62 Arca Dewa adalah patung berwujud manusia dengan bermacam-macam
rupa. Arca suci ini dibuat untuk mempermudah umatnya berkomunikasi dengan Tuhannya. Beragam bentuk rupa dan nama Dewa hanya perwujudan untuk
mengingat kisah atau legenda para Dewa. Penaikan bendera kuil juga sebagai bentuk sambutan kepada Dewa
Murugar yang akan turun ke bumi. Sehingga suasana kuil yang tergambar adalah gembira menyambut kedatangan Dewa Murugar.
3.3 Pelaksanaan Upacara
Upacara dilaksanakan pada hari ketiga yang dimulai dari pagi hari hingga malam hari. Dimulai dengan puja-puja khusus, Abhisegam, Archanai, mandi suci,
Alagu, arakan Kavadigal, dan arakan Ratham. Serangkaian ritual ini dilakukan secara berurutan.
3.3.1 Abhisegam Sehari
sebelumnya, tepatnya hari kedua Pangguni Uttiram, suasana di kuil
tidak begitu ramai. Hanya ada sembahyang biasa di kuil yang diikuti oleh umat yang berasal dari sekitar kuil. Hari kedua ini memang dimaksudkan sebagai waktu
istirahat atau jedah sebelum acara puncak upacara di hari ketiga. Memasuki hari ketiga perayaan Pangguni Uttiram. Hari ketiga merupakan
saat puncak upacara. Pada saat inilah umat Hindu Tamil beramai-ramai mendatangi kuil. Mereka menggunakan pakaian lengkap khas India Sari dan
membawa beraneka macam sesaji. Kuil Shri Thendayudabani pagi hari itu dipadati umat yang siap mengikuti sembahyang bersama atau puja khusus.
Universitas Sumatera Utara
63 Puja khusus adalah sembahyang kepada para Dewa. Namun, pada upacara
Pangguni Uttiram puja-puja khusus ditujukan kepada Dewa Murugar. Sembari membacakan mantra-mantra khusus yang berisi do’a, pendeta memasukkan satu
persatu sesaji berupa makanan, buah, bunga, dan biji-bijian. Bahan sesaji ini ada yang dipersiapkan oleh pihak kuil dan ada pula sumbangan dari umat yang datang.
Pada tata cara sembahyang pada ajaran Hindu adalah melakukan pemujaan yang pertama untuk Dewa Ganesha. Dewa Ganesha diyakini sebagai lambang
ilmu pengetahuan, yang akan memberi wawasan dan kepintaran. Meskipun momennya adalah untuk Dewa Murugar, akan tetapi Dewa-dewa lainnya juga
tetap mendapat penghormatan khusus. Seluruh umat Hindu yang datang ke kuil bebas melakukan pemujaan Dewa manapun sesuai dengan keinginan dan
kepentingan masing-masing. Seusai puja khusus, ritual selanjutnya adalah Abhisegam. Abhisegam
adalah ritual memandikan Dewa. Semua arca Dewa yang ada di kuil akan
Gambar 3.11. Seorang pendeta sedang melakukan abhisegam, memandikan arca Dewa dengan susu dan aneka bunga. dok.
Ayu
Universitas Sumatera Utara
64 dimandikan secara khusus. Abhisegam biasanya dilakukan pada waktu tertentu,
yakni setiap hari, seminggu sekali, sebulan sekali, setahun sekali atau pada saat perayaan.
Pada upacara
Pangguni Uttiram, ritual Abhisegam dilakukan pada hari ketiga atau hari puncaknya. Setelah melakukan sembahyang puja khusus,
pendeta akan memandikan arca-arca utama. Dibantu dengan beberapa orang, arca dimandikan satu persatu dengan bahan yang telah disiapkan. Susu, beragam jenis
bunga, air kunyit, dan air bersih digunakan sebagai media untuk tujuan tertentu sesuai dengan makna masing-masing bahan. Setelah arca-arca Dewa dimandikan
hingga bersih, kemudian arca tersebut dikenakan baju atau semacam kain berwarna kuning dan dikalungi rangkaian bunga. Warna kuning bagi kepercayaan
Hindu Tamil berarti suci. Sehingga pemakaian warna kuning lebih mendominasi. Abhisegam dilakukan sebagai wujud rasa syukur umat kepada Dewa
Murugar. Pada hari ulang tahunnya ini Dewa Murugar akan ditampilkan dalam wujud yang berbeda dari wujudnya di hari biasa.
3.3.2 Archanai Ritual Archanai yang dilakukan pada saat upacara Pangguni Uttiram
dimaksudkan sebagai rasa bakti dan terima kasih mereka atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan. Permohonan pun juga dipanjatkan dalam setiap
do’a dalam puja-pujanya. Ritual ini dipimpin oleh seorang pendeta yang berada di tengah ruangan yang biasa digunakan untuk bersembahyang yang disebut
mahamandaban. Archanai dipusatkan pada sebuah perapian yang dibuat di tengah ruangan.
Segala bentuk sesaji yang akan dipersembahkan kepada Dewa lewat medium api.
