PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK (Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung)

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

(Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung)

Oleh

ANDRE PEBRIAN PERDANA

Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural seharusnya diterapkan dengan prinsip-prinsip good governance, tetapi pada praktiknya masih didominasi oleh berbagai kepentingan politik, kekerabatan dan adanya intervensi dari luar sistem organisasi pemerintahan. Rumusan masalah penelitian ini adalah: “Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung?”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung.

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Data selanjutnya dianalisis secara kualitatif melalui tahapan reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan.


(2)

yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung belum optimal diterapkan. Proses pengangkatan pejabat belum transparan karena proses pengusulan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), usulan pribadi maupun usul dari Tim Baperjakat sendiri sampai dengan penandatanganan Surat Keputusan merupakan rahasia langsung yang tidak disebarluaskan kepada pihak atau media lain. Hal ini baru diketahui setelah adanya pelantikan pejabat struktural eselon II namun tidak diterapkannya orang-orang tertentu ke dalam suatu jabatan struktural eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung. Proses Pengangkatan pejabat struktural eselon II juga belum mengacu pada aturan hukum perundang-undangan kepegawaian yang berlaku atau belum didasarkan pada supermasi hukum. Prinsip partisipasi masih belum optimal sebab masih ada melibatkan pihak-pihak di luar Baperjakat yang merekomendasikan calon pejabat tertentu.

Kata Kunci: Pengangkatan Pejabat, Promosi Jabatan, Tata Kelola Pemerintahan yang Baik


(3)

ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF GOOD GOVERNANCE PRINCIPLES (Case Studies in Structural Echelon II Appointment Process

of Bandar Lampung Governments) Oleh

ANDRE PEBRIAN PERDANA

Appointment of civil servants in the structural positions should be applied to the principles of good governance, but in practice it is still dominated by various political interests, kinship and the intervention of any outside organization system of government. Formulation of the problem of this research is: "How is implementation of good governance principles on Structural Echelon II Appointment Process of Bandar Lampung Governments?”

The purpose of this research is to analyze the implementation of good governance principles on Structural Echelon II Appointment Process of Bandar Lampung Governments.

This study used a qualitative research type. Data was collected by interview and documentation. Data were then analyzed qualitatively through the stages of data reduction, data display and conclusion.


(4)

Governments is not optimal applied. Appointments process is not transparent because the nomination process of the regional work units, personal proposal and the proposal of its own Council of Positions and Consideration team up with the signing of the Decree is a secret that is not directly distributed to parties or other media. It was discovered after the official inauguration of echelon II but not the application of certain people in an office environment echelon II on Bandar Lampung. Appointment process echelon II officials did not comply with the rules of employment law legislation applicable or not based on the supremacy of law. The principle of participation is still not optimal because they involve parties outside of Council of Positions and Consideration which recommends candidates for elected officials.


(5)

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

(Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung)

(Tesis)

Oleh

ANDRE PEBRIAN PERDANA NPM 1226021020

MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(6)

(7)

(8)

(9)

DAFTAR ISI

I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Kegunaan Penelitian ... 11

II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Tinjauan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik ... 12

1. Konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Baik ... 12

2. Pilar Tata Kelola Pemerintahan yang Baik ... 14

B. Tinjauan Birokrasi dan Aparatur Pemerintah ... 22

C. Tinjauan Manajemen Kepegawaian Daerah dalam Konteks Otonomi Daerah ... 30

D. Tinjauan Pengangkatan Pejabat Struktural ... 31

1. Promosi dalam Birokrasi ... 31

2. Dasar Hukum Aturam Tentang Pengangkatan Pejabat Struktural... 35

E. Tinjauan Jabatan Struktural dan Eselonering ... 36

1. Konsep Jabatan Struktural ... 36

2. Konsep Eselon ... 39

F. Pembentukan Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Tim Baeperjakat) Pemerintah Kota Bandar Lampung ... 40

G. Kerangka Pikir ... 41

III METODE PENELITIAN ... 45

A. Tipe dan Pendekatan Penelitian ... 45

B. Lokasi Penelitian ... 46

C. Fokus Penelitian ... 47


(10)

G. Teknik Analisa Data ... 53

H. Teknik Keabsahan (Validitas) Data ... 56

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 57

A. Kedudukan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kota Bandar Lampung ... 57

B. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kota Bandar Lampung ... 58

C. Susunan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kota Bandar Lampung ... 59

V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Proses Pengangkatan Struktural Eselon II di Lingkungan Kota Bandar Lampung ... 63

1. Prinsip Transparansi ... 63

2. Prinsip Partisipasi ... 71

3. Prinsip Akuntabilitas ... 84

4. Prinsip Supremasi Hukum ... 92

VI SIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 106


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Skema Kerangka Pikir... 44 2. Pola/Mekanisme Penetrasi Politik... 67


(12)

i

MOTTO

Dalam sebuah perjalanan, jangan pernah takutkan

rintangan yang ada, tapi khawatirkan persiapan yang kau

punya untuk menghadapi rintangan tersebut (Andre

Pebrian P.).

Usaha tak akan pernah sampai jika hanya memiliki

keyakinan saja (Andre Pebrian P.).

Berani bermimpi, berani mencoba berani mencari

kesuksesan. (Andre Pebrian P.

Ligtning never strikes again and the same place never ask

what you will take but what you can give. (Andre Pebrian

P.).

