Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, PMDN dan PMA Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Di Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

` SKRIPSI

Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, PMDN dan PMA Terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja Di Sumatera Utara

Diajukan oleh :

FEBRIA SUSANTO

040501040

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi

Medan

2010


(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana besar pengaruh tingkat inflasi, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara.

Untuk memperoleh hasilnya, maka diteliti beberapa variabel yaitu tingkat inflasi, PMDN, dan PMA. Sedangkan data variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan kurun waktu tahun 1989 sampai tahun 2008.

Setelah pengolahan data melalui program komputer Eviews 5.1, maka diperoleh hasil yaitu bahwa variabel tingkat inflasi, PMDN tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara, sedangkan variable PMA memberikan pengaruh yang signifikan. Akan tetapi, secara bersama-sama variabel-variabel tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara.

Dengan demikian pihak pemerintah perlu meningkatkan akses untuk PMA agar dapat menunjang peningkatan jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara. Dan pemerintah juga perlu menekan tingkat inflasi dan berusaha meningkatkan PMDN untuk mendukung pembangunan daerah secara berkelanjutan.


(3)

ABSTRACT

This research as a mean to see how far the influence the rate of inflation, the Domestic Investment (DI), Foreign Direct Investment (FDI), to total employment in North Sumatera.

To get results, then examined several variables it’s inflation, Domestic Investment (DI), and Foreign Direct Investment (FDI). The data variables used in this study are secondary data, the time period 1989 to 2008.

After processing the data through a computer program Eviews 5.1, then the result is that variebel inflation rates, Domestic Investment (DI) does not have a significant influence on the number of employment in North Sumatra, while the variables that significantly contributed to Foreign Direct Investment (FDI) . However, together these variables have a significant influence on the number of employment in North Sumatera.

By that, the government needs to improve access to Foreign Direct Investment (FDI) in order to support the increasing number of employment in North Sumatera. And the government also needs to curb the inflation rate and try to improve the domestic investment to support sustainable regional development.

Keywords : employments, inflation, Domestic Investment (DI), Foreign Direct Investment (FDI)

.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan penyertaannya yang diberikan kepada penulis dalam menjalani masa perkuliahan hingga dapat menyelesaiakan sikripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, PMDN dan PMA Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Sumatera Utara”. Semoga dengan hasil penelitian ini, banyak manfaat yang diperoleh baik dalam menambah pengetahuan penulis, bahan referensi, maupun manfaat bagi masyarakat pada suatu saat nanti.

Banyak kegagalan dan kesalahan yang dialami penulis dalam perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini. Akan tetapi sebagai manusia yang tidak pernah luput dari kesalahan, penulis akan berusaha memperbaikinya dengan adanya saran, masukan serta kritik yang membangun dari semua pembaca yang sudi mendukung penulisan ini. Pada kesempatan yang sangat luar biasa ini, izikanlah saya sebagai penulis dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah mendukung baik dalam bentuk moril maupun materiil, dan terutama kepada:

• Kedua orang tua saya yaitu ayahanda Zulfahri Nasution dan Ibunda Ratna Gusti Lubis yang telah memberikan dukungan moral serta materiil yang tak ternilai lagi banyaknya, serta abang(Jendra Erismal), kakak (Emrita dan Rema Junida) dan adik(Ihsanul Arif dan Desria Hervina) yang telah memberikan perhatian yang tulus serta doa yang tak ternilai harganya.

• Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

• Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku ketua jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Irsyad Lubis,SE,MSoc,Phd selaku sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan yang selama ini memberikan dukungan dan bantuan selama menjalani studi.


(5)

• Bapak Syarif Fauji, Mec,Ac selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.

• Ibu Dr. Murni Daulay,MEc selaku dosen penguji I dan Bapak Drs.HB. Tarmizi,SU selaku dosen penguji II yang turut menyumbangkan saran, pikiran kepada penulis.

• Bapak Drs.Jhonathan Sinuhaji(Alm), selaku dosen wali penulis yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama masa baktinya di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

• Seluruh staf pengajar dan karyawan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan dukungan.

• Semua kawan-kawan seperjuangan waktu kuliah(Tak dapat disebutkan namanya satu-satu) yang selalu memberikan motivasi, tenaga, pikiran serta perhatian yang luar biasa besarnya baik pada saat perkuliahan maupun pada saat penulisan skripsi ini.

• Bung dan Sarinah kawan-kawan seperjuangan dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia(GmnI) komisariat fakultas ekonomi USU yang tak henti-hentinya memberikan dorongan semangat selama menjalani masa studi dan pengerjaan skripsi ini.

• Abangda dan Kakanda Alumni GmnI Fe-USU yang selalu mengingatkan dan memberikan masukan penulisan skripsi ini.

Medan, Agustus 2010 Penulis,

040501040 Febria Susanto


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Hipotesa ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II : URAIAN TEORITIS... 7

A. Inflasi ... 7

1. Pengertian Inflasi ... 7

2. Teori-teori Inflasi ... 8

3. Jenis-jenis Inflasi ... 11

4. Pengukuran Laju Tingkat Inflasi ... 13

5. Pengaruh Inflasi ... 14

B. Investasi ... 15

1. Pengertian Investasi ... 15

2. Jenis-Jenis Investasi ... 16

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Investasi ... 17

4. Hubungan investasi dengan pertumbuhan ekonomi ... 18

C. Ketenagakerjaan ... 20

1. Konsep dan Definisi ... 20

2. Inflasi dan Pengangguran ... 27

3. Jenis Pengangguran ... 29

4. Dampak Pengangguran ... 32

BAB III : METODE PENELITIAN ... 34

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 34

B. Jenis Dan Sumber Data ... 34

C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 34

D. Pengolahan Data ... 34

E. Model Analisis Data ... 35

F. Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ... 36

1. Uji Koefisien Determinan (R2) ... 36

2. Uji f-statistik (Uji Serempak) ... 36

3. Uji T-statistik (Uji Partial) ... 37

G. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 37

1. Multikolinearity ... 38

2. Autokorelasi (outocorrelation) ... 38

H. Definisi Operasional ... 40


(7)

BAB IV :ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Gambaran Umum ... 42

A.1 Kondisi Geografis ... 42

A.2 Iklim ... 42

A.3 Kondisi Demografi ... 43

A.4 Potensi Wilayah ... 44

B. Perkembangan Ekonomi Sumatera Utara ... 45

B.1 Perkembangan Inflasi ... 45

B.2 Perkembangan Investasi di Sumatera Utara ... 47

B.3 Ketenagakerjaan……… 50

C. Hasil Penelitian ... 52

1. Regressi linear variabel ... 52

2. Uji Statistik ... 54

3. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 57

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan……… ... 60

B. Saran………... ... 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Demand Push-Inflation ... 11

2.2 Cost-Push Inflation ... 12

2.3 Hubungan Tingkat Bunga dan Investasi ... 17

2.4 Keseimbangan Tenaga Kerja ... 21

2.5 Kurva Philip ... 28

2.6 Hubungan perubahan upah dengan pengangguran ... 29

3.1 Kurva Durbin-Watson ... 40

4.1 Uji t-statistik variabel X1 ... 54

4.2 Uji t-statistik variabel X2………. 55

4.3 Uji t-statistik variabel X3……… 56

4.4 Uji F-statistik……….. 57


(9)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Halaman

4.1 Perkembangan Inflasi di Sumatera Utara ... 47

4.2 Perkembangan PMDN di Sumatera Utara ... 48

4.3 Perkembangan PMA di Sumatera Utara ... 49

4.4 Penyerapan Tenaga Kerja di Sumatera Utara ... 51


(10)

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana besar pengaruh tingkat inflasi, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara.

Untuk memperoleh hasilnya, maka diteliti beberapa variabel yaitu tingkat inflasi, PMDN, dan PMA. Sedangkan data variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan kurun waktu tahun 1989 sampai tahun 2008.

Setelah pengolahan data melalui program komputer Eviews 5.1, maka diperoleh hasil yaitu bahwa variabel tingkat inflasi, PMDN tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara, sedangkan variable PMA memberikan pengaruh yang signifikan. Akan tetapi, secara bersama-sama variabel-variabel tersebut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara.

Dengan demikian pihak pemerintah perlu meningkatkan akses untuk PMA agar dapat menunjang peningkatan jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara. Dan pemerintah juga perlu menekan tingkat inflasi dan berusaha meningkatkan PMDN untuk mendukung pembangunan daerah secara berkelanjutan.


(11)

ABSTRACT

This research as a mean to see how far the influence the rate of inflation, the Domestic Investment (DI), Foreign Direct Investment (FDI), to total employment in North Sumatera.

To get results, then examined several variables it’s inflation, Domestic Investment (DI), and Foreign Direct Investment (FDI). The data variables used in this study are secondary data, the time period 1989 to 2008.

After processing the data through a computer program Eviews 5.1, then the result is that variebel inflation rates, Domestic Investment (DI) does not have a significant influence on the number of employment in North Sumatra, while the variables that significantly contributed to Foreign Direct Investment (FDI) . However, together these variables have a significant influence on the number of employment in North Sumatera.

By that, the government needs to improve access to Foreign Direct Investment (FDI) in order to support the increasing number of employment in North Sumatera. And the government also needs to curb the inflation rate and try to improve the domestic investment to support sustainable regional development.

Keywords : employments, inflation, Domestic Investment (DI), Foreign Direct Investment (FDI)

.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan ekonomi suatu Negara secara umum beroreintasi pada pertumbuhan (growth). Pembangunan ekonomi yang mengalami pertumbuhan yaitu apabila tingkat kegiatan ekonomi masa sekarang lebih tinggi dari pada yang dicapai pada masa sebelumnya dan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Dalam konsepsi dan pelaksanaan pembangunan sering dirasakan adanya masalah yang merupakan dua kutub yang bertentangan, yaitu antara pertumbuhan ekonomi dan sumberdaya manusia yang besar. Untuk menciptakan pertubuhan ekonomi yang tinggi dibutuhkan modal pembangunan yang besar.

