Analisa Kebutuhan GIS (Geographic Information System) terhadap Perencanaan Pembangunan Kota Medan

(1)

ANALISIS KEBUTUHAN GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION

SYSTEM) TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN

KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

HENDRA ABDILLAH LUBIS

097003038/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

S

E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

ANALISIS KEBUTUHAN GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION

SYSTEM) TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN

KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

HENDRA ABDILLAH LUBIS

097003038/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS KEBUTUHAN GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Hendra Abdillah Lubis Nomor Pokok : 097003038

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc. Ph.D K e t u a

)

(Dr. Ir. Rahmanta, M.Si) (Kasyful Mahalli, SE. M.Si Anggota Anggota

)

K etua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE)(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc. Ph.D Anggota : 1. Dr. Ir. Rahmanta, M.Si

2. Kasyful Mahalli, SE., M.Si

3. Prof. Erlina, SE. M.Si., Ph.D., Ak 4. Ir. Supriadi, MS


(5)

ANALISA KEBUTUHAN GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN

ABSTRAK

Kota Medan merupakan salah satu Kota di Propinsi Sumatera Utara dengan populasi penduduk yang cukup besar. Perkembangan pembangunan yang terjadi di Kota Medan menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya adalah timbulnya kesenjangan wilayah akibat tidak meratanya pembangunan yang terjadi. Kesenjangan tersebut timbul akibat kurangnya informasi dalam menyusun dan menganalisa rencana tata ruang. Permasalahan umum lainnya terutama di daerah adalah kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait dengan rencana tata ruang yaitu instansi yang bertanggung jawab merencanakan tata ruang, memberikan ijin pengelolaan dan pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruang, dan mengendalikan tata ruang.

Mengacu dari perekembangan kota yang seringkali tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang ada dan Pemerintah Kota Medan dalam perencanaan tata ruang wilayah belum menerapkan SIG maka perlulah dikaji lebih lanjut apakah SIG dibutuhkan untuk diterapkan di Kota Medan dalam perencanaan tata ruang wilayahnya. Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah bagaimana penggunaan lahan kota Medan berdasarkan RTRW Kota Medan 1995-2005, bagaimana kebutuhan Pemerintah Kota Medan terhadap Sistem Informasi Geografis dalam perencanaan pembangunan Kota Medan, dan bagaimana peranan Sistem Informasi Geografis dalam perencanaan pembangunan kota Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan Kota Medan tidak sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan Tahun 1995-2005. Kebutuhan SIG diperlukan dalam perencanaan pembangunan Kota Medan, hal ini disebabkan rencana penggunaan lahan tidak sesuai dengan kondisi existing pengunaan lahan. Sistem SIG dalam perencanaan pembangunan Kota Medan dapat dilaksanakan mengingat kemampuan SIG yang bekerja dengan melihat potensi lahan seluruh wilayah Kota Medan.

Kata Kunci : Geographic Information System, Perencanaan Pembangunan Kota


(6)

GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (GIS) NEED ANALYSIS ON MEDAN DEVELOPMENT PLANNING

ABSTRACT

Medan is a city in North Sumatera Province which has the largest population. The development of Medan has raised many problems, one of the problems is gap between one areas with the other area. The gap was caused by lack of information in arranging and analyzing the city plan, other was resulted from lack of coordination between city units related to the city plan such as permit for using the area in the city.

Based on the unsynchronized city development with the city plan, and Medan government has not yet used Geographic Information System (GIS) in making the city plan, it is necessary to study whether GIS is really needed in making the city plan. The problem formulation of this study are how the usage Medan area base on RT RW from 1995 – 2005, how the need Medan government for GIS in making the city planning, and what function of GIS in making Medan development planning.

The result showed that the usage Medan area did not follow the city planning from 1995 – 2005. SIG is needed in making the development planning of Medan city, due to inconsistency area usage planning with the reality, SIG can be applied in Medan city development planning since its ability to overview the potential usage of all Medan area.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat terselesaikan. Tesis yang berjudul “Analisa

Kebutuhan GIS (Geographic Information System) terhadap Perencanaan

Pembangunan Kota Medan” merupakan syarat dalam memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Wilayah dan Pedesaan (PWD) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini merupakan sebuah karya yang mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu tidak lupa penyusun sampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc. Ph.D selaku Ketua

Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Rahmanta, M.Si dan Bapak Kasyful

Mahalli, SE., M.Si., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberi saran, dukungan, pengetahuan dan bimbingan kepada penyusun hingga tesis ini selesai.

Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak dan Bapak Ir. Supriadi, MS selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi kesempurnaan tesis ini.

4. Seluruh Dosen Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan

Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala keikhlasannya dalam memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya.

5. Bapak H. Gatot Pudjo Nugroho, ST, selaku Pelaksana Gubernur Provinsi


(8)

meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.

6. Bapak Drs. Zulkarnain Lubis, M.Si, Kepala Badan Perencanaan dan

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan yang telah memberikan kelonggaran waktu bagi penulis, sehingga dapat menyelelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

7. Seluruh mahasiswa PWD Bappeda Angkatan 2009 dan staf administrasi atas

keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.

8. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda (Alm) Drs.

Chandra Hasan Lubis dan Ibunda Dra. Hayati, M.Si, Apt. yang telah membesarkan, mendidik dan membimbing penulis hingga dewasa.

9. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Isteri tercinta

Evaliana, SE yang selama ini dengan penuh kesabaran telah memberi dukungan dan semangat kepada penyusun.

Penyusun menyadari bahwa tesis yang dikerjakan sebatas kemampuan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan sehat, saran dan masukan dari semu pihak. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Medan, September 2011 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Hendra Abdillah Lubis lahir di Medan, 05 Agustus 1979, dari pasangan (Alm) Drs. Chandra Hasan Lubis dengan Dra. Hayati, M.Si. Apt, dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Dasar tahun 1991 di SD Harapan Medan. Pada tahun 1994 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada SMP Negeri 1 Medan dan tahun 1997 menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMA Negeri 7 Medan. Kemudian pada tahun 2008 menyelesaikan Sarjana S1 di Institut Teknologi Medan (ITM), Medan.

Pada tahun 2008 penulis menikah dengan Evaliana, SE. Sejak tahun 1998

sampai sekarang aktif bekerja di Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan. Bulan September 2009 mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dalam bidang studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Pedesaan (PWD).


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Sistem Informasi Geospasial (SIG) ... 8

2.2. Penerapan Sistem Informasi Geospasial (SIG) ... 13

2.3. Konsep Penggunaan Tanah ... 14

2.4. Penataan Ruang ... 20

2.5. Pembangunan Kota Medan ... 24

2.6. Penelitian Sebelumnya ... 31

2.7. Kerangka Pemikiran ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 35

3.2. Sumber dan Jenis Data Penelitian ... 35

3.3. Populasi dan Sampel ... 36


(11)

3.5. Definisi Operasional ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 38

4.1.1. Gambaran Umum Pemerintahan Kota Medan ... 38

4.1.2. Kebijakan Pembangunan Kota Medan ... 39

4.1.3. Perencanaan Pembangunan Kota Medan ... 40

4.1.3.1. Arah pembangunan kota Medan 1995-2005 ... 40

4.1.3.2. Rencana pembangunan jangka menengah (RJPM) ... 43

4.1.3.3. Rencana pembangunan jangka panjang 2006-2026 ... 45

4.1.3.4. Tujuan penataan ruang ... 47

4.2. Penggunaan Lahan Kota Medan ... 48

4.2.1. Rencana Penggunaan Lahan Tahun 1995-2005 ... 48

4.2.1. Kondisi Existing Penggunaan Lahan Tahun 1995-2005 . 55 4.3. Kebutuhan Pemerintah Kota Medan terhadap SIG dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan ... 63

4.4. Peranan SIG dalam Perencanaan Pembangunan Kota Medan . 67 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

5.1. Kesimpulan ... 79

5.2. Saran ... 79


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. 4.2. 4.3. .

Rencana Penggunaan Lahan Tahun 1995-2005 di Kota Medan ... Kondisi Existing Penggunaan Lahan Tahun 1995-2005………… Hasil Brainstorming tentang Kebutuhan SIG ………

49 56 63


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. 4.1. 4.2 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10. 4.11. 4.12.

Kerangka Pemikiran ………….………. Peta Rencana Penggunaan Lahan Tahun 1995-2005 …………... Peta Plot Rencana Penggunaan Lahan Kota Medan Tahun 1995-2005 ……….. Peta Penggunaan Lahan Kondisi Existing Tahun 1995-2005 …... Peta Plot Penggunaan Lahan Kondisi Existing Kota Medan Tahun 1995-2005 ………... Peta Plot Kesesuaian Penggunaan Lahan dan Kondisi Existing Kota Medan Tahun 1995-2005 ……….. Skema Persiapan Data Spasial di GIS ………... Skema Pengolahan dan Pemrograman Data Spasial di GIS …….. Skema Pengolahan dan Pemrograman Data A-Spasial di CAD .... Hasil Akhir dari Teknik Pelaksanaan Konsep Spatial Urban Design di GIS ……… Contoh Aplikasi Data Spasial untuk Mendukung Tata Ruang Skala 1:2.500 ..………... Contoh Aplikasi Data Spasial untuk Mendukung Tata Ruang Skala 1:50.000 ..………. Contoh Aplikasi Data Spasial untuk Mendukung Tata Ruang Skala 1:100.000 ..………... 34 50 55 57 60 61 72 73 73 74 76 77 78


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner ……… 83


(15)

ANALISA KEBUTUHAN GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN

ABSTRAK

Kota Medan merupakan salah satu Kota di Propinsi Sumatera Utara dengan populasi penduduk yang cukup besar. Perkembangan pembangunan yang terjadi di Kota Medan menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya adalah timbulnya kesenjangan wilayah akibat tidak meratanya pembangunan yang terjadi. Kesenjangan tersebut timbul akibat kurangnya informasi dalam menyusun dan menganalisa rencana tata ruang. Permasalahan umum lainnya terutama di daerah adalah kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait dengan rencana tata ruang yaitu instansi yang bertanggung jawab merencanakan tata ruang, memberikan ijin pengelolaan dan pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruang, dan mengendalikan tata ruang.

