ataupun batu bara. Besi oksida berasal dari besi logam. Gipsum yang berasal dari deposit alami kalsium sulfat menetukan waktu pembentukan atau
pengerasan semen.
Terdapat lima jenis atau tipe semen portland, perinciannya adalah sebagai berikut :
Tipe 1 : Semen portland biasa Ordinary Portland Cement merupakan
jenis yang paling sering digunakan dalam konstruksi normal.
Tipe 2 : Semen portland
modifikasi Modified
Sulfat Resistance
merupakan jenis semen yang dirancang untuk digunakan pada tempat dimana panas hidrasi atau penguapan harus dikontrol,
misalnya dalam tempat yang lebar dan luas bendungan, dermaga, dinding penahan besar, dll. Jenis ini digunakan dalam kondisi
dimana dibutuhkan ketahanan terhadap serangan sulfat, misalnya dalam struktur pengairan atau jenis konstruksi yang langsung
berhubungan dengan tanah yang mengandung sulfat cukup tinggi.
Tipe 3 : Semen portland dengan kekuatan awal tinggi High Early Strength. Jenis semen ini memberikan kekuatan lebih cepat dan
lebih kuat untuk digunakan dalam semua proyek yang membutuhkan penyelesaian segera atau dapat berfungsi lebih cepat
untuk menekan biaya pemeliharaan yang dibutuhkan dalam konstruksi dengan udara dingin.
Tipe 4 : Semen portland dengan hidrasi panas rendah Low Heat Of
Hydration. Jenis ini dapat mencapai kekuatan tinggi dengan
lambat dan membutuhkan pemeliharaan pengeringan lebih panjang.
Tipe 5 : Semen portland penahan Sulfat Sulfat Resistance Cement merupakan jenis semen yang dapat sangat kuat menahan serangan
basa. Jenis ini adalah yang paling sering digunakan untuk jenis- jenis proyek yang berhubungan langsung dengan tanah dan air
berkandungan sulfat tinggi Walker, 1996.
Ditinjau dari segi kekuatannya semen portland dibedakan menjadi empat jenis antara lain :
a. Semen portland mutu S-400, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada
umur 28 hari sebesar 400 kgcm
2
. b.
Semen portland mutu S-475, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada umur 28 hari sebesar 475 kgcm
2
. c.
Semen portland mutu S-550, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada umur 28 hari sebesar 550 kgcm
2
.
d. Semen portland mutu S-S, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada
umur 1 hari sebesar 225 kgcm
2
, dan pada umur 7 hari sebesar 525 kgcm
2
Samekto, 2001.
D. Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat butiran mineral-mineral padat yang tidak tersementasi terikat secara kimia satu
sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk yang berpartikel padat disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di
antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan, disamping itu tanah berfungsi
juga sebagai pendukung pondasi bangunan Das, 1998.
Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terekat satu dengan yang lain diantaranya mungkin material organik. Rongga-ronga di
antara bagian-bagian tersebut bersisi udara dan air. Tanah terjadi sebagai produk pecahan dari batuan yang mengalami pelapukan kimiawi dan mekanis
kecuali tanah organikgambut. Terutama sekali batuan yang mengalami pelapukan kimiawi.
Mineral yang peka terhadap pelapukan akan berubah menjadi mineral lempung yang
berbutir sangat halus. Pelapukan mekanis, misalnya “desakan es” frost wedging, atau kegiatan yang dilakukan oleh tumbuhan dan
binatang, membantu proses pemecahan tersebut. Verhoef, 1994.
E. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi tanah dengan cara yang sistematis guna menentukan kesesuaiannya terhadap
pemakaian tertentu yang didasarkan pada pengalaman terdahulu. Sistem klasifikasi juga berfungsi untuk menyampaikan informasi mengenai keadaan
tanah dari suatu daerah kepada daerah geografis lainnya. Pemakaian sistem klasifikasi tanah tidak menghilangkan keperluan untuk studi yang lebih
terinci mengenai tanah Bowles, 1984. Pemilihan tanah-tanah ke dalam kelompok ataupun sub kelompok yang
menunjukan sifat atau kekakuan yang sama akan sangat membantu. Pemilihan tanah ini disebut sebagai klasifikasi.
Sistem klasifikasi tanah sendiri adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang sama kedalam
kelompok-kelompok dan sub-sub kelompok berdasarkan pemakaian Das, 1998.
Tanah dapat diklasifikasikan menurut sistem-sistem sebagai berikut :
1. Klasifikasi Menurut Ukuran Butiran
Pada klasifikasi ini pemberian nama jenis tanah dapat diperluas dengan jalan memperkirakan jumlah relatif kelas ukuran butiran. Pada klasifikasi
ini tanah dibagi menjadi tiga kelompok besar : 1.
Tanah berbutir kasar pasir dan kerikil. 2.
Tanah berbutir halus lanau dan lempung.
3. Tanah campuran.
Klasifikasi ukuran butiran tidak mencakup susunan mineralogis dari tanah. Pada umumnya volume mineral pun tidak ditentukan. Pada tanah
yang sering menimbulkan masalah, sering kali perlu menentukan volume mineralnya Verhoef, 1994.
Gambar 2.1. Diagram Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butiran.