Universitas Sumatera Utara
65 Bagi umat Hindu Tamil, sesaji yang dibakar di dalam perapian akan menjadi asap
yang terbang ke atas. Mereka percaya semuanya akan sampai ke pada Dewa yang dianalogikan berada di atas.
Bahan-bahan dan sesaji yang telah dipersiapkan dan kemudian dimasukkan ke perapian merupakan bentuk penghormatan umat kepada Dewa
Murugar yang pada saat itu diperlakukan istimewa.
Gambar 3.12. Seorang pendeta sedang melakukan archanai, dibantu oleh beberapa orang. dok. Ayu
Gambar 3.13. Sesaji yang disiapkan untuk archanai. dok. Ayu
Universitas Sumatera Utara
66 3.3.3 Alagu
Setibanya di sungai, dimana akan dilaksanakannya ritual cucuk Alagu, para peserta wajib menjalani ritual mandi suci. Sungai Tangsi yang digunakan
sebagai tempat mandi suci ini berjarak 1 satu Kilometer dari Kuil Shri Thendayudabani. Setiap peserta akan mencelupkan seluruh tubuhnya ke dalam air
dipandu oleh seorang pendeta. Mandi suci bermaksud memberi penyegaran bagi peserta yang akan membayarkan nazarnya setelah itu.
Setelah semua peserta selesai mandi suci, mereka akan dikumpulkan di sebuah area di pinggir sungai. Area ini telah dibatasi, dengan maksud orang-orang
yang tidak berkepentingan tidak mengganggu jalannya ritual Alagu. Pendeta yang memimpin ritual ini segera membacakan mantra-mantra khusus kepada semua
kavedi dan sesaji yang nantinya akan dibawa arak-arakan. Alagu adalah ritual menusukkan besi-besi dengan bermacam bentuk pada
bagian tubuh tertentu. Besi-besi tersebut ada yang berbentuk seperti kail pancing, anak panah, dan lain-lain. Biasanya ditusukkan di bagian tubuh seperti lidah,
punggung, dada dan pipi. Besi-besi tersebut disebut kavedi.
Gambar 3.14. Peserta Alagu wajib melakukan mandi suci. dok. Ayu
Universitas Sumatera Utara
67 Saat peserta akan ditusuk tubuhnya, seluruh umat yang hadir di sana
tampak khusuk memanjat doa keselamatan. Seruan-seruan juga terdengar dari para peserta yang menunggu giliran dengan maksud memberi semangat kepada
peserta yang sedang menjalani Alagu. Yang tampak pada raut wajah para peserta saat itu adalah kepasrahan dan keikhlasan.
Ritual alagu ini adalah puncak dimana akan terlihat ketulusan mereka
selama menjalani persiapan sebelumnya. Bagi peserta yang melanggar syarat yang telah ditentukan, dipercaya akan mengalami hambatan saat menjalani ritual alagu.
Seperti yang dituturkan oleh Ramish 25 tahun berikut:
“Jika kami melakukan semuanya dengan niat yang tulus dan nggak melanggar pantangan, mudah-mudahan Dewa akan membantu meringankan rasa sakit saat
ditusuk. Tapi jika ada pantangan yang dilanggar, pada waktu ditusuk akan terjadi hal-hal yang nggak diinginkan seperti berdarah atau terasa berat saat diarak
keliling kota.”
Para peserta
Alagu melakukannya dalam keadaan trance atau tak sadarkan diri. Namun, beberapa orang merasa dalam keadaan sadarkan diri. Semuanya
bergantung pada pemimpin upacara yang mengendalikan kekuatan magis.
Gambar 3.15. Prosesi Alagu seorang peserta yang dilakukan seorang pendeta. dok. Ayu
Universitas Sumatera Utara
68 Biasanya setiap peserta akan dirasuki atau dimasuki roh-roh Dewa. Mereka dapat
mengenalinya dengan suara-suara yang dikeluarkan peserta saat trance.
Masing-masing peserta akan ditusuk pada bagian bagian-bagian tertentu tubuhnya. Ada yang di bagian pipi, lidah, punggung, atau dada. Masing-masing
sebagai bentuk penebusan dosa atas kejahatan yang pernah dilakukan. 3.3.4
Arakan Kavadigal
Ritual selanjutnya yaitu Kavadigal. Kavadigal dilaksanakan di hari kedua yaitu pada hari puncak. Setelah dilakukan puja khusus, Abhisegam, Archanai, dan
Alagu sebelumnya, barulah seluruh umat yang hadir bersiap-siap melakukan arak- arakan keliling kota menuju kuil.
Arak-arakan keliling kota dengan membawa empat kavedi Dewa dalam wujud yang berbeda-beda. Selain itu, ada pula kavedi yang berbentuk rangkaian
bunga, daun dan buah. Beberapa orang perempuan juga tampak menjunjung kendi berisi susu sapi. Semua peserta arak-arakan Kavadigal ini harus berjalan
beriringan sejauh kurang lebih 2 Kilometer menuju kuil tanpa menggunakan alas kaki.