Mengacu dari perekembangan kota yang seringkali tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang ada dan Pemerintah Kota Medan dalam perencanaan tata ruang wilayah belum menerapkan SIG maka perlulah dikaji lebih lanjut apakah SIG dibutuhkan untuk diterapkan di Kota Medan dalam perencanaan tata ruang wilayahnya. Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah bagaimana penggunaan lahan kota Medan berdasarkan RTRW Kota Medan 1995-2005, bagaimana kebutuhan Pemerintah Kota Medan terhadap Sistem Informasi Geografis dalam perencanaan pembangunan Kota Medan, dan bagaimana peranan Sistem Informasi Geografis dalam perencanaan pembangunan kota Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan Kota Medan tidak sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan Tahun 1995-2005. Kebutuhan SIG diperlukan dalam perencanaan pembangunan Kota Medan, hal ini disebabkan rencana penggunaan lahan tidak sesuai dengan kondisi existing pengunaan lahan. Sistem SIG dalam perencanaan pembangunan Kota Medan dapat dilaksanakan mengingat kemampuan SIG yang bekerja dengan melihat potensi lahan seluruh wilayah Kota Medan.

Kata Kunci : Geographic Information System, Perencanaan Pembangunan Kota


(16)

GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (GIS) NEED ANALYSIS ON MEDAN DEVELOPMENT PLANNING

ABSTRACT

Medan is a city in North Sumatera Province which has the largest population. The development of Medan has raised many problems, one of the problems is gap between one areas with the other area. The gap was caused by lack of information in arranging and analyzing the city plan, other was resulted from lack of coordination between city units related to the city plan such as permit for using the area in the city.

Based on the unsynchronized city development with the city plan, and Medan government has not yet used Geographic Information System (GIS) in making the city plan, it is necessary to study whether GIS is really needed in making the city plan. The problem formulation of this study are how the usage Medan area base on RT RW from 1995 – 2005, how the need Medan government for GIS in making the city planning, and what function of GIS in making Medan development planning.

The result showed that the usage Medan area did not follow the city planning from 1995 – 2005. SIG is needed in making the development planning of Medan city, due to inconsistency area usage planning with the reality, SIG can be applied in Medan city development planning since its ability to overview the potential usage of all Medan area.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkotaan sebagai pusat permukiman dan sekaligus pusat pelayanan (jasa) terhadap penduduk kota ma 8upun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

pengaruhnya (hinterland) akan mempunyai struktur (tata) ruang tertentu dalam

rangka penyesuian terhadap fungsinya untuk mencapai tingkat efisiensi pelayanan. Pertambahan penduduk yang meningkat pesat memunculkan berbagai permasalahan dalam pembangunan, diantaranya adalah meningkatnya kebutuhan akan ruang untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidup lahan budidaya, perumahan, perindustrian dan kegiatan lainnya. Upaya pemenuhan kebutuhan yang meningkat menyebabkan tekanan terhadap ruang dan sumberdaya alam, terutama dikarenakan perekonomian Indonesia masih sangat tergantung kepada pemanfaatan sumberdaya alamnya (Purwoko, 2009).

Bagi Pemerintah Kota Medan, penataan ruang merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan kota yang bersifat strategis. Upaya penataan ruang dilakukan dalam bentuk penyusunan rencana garis besar kota dan rencana induk kota, wilayah pusat pertumbuhan industri, kawasan industri, perdagangan, permukiman, konservasi dan lain sebagainya (Bappeda Kota Medan, 2001).

Penyusunan rencana tata ruang Kota Medan sendiri pada hakekatnya merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional dan Provinsi


(18)

ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang kota. Oleh karenanya RTRW Kota Medan adalah kebijakan yang menetapkan lokasi dan kawasan yang harus dilindungi dan dibudidayakan serta wilayah yang diprioritaskan pengembangannya pada waktu perencanaan. Rencana detail tata ruang Kota Medan dipergunakan sebagai acuan dalam pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk acuan untuk menerbitkan izin mendirikan bangunan.

Rencana tata ruang yang disusun tidak hanya sebagai aspek prosedural dalam penyelenggaraan pembangunan kota, tetapi juga sebagai kegiatan yang dapat menunjang tercapainya berbagai sasaran pembangunan kota, dengan mewujudkan mekanisme prosedur yang tepat dan efektif, terutama dalam penggunaan lahan, baik untuk kepentingan pemerintah, masyarakat, maupun swasta.

Selain hal tersebut di atas pendekatan operasional penataan ruang Kota Medan juga dimaksudkan untuk menghasilkan rencana tata ruang yang mempunyai daya antisipasi tinggi terhadap perkembangan sehingga tidak kalah cepat dengan kebutuhan pembangunan kota serta realistis, operasional dan mampu berfungsi sebagai instrumen koordinasi bagi program-program pembangunan dari berbagai sumber pendanaan. Kota Medan juga diharapkan menjadi pusat kegiatan ekonomi regional dan internasional, sehingga penataan ruang Kota Medan juga diarahkan kepada pola pembangunan perkotaan yang mempunyai kesesuaian tinggi dengan sistem sosial budaya, sosial ekonomi, sosial ekologisnya.

Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman akan fenomena dan kondisi yang berkaitan dengan geografi, sejalan dengan perkembangan dalam bidang ilmu


(19)

komputer dan teknologi elektronika, oleh ahli-ahli di negara maju, dibangun suatu sistem yang dapat mengintegrasikan dan mengkoordinasikan segala kegiatan dan

fakta yang berkaitan dengan ruang yang disebut dengan Geographic Information

System (GIS) yang dalam bahasa Indonesia disebut Sistem Informasi Geografis

(SIG). SIG bukan sekedar sistem komputer untuk pembuatan peta, melainkan dapat juga merupakan alat analisis.

Keuntungan utama alat dari SIG adalah memberi kemungkinan untuk mengindentifikasi hubungan spasial diantara feature data geografis dalam bentuk peta. SIG tidak hanya sekedar menyimpan peta menurut pengertian konvensional yang ada dan SIG tidak pula sekedar menyimpan citra atau pandangan dari area geografi tertentu. Akan tetapi, SIG dapat menyimpan data menurut kebutuhan yang diinginkan dan menggambarkan kembali sesuai dengan tujuan tertentu. SIG menghubungkan data spasial dengan informasi geografi tentang feature tertentu pada peta. Informasi ini disimpan sebagai atribut atau karakteristik dari feature yang disajikan secara grafik.

Informasi Geografis, yang lazim dikenal dengan peta, adalah informasi obyek permukaan bumi yang mencakup aspek waktu dan keruangan. Pengertian geo dalam geospasial, berarti geosfer yang mencakup atmosfer (lapisan udara yang meliputi permukaan bumi), litosfer (lapisan kulit bumi), pedosfer (tanah beserta pembentukan dan zona-zonanya, sebagai bagian dari kulit bumi), hidrosfer (lapisan air yang menutupi permukaan bumi dalam berbagai bentuknya), biosfer (segenap unsur di permukaan bumi yang membuat kehidupan dan proses biotik berlangsung) dan


(20)

antroposfer (manusia dengan segala aktivitas yang dilakukannya di permukaan bumi)

Informasi terkait dengan geografi mencakup tiga pengertian 1) informasi tentang lokasi di permukaan bumi; 2) informasi tentang terdapatnya suatu obyek di bumi yang bersifat fisik (atmosfer, litosfer, pedosfer, hidrosfer dan biosfer) ataupun non-fisik dan budi daya hasil kreasi manusia (antroposfer); 3) informasi tentang apa yang berada pada suatu lokasi tertentu. Dengan demikian pengertian geografi tidak hanya menunjukkan lokasi di permukaan bumi, tetapi juga terkait sumber daya dan lingkungan hidup manusia.

Pengertian Informasi Geografis tersebut di atas amat erat kaitannya dengan salah satu syarat terbentuknya sebuah negara yaitu adanya wilayah yang berkonotasi teritorial. Wilayah merupakan salah satu syarat utama terbentuknya suatu negara, dalam pengertian tersedianya obyek yang ada di permukaan bumi dengan lokasi yang pasti dan batas-batas yang diakui berdasarkan peraturan yang berlaku.

Sistem Information Geografis (SIG) merupakan bagian penting dalam

mewujudkan sistem informasi yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung sektor publik dalam melaksanakan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan, baik pada pemerintahan tingkat pusat maupun tingkat daerah, dan juga pada sektor perorangan dan kelompok orang. Informasi Geografis menjadi komponen penting dalam mendukung pengambilan keputusan.

Sistem Information Geografis (SIG), merupakan model teknologi informasi geospasial yang multi disiplin ilmu pengetahuan, dimana model ini dapat


(21)

diaplikasikan dalam bidang apapun. Salah satu terapan yang dimaksud adalah dalam memantau dan memonitor perkembangan sebuah kota. Perkembangan sebuah kota yang pesat dapat dilihat dari pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan daerah terbangunnya. Hal ini seringkali tidak sejalan dengan rencana yang telah digariskan dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) suatu wilayah.

Kota Medan merupakan salah satu Kota di propinsi Sumatera Utara dengan populasi penduduk yang cukup besar. Perkembangan pembangunan yang terjadi di Kota Medan menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya adalah timbulnya kesenjangan wilayah akibat tidak meratanya pembangunan yang terjadi. Kesenjangan tersebut timbul akibat kurangnya informasi dalam menyusun dan menganalisa rencana tata ruang. Permasalahan umum lainnya terutama di daerah adalah kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait dengan rencana tata ruang yaitu instansi yang bertanggung jawab merencanakan tata ruang, memberikan ijin pengelolaan dan pemanfaatan ruang berdasarkan rencana tata ruang, dan mengendalikan tata ruang.

Oleh karena itu perlu dikembangkan sistem informasi yang terintegrasi dan terbakukan dalam bentuk Sistem Information Geografis (SIG) yang tujuannya adalah agar pengambilan kebijakan spasial dapat tepat sasaran sesuai dengan kondisi di lapangan dalam bentuk SIG.

Mengacu dari perekembangan kota yang seringkali tidak sejalan dengan rencana tata ruang yang ada dan Pemerintah Kota Medan dalam perencanaan tata ruang wilayah belum menerapkan SIG maka perlulah dikaji lebih lanjut apakah SIG dibutuhkan untuk diterapkan di Kota Medan dalam perencanaan tata ruang


(22)

wilayahnya, dengan demikian perlu dilakukan kajian “Analisis Kebutuhan GIS

(Geographic Information System) Terhadap Perencanaan Pembangunan Kota

Medan”.

1.2. Perumusan Masalah

Peran sistem informasi geografis semakin penting dalam perencanaan pembangunan, disebabkan pertambahan jumlah penduduk dan tingkat perekonominan masyarakat dari tahun ke tahun semakin menambah kebutuhan masyarakat terhadap lahan. Pemanfaatan lahan–lahan produktif dan lahan kosong sangat dibutuhkan dalam mengembangkan pembangunan kota. Hal ini dilakukan karena lahan di kota merupakan tempat yang ideal dari sisi ekonomi. Untuk itu diperlukan data dasar mengenai luas lahan yang telah berubah peruntukannya dalam pembangunan kota sehingga didapatkan perencanaan pembangunan kota yang bersinambungan.