Jangan takut gagal sebelum mencoba, jangan takut jatuh

sebelum melangkah. Kesuksesan selalu milik kita yang

berani mencoba. (Andre Pebrian P.).


(13)

i

RIWAYAT HIDUP

Dengan karunia Allah SWT peneliti dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 2 Februari 1989, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari ayah yang bernama H. Ali Husnan, S.H dan ibu yang bernama Hj. Dra. Mey Sriyani.

Peneliti menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak TK Persit pada tahun 1991, menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) Kartika II/5 Persit Bandar Lampung pada tahun 2001, menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2004, kemudian menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2007. Kemudian pada tahun 2007 peneliti melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Lampung dan lulus pada tahun 2012 dengan predikat memuaskan.

Selama menjalani perkuliahan S1, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, Penulis merupakan anggota kepengurusan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ilmu Pemerintahan, Koordinator Bidang Kajian Lingkar Studi Sosial Politik (LSSP) Cendekia, anggota kepengurusan Badan Eksklusif Mahasiswa Fakultas FISIP periode 2008-2009, 2009-2010, Kepala Biro Humas Laboratorium Politik dan Otonomi Daerah Ilmu Pemerintahan tahun 2010.


(14)

i

Persembahan

Karya ini kupersembahkan sebagai tanda hormat dan baktiku kepada Ayah dan ibuku tercinta yang selalu mendoakan dengan penuh kasih sayang, ketulusan, serta pengorbanan untuk selalu memberikan yang terbaik bagi peneliti dalam

mencapai kesuksesan.

Adikku Bella Annisa Shakina, dan Keluarga Besar

Istri dan Anak-anakku kelak..

Semua pihak yang senantiasa mendoakan kebaikan untukku


(15)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya semata maka penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul: Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung). Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian Tesis ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan masukan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung.

2. Bapak Hi. Drs. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

3. Ibu Dr. Ari Darmastuti, M.A., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

4. Bapak Dr. Dedy Hermawan, M.Si., selaku Pembimbing I Tesis, yang telah banyak memberikan masukan, pendapat dan saran dalam penyusunan dan penyelesaian Tesis.


(16)

ii penyelesaian Tesis.

6. Ibu Dr. Syarief Makhya, M.Si., selaku Penguji Tesis, yang telah banyak memberikan masukan, pendapat dan saran dalam perbaikan Tesis.

7. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan

8. Kepada kedua orangtuaku tercinta Ayah H. Ali Husnan SH. Dan Mama Hj. Dra. Mey Sriyani yang sejak peneliti kecil hingga sekarang selalu sabar dan senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materil, (Aku tidak akan pernah mengecewakan kalian berdua).

9. Kepada Nenek tercinta, Om Anton, Om Beb, Makcie, Encis, Pakcie, Om Agus, Tante Nova, dan seluruh Keluarga Besar Lahat, Lampung Barat, dan Palembang. 10.Kepada Sepupu-Sepupu yang selalu memberikan keceriaan dalam keluarga ini

Gerry, Redo, Dio, Bima, Astri, Adit, Kiki Gendut dan sepupu tercinta di Palembang.

11.Kepada Adik semata wayang yang selalu buat ulah di rumah Bella Annisa Shakina, nama nya udah berat, jadi tanggung jawab nya besar ini.

12.Rekan-rekan MIP 2012 Bagus, Hinfa, Bang Dian, Mbak Naniek, Mbak Maulida, Mbak Lucy, Mbak Oca, dan lain-lain

13.Crew Makmano Makitu Sigit, Iqbal, Rama "Ongok", Bang Don dan teman-teman IPA 4 lainnya.


(17)

iii

15.Kepada Wanita tercinta yang selalu ada disamping saat dulu skripsi sampai tesis saat ini dalam proses hingga selesai Revina Mariska Windiastry.

16.Kepada Calon Istriku kelak siapapun itu yang mungkin nanti akan membaca tesis ini.

17.Serta pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

18.Kemudian yang terakhir di sini peneliti sangat berterimakasih sekali kepada semua benda mati yang telah rela dibanting, dilempar demi selesainya Tesis ini.

Semoga kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan berupa kebaikan yang lebih besar dari sisi Allah SWT dan akhirnya penulis berharap bahwa Tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amiin.

Bandar Lampung, Mei 2015 Penulis


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di Pemerintah Pusat ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik (demokrasi lokal) di Pemerintah Daerah. Pemerintahan semacam ini memberikan keleluasaan kepada daerah

dalam wujud “Otonomi Daerah” yang luas dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan keadilan serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah.

Pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke IV menegaskan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Demi perwujudan tujuan tersebut jelas diperlukan aparatur-aparatur yang tangguh, berwibawa serta berwawasan luas yang dapat berkompentensi dan memiliki dedikasi tinggi pada Pancasila dan


(19)

Undang Undang Dasar 1945. Salah satu aparatur negara yang memiliki keberadaan sentral dalam membawa kebijaksaan-kebijaksanaan atau peraturan- peraturan pemerintah guna terlaksananya tujuan nasional yaitu Pegawai Negeri Sipil atau lebih dikenal dengan istilah PNS.

