BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENGGUNA IJAZAH
PALSU Studi Putusan PN REG.No.197Pid.B2011PN.Stb, PT REG. No.431Pid2011PT.Mdn, MA-RI REG. No.579KPid2012
A. Unsur-unsur Pertanggungjawaban Pidana
Azas pertanggungjawaban dalam hukum pidana ialah : tidak dipidana jika tidak ada kesalahan geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sir
rea. Azas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi dalam hukum yang tak tertulis yang juga di Indonesia berlaku.
Pertanggungjawaban tanpa adanya kesalahan dari pihak yang melanggar, dinamakan leer van het materiele feit feit materielle. Dahulu dijalankan atas
pelanggaran tapi sejak adanya arrest susu dari H. R. 1961 Nederland, hal itu dit iadakan.
Menurut Prof. Moeljatno orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dijatuhi pidana kalau tidak melakukan perbuatan pidana.
Agar dapat dimintai pertanggungjawaban pidana harus memenuhi 3 unsur, yaitu :
1 Adanya kemampuan bertanggungjawab.
2 Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau
kealpaan, 3
Tidak adanya alasan penghapus Pidana A.
Kemampuan Bertanggung Jawab Didalam hal kemampuan bertanggungjawab bila di lihat dari keadaan batin
orang yang melakukan perbuatan pidana merupakan masalah kemampuan bertanggungjawab dan menjadi dasar yang penting untuk menentukan adanya
77
kesalahan, yang mana keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan pidana haruslah sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan normal, sebab karena orang
yang normal, sehat inilah yang dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan ukuran-ukuran yang dianggap baik masyarakat.
Bahwa hakim di Indonesia tidak terikat pada pendapat para psikiater, oleh karena pemeriksaan di pengadilan adalah berbeda dengan pemeriksann psikiater.
Hakim harus menentukan pertanggungjawaban terdakwa dalam hubungan dengan kaidah hukum pidana. Terdakwa harus diperiksa dengan menggunakan bahasa
yang dapat dipahaminya sesuai dengan pengertian masyarakat di mana ia terdakwa hidup. Maka hakim dapat menyatakan bahwa terdakwa mampu
bertanggungjawab dan menjatuhkan pidana apabila hasil laporan psikiater menyatakan terdakwa mampu bertanggungjawab atau tidak mengandung Pasal 44
KUHPidana.
80
Kemampuan bertanggungjawab merupakan salah satu unsur kesalahan yang tidak dapat dipisahkan dfengan unsur tindak pidana lainnya. Istilahnya dalam
bahasa Belanda adalah “toerekeningsvatbaar”, tetapi Pompe lebih suka menggunakan ‘‘toerkenbar”. Pertanggungjawaaban yang merupakan inti dari
kesalahan yang dimaksud di dalam hukum pidana adalah pertanggungjawaban menurut hukum pidana. Walaupun sebenarnya menurut etika setiap orang
bertanggung jawab atas segala perbuatannya, tetapi dalam hukum pidana yang
80
Abidin Farid, Zainal . 2007. Hukum Pidana I. Jakarta: Sinar grafika. hal 263
menjadi pokok permasalahan hanyalah tingkah laku yang mengakibatkan hakim menjatuhkan pidana.
81
1 Brang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat di
pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh di hukum.
Kitab Undang-Undang hukum pidana diseluruh dunia pada umumnya tidak rumusan yang tegas mengatur tentang kemampuan bertanggungjawab. Yang
diatur ialah kebalikannya,yaitu ketidakmampuan bertanggungjawab,sebagaimana di tegaskan dalam Buku I Bab III Pasal 44 KUHPidana yang berbunyi berikut :
2 Jika nyata perbuatan itu tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya
karena kurang sempurna akalnya karena sakit berubah akal maka hakim boleh memerintahkan menempatkan di rumah sakit gila selama-lamanya
satu tahun untuk di periksa.
3 Yang di tentukan dalam ayat di atas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah
Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri. Ada dua hal yang perlu dierhatikan:
82
• Menentukan bagaimana keadaan jiwa si pealaku, hal ini selayaknya
ditetapkan oleh seseorang ahli, dalam hal ini seorang psikiater, jadi ditetapkan secara deskriptif.