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penggunaan lahan kota Medan berdasarkan RTRW Kota Medan

1995-2005.

2. Bagaimana kebutuhan Pemerintah Kota Medan terhadap Sistem Informasi

Geografis dalam perencanaan pembangunan Kota Medan.

3. Bagaimana peranan Sistem Informasi Geografis dalam perencanaan


(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Secara lebih terperinci tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis penggunaan lahan kota Medan berdasarkan RTRW Kota Medan

1995-2005.

2. Menganalisis kebutuhan Pemerintah Kota Medan terhadap Sistem Informasi

Geografis dalam perencanaan pembangunan Kota Medan.

3. Menganalisis peranan Sistem Informasi Geografis dalam perencanaan

pembangunan kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi pemerintah Kota Medan dalam merumuskan kebijakan

SIG dalam perencanaan pembangunan kota.

2. Sebagai sarana pengembangan ilmu dan pengetahuan yang secara teori telah

dipelajari di Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Istilah geografis merupakan bagian dari spasial (keruangan). Kedua istilah ini sering digunakan secara bergantian, sedangkan istilah yang ketiga yaitu Geografis. Ketiga istilah ini mengandung pengertian yang sama di dalam konteks Sistem Informasi Geografis (SIG).

2.1. Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebuah alat bantu manajemen berupa informasi berbantuan komputer yang berkait erat dengan sistem pemetaan dan analisis terhadap segala sesuatu serta peristiwa–peristiwa yang terjadi di muka bumi. Teknologi SIG mengintegrasikan operasi pengolahan data berbasis database yang biasa digunakan saat ini, seperti pengambilan data berdasarkan kebutuhan, serta analisis statistik dengan menggunakan visualisasi yang khas serta berbagai keuntungan yang mampu ditawarkan melalui analisis geografis melalui gambar-gambar petanya (Ekawati dan Wirawan, 2010; Nugraha, dkk., 2010; Nurdiansyah,

dkk, 2010; Septian dan Fariza, 2010

Definisi yang dapat mewakili SIG secara umum yaitu sistem informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisa dan menghasilkan data bereferensi geografi atau data Geografis, untuk mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengolahan seperti penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan transportasi, perencanaan fasilitas


(25)

kota, dan pelayanan umum lainnya. Komponen SIG adalah sistem komputer, data Geografis dan engguna.

Data yang diolah pada SIG ada 2 macam yaitu data Geografis (data spasial dan data non-spasial). data spasial adalah data yang berhubungan dengan kondisi geografi misalnya sungai, wilayah administrasi, gedung, jalan raya dan sebagainya. Data spasial didapatkan dari peta, foto udara, citra satelit, data statistik dan lain-lain. Hingga saat ini secara umum persepsi manusia mengenai bentuk representasi entity spasial adalah konsep raster dan vector. Sedangkan data non-spasial adalah selain data spasial yaitu data yang berupa text atau angka, biasanya disebut dengan atribut.

Data non-spasial ini akan menerangkan data spasial atau sebagai dasar untuk menggambarkan data spasial. Dari data non-spasial ini nantinya dapat dibentuk data spasial. Misalnya jika ingin menggambarkan peta penyebaran penduduk maka diperlukan data jumlah penduduk dari masing-masing daerah (data non-spasial), dari data tersebut nantinya kita dapat menggambarkan pola penyeberan penduduk untuk masing–masing daerah.

SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumberdaya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. Jadi, SIG adalah sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki empat


(26)

kemampuan berikut dalam menangani data bereferensi geografi: (a) masukan, (b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan manipulasi data, (d) keluaran. (Aronoff, 1991 dalam Triyono dan Wahyudi, 2008).

Secara konseptual sebuah teknologi SIG harus mempunyai kemampuan sebagai berikut:

a. Lokasi, SIG harus mampu menunjukkan lokasi keberadaan suatu objek

berdasarkan gambar yang disajikan pada peta. Lokasi objek didiskripsikan sebagai cara untuk mencapainya, misalnya nama tempat, kode pos, atau dapat pula menggunakan kedudukan objek secara geografis seperti garis lintang dan garis bujur.

b. Kondisi, sebuah teknologi SIG harus dapat mengetahui kondisi dari suatu objek

yang tergambar dalam peta. Kondisi ini misalnya jenis tanah, keberadaan flora dan fauna dan sebagainya.

c. Tren, SIG harus mampu menunjukkan perubahan yang terjadi pada objek tertentu,

setelah selang beberapa waktu.

d. Pola, SIG harus mampu memberi informasi tentang pola suatu objek pada daerah

tertentu, misalnya pencemaran pada daerah industri, kesibukan lalu lintas dan sebagainya.

e. Pemodelan, SIG harus mampu membuat suatu pemodelan untuk mengembangkan

sistem, misalnya: apa yang terjadi jika dilakukan penambahan jaringan jalan. (Prahasta, 2001 dalam Triyono dan Wahyudi, 2008).


(27)

SIG merupakan sistem informasi geografi yang berbasis spasial (keruangan) dengan penyebaran data-data spasial, misalnya data-data lokasi wisata, data-data lokasi rawan banjir, data-data pertumbuhan penduduk yang semuanya itu diintegrasikan ke dalam peta sehingga dapat memuat informasi secara holistik, keruangan (spasial).

Data spasial memiliki peran penting dalam setiap aktivitas pemerintahan. Lebih kurang 90% aktivitas pemerintahan senantiasa terkait dengan elemen spasial atau lokasi. Pemerintah dalam melaksanakan perencanaan, kegiatan dan monitoring serta evaluasi tidak dapat lagi bisa hanya berdasarkan data dan laporan tanpa mengetahui situasi di lapangan. (Anonimus, 2010)

1.

Peran data spasial dalam aktifitas pemerintahan antara lain:

2.

Menampilkan (visualisasi) data dan informasi berikut sebarannya, sehingga memberikan pemahaman yang lebih baik tentang suatu data/informasi dibandingkan sajian data/informasi hanya dalam bentuk redaksional, tabel atau grafik.

3.

Digunakan sebagai identifier (common ID) untuk mengintegrasikan berbagai jenis informasi yang terkait dengan suatu lokasi/wilayah.

Digunakan untuk melakukan analisis yang bersifat keruangan (spatial

analysis) untuk membantu mencari solusi terbaik dari setiap permasalahan terjadi

di berbagai sektor serta mendukung aktifitas pemerintahan khususnya proses pengambilan keputusan yang efisien dan efektif.


(28)

Menurut Karsidi (Anonimus, 2010) menyatakan bahwa ketersediaan data dan informasi yang lengkap, terkini dan mudah diakses merupakan faktor yang sangat menentukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam proses pengambilan keputusan di berbagai sektor. Oleh karena itu, sebuah informasi Geografis terpadu diperlukan untuk menyajikan data dan informasi yang lengkap dan siap pakai untuk mendukung berbagai aktivitas pemerintahan dan proses pengambilan keputusan. Melalui SIGN (Sistem Informasi Geografis Nasional), data spasial maupun non spasial dari berbagai sumber dapat disajikan melalui sebuah sistem informasi Geografis terpadu berbasis web.

Ketersediaan data dan informasi yang lengkap, terkini dan mudah diakses merupakan faktor yang sangat menentukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam proses pengambilan keputusan di berbagai sektor. Sebuah sistem informasi Geografis terpadu diperlukan untuk menyajikan data dan informasi yang lengkap dan siap pakai untuk mendukung berbagai aktifitas pemerintahan dan proses pengambilan keputusan.

Berdasarkan hal tersebut, sudah selayaknya Kota Medan ikut dalam mendukung pelaksanaan proses SIGN dengan membuat Sistem Informasi Geografis Kota Medan, di mana SIG ini berisi semua data-data spasial yang ditampilkan dalam bentuk peta digital yang memuat berbagai informasi spasial seperti data penduduk, persebaran penduduk, tingkat kemiskinan, daerah rawan banjir, daerah rawan kekeringan, saluran drainase kota, moda transportasi kota, dan sebagainya.


(29)

Adanya data Geografis mungkin perencanaan wilayahnya bisa lebih baik, sehingga permasalahan yang ada sekarang ini, seperti sistem drainase, dapat diperbaiki sehingga kemungkinan terjadi bencana dapat diminimalisir apalagi konsep Geografis ini akan sangat bagus jika dilaksanakan serentak dengan seluruh kota-kota yang terdapat di Indonesia. Mungkin akan membutuhkan waktu, tenaga, biaya yang tidak sedikit. namun dapat dibayangkan manfaatnya sepertinya besar di kehidupan mendatang.

Sistem Informasi Geografis ini diharapkan menjadi salah satu proyek percontohan dan inovasi bagi daerah lain. Sistem ini sangat membantu Pemerintah Kota (Pemkot) dalam mengambil keputusan secara cepat dan tepat karena bisa melihat hal secara holistik dan keruangan sesuai fakta wilayah Kota Medan sehingga sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tepat guna, serta sebuah perubahan besar jika daerah atau kota di seluruh Indonesia diintegrasikan dalam satu sistem ini, sehingga masyarakat akan lebih mudah dalam mengenal daerahnya sendiri dan dapat mengembangakn potensi yang ada di daerahnya tersebut demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

2.2. Penerapan Sistem Informasi Geografis (SIG)

SIG sering digunakan untuk pengambilan keputusan dalam suatu perencanaan. Para pengambil keputusan akan lebih mudah untuk menganalisa data yang ada dengan menggunakan SIG. Kegiatan pembangunan saat ini tidak lepas dari


(30)

penggunaan Sistem Informasi Geografis. Aplikasi SIG dalam pembangunan sebagai berikut (Subaryono dalam Dartoyo, 2009):

1. SIG berbasis jaringan jalan: pencarian lokasi (alamat), manajemen jalur lalu

lintas, analisis lokasi (misal pemilihan lokasi halte bus, terminal, dll), dan evakuasi (bencana).

2. SIG berbasis sumberdaya (zona): pengelolaan sungai, tempat rekreasi, genangan

banjir, tanah pertanian, hutan, margasatwa, pencarian lokasi buangan limbah, analisis migrasi satwa, analisis dampak lingkungan.

3. SIG berbasis persil tanah: pembagian wilayah, pendaftaran tanah, pajak (tanah, bangunan), alokasi tanah/pencarian tanah, manajemen kualitas air, analisis dampak lingkungan.