Berbagai kebijakan telah ditempuh pemerintah guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi seperti promosi untuk menarik investor baik dari dalam negeri maupun luar negeri dengan keluarnya undang-undang penanaman modal pada tahun 1966, juga dengan pemberian kredit serta suku bunga yang lunak. Dengan semakin banyaknya investasi yang masuk, memberikan kesempatan yang lebih luas bagi penduduk serta mengurangi tingkat penganguran terbuka.

Badan Pusat Statistik (BPS) dengan menggunakan data dari Survei Angkatan Kerja Nasinal (Sakernas) tahun 2005 mengganbarkan bahwa jumlah angkatan kerja Indonesia mencapai 105.8 juta orang atau meningkat 1.76% dibandingkan tahun sebelumnya.

Dari keseluruhan angkatan kerja tahun 2005, sekitar 62,2 juta orang (58,8%) berada diwilayah pedesaan, 43,6 juta orang (41,2%) berada diwilayah perkotaan. Dari angka tersebut, angkatan kerja yang termasuk kedalam kategori pengagguran terbuka berjumlah 10,8 juta orang (10,3%), atau meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 10,4 juta orang (9,9%). Secara geografis sejumlah 5 juta orang (45.7%) pengangguran terbuka berada


(13)

diwilayah pedesaan dan 5,9 juta orang (54,3%) berada diwilayah perkotaan. Selanjutnya, sebanyak 3,9 juta orang dari total angka pengangguran terbuka merupakan penganggur usia muda (15-24 tahun) atau meningkat dibandingkan tahun 2004 yang berjumlah 3,4 juta orang (BPS, 2006).

Secara ekonomis, upaya menurunkan jumlah pengangguran terbuka melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi masih belum mampu mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Disamping kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang masih terbatas, kemampuan menciptakan lapangan kerja relatif kecil dan terdapat kecenderungan mengalami penurunan.

Secara teoritis, meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dengan asumsi terjadi peningkatan investasi. Selama terjadi krisis ekonomi, penyerapan tenaga kerja secara nasional mengalami penurunan sehingga banyak terjadi pengangguran. Pengangguran merupakan masalah dibidang ketenagakerjaan. Di satu sisi yang menjadi sasaran adalah pemerataan distribusi pendapatan dalam menjaga serta meningkatkan stabilitas nasional.

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja (demand of labor) dan penawaran tenaga kerja (suppy of labor), pada satu tingkat upah. Penyediaan kesempatan kerja yang luas sangat diperlukan untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk usia muda yang masuk ke pasar tenaga kerja. Sempitnya lapangan kerja yang tersedia akan menyebabkan terjadinya pengangguran yang akan membawa masalah yang lebih besar lagi.

Rata-rata persentase kemiskinan propinsi Sumatera Utara untuk tahun 2006 adalah sekitar 16,5% , berarti mendekati rata-rata nasional. Artinya kemiskinan Sumatera Utara tidak memberikan kontribusi negatif terhadap kemiskinan nasional. Namun yang mengkwatirkan


(14)

adalah adanya ketimpangan tingkat kemiskinan antar kabupaten/ kota yang sangat lebar jaraknya.

Dari sisi penduduk, Sumatera Utara urutan keempat terbesar setelah Jatim, Jabar dan jateng. Jumlah penduduk tahun 1990 adalah 10,26 juta jiwa dan sampai dengan tahun 2005 meningkat menjadi 12.326.399 jiwa atau bertambah lebih dua juta jiwa dengan kepadatan bertambah pada periode yang sama dari 143 jiwa/km2 menjadi 172 jiwa/km2, dengan laju pertumbuhan penduduk (2000-2005) sebesar 1,37% pertahun dan meningkat untuk tahun selanjutnya.

Dari sisi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Sumatera Utara, pada tahun 2005 dari target 389 hanya dapat direalisasikan 186 penanaman modal. Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA), dari rencana 23 investor (2005) tercapai 5 investor dengan nilai investasi US$ 27.515.000.

Perkembangan investasi dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Sejak tahun 1968 sampai September 2008, rencana investasi PMDN sejumlah 457 proyek senilai Rp. 43,4 triliun terealisasi sejumlah 359 proyek senilai Rp.9,8 triliun. Sedangkan rencana investasi PMA sejumlah 477 proyek senilai US$ 9.847 milyar terealisasi sejumlah 260 proyek senilai US$ 4,6 milyar.

Dalam tahun 2008, tercatat rencana investasi PMDN sejumlah 14 proyek senilai Rp. 615,4 milyar terealisasi sejumlah 9 proyek senilai Rp. 346,5 milyar dan rencana investasi PMA sejumlah 36 proyek senilai US$ 347,144 juta dan terealisasi sejumlah 11 proyek senilai US$ 118,45 Juta.

Kebijakan-kebijakan yang tepat dibutuhkan dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kestabilan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi seluruh rakyat Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tidak disertai dengan perbaikan struktur perekonomian yang kokoh, dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi dalam negeri,


(15)

tingkat inflasi yang tinggi, neraca pembayaran yang kurang seimbang akibat banyaknya keuntungan dari perusahaan penanam modal asing yang ditarik kembali ke negerinya, serta kesenjangan antar penduduk dan regional yang semakin mencolok. Dari sisi penawaran uang semakin tidak terkendali karena ekspansifnya dunia perbankan memberikan kredit, akibat penurunan suku bunga.

Secara teori kita mengetahui bahwa pertumbuhan uang mempengaruhi tingkat bunga.

Mankiw(2000:162), menjelaskan keterkaitan antara uang, harga, dan tingkat bunga sebagai

berikut : “penawaran uang dan permintaan uang menentukan tingkat harga. Perubahan dalam tingkat harga menentukan tingkat inflasi. Tingkat inflasi mempengaruhi tingkat bunga nominal. Karena merupakan biaya dari memegang uang, tingkat bunga nominal bisa mempengaruhi permintaan uang.

Menurut Nanga (2000:253), inflasi juga cenderung mempengaruhi tingkat bunga riil sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan di pasar modal. Hal ini akan menyebabkan penawaran dana untuk investasi akan menurun, dan sebagai akibatnya investasi sektor swasta tertekan sampai kebawah tingkat keseimbangan(yang disebabkan oleh terbatasnya penawaran dana yang dapat dipinjamkan). Karenanya, sejauh inflasi menuntun kearah tingkat bunga yang rendah dan ketidakseimbangan pasar modal, inflasi dapat memperkecil investasi dan pertumbuhan.

Kondisi perekonomian dengan tingkat inflasi yang tinggi dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam output dan kesempatan kerja. Tingkat inflasi yang tinggi berdampak pada pengangguran. Bila tingkat inflasi tinggi, dapat menyebabkan angka pengangguran tinggi, ini berarti perkembangan kesempatan kerja menjadi semakin mengecil atau dengan kata lain jumlah tenaga kerja yang diserap juga akan kecil. Dari sini terlihat bahwa pemerintah harus menjalankan kebijakan makro yang tepat. Untuk menjaga tingkat


(16)

inflasi agar tidak tinggi maka jumlah uang yang beredar di masyarakat juga harus dikendalikan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin menganalisa atau melihat perkembangan keadaan jumlah tenaga kerja bila dihadapkan dengan keadaan tingkat inflasi dan tingkat investasi. Apakah pembangunan ekonomi Negara Indonesia, khususnya propinsi Sumatera Utara mampu untuk menyerap jumlah angkatan kerja yang cukup banyak setiap tahunnya.

Untuk maksud tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

“Analisis Pengaruh Tingkat Inflasi, PMDN dan PMA terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Sumatera Utara”.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh inflasi terhadap jumlah penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

2. Apakah ada pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera utara.

C. Hipotesa

Hipotesa merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu dibuktikan atau di uji. Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian adalah :

1. Adanya pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap jumlah penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara


(17)

2. Adanya pengaruh positif Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera utara.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tingkat inflasi terhadap jumlah penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara.

E. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan studi tambahan bagi mahasiswa-mahasiswa fakultas ekonomi, khususnya mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

3. Sebagai proses pembelajaran dan menambah wawasan bagi penulis dalam hal menganalisa dan berfikir.

4. Hasil penelitan ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, khususnya untuk menentukan kebijakan yang berhubungan dengan jumlah penyerapan tenaga kerja.


(18)

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Infasi

1. Pengertian Inflasi

Salah satu fenomena moneter yang sangat penting dan dijumpai dihampir semua Negara di dunia adalah inflasi. Inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus.

Menurut Budiono (2001:155), definisi singkat inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus.

Vieneris dan Sebold mendefinisikan inflasi sebagi suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus-menerus sepanjang waktu (Nanga, 2001:241). Definisi ini bersumber pada tiga pengertian pokok inflasi, yaitu:

1. Harus dibedakan peningkatan harga yang sebenarnya terjadi (actual price increase) dengan tendensi peningkatan harga. Perbedaan penting ini disebabkan tingkat harga tidak selamanya bebas berfluktuasi sebagai respon atas kondisi-kondisi pasar. Adakalanya terdapat kebijaksanaan pemerintah untuk mempengaruhi tingkat harga, misalnya menekan kenaikan upah, sehingga tingkat kenaikan harga untuk tidak terjadi semena-mena kendati pun kenaikan harga tetap terjadi. Situasi ini disebut dengan inflasi yang ditekan (repressed inflation). Dilain pihak jika tendensi kenaikan harga-harga yang terjadi di pasaran, maka situasi ini disebut open inflation.

2. Pengertian perkataan terus-menerus (sustained). Gejolak-gejolak kenaikan harga biasa terjadi disebabkan adanya fluktuasi-fluktuasi insidentil dalam kegiatan ekonomi. Misalnya pada masa paceklik, pemogokan umum dan faktor-faktor lain dapat mengakibatkan kenaikan harga umum. Situasi kenaikan harga yang sporadic dan


(19)

random ini akan bersifat menurun kembali setelah situasi reda (self canceling) pada masa, tidaklah disebut sebagai situasi inflasi.

3. Pengertian tingkat harga umum (general price level) yaitu peningkatan keseluruhan harga barang dan jasa dalam ekonomi.