• Menentukan hubungan sebab-akibat antara keadan jiwa tersebut dengan
perbuatannya, penentuan ini seorang hakim, jadi secara normatif. Ada beberapa penyakit jiwa sehingga mereka ini tidak dapat
dipertanggungjawabkan untuk sebagian yang berkaitan dengan penyakit jiwany. Penyakit iru antara lain :
• Kleptomania : orang yang dihinggapi penyakit jiwa ini tidak dapat
menahan dorongan mengambil barang orang lain, dan tidak menyadari
81
Teguh, Prasetyo. 2012. Hukum Pidana Edisi Revisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hal 85
82
Teguh, Prasetyo. 2012. Op cit. Hal 89-91
bahwa perbuatannya itu di larang. Biasanya yang diambil adalah barang- barang yang tidak berharga. Di bidang lain orang lain adalah orang
normal. •
Nymphomania : Orang berpenyakit jiwa demikian ini bila berjumpa dengan wanita suka berbuat yang tidak senonoh.
• Pyromania: Penyakit jiwa ini berkecenderungan untuk membakar alasan.
• Claustrophobia : Penyakit jiwa yang berupa ketakutan berada di tempat
sempit atau gelap. Penderita ini dapat berbuat yang bukan-bukan yang terlarang dalam keadaan demikian.
Hanya di temukan beberapa pandangan para sarjana mengenai kemampuan bertanggungjawab , misalnya:
Van Hammel yang mengatakan, orang yang mampu bertanggungjawab harus memenuhi setidaknya 3 syarat, ialah :
a. Dapat menginsafi mengerti makna perbuatannya dalam alam kejahatan,
b. Dapat menginsafi bahwa perbuatannya di pandang tidak patut dalam
pergaulan masyarakat, c.
Mampu untuk menentukan niat untuk kehendaknya terhadap perbuatan tadi
Simon mengatakan bahwa mampu bertanggungjawab adalah mampu menginsafi sifat melawan hukumnya perbuatan dan sesuai dengan ke insafan itu
menentukan kehendaknya. Moeljatno menarik kesimpulan tentang adanya kemampuan bertanggung
jawab, ialah : a.
Harus adanya kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk, yang sesuai hukum dan yang melawan hukum.
b. Harus adanya kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut
keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.
53
Jonkers, ketidakmampuan bertanggungjawab dengan alasan masih muda usia tidak bisa didasarkan pada pasal 44 KUHP. Yang di sebutkan tidak mampu
bertanggungjawab adalah alasan penghapusan pidana yang umum yang dapat di salurkan dari alasan-alasan khusus seperti tersebut dalam pasal 44, 48, 49, 50,
dan 51. Jadi bagi jokers orang yang tidak mampu bertanggungjawab itu bukan
saja karena pertumbuhan jiwanya yang cacat atau karena gangguan penyakit, tetapi juga karena umurnya masih muda, terkena hipnotis dan saebaginya.
83
a. Keadaan jiwa seseorang yang sedemikian rupa normal sehingga ia
bebas atau mempunyai kemampuan dalam menentukan kehendaknya terhadap perbuatan yang ia akan lakukan. Keadaan jiwa orang itu yang
sedemikian rupa, sehingga ia mempunyai kemampuan untuk dapat mengerti terhadap nilai perbuatannya beserta akibatnya.
Satochid Kartanegara, orang yang mampu bertanggung jawab itu ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
b. Keadaan jiwa orang itu sedemikian rupa sehingga ia mampu untuk
menyadari, menginsyafi bahwa perbuatan yang akan dilakukannya itu adalah suatu kelakuan yang tercela, kelakuan yang tidak dibenarkan oleh
hukum, atau oleh masyarakat maupun tata susila.
B. Kesalahan Yang Berupa Kesengajaan Atau Kealpaan
Di sini berlaku apa yang di sebut atas “TIADA PIDANA TANPA KESALAHAN” keine strafe ohne schhuld atau geen sraf zonder schuld atau
NULLA POENA SINE CULPA Culpa di sini dalam arti luas meliputi kesengajaan.
Van Hammel mengatakan bahwa : “kesalahan dalam suatu delik merupakan pengertian psychologis, perhubungan antara keadaan si pembuat dan
terwujudnya unsur-unsur delik karena perbuatannya”. Kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam hukum schuld is de verantwoordelijkeheld rechtens.