PNS sebagai sumber daya manusia yang bertugas dalam melayani kepentingan publik memiliki andil dalam merealisasikan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Terselenggaranya pembangunan nasional sangat tergantung pada kemampuan dan kesempurnaan aparatur negara yang pada pokoknya tergantung juga dari kesempurnaan Pegawai Negeri. Maka dari itu PNS sudah semestinya memiliki kualitas yang baik agar mampu menjalankan tugasnya secara profesional, adil, bertanggung jawab, tepat dan benar. Maka dari itu manajemen PNS diarahkan guna menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan yang berdaya guna dan berhasil guna. Manajemen PNS merupakan keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme, penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian.

Menurut Sondang P. Siagian (1992:194):

Kemajuan dalam karir seseorang tidak akan terjadi dengan sendirinya karena karir perlu direncakanan dan dikembangkan. Berdasarkan pengalaman menunjukan bahwa tanggung jawab untuk merencakan dan mengembangkan karir seorang pegawai berada pada pundak tiga pihak, yaitu pegawai yang bersangkutan sendiri, atasan langsung, dan petugas atau pejabat dari satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia dalam organisasi.


(20)

Pengangkatan PNS dalam jabatan merupakan salah satu bagian dari kebijaksanaan dalam manajemen PNS. Mengenai Pengangkatan PNS diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dimana di dalamnya menyebutkan bahwa pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan. Pada penjelasan lebih lanjut, jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam suatu jabatan dalam suatu organisasi negara. Pada pengangkatan dalam jabatan dikenal dengan adanya istilah jabatan karier. Jabatan karier merupakan jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki oleh PNS setelah memenuhi syarat yang ditentukan.

Selanjutnya Jabatan Struktural merupakan kedudukan yang menujukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang PNS dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara. Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural antara lain dimaksudkan untuk membina karier PNS dalam jabatan struktural dan kepangkatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural seseorang harus berstatur sebagai PNS, Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural.


(21)

Mengenai penetapan jabatan struktural, jabatan struktural Eselon I pada instansi pusat ditetapkan oleh presiden atas usul pimpinan instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, sedangkan jabatan struktural eselon II kebawah pada instansi pusat ditetapkan oleh pimpinan instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab dibidang pendayagunaan aparatur negara.

Untuk jabatan struktural eselon I kebawah di Propinsi dan jabatan struktural eselon II kebawah di Kabupaten / Kota ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai tata cara ketentuan pengangkatan PNS dalam jabatan struktural telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan oleh pemerintah mengenai pengangkatan PNS dalam jabatan struktural yakni Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002, yang selanjutnya juga telah diterbitkannya Keputusan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor13 Tahun 2002.

Berbicara mengenai perihal pengangkatan PNS dalam jabatan struktural, selama ini tidak sedikit dijumpai seleksi pengangkatan PNS dalam jabatan struktural baik pada instansi pemerintah pusat maupun di daerah masih menyimpang dari aturan-aturan yang ditetapkan. Dalam aturannya pengangkatan PNS dalam jabatan struktural dilakukan dengan


(22)

mempertimbangkan faktor-faktor pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan seorang PNS sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun, akan tetapi dalam kenyataannya pengangkatan pejabat dalam jabatan struktural tidak hanya murni berdasarkan syarat-syarat atau ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun terkadang justru malah lebih ditentukan faktor-faktor di luar hal tersebut. Seperti dalam pengangkatan PNS dalam jabatan struktural ataupun penempatannya masih saja didominasi kepentingan politik, kerabat, keluarga dan lain sebagainya.

Hal ini dapat dikatakan bahwa dalam prakteknya pengangkatan pegawai dalam jabatan struktural sering tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam aturan perundang-undangan. Hal inilah yang sering menimbulkan masalah kepegawaian antara lain rasa tidak senang dengan pejabat yang diangkat karena merasa pengangkatan tersebut tidak adil. Rasa tidak senang ini seringkali berakibat menurunnya tingkat etos kerja dengan pejabat yang bersangkutan sehingga akhirnya pekerjaan yang menjadi tanggung jawab bersama antara pegawai yang bersangkutan dengan pejabat tersebut menjadi kurang baik hasilnya. Selain itu sering ada rasa kurang puas dari pegawai yang lain yang pada akhirnya berakibat pada menurunnya prestasi kerja pegawai.

Salah satu persoalan mendasar yang masih dihadapi oleh berbagai organisasi pemerintahan di Indonesia adalah penerapan prinsip-prinsip good governance dalam kebijakan penempatan aparatur dalam jabatan, terutama di level jabatan


(23)

struktural. Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penempatan jabatan struktural semakin penting disinergikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor13 Tahun 2003 tentang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS), mengenai syarat umum pengangkatan PNS. Realitas yang berkembang bahwa, penempatan aparatur dalam jabatan masih banyak yang tidak berpedoman kepada atau mengabaikan beberapa ketentuan pada kebijakan yang berlaku, atau belum sepenuhnya berpedoman kepada prinsip-prinsip good governance, kurang menerapkan job description dan job specification yang dipersyaratkan.

Menurut Tjokroaminoto (2000: 17):

Prinsip-prinsip good governance, adalah: partisipasi (participatory), aturan hukum (rule of law), transparansi (transparancy), responsif (responsive), berorientasi kesepakatan (consensus orientation), kesetaraan (equity), efektif dan efisien, akuntabilitas (accountability), tenggang gugat, dan visi strategis (strategic vision).