4. SIG berbasis manajemen fasilitas: lokasi pipa bawah tanah, keseimbangan beban

listrik, perencanaan pemeliharaan fasilitas, deteksi penggunaan energi.

2.3. Konsep Penggunaan Tanah

Pengertian Penggunaan Tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah Pasal 1 butir 3 adalah wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan alami maupun buatan manusia. Hakekat penggunaan tanah adalah cerminan kegiatan manusia yang dilakukan di atas tanah dalam usaha memenuhi hajat hidupnya.

Penggunaan tanah merupakan hasil kegiatan hidup manusia yang dipengaruhi oleh keadaan alam (fisik) serta kegiatan ekonomi masyarakat di wilayahnya


(31)

(Jayadinata, 1992). Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan tanah menurut Soemadi (2003) antara lain:

a. Kondisi fisik medan

Kondisi fisik medan dapat dilihat dari kemiringan, ketinggian, kemampuan tanah serta struktur tanah.

b. Tekanan penduduk

Bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun akan mempengaruhi perubahan penggunaan tanah dikarenakan faktor ekonomi dimana tanah yang tersedia terbatas.

c. Tingkat teknologi yang dikuasai penduduk

Semakin meningkatnya teknologi yang diketahui dan diperoleh masyarakat akan berpengaruh terhadap penggunan tanah yang ada sebagai tempat untuk pengembangan sistem jaringan, sehingga pengembangan jaringan teknologi dapat meluas ke seluruh pelosok wilayah.

d. Aksesibilitas (kelancaran)

Kemampuan memperlancar arus lalu lintas yang diperuntukkan bagi kegiatan jasa distribusi yang berupa jasa perdagangan dan jasa angkutan sebagai sarana kebutuhan masyarakat setempat.

Menurut Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 1 Tahun 1997 tentang Pemetaan Penggunaan Tanah Perkotaan, Kemampuan Tanah dan Penggunaan Simbol/Warna untuk Penyajian dalam Peta, klasifikasi/pengelompokkan penggunaan tanah dibagi menjadi:


(32)

a. Penggunaan Tanah Perkotaan

Disebutkan bahwa penggunaan tanah di kota dapat dilihat dari wujud kegiatan menggunakan tanah yang menitikberatkan di bidang non pertanian dalam arti luas dan disebutkan bahwa jenis-jenis penggunaan tanah di kota antara lain tanah perumahan, tanah industri, tanah jasa, tanah tidak ada bangunan dan tanah terbuka. b. Penggunaan Tanah Perdesaan

Disebutkan bahwa penggunaan tanah di perdesaan dapat dilihat dari wujud kegiatan menggunakan tanah yang menitikberatkan di bidang pertanian dalam arti luas dan disebutkan bahwa jenis-jenis penggunaan tanah di perdesaan antara lain perkampungan, persawahan, pertanian sawah kering, kebun campur, perkebunan, padang, hutan dan perairan darat.

Penyelenggaraan penatagunaan tanah mencakup proses kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Perencanaan Penggunaan Tanah

Kegiatan perencanaan penggunaan tanah (land use planning) di dalam

penyusunannnya diintegrasikan ke dalam Rencana Tata Ruang, baik perencanaan dalam skala Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota. Kebijakan mengenai arahan peruntukkan tanah dan pedoman teknis penggunaan tanah merupakan landasan di dalam penyusunan rencana tata ruang, di dalamnya telah termuat rencana peruntukkan dan penggunaan tanah. Dengan demikian maka rencana penggunaan tanah tersebut perlu diwujudkan di dalam rencana tata ruang.


(33)

b. Pelaksanaan Penatagunaan Tanah

Kegiatan pelaksanaan pengunaan tanah meliputi tahap-tahap kegiatan survai dan inventarisasi data pertanahan serta data penunjangnya, penyediaan tanah bagi pembangunan dan koordinasi. Mengingat kegiatan penatagunaan tanah merupakan kegiatan yang bersifat multisektoral, maka di dalam proses pelaksanaan kegiatannya perlu koordinasi dan kerjasama terpadu dengan instansi/lembaga terkait dalam rangka penyerasian antara penatagunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah.

c. Pengendalian Penggunaan Tanah

Dalam rangka penatagunaan tanah dilaksanakan upaya pengendalian penggunaan tanah melalui:

1) Pemantauan penggunaan tanah yang diselenggarakan dalam kaitannya dengan

pelaksanaan bimbingan penggunaan tanah dan sebagai bahan bagi perumusan kebijakan dan perencanaan penggunaan tanah.

2) Pertimbangan tata guna tanah yang diberikan dalam rangka proses pemberian

hak atas tanah dan perubahan penggunaan tanah. Prosedur pemberian pertimbangan tata guna tanah pada prinsipnya merupakan kesatuan paket dalam pelayanan pertanahan. Dalam hal ini, setiap bidang tanah yang dikuasai/dimiliki oleh perorangan atau badan hukum dengan sesuatu hak atas tanahnya, apabila mengajukan perubahan hak atas tanah dan/atau perubahan penggunaan tanah pelaksanaannya harus melalui pemberian pertimbangan tata guna tanah.


(34)

3) Pertimbangan perubahan penggunaan tanah yang tidak tercakup di dalam

prosedur pelayanan pertanahan, pengendaliannya dilakukan melalui

pertimbangan tata guna tanah dalam rangka pemberian rekomendasi penggunaan tanah bagi penyediaan tanah untuk pembangunan.

Perencanaan tata guna tanah merupakan inti dari praktek perencanaan perkotaan. Sesuai kedudukannya dalam perencanaan fungsional, perencanaan tata

guna tanah merupakan kunci untuk mengarahkan pembangunan kota (Hoberts dalam

Catanesse, 1988).

Tata guna tanah direncanakan dengan mempertimbangkan hubungan antara kepadatan aktivitas dengan sirkulasi di dalam area perkotaan. Rencana tata guna tanah dikembangkan dengan memperhatikan kebijakan tata guna tanah yang ditentukan dari hubungan antara rencana dan kebijakan yang mengatur hubungan antar berbagai aktivitas di dalam kota.

Tata guna tanah akan memberikan gambaran struktur fisik kota, dan arah perkembangan kota. Dengan memperhatikan hal ini, maka kebijakan-kebijakan tata ruang perkotaan dapat didefinisikan.

Dalam perkembangan masyarakat yang semakin dinamis, masyarakat semakin berusaha untuk dapat meningkatkan taraf hidupnya melalui kegiatan perekonomian. Sifat kreatif dari masyarakat tersebut akan mempengaruhi sistem aktivitas secara keseluruhan. Hal ini akan berpengaruh bagi pemanfaatan dan penggunaan tanah penduduk, dimana penduduk akan berusaha memanfaatkan tanahnya untuk bidang usaha yang lebih produktif salah satunya akan mengubah tanah yang semula


(35)

dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian menjadi tanah yang diusahakan untuk bidang nonpertanian. Hal ini tentunya akan bertentangan dengan asas dan tujuan penataan ruang, dimana tata ruang bertujuan mampu menampung semua aktivitas di dalamnya secara berkelanjutan. Dalam proses ini, tentunya terdapat golongan masyarakat yang telah mengetahui dan melaksanakan aturan-aturan yang tertuang dalam dokumen tata ruang secara disiplin.

Namun demikian, banyak juga masyarakat yang belum mengetahui prosedur pelaksanaan dokumen tata ruang sehingga tidak dapat melaksanakan aturan-aturan tersebut secara disiplin. Mengingat kondisi masyarakat yang semakin kreatif dalam pemanfaatan dan penggunaan tanah, maka perlu dilakukan suatu upaya yang berkaitan dengan penatagunaan tanah. Hal ini dapat dilakukan melalui proses yang sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang berikut:

a. Pelibatan masyarakat dalam proses penataan ruang secara partisipatif.

b. Sosialisasi mengenai hasil akhir penataan ruang yang telah disepakati secara

kolektif agar masyarakat mengetahui produk akhir dari penataan ruang wilayahnya.

c. Bimbingan yang bersifat mendidik dan memberi pengertian kepada masyarakat

mengenai pentingnya pemanfaatan dan penggunaan tanah sesuai dengan penataan ruang.


(36)

Pengembangan lahan merupakan proses penting dalam perubahan suatu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya. Batasan pengembangan lahan sangat luas karena termasuk di dalamnya beberapa kegiatan seperti konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian intensif dan pemukiman (Nasution, 2005).

Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah (Peraturan Pemerintah Nomor 16 pasal 4 ayat 1, 2004 dalam Hermawan, 2009). Peraturan ini mendukung pemanfaatan tanah yang lebih efisien bagi kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat di suatu wilayah. Penentuan lokasi pembangunan menjadi penting terkait juga dengan tipe penggunaan lahan di suatu lokasi, termasuk pembangunan infrastruktur dan menentukan daerah-daerah yang menjadi kawasan lindung.

Selain itu, sesuai dengan semangat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perlu diadakan proses evaluasi secara berkala terhadap produk tata ruang yang telah dihasilkan sesuai dengan tata cara evaluasi produk penataan ruang.

2.4. Penataan Ruang

Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Sedangkan pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya (UUPR No.26 Tahun 2007).


(37)

Dengan penataan ruang diharapkan dapat terwujud ruang kehidupan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Faktanya hingga saat ini kondisi yang tercipta masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini terlihat dari tantangan yang terjadi terutama semakin meningkatnya permasalahan bencana banjir dan longsor; semakin meningkatnya kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan; belum terselesaikannya masalah permukiman kumuh; semakin berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan; serta belum terpecahkannya masalah ketidakseimbangan perkembangan antar wilayah.

Berbagai permasalahan tersebut mencerminkan bahwa penerapan UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang belum sepenuhnya efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, terutama memberikan arahan kepada seluruh pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan penataan ruang guna mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Kondisi ini merupakan latar belakang dari penyusunan dan pemberlakuan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) yang dimaksudkan untuk memperkuat norma penyelenggaraan penataan ruang yang sebelumnya diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Adanya berbagai ketentuan baru dalam UUPR memiliki implikasi terhadap berbagai aspek penyelenggaraan penataan ruang, baik aspek kelembagaan, aspek hukum, aspek teknis, serta aspek sosiologis. Implikasi terhadap aspek kelembagaan mencakup implikasi terhadap tatanan organisasi penyelenggara pemerintahan, tata laksana, dan kualifikasi sumber daya


(38)

manusia, baik yang bekerja pada sektor publik (pemerintah), swasta, maupun

masyarakat pada umumnya.

Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman, sistem jaringan serta sistem prasarana maupun sarana. Semua hal itu berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi yang secara hirarki berhubungan fungsional. Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan ataupun tidak. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, dan lingkungan buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan yang lainnya membentuk tata ruang.