Simons menyebutkan bahwa kesalahan adalah adanya keadaan physchis yang tertentu pada orang yang melakukan tindak pidana dan adanya hubungan antara
keadaan tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa, hingga orang itu dapat di cela karena melakukan perbuatan tadi. Dengan demikian untuk
adanya suatu kesalahan harus di perhatikan dua hal di samping melakukan tindak pidana, yakni :
1 Adanya keadaan Phychis batin, dan
2 Adanya hubungan tertentu antara keadaan batin tersebut dengan
perbuatan yang dilakukan, hingga menimbulkan celaan tadi.
83
Saleh, Roeslan. 1968. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana” dua pengertian
dalam Hukum Pidana. Jakarta : Aksara Baru. hal 83
A. Kesengajaan Dolus
KUHP sendiri tidak menjelaskan pengertian kesengajaan dan kealpaan itu. Oleh M.v.T dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesengajaan adalah
“willens en watens” yang artinya adalah “ menghendaki dan menginsyafi atau mengetahui” atau secara agak lengkap seseorang yang melakukan suatu perbuatan
dengan sengaja harus menghendaki perbuatannya itu dan harus menginsyafi atau mengetahui akibat yang mungkin akan terjadi karena perbuatannya.
Menurut Crimineel Wetboek Nederland Tahun 1809 Pasal 11 Opzet sengaja itu adalah maksud untuk membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu
yang diralang atau diperintahkan oleh undang-undang Utrecht 1960:301. Di dalam penjelasan resmi KUHP Memory van Toelichting “kesengajaan”
atau opzet diartikan sebagai “menghendaki” dan “mengetahui” willen en wetens. Dengan batasan yang diberikan Memory van Toelichting di atas secara umum
dapatlah dikatakan, bahwa kesengajaan mengandung pengertian adanya kehendak dan adanya kesadaran pengetahuan dalam diri seseorang yang melakukan
perbuatan pidana. Dengan demikian, maka seseorang dikatakan dengan sengaja melakukan suatu perbuatan pidana apabila orang itu menghendaki terhadap
dilakukannya perbuatan itu dan menyadari mengetahui terhadap apa yang dilakukannya itu.
Berkaitan dengan masalah kesengajaan di dalam ilmu pengetahuan hukum pidana doktrin dikenal ada 2 teori tentang kesengajaan, yaitu :
84
1. Teori kehendak wilstheorie
84
Ibid
Menurut teori ini “sengaja” adalah kehendak untuk melakukan suatu perbuatantindakan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat karena
perbuatannya itu. Apabila suatu perbuatan itu dihendaki, dan akibat perbuatan itu benar-benar menjadi maksud dari perbuatan yang dilakukan.
Msalnya: A mengarahkan pistolnya yang berisi peluru kepada B dan menembakkannya, sehingga B mati. Ada Kesengajaan bila A benar-benar
menghendaki kematian si B. 2.
Teori pengetahuan membayangkan voorstelling-theorie Menurut teori ini, berdasarkan alasan psikologis tidak mungkin suatu akibat
itu dapat dikendaki. Manusiaa hanya bisa menginginkan, mengharapkan atau membayangkan voorstellen kemungkinan akibat yang terjadi. Sengaja berarti
membayangkan akan timbulnya akibat perbuatannya. Dalam pandangan teori ini orang tidak bis menghendaki akibat suatu perbuatan, tetapi hanya bisa
membayangkan akibat yang akan terjadi. Misalnya : Kematian B oleh A hanyalah dibayangkan terlebih dahulu bahwa
jika peluru mengenai B, maka B akan mati. Kematian B baru merupakan bayangkan saja.
Dalam hal seseorang melakukan sesuatu dengan sengaja dapat dibedakan 3 corak bentuk kesengajaan, yaitu sebagai berikut :
i. Kesengajaan sebagai maksud tujuan opzet alsoogmerk atau sering
disebut dengan dolus directus.
Kesengajaan sebagai maksud akan terjadi, apabila seseorang menghendaki melakukan suatu perbuatan sekaligus menghendaki terhadap timbulnya akibat
perbuatan itu. ii.
Kesengajaan dengan tujuan yang pasti atau yang merupakan keharusan. Kesengajaan ini akan terjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan
mempunyai tujuan untuk menimbulkan akibat tertentu, tetapi disamping akibat yang dituju itu pelaku insyaf atau menyadari, bahwa dengan melakukan perbuatan
untuk menimbulkan akibat yang tertentu itu, perbuatan tersebut pasti akan menimbulkan akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki hanya disadari
kepastian akan terjadinya. iii.
Kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan atau kesengajaan dengan syarat voorwardelijk opzet dolus eventualis.