2. Teori-teori Inflasi

Ada tiga kelompok yang mengemukakan teori inflasi yaitu: a. Teori Kuantitas

Teori ini menerangkan penyebab proses terjadinya inflasi yang melanda sebuah perekonomian. Pendapat teori kuantitas (teori kaum klasik) ini menyatakan bahwa proses terjadinya inflasi disebabkan oleh :

1. Volume uang yang beredar

Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar dalam masyarakat (uang giral dan kartal). Penambahan jumlah uang yang beredar ini merupakan sumber utama penyebab inflasi, karena volume uang yang beredar lebih besar dari kesanggupan output untuk menyerapnya(volume uang lebih besar dari pada pendapan nasional). Bila jumlah uang yang beredar tidak ditambah, maka inflasi akan berhenti secara otomatis apapun penyebab kenaikan harga-harga dalam perekonomian tersebut.

2. Adanya perkiraan masyarakat akan kenaikan harga (Expectation)

Kalau perkiraan masyarakat akan ada perubahan harga walaupun ada penambahan uang (tidak besar) tidak akan menyebabkan inflasi, karena perubahan harga yang terjadi masih kecil. Apabila akan ada perubahan harga yang cukup besar dan penambahan uang yang beredar, maka penambahan uang yang beredar tersebut akan dibelanjakan masyarakat, karena masyarakat ingin menghindari kerugian yang timbul seandainya mereka memegang uang tunai. Hal ini akan menyebabkan terjadinya


(20)

inflasi dengan meningkatnya harga juga diiringi dengan penambahan uang yang beredar.

Bila masyarakat mengharapkan harga-harga naik di masa yang akan datang, maka penambahan uang yang beredar akan sepenuhnya akan diwujudkan dalam permintaan efektif di pasar. Sehingga dengan laju volume uang yang beredar diikuti dengan kenaikan permintaan barang-barang akan mengakibatkan terjadinya kenaikan harga atau inflasi.

b. Teori Keynes

Keynes menyoroti factor inflasi melalui pendekatan teori ekonomi makronya. Menurut teori yang dikeluarkan Keynes, inflasi akan terjadi karena masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan pendapatannya(aktifitas ekonominya). Terjadinya inflasi melalui perebutan bagian rejeki diantara kelompok-kelompok social yang menginginkan bagian yang lebih besar dari pada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia(pendapatan nasional). Hal ini akan menimbulkan inflationary gap, yang timbul akibat golongan masyarakat yang berhasil merebut bagian pendapatan nasional yang lebih besar, secara nyata diwujudkan dalam permintaan di pasar barang-barang. Karena permintaan total melebihi jumlah barang-barang yang tersedia, maka harga-harga naik sehingga timbullah inflasi.

c. Teori Strukturalis

Teori ini dikembangkan dari struktur perekonomian negara-negara berkembang, khususnya struktur(pengalaman) perekonomian Negara-negara Amerika latin. Ada dua factor yang menjadi masalah utama yang dapat menyebabkan inflasi dalam Negara berkembang berdasarkan teori strukturalis ini yaitu:


(21)

Yaitu ekspor berkembang secara lamban dibanding sektor lain dalam perekonomian. Hal ini disebabkan naiknya harga barang-barang komoditi Negara-negara berkembang(hasil alam), dalam jangka panjang perkembangannya sangat lamban dibanding harga barang industri. Adanya perkembangan ekspor yang lamban juga merupakan penyebab adanya kelambanan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan(terutama barang modal untuk mengubah struktur perkonomian). Akibatnya Negara tersebut terpaksa mengambil kebijaksanaan yang menekankan pemakaian produksi dalam negeri(untuk memajukan industri dalam negeri) dan sebelumnya diimpor (walaupun hasil produksi dalam negeri lebih mahal harganya karena kurang efisien). Biaya produksi yang tinggi menyebabkan harga yang lebih tinggi. Disamping itu, bila proses subsitusi impor ini makin meluas , kenaikan biaya produksi juga akan makin meluas, sehingga makin banyak harga barang yang naik. Dengan demikian terjadi inflasi dalam perekonomian yang berkepanjangan.

2. ketidakelastisan dari supply atau produksi bahan makanan dalam negeri

Berakibat pertumbuhan produksi bahan makanan tidak secepat pertumbuhan penduduk dan pendapatan, sehingga harga bahan makanan cenderung untuk meningkat melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Kenaikan harga bahan makanan ini mengakibatkan tuntutan kenaikan upah kaum buruh atau pekerja yang dampaknya akan menaikkan biaya produksi. Jika demikian, otomatis harga hasil produksi (pertanian dan industri) akan naik lagi, sehingga kenaikan harga barang menuntut kembali tingkat upah untuk dinaikkan.Begitu seterusnya, proses ini hanya akan berhenti apabila harga bahan makanan tidak ikut naik kembali. Akan tetapi, factor structural perekonomian tidak bisa menghentikan kenaikan harga bahan makanan, sehingga akan terjadi dorong-mendorong antara upah dan kenaikan harga,dan tidak akan berhenti sampai struktur perekonomian dapat diubah.


(22)

a. Jenis inflasi berdasarkan besarnya laju inflasi(tingkat keparahanya)

Pengelompokan inflasi dari segi parah atau tidaknya, menitikberatkan pada seberapa besar laju tingkat inflasi dalam suatu periode tertentu. Disini Inflasi dapat dibedakan menjadi 4 tingkat yaitu :

1. Inflasi ringan yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih kecil dari 10% per tahun.

2. Inflasi sedang yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya terletak antara 10%-30% per tahun.

3. Inflasi berat yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya 30%-100% per tahun. 4. Hyper inflasi yaitu inflasi yang laju pertumbuhannya lebih dari 100% per tahun.

b. Jenis inflasi berdasarkan penyebabnya

Berdasarkan dari sumber penyebabnya, inflasi dapat digolongkan menjadi tiga yaitu: 1. Inflasi sebagai akibat tekanan permintaan(Demand push-Inflation)

Inflasi ini disebabkan oleh permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Seperti yang diperlihatkan dalam gambarberikut ini.

Input

S H2

H1 D2

D1

Q1 Q2 Output Gambar 2.1: Demand push-Inflation

Gambar menunjukkan suatu demand inflation. Karena permintaan akan barang-barang agregat bertambah, misalnya karena bertambahnya pengeluaran pemerintah yang dibiayai pencetakan uang, atau kenaikan permintaan luar negeri akan barang-barang ekspor,


(23)

atau bertambahnya pengeluaran investasi swasta karena kredit murah. Maka kurva agregat bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya tingkat harga umum naik dari H1 ke H2.

2. Cost-Push Inflation

Inflasi ini disebabkan oleh kenaikan biaya produksi. Seperi yang diperlihatkan gambar dibawah ini.

P S2

S1

P2

P1 D

Q1 Q2 Q Gambar 2.2: Cost-push inflation

Pada gambar kita lihat bahwa bila biaya produksi naik, misalnya karena kenaikan harga sarana produksi yang didatangkan dari luar negeri atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak,maka kurva penawaran masyarakat(Aggregate supply) bergeser dari S1

ke S2.

3. Inflasi Campuran

Yaitu: Inflasi yang terjadi karena pengaruh kenaikan permintaan dan penurunan penawaran agregat.

C. Jenis Inflasi berdasarkan asal

1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri(Domestic inflation)

Inflasi dalam negeri biasanya timbul karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan pencetakan uang yang beredar, gagal panen dan lain sebagainya.


(24)

Inflasi timbul akibat kenaikan harga-harga barang luar negeri. Misalnya kenaikan harga barang material (Input) dari luar negeri, penurunan nilai tukar rupiah yang mengakibatkan harga barang-barang dari luar negeri menjadi semakin mahal. Kenaikan harga dalam negeri akibat hubungan luar negri bisa juga terjadi akibat kenaikan nilai ekspor. Dengan naiknya nilai ekspor akan mengakibatkan barang didalam negeri menjadi langka yang pada akhirnya mengakibatkan naiknya harga barang didalam negeri.

4. Pengukuran Laju Tingkat Inflasi

Tinggi rendahnya inflasi pada suatu Negara pada waktu tertentu tergantung pada indikator dan tahun dasar yang digunakan. Ada beberapa Indikator yang biasanya yang digunakan untuk mengukur besarnya laju perubahan kenaikan inflasi, yaitu :

1. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Biaya Hidup (IBH)

Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan Indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survey bulanan di 45 kota, dipasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang dan jasa disetiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas.

2. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

Indeks harga perdagangan besar menitikberatkan pada sejumlah barang pada tingkat perdagangan besar. Ini berarti harga bahan mentah, bahan baku atau setengah jadi termasuk dalam perhitungan indeks harga. Biasanya perubahan indeks harga ini sejalan/searah dengan indeks biaya hidup.

3. Deflator Pendapatan Nasional (GNP Deflator atau GDP Deflator)

GNP Deflator mencakup jumlah barang dan jasa yang masuk dalam penghitungan GNP, jadi lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan dua indeks diatas. GNP


(25)

Deflator diperoleh dengan membagi GNP nominal (atas dasar harga berlaku) dengan GNP riil (atas dasar harga konstan).