Adapun elemen-elemen yang membentuk struktur ruang kota (Sinulingga, 2005) yaitu:

a. Kumpulan dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya perdagangan, pemerintahan,

keuangan yang cenderung terdistribusi secara berkelompok dalam pusat pelayanan.

b. Kumpulan dari industri sekunder (manufaktur) pergudangan dan perdagangan

grosir yang cenderung untuk berkumpul pada suatu tempat.

c. Lingkungan permukiman sebagai tempat tinggal dari manusia dan ruang terbuka

hijau.

d. Jaringan transportasi yang menghubungkan ketiga tempat di atas.

Bentuk struktur ruang kota apabila ditinjau dari pusat pelayanan (retail) terbagi menjadi tiga, yaitu (Sinulingga, 2005):


(39)

1. Monocentric city

Monocentric city adalah kota yang belum berkembang pesat, jumlah penduduknya

belum banyak, dan hanya mempunyai satu pusat pelayanan yang sekaligus berfungsi sebagai CBD (Central Bussines District).

2. Polycentric city

Perkembangan kota mengakibatkan pelayanan oleh satu pusat pelayanan tidak efisien lagi. Kota-kota yang bertambah besar membutuhkan lebih dari satu pusat pelayanan yang jumlahnya tergantung pada jumlah penduduk kota. Fungsi pelayanan CBD diambil alih oleh pusat pelayanan baru yang dinamakan sub pusat kota (regional centre) atau pusat bagian wilayah kota. Sementara itu, CBD secara berangsur-angsur berubah dari pusat pelayanan retail (eceran) menjadi kompleks kegiatan perkantoran komersial yang daya jangkauan pelayanannya dapat mencakup bukan wilayah kota saja, tetapi wilayah sekeliling kota yang disebut juga wilayah pengaruh kota.

CBD dan beberapa sub pusat kota atau pusat bagian wilayah kota (regional centre) akan membentuk kota menjadi polycentric city atau cenderung seperti multiple

nuclei city yang terdiri dari:

a. CBD, yaitu pusat kota lama yang telah menjadi kompleks perkantoran

b. Inner suburb (kawasan sekeliling CBD), yaitu bagian kota yang tadinya

dilayani oleh CBD waktu kota belum berkembang dan setelah berkembang sebagian masih dilayani oleh CBD tetapi sebagian lagi dilayani oleh sub pusat kota.


(40)

c. Sub pusat kota, yaitu pusat pelayanan yang kemudian tumbuh sesuai perkembangan kota

d. Outer suburb (pinggiran kota), yaitu bagian yang merupakan perluasan

wilayah kegiatan kota dan dilayani sepenuhnya oleh sub pusat kota

e. Urban fringe (kawasan perbatasan kota), yaitu pinggiran kota yang secara

berangsur-angsur tidak menunjukkan bentuk kota lagi, melainkan mengarah ke bentuk pedesaan (rural area).

3. Kota metropolitan

Kota metropolitan adalah kota besar yang dikelilingi oleh kota-kota satelit yang

terpisah cukup jauh dengan urban fringe

Adapun model struktur ruang apabila dilihat berdasarkan pusat – pusat pelayanannya diantaranya:

dari kota tersebut, tetapi semuanya membentuk satu kesatuan sistem dalam pelayanan penduduk wilayah metropolitan.

1. Mono centered

Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat yang tidak saling terhubung antara sub pusat yang satu dengan sub pusat yang lain.

2. Multi nodal

Terdiri dari satu pusat dan beberapa sub pusat dan sub sub pusat yang saling terhubung satu sama lain. Sub sub pusat selain terhubung langsung dengan sub pusat juga terhubung langsung dengan pusat.


(41)

3. Multi centered

Terdiri dari beberapa pusat dan sub pusat yang saling terhubung satu sama lainnya.

4. Non centered

Pada model ini tidak terdapat node sebagai pusat maupun sub pusat. Semua node memiliki hirarki yang sama dan saling terhubung antara yang satu dengan yang lainnya.

2.5. Pembangunan Kota Medan

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa.

Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik dan suatu keadaan jiwa yang diupayakan cara-caranya oleh masyarakat, melalui suatu kombinasi berbagai proses sosial, ekonomi, dan kelembagaan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, perkembangan kota secara umum menurut Branch (1995) sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi internal yang menjadi unsur terpenting dalam perencanaan kota secara komprehensif. Namun beberapa unsur eksternal yang menonjol turut


(42)

mempengaruhi perkembangan kota. Beberapa faktor internal yang mempengaruhi perkembangan kota adalah:

1. Keadaan geografis mempengaruhi fungsi dan bentuk fisik kota. Kota yang

berfungsi sebagai simpul distribusi, misalnya perlu terletak di simpul jalur transportasi di pertemuan jalur transportasi regional atau dekat pelabuhan laut. Kota di pantai, misalnya akan cenderung berbentuk setengah lingkaran, dengan pusat lingkarannya adalah pelabuhan laut.

2. Tapak (site) merupakan faktor kedua yang mempengaruhi perkembangan suatu

kota. Salah satu yang dipertimbangkan dalam kondisi tapak adalah topografi. Kota yang berlokasi di daratan yang rata akan mudah berkembangan ke semua arah, sedangkan yang berlokasi di pegunungan biasanya mempunyai kendala topografi. Kondisi tapak lainnya berkaitan dengan kondisi geologis. Daerah patahan geologis biasanya dihindari oleh perkembangan kota.

3. Fungsi kota juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan kota.

Kota yang memiliki banyak fungsi biasanya secara ekonomi akan lebih kuat dan akan berkembang lebih pesat dari pada kota berfungsi tunggal, misalnya kota pertambangan. Kota yang berfungsi sebagai pusat perdagangan biasanya juga berkembang lebih pesat dari pada kota berfungsi lainnya.

4. Sejarah dan kebudayaan juga mempengaruhi karakter fisik dan sifat masyarakat

kota. Kota yang sejarahnya direncanakan sebagai ibukota kerajaan akan berbeda dengan perkembangan kota yang sejak awal tumbuh secara organis. Kepercayaan dan kultur masyarakat juga mempengaruhi daya perkembangan kota. Terdapat


(43)

tempat-tempat tertentu yang karena kepercayaan dihindari untuk perkembangan kota.

5. Unsur-unsur seperti misalnya jaringan jalan, penyediaan air bersih berkaitan

dengan kebutuhan masyarakat luas. Ketersediaan unsur- unsur umum akan menarik perkembangan kota ke arah tertentu.

Sementara pendapat Sujarto (1989 dalam Condro 1996) yang lebih

menonjolkan faktor manusia menyebutkan bahwa faktor- faktor perkembangan dan pertumbuhan yang bekerja pada suatu kota dapat mengembangkan dan menumbuhkan kota pada suatu arah tertentu. Sebenarnya hanya ada tiga faktor utama yang sangat menentukan pola perkembangan dan pertumbuhan kota yaitu faktor manusia, faktor kegiatan manusia tersebut dan faktor pola pergerakan antara pusat kegiatan manusia yang satu dengan pusat kegiatan manusia yang lainnya. Secara terperinci dapat diterangkan bahwa faktor manusia akan menyangkut segi-segi perkembangan penduduk kota baik karena kelahiran maupun karena migrasi ke kota, segi-segi perkembangan tenaga kerja, perkembangan status sosial dan perkembangan kemampuan pengetahuan dan teknologi. Faktor kegiatan manusia menyangkut segi-segi kegiatan kerja, kegiatan fungsional, kegiatan perekonomian kota dan kegiatan hubungan regional yang lebih luas sedangkan faktor pola pergerakan adalah sebagai akibat dari perkembangan yang disebabkan oleh kedua faktor perkembangan penduduk yang disertai dengan perkembangan fungsi kegiatannya akan menuntut pola perhubungan antara pusat-pusat kegiatan tersebut. Kemudian ketiga faktor ini secara fisik akan termanifestasikan kepada perubahan akan tuntutan kebutuhan ruang.


(44)

Tuntutan kebutuhan ruang ini yang akan tercermin kepada perkembangan dan perubahan tata guna lahan kota yang mana kemudian faktor persyaratan fisik akan sangat menentukan perkembangan dan pertumbuhan kota itu selanjutnya.

Di sisi lain pembangunan yang berkesinambungan harus dapat memberi tekanan pada mekanisme ekonomi sosial, politik dan kelembagaan, baik dari sektor swasta maupun pemerintah, demi terciptanya suatu perbaikan standar hidup masyarakat secara cepat (Mahalli, 2005).

Pembangunan dan pengembangan harus berjalan sesuai dengan kebijakan publik yang telah disusun sebelumnya. Kebijakan publik yang disusun harus mencakup kepentingan dari seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, niat dan keinginan itu harus diawali dengan penciptaan kebijakan publik sehingga pelaksanaan pembangunan dan pengembangan wilayah dapat dinikmati secara optimal oleh masyarakat (Miraza, 2005).

Sasaran utama dari pembangunan nasional adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta pemerataan hasil-hasilnya demikian juga ditujukan bagi pemantapan stabilitas nasional. Hal tersebut sangat ditentukan keadaan pembangunan secara kedaerahan. Dengan demikian para perencana pembangunan nasional harus mempertimbangkan aktifitas pembangunan dalam konteks kedaerahan tersebut sebab masyarakat secara keseluruhan adalah bisnis dan bahkan merupakan faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pembangunan nasional.

Pengertian pembangunan daerah seperti dikemukakan oleh Sukirno (2000) yaitu:


(45)

1. Sebagai pembangunan negara ditinjau dari sudut ruang atau wilayahnya dan dalam konteks ini istilah yang paling tepat digunakan adalah pembangunan wilayah.

2. Strategi pembangunan daerah dimaksudkan sebagai suatu langkah untuk

melengkapi strategi makro dan sektoral dari pembangunan nasional.

Pembangunan wilayah dilaksanakan bukanlah semata-mata terdorong oleh rendahnya tingkat hidup masyarakat melainkan merupakan keharusan dalam meletakkan dasar-dasar pertumbuhan ekonomi nasional yang sehat, untuk masa yang akan datang. Dengan dilaksanakannya pembangunan daerah diharapkan dapat menaikkan taraf hidup masyarakat sekaligus merupakan landasan pembangunan nasional akan berhasil apabila pembangunan masyarakat berhasil dengan baik.

Pada dasarnya pembangunan daerah adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (faktor returns) dalam daerah di batasi secara jelas. (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaannya. Dalam sistem wilayah mobilitas barang maupun orang atau jasa relatif lebih terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2005).