Kesengajaan ini akan terjadi apabila seseorang melakukan suatu perbuatan mempunyai tujuan untuk menimbulkan akibat tertentu, tetapi disamping akibat
yang dituju itu pelaku insyaf atau menyadari, bahwa dengan melakukan perbuatan itu untuk menimbulkan akibat tertentu itu, perbuatan tersebut mungkin akan
menimbulkan akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki hanya disadari kemungkinan akan terjadi.
B. Kealpaan Kelalaian culpa
Dalam hal kealpaan atau culpa si pelaku “tidak begitu mengindahkan adanya larangan”. Di dalam penjelasan resmi KUHP Memory van Toelichting
mengatakan, bahwa kelalaian culpa terletak antara sengaja dan kebetulan. Culpa
dipandang lebih ringan dibanding dengan sengaja. Oleh karena itu Hazewinkel Suringa mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu quasidelict
sehingga diadakan pengurangan pidana. Undang-undang sendiri tidak menjelaskan pengertian culpa, dan nilai
diserahkan kepada ilmu hukum pidana. Beberapa pakar memberikan pengertiam danatau syarat culpa sebagai berikut :
Simon mempersyaratkan dua hal untuk culpa: 1.
Tidak adanya kehati-hatian het gemis van voorzichtgheid 2.
Kurangnya perhatian terhadap akibat yang mungkin het gemis van de voorzienigheid
Van Hamel menyebutkan pula dua syarat : 1.
Tidak adanya penduga-duga yang diperlukan het gemis van de nodige voorzienigheid.
2. Tidak adanya kehati-hatian yang diperlukan het gemis van nodige
voorzichtigheid Untuk adanya kealpaan harus dipenuhi 2 syarat, yaitu :
59
1. Tidak adanya kehati-hatian yang diperlukan dalam pengertian telah
berbuat tidak hati-hati. Syarat ini ditujukan pada kealpaan kelalaian terhadap perbuatannya. Jenis kealpaan ini merupakan kealpaan kelalaian
yang terjadi pada jenis tindak pidana formil. 2.
Adanya akibat yang dapat diduga sebelumnya, dalam pengertian, pelaku telah tidak menduga terhadap timbulnya akibat yang seharusnya
diduganya. Syarat ini ditujukan pada kealpaan kelalaian terhadap
akibatnya. Jenis kealpaan ini merupakan kealpaan kelalaian yang terjadi pada jenis tindak pidana materil.
Walaupun pada umunya delik kelalaian culpa di pandang lebih ringan dan oleh karena itu ancaman pidananya juga lebih ringan dari pada yang di lakukan
dengan sengaja. Untuk mengancam pidana berat bagi perbuatannya kelalaian seperti yang tercantumkan di dalam pasal 359 KUHP.
85
C. Alasan Penghapus Pidana strafuitsluitingsgraden.
Pembicaraan mengenai alasan penghapus pidana di dalam KUHP di muat dalam buku I, Bab III tentang hal-hal yang menghapuskan atau memberatkan
pengenaan pidana. Alasan penghapus pidana adalah peraturan yang terutama ditujukan
kepada hakim. Peraturan ini menetapkan dalam keadaan apa seorang pelaku, yang telah memenuhi perumusan delik yang seharusnya dipidana, tidak dipidana.
Hakim menempatkan wewenang dari pembuat undang-undang untuk menentukan apakah telah terdapat keadaan khusus seperti dirumuskan dalam alasan penghapus
pidana
.
Selain istilah penghapusan pidana, didalam literatur ada yang menyebut dengan istilah dasar-dasar penghapus pidana. Keadaan-keadaan yang
menyebabkan suatu perbuatan pidana tidak dipidana ada yang terletak : I.
Alasan penghapus pidana yang terletak di dalam Undang-Undang, dan II.
Alasan penghapus pidana yang terletak di luar Undang-Undang
85
KUHP Pasal 359 : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
I. ALASAN PENGHAPUS PIDANA YANG TERLETAK DI DALAM
UNDANG-UNDANG Memorie van Toelichting M.v.T atau risalah penjelasan KUHP Belanda
mengenai alasan penghapus pidana, mengemukakan apa yang disebut “alasan- alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang atau alasan-alasan tidak
dapat dipidananya seseorng di dasarkan pada dua hal yaitu :
86
a. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak pada
diri orang itu inwending oorzaken van ontoerekenbaarheid yakni dasar- dasar yang mengakibatkan bahwa perbuatan itu tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada si pembuat yang terdapat pada diri si pembuat.