5. Pengaruh Inflasi

Menurut Nanga(2001:252), inflasi yang terjadi didalam suatu perekonomian memiliki beberapa pengaruh sebagai berikut :

a) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota masyarakat, sebab distribusi pendapatan yang terjadi akan menyebabkan pendapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya jatuh. Namun parah atau tidaknya pengaruh inflasi terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan tersebut adalah sangat tergantung pada apakah inflasi itu bersifat dapat diantisipasi ataukah tidak dapat diantisipasi sebelumnya. Inflasi yang tidak dapat diantisipasi sudah barang tentu mempunyai akibat yang jauh lebih serius terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan, dibandingkan inflasi yang dapat diantisipasi.

b) Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi. Hal ini dapat terjadi karena inflasi dapat mengalahkan sumberdaya dari investasi yang produktif ke investasi yang tidak produktif sehingga mengurangi kapasitas ekonomi produktif. Ini disebut sebagai “Efficiency Effect of inflation”.

c) Inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan didalam output dan kesempatan kerja, dengan cara lebih langsung dengan memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan,dan juga memotivasi orang untuk bekerja lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini. Ini disebut “output and employment effect of Inflation”.

d) Inflasi dapat menciptakan suatu lingkungan yang tidak stabil bagi keputusan ekonomi. Jika sekiranya konsumen memperkirakan bahwa tingkat inflasi dimasa mendatang


(26)

akan naik, maka akan mendorong mereka untuk melakukan pembelian barang-barang dan jasa secara besar-besaran pada saat sekarang ketimbang mereka menunggu dimana tingkat harga sudah meningkat lagi. Begitu pula halnya dengan bank atau lembaga peminjaman lainnya, jika sekiranya mereka menduga bahwa tingkat inflasi akan menaik dimasa mendatang , maka mereka akan mengenakan tingkat bunga yang tinggi atas pinjaman yang diberikan sebagai langkah proteksi dalam menghadapi penurunan pendapatan riil dan kekayaan.

B. INVESTASI

1. Pengertian Investasi

Secara umum investasi meliputi pertambahan barang-barang dan jasa dalam masyarakat seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan baru, pembukaan tanah baru, dan sebagainya.

Menurut Sukirno (2000:366), investasi didefinisikan sebagai : Pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dimasa depan. Dengan kata lain, dalam teori ekonomi investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi sesuatu dalam perekonomian.

Dalam kaitannya dengan perusahaan dimana perusahaan melakukan investasi untuk mendapatkan profit sebesar-besarnya, dimana dan investasi tersebut salah satunya bersumber dari dan masyarakat yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan, maka Deliarnov (1995:80-81) mengemukakan : “Investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku atau material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua modal lain yang diperlukan dalam proses produksi, pengeluaran untuk keperluan bangunan kantor, pabrik tempat tinggal karyawan dan


(27)

pembangunan kontruksi lainnya, juga perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga”.

Dari berbagai pendapat diatas tentang investasi, maka dapat disimpulkan investasi merupakan suatu pengeluaran jumlah dana dari investor atau pengusaha guna membiayai kegiatan produksi untuk mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang.

2. Jenis-jenis Investasi

Jenis investasi berdasarkan dari pelaku investasi terbagi dua : a. Autonomous Investment (Investasi Otonom)

Investasi ini dilakukan oleh pemerintah (public Investment), karena disamping biayanya sangat besar, investasi ini juga tidak memberikan keuntungan, maka pihak swasta tidak dapat melakukan investasi jenis ini karena tidak memberikan keuntungan secara langsung.

Contoh : Investasi bendungan untuk saluran irigasi akan dapat meningkatkan produksi hasil pertanian tetapi tidak memberikan keuntungan langsung kepada pemerintah. Pembukaan dan pembuatan prasarana jalan merupakan investasi otonom. Dengan dibukanya prasarana jalan akan dapat meningkatkan aktifitas perekonomian daerah yang tadinya terisolir.

b. Induced Investment (Investasi dorongan)

Induced Investment adalah Investasi yang besar kecilnya sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan baik itu pendapatan daerah ataupun pendapatan pusat/nasional. Investasi ini diadakan akibat adanya pertambahan permintaan, yang mana pertambahan permintaan adalah akibat pertambahan pendapatan. Jelasnya apabila pendapatan bertambah maka pertambahan permintaan akan digunakan untuk tambahan konsumsi, sedangkan pertambahan konsumsi pada dasarnya adalah tambahan permintaan, dan apabila ada pertambahan


(28)

permintaan maka akan mendorong berdirinya pabrik baru atau memperluas pabrik lama untuk dapat memenuhi tambahan permintaan tersebut.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Investasi

a. Tingat Bunga

Tingat bunga sangat berperan dalam menentukan tingkat investasi yang terjadi dalam suatu Negara. Kalau tingkat bunga rendah, maka tingkat yang terjadi akan tinggi karena kredit dari bank masih menguntungkan untuk mengadakan investasi. sebaliknya jika suku bunga tinggi, maka investasi dari kredit bank tidak menguntungkan.

Keynes mengatakan masalah investasi baik ditinjau dari penentuan jumlahnya maupun kesempatan untuk mengadakan investasi itu sendiri, didasarkan pada konsep Marginal Effisiency of capital (MEC). MEC merupakan tingkat keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (Return of Investment). Hubungan antara MEC, Investasi dan Tingkat suku bunga dapat dilihat dari MEC sebagai garis yang menurun. Dimana garis ini menunjukkan jumlah investasi yang terlaksana pada setiap tingkat yang berlaku.

Interest

i1 MEC1

i2 MEC2

I1 I2 Investasi

Gambar 2.3 Hubungan tingkat bunga dan Investasi

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat pada tingkat suku bunga adalah i1, tingkat

investasi yang terjadi adalah I1, begitu juga posisi MEC1. Pada tingkat bunga i2, posisi

investasi adalah I2, sedangkan MEC akan menurun pada posisi MEC2.


(29)

Harapan adanya peningkatan aktifitas perekonomian dimasa yang akan datang, merupakan salah satu faktor penentu untuk mengadakan investasi atau tidak. Kalau ada perkiraan terjadi peningkatan aktifitas dimasa yang akan datang, walaupu tingkat suku bunga lebih besar dari tingkat MEC, investasi mungkin akan tetap dilakukan oleh investor yang instingnya tajam melihat peluang meraih keuntungan yang lebih besar dimasa yang akan datang.

c. Kestabilan Politik Suatu Negara

Kestabilan politik suatu Negara merupakan satu pertimbangan yang sangat penting untuk mengadakan investasi. Karena dengan stabilnya politik Negara yang bersangkutan terutama Penanaman Modal Asing (PMA), tidak akan ada resiko perusahaannya dinasionalisasikan oleh Negara tersebut (ini dapat terjadi bila ada pergantian rezim yang memerintah Negara tersebut).

d. Kemajuan Teknologi

Kemajuan teknologi akan meningkatkan efisiensi produksi. Dengan demikian kemajuan teknologi yang berlaku diberbagai kegiatan ekonomi akan mendorong lebih banyak investasi. Semakin besar biaya yang diperlukan untuk melakukan perombakan dalam teknologi yang digunakan, semakin banyak investasi yang dilakukan.

4. Hubungan Investasi dengan Pertumbuhan Ekonomi

Investasi merupakan suatu faktor yang penting bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang(bagi kelangsungan pembangunan ekonomi). Pembangunan ekonomi melibatkan kegiatan-kegiatan produksi disemua sektor ekonomi. Untuk kegiatan-kegiatan tersebut perlu dibangun pabrik-pabrik, gedung-gedung perkantoran, infrastruktur seperti jalan raya, bandara, jembatan, alat-alat transportasi serta komunikasi dan sebagainya. Untuk pengadaan semua itu, diperlukan dana untuk membiayainya yang disebut dengan dana investasi.


(30)

Dengan adanya kegiatan produksi, maka terciptalah kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat meningkat, yang selanjutnya akan menciptakan atau meningkatkan permintaan di pasar. Pasar berkembang dan berarti juga volume kegiatan produksi, kesempatan kerja dan pendapatan didalam negeri meningkat. Maka, terciptalah pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi suatu Negara erat kaitannya dengan tingkat produktifitas penggunaan modal. Untuk melihat besarnya pembentukan modal tetap domestic bruto dengan pertambahan PDB (Produck Domestik Bruto) adalah dengan melihat Incremental Capital Output Ratio(ICOR). ICOR dapat digunakan untuk menunjukkan efisiensi suatu perekonomian dalam menggunakan barang modal dan menunjukkan kecenderungan penggunaan metode produksi(padat karya atau padat modal) dalam suatu perekonomian.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ICOR :

 Komposisi atau alokasi Investasi menurut sektor produksi

Hal ini terjadi karena tingkat penggunaan modal berbeda-beda menurut sektor tertentu. Dimana sektor industri, sektor pertambangan, sektor listrik cenderung lebih tinggi ICOR-nya dibandingkan dengan sektor pertanian. Faktor lain adalah masa tenggang produksi dari berbagai sektor yang berbeda pula.

 Laju pertumbuhan ekonomi

Besar kecilnya ICOR berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut dapat terjadi karena :

a) Semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi suatu Negara maka makin kecil pula peranan penyusutan dalam total investasi.

b) Tingkat pemamfaatan kapasitas produksi makin tinggi dengan makin cepatnya pertumbuhan ekonomi suatu Negara.


(31)

c) Kontribusi faktor ekonomi bukan modal cenderung makin besar jika laju pertumbuhan ekonomi makin meningkat.

 Tingkat pendapatan perkapita suatu Negara

ICOR suatu Negara cenderung meningkat dengan meningkatnya pendapatan perkapita. Hal ini berkaitan dengan perubahan struktur ekonomi yang makin mengarah pada sektor-sektor yang memiliki ICOR relative tinggi.

C. Ketenagakerjaan

1. Konsep dan Definisi

Kesempatan kerja didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan sampai berapa dari total angkatan kerja yang dapat diserap atau dapat ikut secara aktif dalam suatu kegiatan perekonomian suatu Negara. Atau dengan kata lain, kesempatan kerja merupakan orang yang bekerja dan telah mendapat pekerjaan (Ahmad,2001:11).

Para ahli ekonomi klasik mendefinisikan kesempatan kerja sebagai suatu keadaan dimana semua pekerja yang ingin bekerja pada suatu tingkat upah tertentu akan dengan mudah mendapatkan pekerjaan.

Menerut para ahli ekonomi klasik, untuk menentukan jumlah pekerja yang akan digunakan dalam kegiatan ekonomi, analisis mengenai pasar tenaga kerja perlu dilakukan. Dalam konteks pasar tenaga kerja, mekanisme pasar yang terjadi bersifat pasar persaingan sempurna. Ini berarti bahwa tingkat upah ditentukan oleh keseimbangan diantara permintaan dan penawaran tenga kerja. Apabila keadaan ini tercapai, dalam analisis klasik tingkat kesempatan kerja penuh telah tercapai.