(46)

Pembangunan daerah merupakan pembangungan yang segala sesuatunya dipersiapkan dan dilaksanakan oleh darerah, mulai dari perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sampai dengan pertanggungjawabannya. Dalam kaitan ini daerah memiliki hak otonom. Sedangkan pembangunan wilayah merupakan kegiatan pembangunan yang perencanaan, pembiayaan, dan pertanggungjawabannya dilakukan oleh pusat, sedangkan pelaksanaannya bisa melibatkan daerah dimana tempat kegiatan tersebut berlangsung (Munir. 2002).

Perbedaan kondisi daerah membawa implikasi bahwa corak pembangunan yang diterapkan di setiap daerah akan berbeda pula. Peniruan mentah-mentah terhadap pola kebijaksanaan yang pernah diterapkan dan berhasil pada suatu daerah, belum tentu memberi manfaat yang sama bagi daerah yang lain (Munir, 2002).

Pada dasarnya pembangunan daerah dilakukan dengan usaha-usaha sendiri dan bantuan teknis serta bantuan lain-lain dari pemerintah. Dalam arti ekonomi pembangunan daerah adalah memajukan produksi pertanian dan usaha-usaha pertanian serta industri dan lain-lain yang sesuai dengan daerah tersebut dan berarti pula merupakan sumber penghasilan dan lapangan kerja bagi penduduk.

Dalam strategi pembangunan wilayah aspek-aspek pokok yang penting dipecahkan adalah: di daerah-daerah mana serangkaian pembangunan selayaknya dijalankan. Untuk beberapa proyek letak daerahnya sudah khusus dan tidak dapat lagi dipindahkan, seperti proyek bendungan untuk tenaga listrik dan irigasi, proyek pertambangan dan sebagainya.


(47)

Dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruhnya masayarakat Indonesia, pembangunan daerah perlu dipacu secara bertahap. Untuk menjamin agar pembangunan daerah dapat memberikan sumbangan yang maksimal dalam keseluruhan usaha pembangunan nasional haruslah dilakukan kordinasi yang baik antara keduanya. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah harus mempertimbangkan berbagai rencana pemerintah pusat maupun di daerah lain.

Sebelum suatu daerah menyusun berbagai langkah-langkah dalam pembangunan daerahnya dengan demikian suatu daerah mempunyai kekuasaan yang lebih terbatas dalam usaha mencapai tujuan pembangunannya sebab program pembangunan daerah yang akan dilaksanakan suatu daerah tidak dapat bertentangan dengan program pembangunan yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Jadi pada hakekatnya perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh sesuatu daerah merupakan pelengkap perencanaan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat yaitu membuat suatu program untuk menyebarkan proyek-proyek ke berbagai daerah dengan tujuan agar penyebaran tersebut akan memberikan sumbangan yang optimal kepada usaha pemerintah untuk membangun.

Namun dalam prakteknya tujuan tersebut tidak selalau tercapai karena perencanaan yang jauh dari sempurna oleh sesuatu daerah, organisasi tidak efisien, kurangnya informasi mengenai potensi daerah dan berbagai faktor lain. Sebagai akibat banyaknya kekurangan dalam merumuskan dan melaksanakan penyebaran proyek-proyek ke berbagai daerah, pemerintah daerah dengan bantuan badan


(48)

perencana daerah yang bersangkutan haruslah secara aktif membantu perumusan rencana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

Dalam mewujudkan sasaran jangka panjang pembangunan, yakni menuju masyarakat yang adil dan makmur telah dilakukan berbagai upaya yang mengarah pada tercapainya cita-cita tersebut. Pembangunan daerah yang merupakan rangkaian yang utuh dari pembangunan nasional pada beberapa tahun terakhir telah mulai menunjukkan kemajuan yang berarti dalam meningkatkan kinerja dari daerah tersebut.

Proses pembangunan bukan hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang penting dalam proses pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan daerah disamping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi setiap daerah akan sangat bervariasi sesuai dengan potensi ekonomi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Simanjuntak, 2003).

2.6. Penelitian Sebelumnya

Triyono dan Wahyudi (2008) dengan judul penelitian “Aplikasi Sistem Informasi Geografi Tingkat Pencemaran Industri di Kabupaten Gresik”, dapat diambil suatu kesimpulan yaitu: (1) Aplikasi ini dapat memberikan informasi mengenai hasil pemantauan udara, sungai dan laut di Gresik Kota dengan lebih mudah, (2) dapat memberikan informasi mengenai status lingkungan di suatu titik


(49)

pantau ataupun wilayah kecamatan, dengan cara membandingkannya dengan baku mutu yang sesuai apakah tercemar ataupun belum tercemar, (3) Suatu titik pantau dalam wilayah kecamatan yang telah tercemar belum tentu dalam wilayah kecamatan secara keseluruhan juga tercemar, (4) dapat memberikan informasi mengenai lokasi industri/pabrik di suatu kecamatan dengan lebih mudah, (5) dapat memberikan informasi mengenai daerah pencemaran udara, sungai dan laut, industri dan daerah pengembangan industri dipetakan dengan cara mendigitasi peta tematik yang telah ada, (7) lebih memudahkan dalam mengupdate data dan peta yang ada.

Daryoto (2009) dengan judul penelitian “Model Basisdata Spasial Untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten. Studi Kasus Kabupaten Cilacap. Jawa Tengah” menyimpulkan bahwa hasil uji model melalui dua putaran yang dilakukan oleh pakar perencanaan, sistim informasi spasial dan parktisi telah menghasilkan tersusunnya susunan basisdata untuk pengelolaan wilayah pesisir mulai dari enterprise rules, diagram ER, tabel basisdata, dan hubungan antar tabel dari entitas pengelolaan wilayah pesisir. Untuk kasus Kabupaten Cilacap terdapat 5 kelompok ekosistem pesisir yaitu; (1) hutan tropis nusa kambangan, (2) estuari laguna segara anakan, (3) kota pantai, (4) pasir pantai dan (5) tubuh perairan laut sejauh empat mil dari garis pantai.

2.7. Kerangka Pemikiran

Pemerintah Kota Medan dalam kebijakan penataan ruang merupakan bagian integral dari kebijakan pembangunan kota yang bersifat strategis. Upaya penataan


(50)

ruang dilakukan dalam bentuk penyusunan rencana garis besar kota dan rencana induk kota.

Penataan ruang Kota Medan tersebut dapat dibagi berdasarkan penggunaan tanah, yaitu aspek ekonomi terdiri dari perdagangan, industri, permukiman dan infrastruktur jalan dan aspek sosial terdiri dari pendidikan, kesehatan, peribadatan, terbuka hijau, olah raga dan pelayanan pemerintah.

Penyusunan tata ruang merupakan tugas besar dan melibatkan berbagai pihak yang dalam menjalankan tugas tidak terlepas dari data spasial. Data spasial yang dibutuhkan dalam rangka membuat suatu perkiraan kebutuhan atau pengembangan ruang jangka panjang adalah bervariasi mulai dari data yang bersifat umum hingga detail. Penyusunan tata ruang berdasarkan data spasial dapat dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis.

Sistem Informasi Geografis diharapkan dapat mengetahui perkembangan Kota Medan selama ini dan di masa mendatang dapat merencanakan pembangunan Kota Medan dengan pemanfaatan ruang secara optimal, efisien dan lestari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.


(51)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Perkembangan Kota Medan

Sistem Informasi Geografis

Perencanaan Pembangunan Kota Medan

Rencana Umum Tata Ruang Kota Penggunaan


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini dibatasi analisis penggunaan lahan Kota Medan berdasarkan RTRW Kota Medan 1995-2005, kebutuhan Pemerintah Kota Medan terhadap Sistem Informasi Geografis (SIG) dan peranan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam perencanaan pembangunan Kota Medan

3.2. Sumber dan Jenis Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian ini menurut cara memperolehnya adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan cara

brainstorming (bertukar pikiran) kepada pegawai instansi Pemerintah Kota Medan

(Bappeda, Dinas Tata Kota dan Bangunan, Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan) yang berkaitan dengan penelitian ini mengenai kebutuhan SIG dalam perencanaan pembangunan Kota Medan. Data sekunder diperoleh Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Medan.

Penelitian ini menggunakan data internal, yaitu data yang menggambarkan situasi dan kondisi kota Medan, dalam hal ini sarana dan prasarana pendukung penelitian yang bersumber dari Medan Dalam Angka dan Kecamatan Dalam Angka.


(53)

3.3. Populasi dan Sampel

Penelitian ini mengkaji analisis kebutuhan SIG dalam perencanaan pembangunan Kota Medan. Oleh karenanya yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang berhubungan dengan kebutuhan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam perencanaan pembangunan Kota Medan, dalam hal ini Bappeda, Dinas Tata Kota dan Bangunan, Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan.

Sampel penelitian ditetapkan mengikuti pendapat Roscoe (Sugiono, 2003), yang menyatakan berapapun jumlah populasinya dalam penelitian sosial ukuran sampel yang layak digunakan adalah antara 30 hingga 500 orang.

Berdasarkan pendapat di atas, maka ditetapkan anggota sampel penelitian sebanyak 45 orang pegawai, dengan pertimbangan telah melebihi ambang batas kriteria Roscoe, yakni batasan minimal 30 orang, Sampel responden diambil secara proporsional sebanyak 15 orang pada masing-masing instansi Pemerintahan Kota Medan (Bappeda, Dinas Tata Kota dan Bangunan, Dinas Perumahan dan Pemukiman) dan pengambilan sampel responden dilakukan secara purposive yang didasarkan atas menguasai permasalahan dan memiliki kewenangan.

3.5. Analisis Data

Untuk menjawab perumusan masalah pertama penggunaan lahan Kota Medan berdasarkan RTRW Kota Medan 1995-2005 menggunakan analisis deskriptif dengan


(54)

cara menganalisis kesesuaian penggunaan lahan Kota Medan dengan RTRW Kota Medan 1995-2005, dengan alat bantu Sistem Informasi Geografis (SIG).

Untuk menjawab perumusan masalah kedua kebutuhan Pemerintah Kota Medan terhadap SIG dalam perencanaan pembangunan Kota Medan menggunakan analisis deskriptif dengan bertukar pikiran kepada pegawai Pemerintah Kota Medan tentang kebutuhan SIG dalam perencanaan pembangunan daerah Kota Medan.

Untuk menjawab perumusan masalah ketiga peranan SIG dalam perencanaan pembangunan Kota Medan menggunakan analisis deskriptif dengan cara mendeskripsikan peranan SIG dalam perencanaan pembangunan Kota Medan serta dikaitkan dengan pengembangan wilayah.