Ialah karena pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena sakit sebagaimana dimaksud pada apasal 44, dan alasan karena
umur yang masih muda. b.
Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak di luar orang itu uit wending oorzaken van ontoerekenbaarheid yakni dasar-
dasar bahwa perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada si pembuat yang ada di luar diri pembuat.
Ialah keadaan-keadaan yang dimuat pada pasal 48 sampai pasal 51, yaitu daya paksa, pembelaan terpaksa, melaksanakan perintah UU, dan
melaksanakan perintah jabatan.
86
Ariman,Rasyid dan Raghib, Fahmi. 2015. Hukum Pidana. Malang: Setara Pres. hal 243
Alasan penghapus pidana berdasarkan ilmu pengetahuan hukum pidana dibedakan menjadi 2dua, yaitu alasan penghapus pidana yang umum dan alasan
penghapus pidana yang khusus.
87
A. Alasan penghapus pidana yang umum merupakan alasan penghapus
pidana yang berlaku untuk tiap-tiap delik pada umumnya sebagaimana disebut dalam pasal 44, 48 sd 51 KUHP,
88
87
Hamdan, H.M. 2012. Alasan Penghapus Pidana Teori dan Studi Kasus. Medan: PT.Refika Aditama. hal 77-94
88
KUHP Pasal 44
sedangkan
1 Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya
karena daya akalnya zijner verstandelijke vermogens cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.
2 Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena
pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu
tahun sebagai waktu percobaan. 3
Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, dan Pengadilan Negeri
Pasal 44 tersebut mempunyai syarat bahwa harus ada hubungan kausal anatara perbuatan yang dilakukan dengan cacat pertumbuhanpenyakit jiwa yang didxerita oleh pembuat. Misalnya
penyakit: Kleptomania, Nymphomania, Pyromania, Claustrophobia. Pasal 48 KUHP Daya paksa overmacht : seseorang yang melakukan perbuatan yang dapat
dihukum karena terdorong oleh sebab paksaan, orang tersebut tidak dapat dihukum. Adanya daya paksa dibedakan dalam dua hal yaitu daya paska mutlakvis absoluta dan daya
paksa relatifvis compulsiva Contoh daya paksa mutlak : Seseorang yang berada dibawah pengaruh hipnotis melakukan
pembunuhan, maka orang yang berada dibawah hipnotis tadi tak dapat di katakan telah melakukan perbuatan yang disebut pada pasal 338 .Perbuatan yang dilakukan diluar kehendak si pembuat
yang sebenarnya. Dalam halnya hypnose ini harus dilihat bagaimana keadaan sebenarnya dari si pembuat itu. Jadi harus dilihat sampai berapa jauh pengaruh hypose itu pada oarng yang
bersangkutan.
Contoh daya paksa relatif : A memaksa B untuk memukul C dan jika B tidak melakukan kehendak A itu, B akan dipukul sendiri oleh A. Sebetulnya ancaman yang ditunjukan B tadi dapat
dielakan misalnya B dapat melarikan diri. Akan tetapi, menurut perhitungan yang layak dari orang yang berada dalam keadaan demikian itu tidak dapat diharapkan bahwa ia dapat mengelakan paksa
tersebut.
Pasal 49 KUHP Pembelaan darurat Noodweer 1
Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri
maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.
Dalam pembelaan darurat harus dipenuhi dua hal yang pokoknya, yaitu : 1.
Harus ada serangan. Tidak terhadap semua serangan dapat diadakan pembelaan, melaikan pada serangan yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Seketika;
b. Yang langsung mengancam;
c. Melawan hukum;
d. Sengaja ditujukan pada badan, per kesopanan dan harta benda.
2. Terhadap serangan ini perlu dilakukan pembelaan diri, harus memenuhi syarat:
a. Pembelaan harus dan perlu diadakan
b. Pembelaan harus menyangkut kepentingan-kepentingan yang disebut dalam
undang-undang yakni adanya serangan pada badan, perikesopanan, dan harta benda kepunyaan sendiri atau orang lain,
Contohnya : Polisi menembak mati seorang perampokan di sebuah bank yang dengan menggunakan senjata api telah memberondong petugas yang hendak menangkapnya dengan
tembakana yang dapat mematikan. Perbuatan yang pada kenyataannya bertentangan dengan undang-undang itu telah kehilangan sifat melawan hukum oleh sebab itu kepadanya
perbuatannya tidak dipidana. Pembelaan diri yang melampaui batasNood weerexes
2 Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.