Dalam analisis pasar tenaga kerja secara makro, yang ingin dianalisis adalah permintaan dan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian. Permintaan dan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian adalah gabungan dari permintaan tenaga kerja oleh


(32)

perusahaan-perusahaan dan gabungan penawaran oleh para pekerja. Dengan demikian, kurva permintaan tenaga kerja dalam perekonomian dapat diwujudkan dengan menjumlahkan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan-perusahaan. Begitu juga dengan kurva penawaran tenaga kerja dapat ditentukan dengan menjumlahkan kurva penawaran oleh para pekerja.

Berdasarkan pada pemikiran ini, dapat diketahui sifat permintaan dan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian yaitu :

 Semakin tinggi tingkat upah, semakin rendah permintaan atas tenaga kerja.

 Semakin tinggi tingkat upah, semakin banyak tenaga kerja yang ditawarkan. Maka keseimbangan tenaga kerja dapat dicapai.

Tingkat upah d s kelebihan penawaran tenaga kerja

w1

w0 E0

w2 kelebihan permintaan tenaga kerja

n0 Jumlah tenaga kerja

Gambar 2:4 Keseimbangan Tenaga Kerja

Keterangan :

 Kurva n menggambarkan permintaan tenaga kerja dalam perekonomian. Kurva ini merupakan jumlah dari semua kurva permintaan buruh oleh perusahaan-perusahaan yang ada dalam perekonomian. Kurva s menggambarkan penawaran tenaga kerja dalam perekonomian dan dibentuk dengan menjumlahkan kurva penawaran tenaga kerja dari semua pekerja dalam perekonomian.

 Keseimbangan di pasar tenaga kerja akan tercapai apabila permintaan tenaga kerja sama dengan penawaran tenaga kerja. Keadaan ini tercapai pada E0, yaitu pada tingkat


(33)

dibuktikan dengan melihat keadaan yang akan berlaku pada tingkat upah yang lain, misalnya pada w1 dan w2.

 Apabila tingkat upah adalah w1, akan berlaku kelebihan penawaran tenaga

kerja(berarti sebagian tenaga kerja menganggur). Penyesuaian yang sebaliknya akan berlaku apabila upah terlalu rendah. Misalnya, pada tingkat upah adalah w2, akan

berlaku kelebihan permintaan tenaga kerja. Keadaan ini akan menyebabkan kenaikan upah, seterusnya akan menyebabkan penawaran tenaga kerja bertambah dan permintaan tenaga kerja berkurang. Pada akhirnya permintaan dan penawaran tenaga kerja akan mencapai titik keseimbangan di titik E0.

Secara garis besar penduduk suatu Negara dibagi atas dua golongan yaitu tenga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah penduduk yang berumur dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja yang dianut oleh Negara Indonesia adalah minimum 10 tahun tanpa batasan usia maksimum.

Tenaga kerja (Man power) dibagi kedalam dua kelompok yaitu : Angkatan Kerja (Labor Force) dan bukan Angkatan Kerja. yang termasuk angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja dan yang mencari pekerjaan.

Sedangkan yang bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan yakin: orang-orang yang kegiatannya bersekolah(pelajar,mahasiswa), mengurus rumah tangga, serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya(pensiunan, penderita cacat yang independen).

Angkatan kerja dibedakan menjadi dua sub kelompok yaitu Pekerja dan penganggur. Pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan saat disensus atau disurvei memang sedang bekerja, serta orang yang


(34)

mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Penganggur adalah orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan (masih atau sedang) mencari kerja. Penganggur semacam ini oleh BPS dinyatakan sebagai penganggur terbuka.

Ada beberapa indikator-indikator yang dipergunakan dalam melihat perkembangan tenaga kerja di Indonesia, antara lain yaitu :

a. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)

Tujuan menghitung Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) : Untuk memperoleh gambaran tentang persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Dilihat dari sisi kerja, TPAK yang rendah ditemui pada kelompok penduduk usia kerja wanita dan pada penduduk usia muda.

Sedangkan dari sisi tingkat kemudahan atau kesulitan untuk mendapatkan kerja, nilai TPAK yang rendah menunjukkan kecilnya kesempatan kerja yang tersedia bagi penduduk usia kerja dan sebaliknya TPAK yang tinggi menunjukkan besarnya kesempatan kerja yang tersedia.

Indikator yang digunakan untuk menghitung tingkat partisipasi angkatan kerja adalah Rasio antara jumlah angkatan kerja dengan pendudduk usia kerja, dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah angkatan kerja jumlah penduduk usia kerja

Angka TPAK tidak hanya dapat disajikan untuk menghitung TPAK dari seluruh penduduk usia kerja, namun dapat juga digunakan untuk menghitung TPAK penduduk usia kerja dengan spesifikasi yang lebih khusus seperti umur, jenis kelamin, atau tempat tinggal (desa,kota).


(35)

b. Tenaga Kerja Menurut Lapangan Usaha, Status Pekerjaan, Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan serta Jam Kerja

Dalam pembahasan ketenagakerjaan, umumnya tenaga kerja dapat dikelompokkan menurut lapangan kerja, pendidikan tertinggi yang ditamatkan, status pekerjaan dan jam kerja.

Berdasarkan lapangan pekerjaan, tenaga kerja dikelompokkan atas tenaga kerja yang bekerja disektor :

a) Pertanian, kehutanan, perikanan b) Pertambangan dan penggalian c) Industri Manufaktur

d) Listrik, gas dan air minum e) Bangunan

f) Perdagangan besar, eceran dan rumah makan g) Angkutan, pergudangan dan komunikasi

h) Keuangan,asuransi, usaha persewaan,tanah dan jasa perusahaan i) Jasa kemasyarakatan

j) dan lainnya.

Apabila dilihat dari lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan per-kapita biasanya akan diikuti dengan penurunan kontribusi sektor pertanian dalam menyediakan lapangan pekerjaan. Penurunan ini erat kaitannya dengan perubahan struktur permintaan dan produksi akibat dari peningkatan pendapatan per-kapita yang beralih dari barang-barang hasil industri.

Berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan, tenaga kerja dibagi atas : a) Tidak/belum pernah sekolah

b) Belum tamat Sekolah Dasar (SD) c) Sekolah Dasar (SD)


(36)

d) Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMTP) e) Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) f) Diploma 1/II

g) Diploma III

h) Diploma IV/Sarjana

Bila dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pendidikan berbanding lurus atau berhubungan positif dengan upah dan gaji. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka makin tinggi pula upah atau gaji yang akan diterima. Hubungan ini menjadi hal yang sangat penting dalam mengambil keputusan tentang efisiensi alokasi sumberdaya manusia.

Dilihat dari segi jam kerja, pembagian menurut jam kerja dibagi menjadi pemamfaatan jam sedikit atau sering diistilahkan sebagai “Setengah Menganggur” yakni bila seseorang bekerja antara 1-34 jam selama seminggu. Dasar 34 jam sebagai batas adalah berdasarkan arbitrary secara asalan tanpa dasar, yang menyatakan bahwa bilamana seseorang bekerja antara 1-5 jam perhari masih dikatagorikan rendah. Pekerjaan normal (normal utilization) bila seseorang bekerja antara 35-60 jam selama seminggu atau sekitar 6-8 jam per-hari. Sedangkan pekerja lebih (over utilization) bila mana melebihi bekerja 60 jam selama seminggu.

Berdasarkan Status Pekerjaan, tenaga kerja dibagi atas : a) Bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain

b) Bekerja dengan dibantu anggota rumah tangga atau buruh tidak tetap c) Bekerja dengan buruh tetap

d) Buruh atau karyawan e) Pekerja keluarga

Bila dilihat dari status pekerjaan, pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan rasio jumlah karyawan dengan upah atau gaji meningkat, sementara itu rasio jumlah tenaga kerja


(37)

yang bekerja sendiri, bekerja dengan dibantu keluarga atau karyawan tidak tetap dan pekerja dan pekerja keluarga menurun.

Jumlah tenaga kerja yang berstatus bekerja sendiri, bekerja dibantu oleh karyawan tidak tetap atau oleh keluarga dan pekerja keluarga, seringkali digunakan sebagai indikator jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor informal. Jumlah tenaga kerja yang bekerja sebagai karyawan dengan upah atau gaji serta yang berusaha dengan dibantu oleh karyawan tetap adalah indikator dari jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor formal.

Keberhasilan suatu proses pembangunan seharusnya dapat tercermin dari berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor informal dan meningkatnya jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor formal.

c. Pengangguran

Definisi pengangguran sebelumnya diatas telah dijelaskan secara singkat yaitu : seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja, yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan.

Definisi atau indikator pengangguran yang dapat menggambarkan keadaan yang sesungguhnya sukar untuk diperoleh. Namun ada dua pendekatan yang lazim digunakan untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan pengangguran tersebut. Dua pendekatan yang digunakan adalah sebagai berikut (Widyanti, 1995:98) :

Pendekatan Angkatan Kerja (Labor force approach)

Dalam mendefinisikan pengangguran, pendekatan ini berangkat dari definisi tentang tenaga kerja dan angkatan kerja. Berdasarkan definisi tentang tenaga kerja dan angkatan kerja yang seperti telah dijelaskan sebelumnya, pendekatan ini mendefinisikan pengangguran sebagai angkatan kerja yang tidak bekerja.


(38)

Dalam pendekatan ini angkatan kerja digolongkan dalam tiga kelompok yaitu : a) Menganggur (Unemployed), keadaan dimana orang sama sekali tidak bekerja atau

sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini disebut juga pengangguran terbuka (open unemployment).

b) Setengah menganggur (Underemployed), keadaan dimana orang bekerja tetapi belum dimanfaatkan secara penuh. Keadaan setengah menganggur ini dapat digolongkan lebih lanjut dalam setengah menganggur kentara (visible underemployed) yaitu orang yang bekerja kurang dari 35 jam per-minggu, dan setengah menganggur tidak kentara (Invisible Underemployed) yaitu orang yang produktifitas dan pendapatannya rendah. c) Bekerja Penuh (employed) yaitu orang cukup dimanfaatkan.