Selain itu dampak dari pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung dapat mewarnai pola-pola rekruitmen pejabat struktural terlepas dari peran dukungan masing-masing PNS dalam pemenangan salah satu calon Kepala Daerah dalam proses kompetensi Pilkada. Walaupun ada ketentuan tentang netralitas PNS dalam partai politik, namun dalam kenyataannya dilihat dari tingkat atau kecenderungannya ada beberapa PNS yang melakukan aksi untuk mendukung calon kepala daerah dalam pelaksanaan Pilkada. Tak dipungkiri ini sudah menjadi isu politis yang sudah diketahui banyak kalangan, dimana terdapat kenyataan di lapangan masing-masing kepala daerah memiliki tim sukses yang bergerak secara tidak langsung atau tim


(24)

sukses bayangan/tidak resmi/non formal yang antara lain adalah salah satunya PNS. Akhirnya terjadilah fenomena terdapat persaingan tidak sehat untuk meraih jabatan struktural dengan pendekatan politik kepada pihak –pihak yang telah berjasa dan memiliki akses langsung yang sangat erat dengan kepala daerah terpilih karena telah memberikan kontribusi terhadap pemenangan kepala daerah terpilih dalam pilkada. Para tim sukses pilkada dari jajaran PNS sudah barang tentu mendapat imbalan/kompensasi dari yang telah dilakukannya.

Aspek loyalitas kepada penguasa merupakan faktor yang menjadi urutan terdepan dalam menentukan calon pejabat struktural yang akan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu, bahkan yang lebih tidak kondusif lagi adalah munculnya pejabat struktural baru yang tampil karena kedekatan dengan lingkaran kekuasaan. Berdasarkan lima hal tersebut di atas jelas masih memperlihatkan adanya unsur-unsur kedekatan politis yang masih mewarnai proses pengangktan dalam jabatan struktural.

Selain itu dapat dilihat dari setelah diberlakukannya Keputusan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 yang menyebutkan bahwa persyaratan PNS untuk dapat diangkat hingga menduduki suatu jabatan struktural salah satunya adalah setiap pejabat yang diangkat dalam jabatan struktural haruslah memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, karena pada


(25)

hakikatnya kualifikasi dan tingkat pendidikan akan mendukung pelaksanaan tugas dalam jabatannya secara profesional, khususnya dalam upaya penerapan kerangka teori, analisis metodologi pelaksanaan tugas dalam jabatannya, akan tetapi pada kenyataan dilihat di lapangan masih ditemui kualifikasi dan tingkat pendidikan dalam pengangkatan dalam jabatan tidak sesuai dengan kebutuhan jabatan.

Pimpinan daerah atau oknum pengambil kebijakan seringkali sengaja memilih orang- orang yang disukai atau memiliki hubungan kedekatan/ kekerabatan dengannya untuk diangkat atau ditunjuk menempati suatu jabatan struktural strategis dengan mengabaikan prinsip job description dan job specification analyses. Sikap keputusan tersebut seringkali hanya dimaksudkan untuk melancarkan praktek kolusi dan nepotisme, termasuk kemungkinan melancarkan konspirasi bagi-bagi proyek dan perilaku korup.

Sikap keputusan yang demikian, tentunya sangat merugikan aparatur atau pejabat struktural lainnya, sebab hak-haknya untuk dipromosikan dan mengembangkan karier serta menduduki jabatan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, dengan mudah termentahkan oleh suatu keputusan yang bernuangsa politik transaksional dan selera - kepentingan pribadi oknum pengambil kebijakan atau keputusan. Implikasi luas pada pendistribusian SDM yang cenderung tidak didasarkan pada pendekatan profesionalisme, melainkan lebih dominan kepada pendapatan politik semata. Hal ini membawa kerugian yang sifatnya materi maupun immateri dalam organisasi birokrasi pemerintahan dan pribadi individu unsur-unsur SDM.


(26)

Implikasi lainnya bahwa kinerja organisasi pemerintahan daerah semakin tidak efektif akibat inefisiensi atau salah kelola dalam penataan SDM aparatur pada formasi jabatan yang ada. Ketidakefektivan tersebut akan menimbulkan kesulitan bagi perwujudan visi dan misi organisasi pemerintahan daerah, sedangkan inefisiensi akan menimbulkan kerugian pada pembengkakan anggaran untuk membiayai SDM yang tidak profesional, kerugian uang negara akibat ketidakcakapan aparatur mengelola keuangan daerah bahkan akan semakin berpotensi menimbulkan perilaku korup.

Seperti dalam pengangkatan dalam jabatan struktural pada Pemerintah Kota Bandar Lampung. Sampai saat sekarang ini masih ada ditemui PNS yang ditempatkan pada suatu jabatan pada instansi pemerintah yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan bidang ilmu yang dikuasai PNS yang bersangkutan. Padahal seharusnya PNS yang diangkat dalam jabatan struktural harus memiliki kualifikasi serta tingkat pendidikannya sesuai dengan jabatan yang diemban, sehingga nantinya tidak menimbulkan kesulitan baginya dalam melaksanakan tugas jabatannya, namun pada kenyataan pengangkatan dalam jabatan yang sesuai dengan disipilin ilmu atau kemampuan pejabat yang seharusnya menjadi persyaratan utama dalam pengangkatan pejabat strukutural menjadi persyaratan yang diabaikan. (Sumber: www.bandarlampungku.co.id/archive/2013/pengangkatan-pejabat-Kota-Bandar-Lampung.html/artikel)

Hal tersebut di atas seperti justru tidak sesuai dengan apa yang telah disyaratkan dalam Keputusan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun


(27)

2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Strukutural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 mengenai syarat untuk diangkat dalam jabatan strukutral.