2. Klasifikasi Berdasarkan Pemakaian.
Sejumlah klasifikasi tanah banyak digunakan oleh berbagai kalangan. Tetapi, sistem klasifikasi baku yang paling sering dipakai adalah sistem
klasifikasi tanah Unified Soil Classification USC dan sistem klasifikasi American Association Of State Highway and Transportation Officials
AASTHO.
1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Sistem klasifikasi ini banyak digunakan secara internasional untuk pekerjaan teknik pondasi seperti untuk bendungan, bangunan, dan
konstruksi yang sejenis. Selain itu sistem ini banyak digunakan juga dalam pembuatan lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan
tanah untuk jalan. Sistem ini mulanya dikembangkan untuk pembangunan lapangan terbang dan sudah terpakai sejak tahun 1942,
tetapi kemudian dimodifikasi sedikit pada tahun 1952 agar dapat terpakai untuk bendungan dan konstruksi-konstruksi lainnya Bowles,
1984. Sistem klasifikasi unified mendefinisikan tanah sebagai berikut:
1. Berbutir kasar apabila lebih dari 50 persen tertahan pada saringan
nomor 200. 2.
Berbutir halus apabila lebih dari 50 persen dapat lolos saringan nomor 200.
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah Unified USC.
Divisi Utama Simbol
Nama Umum Kriteria Klasifikasi
Ta na
h be
rb ut
ir ka
sa r≥
5 b
u ti
ra n
te rt
a h
a n
s a
ri n
g a
n N
o .
2 K
e ri
k il
5 ≥
fr ak
si k
as ar
te rt
a h
a n
s a
ri n
g a
n N
o .
4 K
e ri
k il
b e
rs ih
h a
n y
a k
e ri
k il
GW Kerikil bergradasi-baik dan
campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus
K la
si fi
k a
si b
e rd
a sa
rk a
n p
ro se
n ta
se b
u ti
ra n
h a
lu s
; K
u ra
n g
d a
ri 5
l o
lo s
sa ri
n g
a n
n o
.2 :
G M
,
G P
, S
W ,
S P
. L
e b
ih d
a ri
1 2
l o
lo s
sa ri
n g
a n
n o
.2 :
G M
, G
C ,
S M
, S
C. 5
- 1
2 l
o lo
s
sa ri
n g
a n
N o
.2 :
Ba ta
sa n
k la
si fi
k a
si y
a n
g m
e m
p u
n y
a i
si m
b o
l d
o b
e l
Cu = D
60
4 D
10
Cc = D
30 2
Antara 1 dan 3 D10 x D60
GP Kerikil bergradasi-buruk dan
campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus Tidak memenuhi kedua kriteria untuk
GW
K e
ri k
il d
e n
g a
n
Bu ti
ra n
h a
lu s
GM Kerikil berlanau, campuran
kerikil-pasir-lanau Batas-batas
Atterberg di bawah garis A
atau PI 4 Bila batas
Atterberg berada didaerah arsir
dari diagram plastisitas, maka
dipakai dobel simbol
GC Kerikil berlempung, campuran
kerikil-pasir-lempung Batas-batas
Atterberg di bawah garis A
atau PI 7
Pa si
r≥ 5
fra k
si k
a sa
r
lo lo
s sa
ri n
g a
n N
o .
4 P
a si
r b
e rs
ih h
a n
y a
p a
si r
SW Pasir bergradasi-baik , pasir
berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran
halus Cu = D
60
6 D
10
Cc = D
30 2
Antara 1 dan 3 D10 x D60
SP Pasir bergradasi-buruk, pasir
berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran
halus Tidak memenuhi kedua kriteria untuk
SW
P a
si r
d e
n g
an b
u ti
ra n
h a
lu s
SM Pasir berlanau, campuran pasir-
lanau Batas-batas
Atterberg di bawah garis A
atau PI 4 Bila batas
Atterberg berada didaerah arsir
dari diagram plastisitas, maka
dipakai dobel simbol
SC Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung Batas-batas
Atterberg di bawah garis A
atau PI 7
T a
n a
h b
e rb
u ti
r h
a lu
s
50 a
ta u
l e
b ih
l o
lo s
a y
ak a
n N
o .
2 L
a n
a u
d a
n l
e m
p u
n g
b at
as c
ai r ≤
5 ML
Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus
berlanau atau berlempung Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.
Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan
dua simbol. 60
50
CH
40
CL
30
Garis A CL-ML
20 4
ML ML atau OH
0 10 20 30 40 50 60 70 80 Garis A : PI = 0.73 LL-20
CL Lempung anorganik dengan
plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil,
lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” lean
clays OL
Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan
plastisitas rendah
L a
n a
u d
a n
l em
pu ng
b at
as c
ai r ≥
5 MH
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae,
lanau yang elastis
CH Lempung anorganik dengan
plastisitas tinggi, lempung “gemuk” fat clays
OH Lempung organik dengan
plastisitas sedang sampai dengan tinggi
Tanah-tanah dengan
kandungan organik sangat tinggi
PT Peat gambut, muck, dan tanah-
tanah lain dengan kandungan organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
Ba ta
s P
la st
is
Batas Cair
2. Sistem Klasifikasi Tanah AASTHO