2. Inflasi dan Pengangguran

Secara sistematik hubungan antara inflasi dengan pengangguran baru diperkenalkan oleh A.W. Philips pada tahun 1958 dari hasil studi lapangan tentang hubungan antara kenaikan tingkat upah dengan pengangguran di Inggris pada tahun 1861-1957.

Masalah keterkaitan antara inflasi dengan pengangguran ini dapat diterangkankan dengan Kurva Philip. Kurva Philip ini adalah teori pilihan inflasi (Trade of theory of inflation). Menurut dasar pandangan pendapat ini, suatu Negara atau bangsa dapat mencapai angka pengangguran yang lebih rendah, apabila mau berkorban berupa laju yang lebih tinggi. selain itu pilihan ini dapat bertahan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Jadi terdapat pilihan yang mendasar antara pengangguran dan inflasi.


(39)

Perubahan harga (%)

8 6 A

4 2 B

2 4 6 8 Tingkat Pengangguran (%) Gambar 2:5 Kurva Philip

Gambar diatas menunjukkan keterkaitan antara perubahan harga dengan tingkat pengangguran yang terjadi pada perekonomian. Sumbu tegak menggambarkan perubahan harga, sumbu datar merupakan tingkat pengangguran. Pada titik A terjadi perubahan tingkat harga 6 %, sedangkan tingkat pengangguran adalah 2%. Pada titik B terjadi perubahan harga 2% sedangkan tingkat pengangguran adalah 6%. Jadi, inflasi dengan pengangguran berhubungan secara terbalik. Ini berarti bila ingin mengurangi tingkat inflasi jumlah pengangguran akan bertambah. Kurva Philip juga dapat menerangkan perubahan tingkat upah dengan tingkat pengangguran yang terjadi.

Perubahan upah (%)

D


(40)

Gambar 2:6 Hubungan Perubahan upah dengan pengangguran

Hubungan yang dibentuk dari perubahan tingkat upah dengan tingkat pengangguran adalah hubungan negatif. Pada waktu tingkat upah rendah, pengangguran akan tinggi dan perubahan tingkat upah tinggi, maka tingkat pengangguran yang terjadi akan rendah (Jumlah penyerapan tenaga kerja tinggi).

3. Jenis Pengangguran

Dilihat dari sebab-sebab timbulnya, pengangguran dapat dibedakan kedalam beberapa jenis sebagai berikut :

Pengangguran Friksional adalah jenis pengangguran yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan didalam syarat-syarat kerja, yang terjadi seiring dengan perkembangan atau dinamika ekonomi yang terjadi.

Pengangguran Struktural adalah jenis pengangguran yang terjadi sebagai akibat adanya perubahan didalam struktur pasar tenaga kerja yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuain penawaran dan permintaan tenaga kerja.Singkatnya, pengangguran structural adalah penganggura yang terjadi ketika perekonomian beroperasi pada tingkat kesempatan kerja penuh (Full employment) atau tingkat alamiah (Natural Rate).

Pengangguran Alamiah (Tingkat Pengangguran Alamiah) adalah tingkat penggangguran yangterjadi pada kesempatan kerja penuh atau tingkat pengangguran dimana inflasi yang dharapkan sama dengan tingkat inflasi actual.

Pengangguran Konjungtur atau Siklis (Cyelical Unemployment) adalah jenis pengangguran yang terjadi sebagai akibat merosotnya kegiatan ekonomi atau karena terlampau kecilnya permintaan efektif agregat didalam perekonomian dibandingkan dengan penawaran agregat.


(41)

Jenis pengangguran khususnya di Negara-negara berkembang, dapat pula dibedakan kedalam beberapa bentuk sebagai berikut :

 Pengangguran terselubung, apabila dalam suatu kegiatan perekonomian jumlah tenaga kerja sangat berlebihan, maka akan terjadi apa yang dinamakan pengangguran terselubung (Pengangguran tak kentara). Kelebihan tenaga kerja dan pengangguran terselubung disektor pertanian banyak berlaku dinegara-negara berkembang. Jumlah penduduk yang terlalu besar, dan diikuti pula oleh kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan disektor lain, menyebabkan tenaga kerja yang bertambah dari tahun ke tahun tetap tinggal disektor pertanian yang sudah sangat padat penduduknya. Jadi sebagian dari tenaga kerja yang berada disektor pertanian adalah tidak produktif dan memiliki produktifitas kerja marginal yang sangat rendah atau bahkan sama dengan nol.

 Pengangguran musiman, yaitu pengangguran yang terjadi pada waktu-waktu tertentudidalam satu tahun. Biasanya pengangguran seperti ini berlaku pada wakti-waktu dimana kegiatan bercocok tanam sedang menurun kesibukannya. Dengan demikian, jenis pengangguran ini terjadi untuk sementara waktu saja.

 Setengah Pengangguran, kelebihan penduduk disektor pertanian di Negara-negara berkembang menimbulkan percepatan dalam proses urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota dengan tujuan untuk mencari pekerjaan dikota. Sebagai akibatnya, tidak semua orang yang berpindah memperoleh pekerjaan sehingga mereka harus menganggur dalam waktu yang cukup lama. Diaamping itu, ada pula yang mendapatkan pekerjaan, tetapi jam kerjanya jauh lebih rendah dari jumlah jam kerja yang seharusnya dilakukan seseorang dalam kurun waktu tertentu (harian, mingguan atau musiman). Inilah yang disebut setengah pengangguran (Underemployment).


(42)

Edgar Edward (Todaro,2000:244-245) membedakan jenis pengangguran sebagai berikut :

Pengangguran terbuka (Open Unemployment) adalah mereka yang benar-benar sedang tidak bekerja, baik secara suka rela (orang-orang yang sebenarnya bisa saja memperoleh suatu pekerjaan permanen, namun karena alasan tertentu mereka tidak mau memanfaatkan kesempatan kerja yang tersedia), maupun karena terpaksa (mereka yang sesungguhnya sangat ingin bekerja secara permanen namun tak kunjung mendapatkannya).

Setengah Penganggur (Underemployment) adalah para pekerja yang jumlah jam kerjanya lebih sedikit dari yang sebenarnya mereka inginkan(sebagian besar bekerja hanya secara harian, mingguan, musiman).

Mereka yang 40ector bekerja, tetapi sebenarnya kurang produktif (The visibly Active, But,Underutilized) adalah mereka yang tidak digolongkan dalam pengangguran terbuka atau terselubung, namun bekerja dibawah standar produktfitas optimal.

 Mereka yang memang tidak mampu bekerja secara penuh, misalnya penyandang cacat, sebenarnya ingin bekerja secara penuh, tetapi hasratnya terbentuk pada kondisi fisik yang lemah dan tidak memungkinkan.

 Mereka yang tidak produktif, yaitu mereka yang sesungguhnya memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan produktif, akan tetapi mereka tidak memiliki sumberdaya komplemen yang memadai untuk menghasilkan output, yang mereka miliki hanya tenaga, sehingga meskipun mereka sudah bekerja keras hasilnya tetap saja tidak memadai.

4. Dampak Pengangguran 1. Terhadap Perekonomian


(43)

Tingkat pengangguran yang relative tinggi tidak memungkinkan masyarakat mencapai pertumbuhan ekonomi yang mantap. Akibat-akibat buruk pengangguran terhadap perekonomian adalah:

a. Penagangguran menyebabkan pendapatan nasional yang sebenarnya dicapai (actual output) adalah lebih rendah dari pendapatan nasional potensial (potential output). b. Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak (Taxe Revenue) pemerintah

berkurang.

c. Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Pengangguran menimbulkan dua akibat buruk pada kegiatan 41ector swasta. Pertama, pengangguran tenaga kerja diikuti kelebihan kapasitas mesin-mesin perusahaan. Keadaan ini jelas tidak akan mendorong perusahaan untuk melakukan investasi dimasa yang akan datang. Kedua, pengangguran yang diakibatkan kelesuan kegiatan perusahaan menyebabkan keuntungan berkurang. Keuntungan yang rendah mengurangi keinginan perusahaan untuk melakukan investasi.

2. Terhadap Individu dan Masyarakat

Pengangguran dapat juga membawa beberapa akibat buruk terhadap individu dan masyarakat, sebagai berikut :

a. Pengangguran menyebabkan kehilangan mata pencaharian dan pendapatan.

b. Pengangguran dapat menyebabkan kehilangan keterampilan. Pengangguran dalam kurun waktu yang lama akan menyebabkan tingkat keterampilan pekerja menjadi semakin merosot.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah Tingkat Inflasi, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing ( PMA) serta pengaruhnya terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Sumatera Utara selama kurun waktu 1989 – 2008.

B. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series yang bersifat kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka. Sumber data adalah diperoleh dari Bank Indonesia (BI) Kantor Cabang Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS) , Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan kurun waktu 1989 sampai 2008 serta bahan-bahan kepustakaan berupa bacaan yang berhubungan dengan penelitian, juga berbagai situs yang berhubungan dengan penelitian.

C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan pencatatan langsung dari berbagai bahan kepustakaan seperti tulisan ilmiah, jurnal, artikel, laporan dan sebagainya.

D. Pengolahan Data

Penulis menggunakan program E-views 5.1 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.


(45)

Dalam menganalisis besarnya pengaruh 43ector43e independen terhadap 43ector43e dependen, penelitian ini menggunakan alat analisa ekonometrik yaitu meregresikan 43ector43e-variabel yang ada dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) atau Metode Kuadrat Terkecil Biasa.

Fungsi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y=f(X1,X2,X3) ··· (1)

Dengan spesifikasi model ekonometrika :

Y = ∝ + β1X1 + β2X2 + β3X3 +µ ··· (2)

Dimana:

Y = Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja (Juta jiwa)

∝ = Intercept(konstanta)

2 1,β

β ,β3 = Koefisien Regresi

X1 = Tingkat Inflasi (dalam persen)

X2 = Tingkat PMDN (dalam rupiah)

X3 = Tingkat PMA (dalam US$)

µ = Kesalahan Pengganggu (term of error) Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut:

, 0 1

< ∂∂X

Y

artinya jika terjadi kenaikan pada X1 (tingkat inflasi) maka Y (Jumlah penyerapan

tenaga kerja) akan mengalami penurunan, ceteris paribus.