Masalah-masalah di atas menjadi kendala struktural untuk mencapai atau menerapkan prinsip dasar secara profesional di Kota Bandar Lampung. Hal ini mengakibatkan terhambatnya efektifitas dan produktivitas dalam menjalankan pekerjaannya. Oleh karena itu berdasarkan ini juga tentu akan sulit munculnya efektifitas dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi serta kelancaran dalam penyelenggaraan pembangunan nasional.

Berdasarkan permasalahan yang ada di Pemerintah Kota Bandar Lampung terkait pengangkatan pejabat struktural di atas, penulis melakukan penelitian yang berjudul "Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung)".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diajukan rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung?


(28)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunanaan teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna sebagai pengembangan keilmuan, khususnya Manajemen Pemerintahan dalam penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II.

2. Kegunaan praktis

Hasil penelitian diharapkan berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan pejabat struktural eselon II di linkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung, serta merupakan sarana meningkatkan pengetahuan bagi peneliti dan masyarakat.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik 1. Konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Menurut Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan yang baik (BAPENAS, 2008: 9) istilah good governance mengandung makna tata kelola pemerintahan yang baik, pengelolaan pemerintahan yang baik, tata kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan, tata kepemerintahan yang baik juga merupakan suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antar pemerintah, dunia usaha swasta dan masyarakat.

Tata kepemerintahan yang baik terkait erat dengan kontribusi, pemberdayaan, dan keseimbangan peran antara tiga pilarnya (pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat). Tata kepemerintahan yang baik juga mensyaratkan adanya kompetensi birokrasi sebagai pelaksana kebijakan politik/publik atau sebagai perangkat otoritas atas peran-peran negara dalam menjalankan amanat yang diembannya. Walaupun demikian, penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik pada kenyataannya sering mengalami kendala yang pada umumnya disebabkan kurangnya pemahaman, kesadaran, dan kapasitas ketiga pilar tersebut.


(30)

Menurut Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan yang Baik-BAPPENAS (2008: 9) penerapan tata kepemerintahan yang baik di lingkungan pemerintahan tidak terlepas dari penerapan sistem manajemen kepemerintahan yang merupakan rangkaian hasil dari pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen (planning, implementing, controlling, and evaluating) yang dilaksanakan secara profesional dan konsisten. Penerapan sistem manajemen tersebut mampu menghasilkan kemitraan positif antara pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat Melalui hal tersebut, lingkungan instansi pemerintah diharapkan dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

Lembaga Administrasi Negara (2006: 6) mendefenisikan good governance sebagai penyelenggaraan pemerintah negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga "kesinergisan" interaksi yang konstruktif diantara domain negara sektor swasta dan masyarakat (society). Pada tataran ini, good governance berorientasi pada 2 (dua) hal pokok, yakni : Pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Pada tatanan ini, good governance mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengam elemen-elemen konstituennya, seperti legitimacy, accountability, securing of human right, autonomy and devolution of power dan assurance of civillian control; Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Dalam konteks ini, good governance tergantung pada sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan administratif berfungsi secara efektif dan efisien.


(31)

Pengertian good governance berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan merupakan penyelenggaraan pemerintahan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik dan penerapannya tidak terlepas dari penerapan sistem manajemen kepemerintahan yang merupakan rangkaian hasil dari pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen (planning, implementing, controlling, and evaluating) yang dilaksanakan sehingga mampu menghasilkan kemitraan positif antara pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat.

2. Pilar Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Menurut Mardiasmo (2004: 18), karakteristik pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) meliputi:

a. Participation. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta partisipasi secara konstruktif.

b. Rule of law. Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.

c. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan public secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.


(32)

d. Respowiveness. Lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders.

e. Consensus of orientation. Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang

f. lebih luas.

g. Equity. Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.

h. Efficiency and effectiveness. Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif). i. Accountability. Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap

aktivitas yang dilakukan

j. Strategic vision. Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan.

Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu (1) transparency (2) participation (3) Ejiciency predictability, dan (4) accountability. Bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi sehingga sebagai langkah awal, instrumen ini akan berusaha untuk menelaah empat prinsip utama, yaitu transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan supremasi hukum. (Sedarmayanti, 2007: 38).


(33)

a. Transparansi

Menurut Keban (2000: 51), transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.

Transparansi menuntut usaha kongkrit dari pemerintah untuk membuka dan menyebarluaskan informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Dengan kata lain transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

Menurut Meutia Gani dan Rochman (2000: 7), transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan dan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik. Prinsip ini memiliki dua aspek, yaitu (1) penyebarluasan informasi mengenai


(34)

keuangan publik oleh pemerintah, (2) tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi, (3) adanya forum untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk menyampaikan informasi mengenai keuangan publik (4) akomodasi kepentingan masyarakat dalam penyusunan anggaran publik. Hal-hal tersebut menuntut pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya, sebagai titik awal yang baik dari pelaksanaan transparansi.

b. Partisipasi

Menurut Loina Lalolo Krina (2007), prinsip partisipasi mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Jewell dan Siegall partisipasi adalah keterlibatan anggota organisasi di dalam semua kegiatan organisasi. Di lain pihak Handoko menyatakan partisipasi merupakan tindakan ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan di dalam organisasi

Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain


(35)

untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.