Untuk kelampauan batas pembelaan darurat ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Kelampauan batas pembelaan yang diperlukan
2. Pembelaan dilakukan sebagai akibat dari kegoncangan jiwa yang hebat suatu perasaan
hati yang saat panas 3.
Goncangan jiwa yang hebat itu ditimbulkan karena adanya serangan atau antara kegocangan jiwa dan serangan atau antara kegoncangan jiwa dan serangan harus ada
hubungan sebab akibat. Contoh : Seorang bapak melihat anaknya di perkosa oleh orang, secara spontan si bapak
langsung menembak si pelaku pemerkosaan anaknya sampai mati, pembelaan karena ke gocangan jiwa. Boleh melampaui batas disebabkan karena marah yang amat sangat, maka bapak tersebut
tidak dapat dihukum atas perbuatannya tersebut. Pasal 50 KUHP Menjalankan Undang-Undang
Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana.
Syarat-syarat menjalankan perintah uu : 1.
Adanya ketentuan uu yang harus dijalankan oleh petugas 2.
Perbuatan menembak tersebut layak, karena jika tidak justru pejabat tersebut gagal dan lumpuh dalam menjalankan uu
3. Penembakan kaki tersebut seimbang dengan perbuatan buron yang melawan dengan
senjata tajam. Contohnya : Seorang polisi menembak kaki buronan penjahat yang melarikan diri, karena
buronan tersebut melawan dengan senjata tajam yang membahayakan jiwa sekeliling. Pasal 51 Melaksanakan Perintah Jabatan
1 Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
2 Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wewenang dan
pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya. Syarat palas ini, yaitu :
1. Syarat subjektif yaitu dengan itikad baik jujur hati bahwa perintah itu sah
2. Syarat objektif yaitu pada kenyataannya pelaksana perintah itu masuk dalam bidang
tugas perkerjaannya Contoh : Seorang komisaris Besar Polisi memerintahkan Ajun Inspektur Polisi untuk
menangkap seorang yang dituduh telah melakukan kejahatan, tetapi ternyata perintah tidak beralasan atau tidak sah. Disini Ajun Inspektur Polisi itu tidak dapat dipidana karena:
a. Ia patut menduga bahwa perintah itu sah
b. Pelaksanaan perintah itu ada dalam batas wewenangnya
B. Alasan penghapus pidana yang Khusus, merupakan alasan yang hanya
berlaku untuk delik-delik tertentu saja, seperti misalnya pasal110 ayat 4, pasal 166, pasal 186 ayat 1, pasal 221 ayat 2 dan pasal 310 ayat 3,
Pasal 314 ayat 1, pasal 351 ayat 5, pasal 352 ayat 2,.
89
Selain pembedaan menurut MvT dan Ilmu pengetahuan, berdasarkan doktrin juga dibedakan alasan penghapus pidana menurut sifatnya, yaitu karena adanya
89
Pasal 110 ayat 4 KUHP : Tiada boleh dihukum barang siapa maksud ternyata hanya akan menyediakan atau memudahkan perubahan ketata-negaraan dengan pengertian umum.
Dengan kata lain pasal ini melindungi orang-orang yang melakukan perbuatan yang mempunyai kepentingan yang jauh lebih besar, lebih baik untuk ketatanegaraan.
Pasal 166 KUHP:Ketentuan dalam pasal 164 dan 165 tidak berlaku bagi orang yang dengan memberitahukan itu mungkin mendatangkan bahaya penuntutan pidana bagi diri sendiri, bagi
seorang keluarganya sedarah atau semenda dalam garis lurus atau garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, bagi suami atau bekas suaminya, atau bagi orang lain yang jika dituntut,
berhubung dengan jabatan atau pencariannya, dimungkinkan pembebasan menjadi saksi terhadap orang tersebut.
Oleh karena alasan penghapusan pidana bagi orang-orang tertentu meskipun perbuatan pidana akan tetapi bertujuan melindungi diri dan keluarga, terkait alasan pemaaf.
Pasal 186 ayat 1 : sanksi dan tabib yang menghadiri perkelahiran satu lawan satu, tidak dapat dihukum.