, 0 2

> ∂∂X

Y

artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (Penanaman Modal Dalam Negeri) maka Y

(Jumlah penyerapan tenaga kerja) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

, 0 3

> ∂∂X

Y

artinya jika terjadi kenaikan pada X3 (Penanaman Modal Asing) maka Y (Jumlah


(46)

F. Test Of Goodness Fit (Uji Kesesuaian)

Kegunaan uji kesesuaian ini adalah untuk menentukan seberapa tepat frekuensi yang teramati cocok dengan frekuensi yang diharapkan. Untuk melihat goodness of fit dari hipotesis tersebut maka perlu dilakukan uji sebagai berikut yaitu :

1. Koefisien Determinasi (R-square)

Koefisien Determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variasi variabel-variabel independen secara bersama mampu memberi penjelasan terhadap variasi variabel dependen.. Nilai R2 adalah (0≤R2≥1).

2. Uji F-statistik (Uji Serempak)

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh seluruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:

Ho : b1=b2=b3 ... bn = 0 (tidak ada pengaruh) Ha : b1≠b2≠b3……….bn ≠ 0 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai hitung dengan tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

) ( / ) 1 ( 1 / 2 2 k n R k R hitung F − − − = − Dimana:

R2 = koefisien determinasi

K = jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan n = jumlah sampel


(47)

3. Uji t-statistik (Uji Partial)

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

b bi Ha

b bi Ho

≠ = : :

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel xi terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:

Sbi b bi hitung

t− =( − )

Dimana:

bi = Koefisien variabel independen ke-i b = Nilai hipotesis nol

Sbi =Simpangan baku dari variabel independen ke-i

G. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Uji penyimpangan asumsi klasik dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, multikolinearity dan heteroskedastisitas dalam estimasi karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut maka uji t dan uji f yang dilakukan sebelumnya tidak valid dan secara 45ector45e45 mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.


(48)

1. Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi 46ector46e independen diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R-square, F-hitung, t-hitung dan standard error.

Ciri khas multikolinearity ditandai dengan: a) R2 nya tinggi

b) Standard errornya tidak terhingga

c) Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori

d) Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada ∝ = 5%, ∝ = 10%, ∝ = 1%

2. Autokorelasi

Istilah autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menerut waktu (seperti dalam data deretan waktu) atau ruang (seperti dalam data cross section), atau korelasi pada dirinya sendiri. Autokorelasi terjadi bila Term of error (µ) dari periode waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa term of error berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila:

Variabel (ei.ej) ≠ 0 untuk I ≠ j, dalam hal ini dapat dikatakan memiliki masalah autokorelasi.

Faktor-faktor yang menyebabkan autokorelasi : a. Spatial auto korelation

Biasanya terjadi pada data cross section. Flukruasi atau perubahan aktifitas kegiatan ekonomi dari suatu daerah akan mempengaruhi kegiatan ekonomi daerah terdekat karena ada keterkaitan ekonomi antara daerah tersebut.


(49)

Hal ini sering terjadi pada time series data, yaitu faktor bencana alam dan faktor lain yang sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi sehingga akan terasa pada peride berikutnya.

c. Inersia (Psychological conditioning)

Yaitu tindakan-tindakan atau pengaruh masa lalu yang akan masih mengganggu kegiatan atau aktifitas selanjutnya misalnya peningkatan suku bunga, pajak dan lain-lain.

d. Manipulasi data

yaitu adanya interpolasi data atau penambahan data. e. Bias spesifikasi

Hal ini terjadi karena tidak disertakannya variabel independen yang berhubungan dimana variabel independen tersebut sebenarnya turut mempengaruhi variabel dependen.

Adapun cara yang digunakan untuk mengetahui keberadaan autokorelasi yaitu:

3. Dengan memplot grafik

4. Dengan Durbin-Watson (D-W Test)

t e et et hit D 2 2 )) 1 ( ( Σ − − Σ = −

Dengan hipotesis sebagai berikut:

Ho : ρ=0, artinya tidak ada autokorelasi. Ha : ρ ≠0, artinya ada autokorelasi.

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai ∝.


(50)

Hipotesis yang digunakan adalah: Inconclusive

Autokorelasi (+) Autokorelasi (-)

Ho diterima

(No serial correlation)

dl du 4-du 4-dl

Gambar 3.1 Kurva Durbin-Watson

Dimana:

Ho diterima : tidak ada autokorelasi

dw < dl : tolak Ho (ada korelasi positif) dw > 4-dl : tolak Ho (ada korelasi negatif) du < dw < 4-du : terima Ho (tidak ada autokorelasi)

dl ≤ dw ≤ du : pengujian tidak dapat disimpulkan (inconclusive) (4-du) ≤ dw ≤ (4-dl) : pengujian tidak dapat disimpulkan (inconclusive)

H. Defenisi Operasional

1. Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga-harga barang secara umum dan terus menerus dan diukur dengan persen.

2. Penanaman Modal Dalam Negeri(PMDN) adalah Penggunaan modal masyarakat dalam negeri yang diinvestasikan pada berbagai sektor (juta rupiah).


(51)

3. Penanaman Modal Asing (PMA) adalah penggunaan modal yang berasal dari luar negeri yang digunakan untuk pembiayaan usaha dalam negeri( juta rupiah ).

4. Tenaga kerja adalah orang atau total penduduk yang bekerja pada suatu wilayah tertentu ( juta jiwa ).


(52)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara

A.1 Kondisi Geografis

Propinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1º- 4º Lintang Utara dan 98º- 100º Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebelah timur dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan propinsi Riau dan Sumatera Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Luas daratan propinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km², sebagian besar berada di daratan pulau sumatera, dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, Pulau-Pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik dibagian barat maupun bagian timur pantai pulau sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupaten/kota di sumatera utara. Luas daerah terbesar adalah kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas 12.163,65 km² atau 16,97% diikuti kabupaten Labuhan Batu dengan luas 9.223,18km² atau 12,87% kemudian diikuti kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 km² atau sekitar 9,23%, kabupaten Tapanuli Utara 3.800,31 km² atau sekitar 4,79%. Sedangkan luas daerah terkecil adalah kota Sibolga dengan luas 10,77 km² atau sekitar 0,02% dari total luas wilayah sumatera utara. Berdasarkan kondisi letak dan kondisi alam , Sumatera Utara dibagi dalam tiga(3) kelompok wilayah yaitu Pantai Barat, Dataran tinggi dan Pantai Timur.

A.2 Iklim

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, propinsi sumatera utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan propinsi sumatera utara sangat


(53)

bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter diatas permukaan air laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 34,2ºC, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 13,4ºC.

Sebagaimana propinsi lainnya di Indonesia, Propinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musum kemarau biasanya terjadi pada bulan juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan maret, diantara kedua musim ini diselingi oleh musim Pancaroba.

A.3 Kondisi Demografi

Sumatera Utara merupakan propinsi keempat yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Menurut hasil pencacahan lengkap Sensus Penduduk (SP) tahun 2000, penduduk Sumatera Utara pada tanggal 30 juni 2000 (hari sensus) berjumlah 11, 51 juta jiwa. Pada bulan april tahun 2003 dilakukan pendaftaran pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan (P4B). Dari hasil pendaftaran tersebut diperoleh jumlah penduduk sebesar 11.890.399 jiwa. Selanjutnya dari hasil estimasi jumlah penduduk keadaan penduduk juni 2006 diperkirakan sebesar 12.643.494 jiwa. Kepadatan penduduk Sumatera Utara tahun 1990 adalah 143 jiwa per km² dan tahun 2006 meningkat menjadi 176 jiwa per km². laju pertumbuhan penduduk sumatera utara selama kurun waktu tahun 1990-2000 adalah 1,20 % per tahun dan pada tahun 2000-2005 menjadi 1,37% per tahun. dan laju pertumbuhan penduduk tahun 2005-2006 mencapai 1,57%.

Penduduk laki-laki di Sumatera utara sedikit lebih banyak dari perempuan. Pada tahun 2006 penduduk sumatera utara yang berjenis kelamin perempuan berjumlah sekitar 6.318.990 jiwa dan penduduk laki-laki sebesar 6.324.504 jiwa. Dengan demikian, sex ratio penduduk sumatera utara sebesar 100,09 persen. penduduk Sumatera Utara masih lebih banyak tinggal didaerah pedesaan daripada daerah perkotaan. Jumlah penduduk Sumatera Utara yang tinggal


(54)

di pedesaan adalah 6,94 juta jiwa (54,89%) dan yang tinggal didaerah perkotaan sebesar 5,70 juta jiwa (45,11%).

Jumlah penduduk miskin Sumatera Utara mengalami turun naik dari tahun 1993-2006. Jumlah penduduk miskin tahun 1993 sebesar 1,33 juta jiwa atau sebesar 12,31% dari total seluruh penduduk Sumatera Utara. Tahun 1996 jumlah penduduk Sumatera Utara yang tergolong miskin hanya 1,23 juta jiwa dengan persentase sebesar 10,92 persen. Namun karena terjadinya krisis moneter secara global termasuk Sumatera Utara, penduduk miskin di Sumatera Utara tahun 1999 meningkat menjadi 16,74 persen dari total penduduk Sumatera Utara yaitu sebanyak 1,97 juta jiwa. Pada tahun 2003 terjadi penurunan penduduk miskin baik secara absolute maupun persenatse, yaitu menjadi 1,89 juya jiwa atau sekitar 15,89%. Sedangkan tahun 2004 jumlah dan persentase turun menjadi 1,80 juta jiwa atau sekitar 14,93%, kemudian pada tahun 2005 penduduk miskin turun menjadi 1,76 juta jiwa atau 14,28%.Namun akibat dampak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada maret dan oktober 2005 penduduk miskin tahun 2006 meningkat menjadi 1,98 juta jiwa atau sekitar 15,66%.