Instrumen dasar partisipasi adalah peraturan yang menjamin hak untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah pedoman-pedoman pemerintahan partisipatif yang mengakomodasi hak penyampaian pendapat dalam segala proses perumusan kebijakan dan peraturan, proses penyusunan strategi pembangunan, tata-ruang, program pembangunan, penganggaran, pengadaan dan pemantauan. Good governance digunakan untuk melihat partisipasi melalui Tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerah, tingkat kuantitas dan kualitas masukan (kritik dan saran) untuk pembangunan daerah dan terjadinya perubahan sikap masyarakat menjadi lebih peduli terhadap setiap langkah pembangunan.

c. Akuntabilitas

Menurut Mardiasmo (2003: 26-27), akuntabilitas adalah kemampuan untuk mempertanggungjawabkan semua tindakan dan kebijakan yang telah ditempuh. Prinsip ini mengandung makna meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Seluruh pembuat kebijakan


(36)

pada semua tingkatan harus memahami kebijakan yang diambil harus dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat. Untuk mengukur kinerja secara obyektif perlu adanya indikator yang jelas. Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan apabila terdapat kesalahan harus diberi sanksi.

Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas. Akuntabilitas dapat meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah, tumbuhnya kesadaran masyarakat, meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan berkurangnya kasus-kasus KKN.

Prinsip akuntabilitas menuntut dua hal yaitu (1) kemampuan menjawab (answerability), dan (2) konsekuensi (consequences). Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut. Akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban


(37)

pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi

Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. Pengambilan keputusan di dalam organisasi-organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik, teknokrat, birokrat atau administrator dan para pelaksana di lapangan. Sedangkan dalam bidang politik, yang juga berhubungan dengan masyarakat secara umum, akuntabilitas didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat atau penguasa, tidak ada usaha untuk membangun monoloyalitas secara sistematis, serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan dibawah rule of law. Sedangkan public accountability didefinisikan sebagai adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien.

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya untuk membuat kebijakan maupun melakukan


(38)

aksi yang sesuai dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat. Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi. Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal harus dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal, melalui umpan balik dari para pemakai jasa pelayanan maupun dari masyarakat. Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut.

d. Kepastian Hukum

Menurut Meutia Gani dan Rochman (2000: 12-13), hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.

Penegakan hukum adalah pelaksanaan semua ketentuan hukum dengan konsisten tanpa memandang subjek dari hukum itu. Prinsip penegakan hukum mewujudkan adanya penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa kecuali, menjunjung tinggi HAM dan memperhatikan


(39)

nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Berdasarkan kewenangannya, pemerintah daerah harus mendukung tegaknya supremasi hukum dengan melakukan berbagai penyuluhan peraturan perundang-undangan dan menghidupkan kembali nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Instrumen dasar penegakan hukum adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik terhadap penegakan hukum maupun keterpaduan dari sistem yuridis (kepolisian, pengadilan dan kejaksaan), sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah penyuluhan dan fasilitas

B. Tinjauan Birokrasi dan Aparatur Pemerintah

Sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi Indonesia berkenaan dengan sumber daya manusia (SDM). SDM yang dimaksud adalah Pegawai Negeri Sipil yang ditempatkan dan bekerja di lingkungan birokrasi, untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi pemerintahan dan pelayanan. Thoha dalam Sedarmayanti (2007: 263) berpendapat bahwa "pelayanan masyarakat adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang dan atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberi bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam mencapai tujuan".

Upaya menuju Good governance di bidang SDM selain ditempuh dengan melalui kebijkan rasionalisasi juga ditempuh dengan mengatasi KKN. Upayanya antara lain dengan cara meninjau kompensasi yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tujuan ideal pemberian gaji yang standar adalah agar PNS memiliki jaminan yang kuat, setidaknya untuk


(40)

memenuhi kebutuhan pokok minimal. Permasalahan lain yang dihadapi adalah soal penataan jabatan.

Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah agar meningkatkan mutu sumber daya manusia PNS yang memiliki motivasi kerja, keterampilan kerja dan profesionalisme kerja yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Fakta politik di Indonesia menunjukkan bahwa seiring dengan otonomi daerah, terdapat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi calon kepala daerah, meskipun pada dasarnya hal ini kurang relevan dengan salah satu tujuan otonomi daerah yaitu untuk meningkatkan dan mendekatkan pelayanan publik dari PNS kepada masyarakat di daerah otonom.

Menurut Mohammad Ismail (2003: 32) Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu perundang-undangan dan digaji menurut perundang-undangan yang berlaku

Pegawai Negeri Sipil (PNS) berkedudukan sebagai aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Kesetiaan dan ketaatan yang penuh tersebut mengandung pengertian bahwa PNS berada sepenuhnya di bawah pemerintah


(41)

Pegawai Negeri merupakan aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan di Indonesia. Pegawai Negeri Sipil terdiri atas:

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan pada APBN, dan bekerja pada kementerian, lembaga non kementerian, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan.

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di Pemerintah Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota.