Contoh : Perang atau bertandingan antara satu lawan satu dengan menggunkan senjata baik pistol dan pedang. Jadi pasal ini memberikan perundang-undangan kepada orang-orang didalam
perbuatan tertentu misalnya dalam olahraga mendapat pengawasan.
Pasal 221 ayat 2 Aturan di atas tidak berlaku bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut dengan maksud untuk menghindarkan atau menghalaukan bahaya penuntutan terhadap
seorang keluarga sedarah atau semenda garis lurus atau dalam garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, atau terhadap suamiistrinya atau bekas suamiistrinya.
Jadi alasan penghapus ini khusus berlaku bagi orang yang mempunyai hubungan keluarga yang bermaksud untuk melindungi keluarga tersebut hal ini lah yang menyebabakan kesalahan
dapat dimaafkan. Pasal 310 KUHP 3 Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika
perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri. Pasal 314 ayat 4 : Kalau orang yang dihina, dengan keputusan hakim yang sudah tetap,
telah dipersalahkan melakukan perbuatan yang dituduhkan itu, maka tidak boleh dijatuhkan hukuman karena memfitnah.
Pasal 351 ayat 5KUHP : Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum. Pasal ini berkaitan tindak pidana “ penganiayaan biasa” pasal 351 diancam dengan pidana,
akan tetapi dengan adanya ayat 5 ini maka melakukan penganiayaan tidak dapat dipidana. Bahwa apa yang dilakukan oleh pelaku jauh lebih ringanm resikonya daripada akibatnya yang
ditimbulkan, bahkan dalam hal ini perbuatan itu sendiri tidak menimbulkan akibat sebagaimana perbuatan penganiayaan ringan itu sendiri perbuatan yang sudah selesai.
alasan pembenar rechtvaardigingsgraden dan karena alasan pemaaf schulduitsluitingsgraden.
Alasan pembenar menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, karena sifat melawan hukumnya dihapuskan, maka perbuatan yang semula melawan
hukumnya dihapuskan, maka perbuatan yang semula melawan hukum itu menjadi dapat dibenarkan, dengan demikian pelakunya tidak dipidana. Alasan pembenar
yang terdapat dalam KUHP ialah pasal 49 ayat 1 pembelaan terpaksa, Pasal 50 peraturan perundang-undang, dan Pasal ayat 1perintah jabatan dari penguasa.
Alasan pemaaf menyangkut pribadi si pembuat, dengan alaan perkataan lain si pembuat tidak dapat dipersalahkan, atau tidak dapat dipertanggungjawabkan,
meskipun perbuatannya sifat melawan hukum. Dengan demikian di sini ada alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat. Alasan pemaaf yang terdapat
dalam KUHP ialah Pasal 44 tidak mampu bertanggungjawab, Pasal 49 noodweew excespembelaan terpaksa yang melampuai batas, Pasal 51 ayat
2dengan itikad baik melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah.
II. ALASAN PENGHAPUS PIDANA YANG ADA DI LUAR
UNDANG_UNDANG Selain karena hal-hal atau keadaan yang diatur di dalam UU seseorang yang
melakukan perbuatan pidana tidak di pidana, diluar UU juga terdapat alasan- alasan yang menyebabkan seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak
dipidana, misalnya: 1.
Hak orang tua mendidik anaknya dan hak guru untuk menertibkan anak- anak didiknya. Hak-hak ini disandarkan pada hak orangtua untuk
mengajarkan anak-anak didiknya tuchrecht van de ouders, yang harus dilakukan secara patut dan layak;
2. Ijin atau persetujuan dari orang yang dirugikan kepda aorang lain
mengenai suatu perbuatan yang dapat dipidana, apabila dilakukan tanpa ijin atau persetujuan consent of victim;
3. Hak yang timbul dari perkerjaan beroepsrecht seseorang dokter,
apoteker, bidan dan penyelidi ilmiah misalnya untuk vivisectie, yaitu suatu perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memberantas suatu
penyakit. Guna mencapai tujuan itu sering kali dilakukan percobaan- percobaan terhadap hewan. Perbuatan menyakiti atau menyiksa hewan itu
dirumuskan sebagai perbuatan pidana Pasal 302, namun perbuatan ini tidak dipidana berdasarkan hak yang timbul dari perkerjaan.
4. Mewakili urusan orang lain zaakwaarneming;
5. Tidak adanya unsur sifat melawan hukum yang materil contohnya
klasiknya areest dokter hewan;
B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pengguna Pemalsuan Ijazah