Di sisi lain, persalinan dengan seksio sesarea dipilih oleh ibu bersalin karena tidak mau mengalami rasa sakit dalam waktu yang lama. Hal ini terjadi
karena kekhawatiran atau kecemasan menghadapi rasa sakit pada persalinan normal.
14
2.2.5 Komplikasi Seksio Sesarea
Komplikasi yang terjadi setelah tindakan seksio sesarea adalah sebagai berikut: 1.
Infeksi Puerperal nifas
15
Infeksi puerperal terbagi 3 tingkatan, yaitu: Ringan: dengan kenaikan suhu tubuh beberapa hari saja. Sedang: dengan kenaikan suhu
tubuh lebih tinggi, disertai dehidrasi dan sedikit kembung. Berat: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus
terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat disebabkan karena banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbuka, atonia uteri, dan perdarahan pada placental bed.
Perdarahan dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan darah pada pembuluh darah balik di kaki dan rongga panggul.
15
3. Luka Kandung Kemih
Tindakan seksio sesarea, apabila dilakukan dengan tidak hati-hati dapat mengakibatkan luka pada organ lain seperti kandung kemih, yang
dapat menyebabkan infeksi.
15
2.3 Kadar Hemoglobin Hb
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah
merah meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit sehingga
terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi.
39
Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan
tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh.
39
Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan
produksi eritropoietin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua
pertumbuhan janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen diperlukan.
Akibatnya kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi eritrosit dan rentan untuk terjadinya anemia, terutama
sefisiensi besi. Anemia merupakan suatu keadaan dimana jumlah eritrosit yang beredar
atau konsentrasi hemoglobin menurun. Sebagaimana akibatnya, ada penurunan transportasi oksigen dari paru ke jaringan perifer. Selama kehamilan, anemia
lazim terjadi dan biasanya disebabkan oleh karena defisiensi besi sekunder, terhadap kehilangan darah sebelumnnya atau masukan besi yang tidak adekuat.
Seseorang dikatakan anemia bila kadar hemoglobin Hb 10 gr, bila kadar Hb6 disebut anemia gravis. Batas anemia pada ibu hamil di Indonesia
adalah 11 gr.
39
Anemia sendiri jarang menimbulkan krisis kedaruratan akut selama kehamilan, namun pada hakekatnya setiap masalah kegawatan dapat
diperberat oleh anemia yang telah ada.
25
Kadar Hb yang rendah pada ibu hamil, sampai pada bulan-bulan terakhir dan saat mendekati proses persalinan mempengaruhi kerja otot-otot alat
reproduksi yaitu otot uterus, otot panggul, dan ligament. Hal ini mengakibatkan ibu tidak mempunyai kekuatan his power yang adekuat, sehingga
menyebabkan pembukaan jalan lahir tidak optimal yang akhirnya proses persalinan mengalami kesulitan.
Pada penelitian Djallalludin di RSUD Banjarmasin dan Martapura menyimpulkan bahwa ibu hamil yang anemia kadar Hb10 gr berpengaruh
secara bermakna terhadap partus lama yang memerlukan tindakan.
26
hal ini sejalan dengan penelitian Yuli di RS dr.Moewardi Surakarta bahwa hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikans antara kadar Hb dengan kejadian persalinan dengan tindakan p=0,0001.
13
2.4 Tekanan darah