Pengaturan mengenai PNS mengalami perkembangan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UUASN). Menurut Pasal 1 angka (3) UUASN, PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Baik PNS Pusat maupun PNS Daerah dapat diperbantukan di luar instansi induknya. Jika demikian, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima pembantuan. Di samping PNS, pejabat yang berwenang dapat mengangkat Pegawai Tidak Tetap (PTT) atau disebut pula honorer; yaitu pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis dan profesional sesuai dengan


(42)

kebutuhan dan kemampuan organisasi. PTT tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri.

Menurut Sedarmayanti (2002: 23-24), dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karir, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karir dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.

b. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya diperlukan oleh organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.

Setiap PNS memiliki hak memperoleh kenaikan pangkat, yakni penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdiannya. Ada beberapa jenis kenaikan pangkat, diantaranya kenaikan pangkat reguler, kenaikan pangkat pilihan (misalnya karena menduduki jabatan fungsional dan struktural


(43)

tertentu, menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya, atau menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara), kenaikan pangkat anumerta, dan kenaikan pangkat pengabdian. PNS yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya bisa mendapatkan penghargaan yang disebut Satyalencana Karya Satya.

Hak Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian meliputi:

a. Memperoleh gaji yang layak sesuai dengan tanggung jawabnya b. Memperoleh cuti

c. Memperoleh perawatan bagi yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya

d. Memperoleh tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga

e. Memperoleh uang duka bagi keluarga pegawai yang tewas

f. Memperoleh pensiun bagi yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan

g. Memperoleh kenaikan pangkat

h. Menjadi peserta TASPEN dan ASKES

Kewajiban yang harus ditaati setiap PNS menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian meliputi:


(44)

1) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara dan Pemerintah.

2) Mengutamakan kepcntingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain

3) Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil

4) Mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5) Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya

6) Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum

7) Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tangung jawab

8) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara

9) Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil


(45)

10)Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan dan materiil.

11)Mentaati ketentuan jam kerja

12)Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik

13)Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan baik 14)Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat

menurut bidang tugasnya masing-masing.

15)Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya

16)Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya

17)Menjadi dan memberikan contoh serta teladan baik terhadap bawahannya 18)Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja

19)Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya

20)Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan 21)Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan berlaku sopan santun

terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan 22)Hormat menghormati antara sesama warganegara yang memeluk

agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan 23)Menjadi teladan sebagai warganegara yang baik bagi masyarakat

24)Mentaati segala peraturan perundang-undangan peraturan kedinasan yang berlaku


(46)

26)Memperhatikan dan menyelesaikan dengan baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.

Hak PNS menurut Pasal 21 UUASN adalah memperoleh: a) gaji, tunjangan, dan fasilitas;

b) cuti;

c) jaminan pensiun dan jaminan hari tua;

d) perlindungan; dan pengembangan kompetensi.

Kewajiban PNS menurut Pasal 23 UUASN adalah:

a) Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah

b) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;

c) Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang;

d) Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan

e) Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;

f) Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam atau di luar kedinasan; g) Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia

jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

h) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


(47)

C. Tinjauan Manajemen Kepegawaian Daerah dalam Konteks Otonomi Daerah

Kebijakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi, maka pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang salah satu diantaranya melalui peningkatan pelayanan. Dengan demikian pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Menurut Felix A. Nigro dan Lyod G. Nigro mengemukakan bahwa kegiatan manajemen kepegawaian adalah serangkaian kegiatan yang meliputi kegiatan pengangkatan dan eleksi, pengembangan yang meliputi latihan jabatan (in service Training) , promosi jabatan dan pemberhentian. Sedangkan Jucius menyatakan bahwa bidang kegiatan Manajemen kepegawaian meliputi pengembangan, pembinaan dan penggunaan (Miftah Thoha, 1983: 19).

Pegawai Negeri Sipil sebagai aparatur pemerintah memiliki peran yang sangat strategis dalam melaksanakan dan mengembangkan tugas umum pemerintahan. Roda pemerintahan sebagai organisasi perlu didukung oleh pegawai selaku sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan kompetensi yang tinggi sehingga dapat dengan mudah memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.


(48)

Kemampuan tersebut merupakan bagian dari kinerja yang dapat diberikan pegawai kepada organisasinya, namun pada kenyataannya tantangan yang dihadapi aparatur negara cukup memprihatinkan terutama karena masih ada aparatur negara yang mengabaikan nilai-nilai moral dan budaya kerja. Oleh sebab itu perlu segera dikembangkan budaya kerja aparatur demi terwujudnya kesejahteraan dan pelayanan masyarakat.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandar Lampung dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris Kota. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pelayanan, Kepala BKD secara struktural di bantu oleh 1 (satu) orang Sekretaris, 4 (empat) orang Kepala Bidang, dan 6 (enam) orang Kepala Sub Bidang, yang memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing.

D. Tinjauan Pengangkatan Pejabat Struktural

1. Promosi dalam Birokrasi

Istilah promosi (promotion) berarti kemajuan, maju ke depan, pemberian status penghargaan yang lebih tinggi (Wursanto, 1989: 68). Promosi adalah perubahan kedudukan seorang pegawai dalam rangkaian susunan kepangkatan atau jabatan yang lebih tinggi dari keadaan semula ditinjau dari segi tanggung jawab, syarat-syarat kerja maupun penghasilan (Moenir A.S 1992: 173).


