TERUTANG
PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA III PERSERO MEDAN.
B. Perumusan Masalah