3.6. Definisi Operasional

1. Rencana umum tata ruang Kota Medan merupakan suatu upaya mencoba

merumuskan usaha pemanfaatan ruang secara optimal dan efisien serta lestari bagi kegiatan usaha masyarakat di Kota Medan dalam kurun waktu tertentu. 2. Sistem informasi Geografis adalah sebuah alat bantu manajemen berupa informasi

berbantuan komputer yang berkait erat dengan sistem pemetaan dan analisis terhadap segala sesuatu serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi.

3. Penggunaan lahan Kota Medan merupakan suatu kondisi dimana telah terjadi

perubahan pembangunan Kota Medan dalam kurun waktu tertentu.

4. Perencanaan Pembangunan Kota Medan merupakan suatu upaya Pemerintah Kota


(55)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Pemerintahan Kota Medan

Kota Medan merupakan ibukota Propinsi Sumatera Utara yang berfungsi sebagai pusat perdagangan, industri, dan jasa dengan luas wilayah 26.510 Ha yang terdiri dari 21 Kecamatan dan 151 Kelurahan.

Didalam pelaksanaan pemerintahan, Kota Medan dipimpin oleh seorang Kepala Daerah yaitu Walikota Medan. Kepala Daerah dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang Wakil Walikota, seorang Sekretaris Daerah dan seluruh staf Pemerintahan Kota Medan yang terdiri dari 16 Dinas Otonom, 14 Kantor/Cabang Daerah, 4 Perusahaan Daerah dan 1 Badan Pengelolaan Perpakiran.

Sekretaris Daerah Kota Medan adalah suatu badan staf langsung yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam menyelenggarakan Urusan Rumah Tangga Daerah, Urusan Pemerintahan Umum, Urusan Swatantra dengan memberikan bantuan teknis, staf dan bantuan administrasi.

Sekretaris Daerah Kota Medan membawahi langsung 3 Urusan yaitu Asisten Administrasi Umum, Asisten Administrasi Pembangunan dan Asisten Pemerintahan serta dibantu oleh 14 bagian.


(56)

Selain Sekretaris Daerah terdapat Inspektorat Wilayah dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang kedudukannya langsung berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Daerah.

Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1981 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Medan dipimpin oleh seorang Ketua dan mempunyai tugas membantu Kepala Daerah dalam menentukan kebijaksanaan di bidang perencanaan pembangunan serta penilaian atas pelaksanaannya.

4.1.2. Kebijakan Pembangunan Kota Medan

Kebijaksanaan pembangunan nasional akan mempengaruhi kebijakan Pemerintah Kota Medan. Namun sesuai dengan ketentuan pola dasar yang dilaksanakan, rencana pembangunan daerah Kota Medan telah ditetapkan dengan prioritas sektoral yaitu pengembangan sektor industri, perdagangan, pariwisata dan jasa.

Kebijakan pembangunan di Kota Medan sejalan dengan apa yang telah digariskan pada program pembangunan di Propinsi Sumatera Utara yaitu dengan fokus:

1. Menjabarkan wujud masa depan rakyat di Kota Medan dengan bertitik tolak dari

hasil yang telah dicapai oleh pembangunan. Pembangunan tersebut juga didasarkan kepada potensi yang terdapat di Kota Medan.

2. Meningkatkan kualitas Sumber daya Manusia (SDM) yang pada gilirannya akan


(57)

keselarasan dalam hubungan sesama manusia, manusia dan masyarakat, manusia dan lingkungan dan dengan Tuhan Yang Maha Esa.

3. Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi melalui perbaikan prasarana yang

terkait antara lain: transportasi, tenaga listrik, irigasi, air bersih, telekomunikasi dan sebagainya.

4. Menitikberatkan pembangunan kepada bidang ekonomi sebagai penggerak utama

pembangunan dalam mencapai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh anggota masyarakat di wilayah Kota Medan khususnya dan di Sumatera Utara umumnya.

5. Menekan laju pertumbuhan penduduk secara alamiah. Penekanan laju

pertumbuhan penduduk secara alamiah ini dilakukan dengan penurunan tingkat kelahiran. Dengan demikian kebijakan ini akan dilakukan melalui peningkatan pelayanan Keluarga Berencana di Kota Medan.

6. Meningkatkan sumbangan sektor industri terutama sub sektor agro industri

dengan mengaitkan peran sektor industri kepada pemecahan masalah kesempatan kerja, yang pada gilirannya akan mengatasi masalah kemiskinan.

7. Meningkatkan peran sektor pertanian sebagai sektor yang bertanggung jawab

dalam memenuhi peningkatan permintaan terhadap pangan maupun bahan baku hasil pertanian di Kota Medan khususnya dan di Indonesia pada umumnya.


(58)

4.1.3. Perencanaan Pembangunan Kota Medan

4.1.3.1. Arah pembangunan kota Medan tahun 1995-2005

Kota Medan termasuk dalam Wilayah Pembangunan III Provinsi Sumatera Utara bersama dengan Kabupaten Deli Serdang, Langkat, Binjai dan Kota Tebing Tinggi yang berpusat di Medan dengan potensi utama pembangunan adalah industri, pariwisata dan pertanian.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 dan Perda Kota Medan Nomor 4 Tahun 1995 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) sampai tahun 2005, perkembangan Kota Medan telah ditetapkan menjadi 5 Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP). Setiap WPP telah pula ditetapkan pusat pengembangannya sebagai berikut :

Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) A, meliputi 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Medan Belawan, Medan Marelan dan Medan Labuhan dengan pusat pengembangan di Belawan. Peruntukannya adalah untuk pelabuhan, industri, pemukiman, rekreasi maritim dan usaha kegiatan pembangunan jalan baru, jaringan air minum, septik tank, serta sarana pendidikan.

Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) B, hanya meliputi 1 (satu) kecamatan yaitu Kecamatan Medan Deli dengan pusat pengembangan di Tanjung Mulia. Wilayah Pengembangan Pembangunan B diperuntukan sebagai kawasan perkantoran, perdagangan, rekreasi indoor dan pemukiman dengan program kegiatan pembangunan jalan baru, jaringan air minum, pembuangan sampah dan sarana pendidikan.


(59)

Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) C, meliputi 6 (enam) kecamatan yaitu Kecamatan Medan Timur, Medan Perjuangan, Medan Tembung, Medan Area, Medan Denai dan Medan Amplas, dengan pusat pengembangan di Aksara. Peruntukan wilayahnya adalah pemukiman, perdagangan dan rekreasi dengan program kegiatan pembangunan sambungan air minum, septik tank, jalan baru, rumah permanen, sarana pendidikan dan kesehatan.

Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) D, meliputi 5 (lima) kecamatan yaitu Kecamatan Medan Johor, Medan Baru, Medan Kota, Medan Maimun dan Medan Polonia, dengan pusat pengembangan di pusat Kota. Wilayah Pengembangan Pembangunan D diperuntukan sebagai kawasan perdagangan, rekreasi indoor dan pemukiman dengan program kegiatan pembangunan perumahan permanen, penanganan sampah dan sarana pendidikan.

Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) E, meliputi 6 (enam) kecamatan yaitu Kecamatan Medan Barat, Medan Helvetia, Medan Petisah, Medan Sunggal, Medan Selayang an Medan Tuntungan, dengan pusat pengembangan di Sei Sikambing. Peruntukan wilayahnya adalah pemukiman, perdagangan dan rekreasi dengan program kegiatan sambungan air minum, septik tank, jalan baru, rumah permanen, sarana pendidikan dan kesehatan.

Perkembangan Kota Medan diarahkan di Utara, Timur maupun Barat dengan pertimbangan bahwa di bagian Utara lokasi masih cukup luas belum termanfaatkan dan daerah ini tidak lagi rawan banjir karena ada proyek pengendalian banjir.


(60)

Sedangkan untuk daerah Selatan perkembangan pembangunannya akan dibatasi karena daerah tersebut merupakan daerah konservasi.

Pengembangan zona industri diarahkan ke bagian Utara Kota Medan seperti Kawasan Industri Baru (KIB) berlokasi di Kecamatan Medan Belawan, sedangkan Kawasan Industri Medan (KIM) berlokasi di Kecamatan Medan Deli. Untuk mendukung zona industri tersebut telah dibangun jalan Kembar Medan - Belawan yakni pembangunan jalan Tol Balmera (Belawan - Tanjung Morawa).

Perkembangan Kota Medan yang demikian pesat, ditinjau dari jumlah penduduk, luas wilayah dan fungsi kota, mengantarkan Kota Medan pada masalah perkotaan pada umumnya, seperti arus migrasi, aglomerasi dan urbanisasi. Peningkatan arus migrasi, aglomerasi dan urbanisasi dikhawatirkan dapat mengakibatkan berbagai masalah perkotaan, seperti berkurangnya daya dukung terhadap perkembangan kota dan berkurangnya kemampuan kota melaksanakan fungsinya secara maksimal.

Untuk mengantisipasi perkembangan kota secara terkendali dan terencana, maka dibuat suatu Kebijaksanaan Pembangunan Metropolitan Medan - Binjai - Deli Serdang (MEBIDANG). Konsep pembangunan Metropolitan Medan - Binjai - Deli Serdang (MEBIDANG) yakni suatu wilayah pengembangan di mana terdapat dua karakteristik wilayah yakni kawasan perkotaan dan pedesaan. Kota Medan sebagai kota inti dan daerah lainnya sebagai daerah hinterland yang berfungsi mensupply hasil-hasil pertanian ke kota.


(61)

4.1.3.2. Rencana pembangunan jangka menengah (RJPM)

RPJM Kota Medan tahun 2006-2010 pada pokoknya merupakan penjabaran visi, misi dan program kerja Walikota/Wakil Walikota Medan selama 5 (lima) tahun ke depan. Sebagai bentuk penjabaran teknis dari program-program pembangunan kota yang meliputi perancangan strategi utama, agenda pokok, sasaran serta arahan kebijakan dan program-program pembangunan kota yang telah disepakati oleh skateholder.

Untuk mewujudkan pembangunan kota yang lebih terarah, terencana, menyeluruh, terpadu, terintegrasi, antisipatif, realistis dan dapat dievaluasi maka visi merupakan simpul atau starting point dalam RPJM pembangunan kota. Visi pembangunan Kota Medan untuk 5 (lima) tahun ke depan periode 2006-2010 adalah:

MEDAN KOTA METROPOLITAN YANG MODERN, MADANI, DAN RELIGIUS Makna Visi Modern; kota modern yang akan diwujudkan adalah kota jasa, perdagangan, keuangan dan pendidikan yang siap bersaing secara regional dan global, dengan sistem lalulintas keuangan yang efisien serta kompetitif, dengan dukungan infrastruktur sosial ekonomi yang lengkap, pondasi perekonomian daerah yang kuat, stabilitas keamanan, sosial politik yang kondusif, dan tata pemerintahan yang efisien dan efektif, serta pembangunan yang berfokus pada kemajuan, peningkatan kemakmuran serta kesejahteraan masyarakat, kualitas SDM, IPTEK, serta Iman dan Taqwa (IMTAQ).