Gambar 3.16. Jarum Alu yang ditusukkan ke lidah dan punggung peserta. dok. Ayu
Universitas Sumatera Utara
69 Pada
arak-arakan Kavadigal suasana jalan yang dilalui menjadi ramai.
Bukan saja umat Hindu Tamil tetapi masyarakat umum juga ikut menyaksikan. Peserta wirtho yang telah mengenakan kavedi akan berjalan dengan dipandu oleh
pendeta dan beberapa orang pembantunya. Diiringi alunan musik khas India, para peserta upacara menarikan tari-tarian dan menyanyi lagu-lagu yang dapat
memberi semangat untuk peserta.
Gambar 3.17. Arakan Kavadigal. dok. Ayu
Gambar 3.18. Pada arakan Kavadigal diisi dengan tari-tarian dan nyanyian. dok. Ayu
Universitas Sumatera Utara
70 Selama diarak, peserta berjuang menahan diri. Mereka sebenarnya sedang
menjalani ujian untuk melawan kejahatan dalam diri mereka sendiri. Sehingga bagi mereka yang benar-benar menjaga niat tetap bersih, akan sanggup
melewatinya.
Dalam arak-arakan
Kavadigal juga ada pertunjukkan Barongsai dan Jaran Kepang. Keduanya adalah bentuk kesenian tradisional di luar budaya Tamil.
Kehadiran kelompok kesenian ini sengaja dipanggil oleh panitia penyelenggara untuk mengaburkan kesan religius dalam acara ini. Mereka menganggap jika
memasukkan unsur budaya lain akan lebih mudah dalam pelaksanaan ritual.
Gambar 3.19. Peserta dalam keadaan trance tidak sadarkan diri saat diarak menuju kuil. dok. Sardi
Gambar 3.20. Kesenian tradisional Thiongha Barongsai dan Jaran Kepang yang ikut mewarnai arak-arakan. dok. Ayu
Universitas Sumatera Utara
71 Sekilas perayaan ini seperti sebuah pertunjukkan atau akrobat. Namun,
bagi orang Tamil ritual yang sedang mereka jalankan adalah suatu kewajiban agama. Seperti yang dituturkan oleh pendeta Nadhin 40 tahun:
“Ritual cucuk adalah acara yang sangat ditunggu-tunggu. Saat ritual cucuk dan arak-arakan ke kuil, masyarakat umum boleh saja menyaksikannya. Tanpa ada
batasan usia, suku, agama dan jenis kelamin. Sehingga saat prosesi acaranya, suasana menjadi ramai dan sulit dikendalikan. Makanya panitia telah menyiapkan
orang-orang yang siap membantu pendeta dalam menjaga peserta agar tak tersentuh orang-orang. Bagimanapun acara ini adalah acara agama, dan
masyarakatpun diharapkan dapat memberi kebebasan kepada kami untuk menjalani ibadah ini.”
Saat peserta diarak keliling kota, masyarakat khususnya orang-orang Tamil yang tidak ikut dalam arak-arakan akan menunggu di depan rumah mereka
atau di pinggir jalan yang dilalui peserta. Mereka menyiapkan air dan makanan yang akan diberikan kepada peserta arak-arakan. Sebagian ada yang menyediakan
air kunyit untuk disiramkan ke kaki para peserta Alagu. Setelah tiba di kuil, semua peserta masuk ke dalam kuil. Pendeta
kemudian membaca mantra khusus untuk melepaskan besi-besi yang melekat di tubuh peserta. Secara perlahan besi pun dilepaskan tanpa meninggalkan bekas
luka atau lubang pada kulit. Pada saat itu, seruan doa dan bunyi lonceng meramaikan suasana kuil. Semua umat yang hadir memanjatkan doa dan rasa
syukur kepada Dewa atas keselamatan dan kelancaran acara tadi. 3.3.5
Arakan Ratham
Pada malam harinya dilanjutkan dengan ritual arak-arakan Ratham. Ratham adalah mengarak arca suci Murugar di atas kereta kencana radoo.
Radoo akan ditarik oleh hewan sapi atau lembu keliling kota. Arak-arakan ini akan berkeliling dengan route yang hampir sama dengan arakan Kavadigal.
Universitas Sumatera Utara
72 Radoo adalah kereta kencana Murugar yang menandakan kebesarannya.
Sehingga malam itu menjadi malam yang dinantikan umat Tamil. Pada saat itu, Dewa Murugar yang diarak di dalam radoo akan mendatangi umatnya dan
memberkati mereka. Orang-orang Tamil akan menyiapkan sesaji yang terdiri dari beraneka macam buah dan diberi dupa. Pendeta dan beberapa orang peserta
wirtho berada di atas kereta akan memberkati sesaji di hadapan arca Dewa Murugar.
Pada arak-arakan ini, semua umat Hindu-Tamil yang hadir dan menyaksikan acara tersebut menyambut dengan gembira. Mereka merasakan
kemenangan karena telah berhasil memerangi kejahatan dalam bentuk penebusan dosa atau Alagu tadi.
3.4 Ritual Penutup