A.4 Potensi Wilayah

Wilayah Propinsi Sumatera Utara memiliki potensi lahan yang luas dan subur untuk dikembangkan menjadi areal pertanian untuk menunjang pertumbuhan industri. Laut, danau dan sungai merupakan potensi perikanan dan perhubungan, sedangkan keindahan alam daerah merupakan potensi energik untuk pengembangan industi pariwisata.

Dalam wilayah Sumatera Utara terkandung bahan galian dan tambang seperti kapur, belerang, pasir kuarsa, kaolin, emas, batubara, minyak dan gas bumi. Kegiatan perekonomian terpenting sumatera utara adalah pada sektor pertanian yang menghasilkan bahan pangan dan budi daya ekspor dari perkebunan, tanam pangan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Sedangkan industri yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri pengolahan yang


(55)

menunjang sektor pertanian, industri yang memproduksi barang-barang kebutuhan dalam negeri dan ekspor, meliputi industri logam dasar, aneka industri kimia dasar, industri kecil dan kerajinan.

Posisi strategis wilyah sumatera utara dalam jalur perdagangan internasional, ditujang oleh adanya pelabuhan udara, dan laut yaitu pelabuhan udara Polonia, Pinangsori, Binaka, Aek Godang, pelabuhan laut Belawan, Sibolga, Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Teluk Nibung, Kuala Tanjung dan Labuhan Bilik. Disambing fasilitas pelabuhan ini, sektor jasa berkaitan dengan fasilitas perbankan dan jasa perdagangan lainnya serta komunikasi seperti telepon, teleks, faximile, pos dan giro telah cukup berkembang dan mampu mencapai sebagian besar wilayah sumatera utara.

Kota Medan sebagai ibu kota propinsi daerah tingkat I Sumatera Utara, disamping merupakan salah satu pusat pengembangan wilayah sumatera utara sekaligus juga merupakan pusat pengembangan wilayah pembangunan kelompok Sumatera, memiliki fasilitas komunikasi, perbankan, dan jasa-jasa perdagangan lainnya yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya.

Di Sumatera Utara juga terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian seperti perguruan tinggi, balai penelitian, dan balai latihan kerja yang mampu membentuk tenaga pembangunan yang terdidik dan terampil serta hasil-hasil penelitian yang bermanfaat bagi pembangunan daerah.

B. Perkembangan Ekonomi Sumatera Utara

B.1 Perkembangan Inflasi

Perkembangan suatu daerah dapat dilihat dari kenaikan harga-harga barang dan jasa (Inflasi) di daerah tersebut. Pada dasarnya Inflasi berkaitan dengan fenomena interaksi permintaan dan penawaran. Namun dalam kenyataan tidak terlepas dari faktor-faktor lainnya seperti tataniaga dan kelancaran dalam arus lalu lintas barang serta peranan kebijakan pemerintah.


(56)

Tingkat Inflasi yang sangat tinggi jelas merupakan hal yang sangat merugikan perekonomian suatu Negara. Disamping memperkecil nilai riil dari pendapatan juga akan memperlambat perkembangan produksi yang akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Inflasi di Sumatera Utara mengalami fluktuasi. Pada tahun 1992 inflasi Sumatera Utara turun menjadi 5,42% dari tahun sebelumnya (1991) sebesar 7,95% dan pada tahun 1993 inflasi kembali naik menjadi 10,67%. Penurunan perlahan terjadi pada tahun 1994 dan 1995 walaupun tingkat inflasi masih tinggi yakni 7,68% dan 7,61%. Sejak krisis moneter memporakporandakan perekonomian bangsa Indonesia mulai tahun 1997, inflasi sumatera utara naik menjadi 14,49% dan puncaknya pada tahun 1998 setelah kejadian lengsernya Presiden Soeharto sehingga keamanan di Indonesia termasuk Sumatera Utara menjadi sedikit terganggu sehingga mengakibatkan meroketnya inflasi hingga 83,56% melebihi tingkat inflasi nasional sebesar 77,63%.

Seiring dengan membaiknya perekonomian, laju inflasi di Sumatera Utara juga cukup rendah. Inflasi tahun 2003 sebesar 4,23% lebih rendah dari pada tahun sebelumnya(2002) yang sebesar 9,59%. Berikut ini dapat kita lihat perkembangan inflasi di Sumatera Utara dari tahun 1989-2008.


(1)

masyarakat seperti melonjaknya harga kebutuhan pokok akibat inflasi yang tak

terkendali.

e.

Semua kalangan masyarakat Indonesia harus mencitrakan budaya yang positif

sehingga Investor asing semakin tertarik menanamkan modalnya sehingga mampu

meyerap tenaga kerja di Indonesia khususnya Sumatera Utara.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Afrida, Ms. 2003. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta. Ghalia Indonesia

Badan Pusat Statistik (BPS). Sumatera Utara Dalam Angka. Beberapa Tahun Penerbit.

Elfindri,Nasri bachtiar.2004. Ekonomi Ketenagakerjaan.Padang : Universitas Andalas.

Gujarati, Damodar N.2007. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta : Erlangga.

Kasmir,SE.2000. Bank dan Lembag keuangan Lainnya. Jakarta : PT. Raja Grafindo persada.

Nanga, Muana.2001. Teori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta : PT. Raja Grafindo persada.

Nakhrowi, Jalal.2002. Penggunaan Teknik Ekonometrika.Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada.

Todaro, Michael.2000. Pembangunan Ekonomi. Bumi Aksara. Jakarta.

Subri, Mulyadi.2003. Sumber Daya Manusia.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Umar, Husein.2000. Metode Penelitian untuk Skripsi dan tesis.Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Widjaya, Ray I.G.2005. Penanaman Modal.Jakarta : PT. Pradnya Paramita.


(3)

LAMPIRAN I

Tahun

Jumlah

Tenaga

Kerja(Jiwa)

Inflasi

(%)

PMDN (Juta

Rupiah)

PMA (000

US$)

1989

4.138.792

7,94

139.581.94

9.492,54

1990

3.820.329

7,56

250.409,60

31.018,71

1991

4.726.201

8,99

227.071,03

16.051,30

1992

4.099.809

4,56

118.243,37

89.349,00

1993

4.193.152

9,75

441.531,49

55.661,97

1994

4.318.993

8.28

309.781,99

57.954,26

1995

4.493.198

7,24

316.447,01

88.850,04

1996

4.573.651

8,70

243.353,07

61.589,05

1997

4.642.766

13,10

469.005,44

47.869,31

1998

4.855.296

83,56

80.063,68

83.810,93

1999

5.037.500

1,37

110.627,34

64.087,82

2000

4.947.539

5,73

118.277,75

85.876,00

2001

4.977.323

14,79

501.744,66

41.782,31

2002

4.928.353

9,59

836.694,72

10.382,57

2003

4.835.793

4,23

471.555,93

89.450,26

2004

4.756.078

6,80

683.450,46

95.764,98

2005

5.166.132

22,41

599.400,64

107.202,54

2006

4.859.647

6,11

797.259,80

233.912,91

2007

5.082.797

6,60

392.816,80

230.203,52

2008

5.540.263

10,72

391.333,72

255.176,02

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2008


(4)

LAMPIRAN II

Hasil Regressi linear Tenaga Kerja Sebagai Variabel Dependen Dependent Variable: TENAGAKERJA

Method: Least Squares Date: 08/11/10 Time: 16:41 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 4218554. 194999.4 21.63368 0.0000

INFLASI -5035.085 4903.542 -1.026826 0.3198

PMDN 0.436729 0.384882 1.134710 0.2732

PMA 2.904496 1.196677 2.427134 0.0274

R-squared 0.874860 Mean dependent var 4699681.

Adjusted R-squared 0.757646 S.D. dependent var 420465.6

S.E. of regression 362273.1 Akaike info criterion 28.61504

Sum squared resid 2.10E+12 Schwarz criterion 28.81419

Log likelihood -282.1504 F-statistic 5.198082


(5)

LAMPIRAN III

HASIL REGRESSI ANTARA VARIABEL BEBAS

Dependent Variable: INFLASI Method: Least Squares Date: 08/11/10 Time: 20:46 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 17.90732 8.611708 2.079415 0.0530

PMDN -1.60E-05 1.86E-05 -0.857884 0.4029

PMA 5.57E-06 5.92E-05 0.094137 0.9261

R-squared 0.042255 Mean dependent var 12.40150

Adjusted R-squared -0.070420 S.D. dependent var 17.31907

S.E. of regression 17.91850 Akaike info criterion 8.747026

Sum squared resid 5458.237 Schwarz criterion 8.896386

Log likelihood -84.47026 F-statistic 0.375018

Durbin-Watson stat 2.174313 Prob(F-statistic) 0.692823

Dependent Variable: PMDN Method: Least Squares Date: 08/11/10 Time: 20:47 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 340719.0 90943.56 3.746489 0.0016

INFLASI -2595.279 3025.209 -0.857884 0.4029

PMA 0.756473 0.731434 1.034233 0.3155

R-squared 0.098480 Mean dependent var 374932.5

Adjusted R-squared -0.007582 S.D. dependent var 227428.2

S.E. of regression 228288.7 Akaike info criterion 27.65209

Sum squared resid 8.86E+11 Schwarz criterion 27.80145

Log likelihood -273.5209 F-statistic 0.928517

Durbin-Watson stat 1.190103 Prob(F-statistic) 0.414278


(6)

Dependent Variable: PMA Method: Least Squares Date: 08/11/10 Time: 20:48 Sample: 1989 2008

Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 57275.28 36999.59 1.547998 0.1400

INFLASI 93.53082 993.5629 0.094137 0.9261

PMDN 0.078252 0.075662 1.034233 0.3155

R-squared 0.059941 Mean dependent var 87774.30

Adjusted R-squared -0.050654 S.D. dependent var 71631.62

S.E. of regression 73423.43 Akaike info criterion 25.38335

Sum squared resid 9.16E+10 Schwarz criterion 25.53271

Log likelihood -250.8335 F-statistic 0.541986