Makna Visi Madani; Kota Madani akan diwujudkan adalah kota beradab dan agamis, sebagaimana tercermin dalam cara berfikir, sikap dan perilaku yang


(62)

berbudaya, mandiri, menghargai ilmu pengetahuan, kemajemukan, adil, terbuka dan demokratis.

Makna Visi Religius; Kota religius akan diwujudkan adalah kota dengan masyarakat dinamis, menjunjung tinggi nilai, ajaran agama, sehingga menjadikan agama sebagai landasan etika dan moral, serta terwujudnya sikap toleransi dan kerukunan hidup beragama, antar umat beragama, dan antar etnik serta antara umat beragama yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk menggambarkan secara menyeluruh tugas, fungsi, peranan, dan tanggung jawab pembangunan dari seluruh stakeholder, maka visi pembangunan kota dijabarkan ke dalam misi yang jelas, terarah, dan terukur. Dengan demikian, berdasarkan visi yang disepakati, ditetapkan misi pembangunan kota periode Tahun 2006-2010 yaitu:

a. Mewujudkan percepatan pembangunan wilayah lingkar luar, dengan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui pengembangan usaha kecil, menengah, dan koperasi (UKMK), untuk kemajuan dan kemakmuran yang berkeadilan bagi seluruh masyarakat kota.

b. Mewujudkan tata pemerintahan yang baik, dengan birokrasi yang lebih efisien,

efektif, kreatif, inovatif dan responsif.

c. Penataan kota yang ramah lingkungan berdasarkan prinsip keadilan sosial

ekonomi, membangun dan mengembangkan pendidikan, kesehatan serta budaya daerah.


(63)

d. Meningkatkan suasana religius yang harmonis dalam kehidupan berbangsa serta bermasyarakat.

4.1.3.3. Rencana pembangunan jangka panjang 2006-2026

a. Terwujudnya perekonomian kota yang tangguh dan dinamis,

b. Terwujudnya masyarakat kota yang berilmu pengetahuan, menguasai teknologi,

beriman dan bertaqwa serta mandiri

c. Terwujudnya prasarana kota yang modern, handal dan asri. d. Tersedianya rencana tata ruang kota yang berkualitas

e. Tersedianya prasarana dan sarana sosial serta ekonomi yang modern, handal dan

asri khususnya di sektor perhubungan, pendidikan, kesehatan secara terintegrasi. f. Terbangunnya jaringan infrastruktur transportasi yang handal dan terintegrasi satu

sama lainnya berbasis angkutan masal, melalui pengaktifan angkutan kereta api. g. Meningkatnya profesionalisme aparatur pemerintah kota.

h. Tersedianya infrastruktur yang mampu sejajar dengan perkembangan jaman dan

teknologi.

i. Tersedianya berbagai fasilitas sosial ekonomi dan utilitas kota.

j. Terciptanya ruang kota yang nyaman dengan ruang terbuka yang memadai untuk

menjamin kualitas kesehatan dan hidup masyarakat kota.

k. Terwujudnya sinergitas diantara berbagai pelaku pembangunankota, hususnya

antara pemerintah-DPRD-Masyarakat-perguruan tinggi-pers-dunia usaha

l. Terjaganya fungsi dan daya dukung ruang dalam rangka menjaga kualitas


(64)

m. Meningkatnya partisipasi masyarakat dan dunia usaha secara berkesinambungan untuk menjaga kualitas lingkungan hidup, sehingga terlaksanannya keterpaduan pembangunan prasarana dan sarana dengan mengedepankan peran serta masyarakat secara luas dan keterpaduan antar wilayah dan antar aktor pembangunan.

4.1.3.4. Tujuan penataan ruang

Adapun tujuan pemanfaatan ruang Kota Medan adalah:

1. Mencapai optimasi dan sinergi pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan

bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ketahanan nasional.

2. Menciptakan keserasian dan keseimbangan antara lingkungan dan sebaran

kegiatan.

3. Meningkatkan daya guna dan hasil guna pelayanan atas pengembangan dan

pengelolaan ruang.

4. Mewujudkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar bagian wilayah

kota serta antar sektor dalam rangka mendorong pelaksanaan otonomi daerah.

5. Mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi

dampak negatif terhadap lingkungan.

Kedudukan RTRW Kota Medan adalah sebagai: a) dasar bagi kebijakan pemanfaatan ruang kota; b) penyelaras strategi serta arahan kebijakan penataan ruang wilayah provinsi dengan kebijakan penataan ruang wilayah kota ke dalam struktur dan pola tata ruang wilayah kota; c) penyelaras bagi kebijakan penataan ruang wilayah pengembangan; d) pedoman bagi pelaksanaan perencanaan, pemanfaatan


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Penggunaan lahan Kota Medan tidak sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan Tahun 1995-2005.

2. Kebutuhan SIG diperlukan dalam perencanaan pembangunan Kota Medan, hal ini disebabkan rencana penggunaan lahan tidak sesuai dengan kondisi existing pengunaan lahan.

3. Sistem SIG dalam perencanaan pembangunan Kota Medan dapat dilaksanakan mengingat kemampuan SIG yang bekerja dengan melihat potensi lahan seluruh wilayah Kota Medan.

5.2. Saran

1. Pemerintah Kota Medan diharapkan melakukan evaluasi perkembangan pelaksanaan dan mengevaluasi proyek yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan. Sehingga kegiatan untuk setiap 5 tahun berikutnya selalu berdasarkan pada data yang aktual.

2. Pemerintah Kota Medan diharapkan dapat mempergunakan SIG dalam perencanaan pembangunan Kota Medan mengingat rencana penggunaan lahan tidak sesuai dengan kondisi existing penggunaan lahan.


(2)

3. Untuk mewujudkan suatu kawasan yang tertib tata ruang diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang baik yaitu dengan penggunaan SIG dalam perencanaan pembangunan Kota Medan untuk menghindari kesalahan pembangunan fisik Kota Medan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2010. Sebuah Inovasi: Sistem Informasi Geospasial Kota Depok (SIG-D)

Bakosurtanal. 2010. Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Informasi Geospasial. Desember 2010.

Bappeda Kota Medan. 2001, Kota Medan. Pintu Gerbang Indonesia Bagian Barat. Medan. Branch, M. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif. Pengantar dan Penjelasan. Terjemahan Achmad

Djunaidi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Condro, S.S. 1996. Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fisik Kota Sleman. Tesis Magister Perencanaan Kota dan Daerah. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Dartoyo, A.A. 2009. Model Basisdata Spasial Untuk Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten. Studi

Kasus Kabupaten Cilacap. Jawa Tengah. Tesis Program Pascasarjana. Fakultas Teknik. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Ekawati, T. dan S. Wirawan. Place of Geographic Information System Worship City Depok Using Quantum GIS and PostGresql Database. URL://www. gunadarma.ac.id, 14 Desember 2010

Hermawan, F.X. 2009. Analisis Struktur Ruang dalam Pengembangan Infrastruktur Hijau di Kota Depok. Tesis Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Mahalli, K. 2005. Analisis Kebijakan Fiskal Kota Medan di Era Otonomi Daerah.

Wahana Hijau. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol.1 Nomor 1 Agustus 2005.

Miraza, B.H. 2005. Peran Kebijakan Publik dalam Perencanaan Wilayah. Wahana Hijau. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol.1 Nomor 2 Desember 2005.

Munir, B. 2002. Perencanaan Pembangunan Daerah dalam Perspektif Otonomi Daerah. Badan Penerbit BAPPEDA Propinsi NTB.

Nugraha, Y.H., A. Basosi, dan A. Fariza. Searching Location nearest public facility based on distance and road’s route based GIS. URL://digilib.its.ac.id, 14 Desember 2010.


(4)

Nurdiansyah, M., A. Basofi dan A. Fariza. Sistem Informasi Geografis Untuk Penentuan Lokasi SPBU

Baru di Surabaya. URL:/14 Desember 2010.

Purwoko, A. 2009. Analisis Perubahan Fungsi Lahan di Kawasan Pesisir dengan Menggunakan Citra Satelit Berbasis Sistem Informasi Geografis. (Studi Kasus di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut.

Wahana Hijau. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol. 4 No.3 April 2009.

Septian, H.P.M. dan A. Fariza. Pemilihan Lokasi Reklame dengan Menggunakan AHP-GIS di Kota Gresik. URL://www.eepis-its.edu, 14 Desember 2010.

Simanjuntak, P. 2003. Kajian Singkat terhadap Kerangka Strategi Pembangunan Sumatera Utara dari Sudut Pandang Pertumbuhan (Pembangunan) Ekonomi.

Makalah Pembangunan Ekonomi. Diklat Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah (PPED) 5 s/d 13 Desember 2003 di Tebing Tinggi.

Sinulingga, B. 2005. Pembangunan Kota. Tinjauan Regional dan Lokal. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Sirojuzilam. 2005. Regional Planning and Development. Wahana Hijau. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Vol.1 Nomor 1 Agustus 2005. --- dan Mahalli, K. 2010. Regional. Pembangunan, Perencanaan dan

Ekonomi. USU Press. Medan

Sukirno, S. 2000. Pengantar Teori Makroekonomi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Triyono, J. dan K. Wahyudi. 2008. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Tingkat Pencemaran Industri di Kabupaten Gresik. Jurnal Teknologi. Vol 1. No. 1 Juni 2008.


(5)

Lampiran 1. Kuisioner

MATERI DISKUSI

ANALISA KEBUTUHAN GIS TERHADAP PERENCANAAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN

Nama :

Umur :

Instansi :

Jabatan :

1. APAKAH BAPAK/IBU MENGERTI TENTANG GIS ?

2. APAKAH KETIDAK SESUAIAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN DARI

PERENCANAANNYA SAAT INI DIKARENA KOTA MEDAN BELUM MEMILIKI SISTEM INI ?

3. APAKAH SISTEM INI BISA MEMBANTU PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN MENJADI LEBIH BAIK DAN LEBIH TERARAH SESUAI DENGAN PERENCANAAN YANG TELAH DITETAPKAN ?

4. APAKAH SISTEM INI BISA MEMBANTU KOTA MEDAN UNTUK MENCIPTAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN YANG LEBIH BAIK ?


(6)