(49)

Promosi adalah perpindahan dari suatu jabatan lain yang lebih mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi, biasanya disertai dengan kenaikan upah, gaji dan hak-hak lainnya. (Heldjrachman, Suad Husnan 1991: 111).

Arun Manoppa dan Mirzas Saiyadim dalam Manulang merumuskan promosi adalah kenaikan jabatan dengan menerima kekuasaan dan tanggung jawab yang lebih besar dari sebelumnya, meskipun tidak selalu diikuti oleh kenaikan gaji. (Manulang, 1983: 123). Sedangkan promosi adalah perpindahan yang memperbesar authority dan responsibility pegawai ke jabatan yang lebih tinggi di dalam satu organisasi sehingga kewajiban, hak, status, dan penghasilannya semakin besar (Hasibuan, 2000: 108).

Menurut Syarief Makhya (2010: 160), pemutasian pegawai memang dimungkinkan dan dibenarkan dalam sistem administrasi kepegawaian. Dalam konteks kebutuhan organisasi pemerintah daerah sekarang, konsep mutasi pegawai seharusnya tidak lagi diterjemahkan sebagai kebijakan pimpinan untuk memindahkan pegawai dengan tolok ukur suka atau tidak suka, tetapi harus ditujukan pada kebutuhan untuk mencapai prestasi atau produktivitas.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa promosi adalah perpindahan jabatan yang lebih tinggi kenaikan jabatan yang disertai dengan perubahan status, kekuasaan dan tanggung jawab yang lebih besar.


(50)

a. Manfaat Promosi

Promosi sangat penting dalam rangka pembinaan dan pengembangan pegawai, karena promosi dapat memberikan mamfaat hal-hal sebagai berikut:

1. Promosi merupakan motivasi bagi pegawai untuk maju dan lebih mengembangkan bakat, gairah dan kariernya.

2. Promosi merupakan usaha meningkatkan gairah kerja pegawai. 3. Promosi merupakan usaha mengisi formasi jabatan dengan

mempergunakan tenaga kerja dari dalam.

4. Bagi pegawai, promosi lebih penting dari pada kenaikan gaji meskipun pada umumnya promosi disertai dengan pemberiaan gaji yang lebih tinggi.

5. Promosi dapat menjamin keyakinan para pegawai, bahwa setiap pegawai selalu diberi kesempatan untuk maju dan mengembangkan karier, semangat, gairah dan prestasinya.

6. Promosi merupakan salah satu usaha menciptakan persaingan yang sehat di antara pegawai (Wursanto, 1989: 69).

b. Dasar-Dasar Promosi

Promosi merupakan insentif terbesar dari insentif pegawai. Promosi berarti perbaikan kedudukan dan atau pembayaran tambahan. Promosi biasanya didasarkan atas:

1. Kemampuan (sering tidaknya dinilai secara layak).

2. Senioritas (biasanya dihitung masa kerja dalam organiasi/lembaga)


(51)

3. Ujian (lebih banyak menguji pengetahuan dari pada kemampuan). 4. Wawancara perseorangan (nienguji kepribadian dan sifat)

5. Rasa senang dan tidak senang perseorangan (dapat berarti penurunan gairah kerja dan pengurangan efesiensi).

6. Gabungan dari beberapa faktor di atas (Moekijat, 1991: 190).

Tahapan pembinaan. dan pengembangan pegawai sesuai dengan makna keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP nomor 100 Tahun 2000, PP nomor 13 Tahun 2002 adalah sebagai berikut:

1. Perpindahan dan jabatan struktural ke fungsional atau dari jabatan fungsional ke struktural baik secara horizontal maupun vertikal. 2. Perpindahan jabatan secara horizontal adalah perpindahan jabatan

pada tingkat eselon dan pangkat jabatan yang sama.

3. Perpindahan jabatan secara vertikal adalah perpindahan jabatan yang bersifat kenaikan jabatan. (Hardianto, 2004: 53).

c. Syarat-Syarat Promosi

Syarat-syarat untuk promosi sudah barang tentu tidak sama untuk jabatan yang berlainan. Meskipun demikian ada beberapa syarat umum yang perlu diketahui. Seorang pegawai dapat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi, apabila memenuhi persyaratan antara lain:


(52)

1. Ada formasi atau lowongan jabatan, lowongan jabatan dapat terjadi karean ada pegawai yang menguadurkan diri, pindah pekerjaan, dipensiunkan atau meningal dunia,

2. Pegawai yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam analisis jabatan.

3. Pegawai yang bersangkutan lulus dari seleksi. (Wursanto, 1989: 70).

2. Dasar Hukum Aturan Tentang Pengangkatan Pejabat Struktural Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural di lingkungan Pemerintah Daerah dilaksanakan secara berjenjang berdasarkan sistem karier dan prestasi kerja. Lowongan jabatan pada suatu unit organisasi diutamakan diisi oleh pegawai yang memenuhi persyaratan pada unit organisasi yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil yang akan dipromosikan dalam suatu jabatan yang lebih tinggi, diprioritaskan bagi yang sekurang-kurangnya yang setingkat dengan jabatan yang terakhir yang didudukinya.

Undang Nomor 43 Tahun 1999 tetang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Kepegawaian yang termasuk di dalamnya adalah mengatur pengangkatan pegawai negeri sipil dalam jabatan struktural. Untuk menjelaskan maksud UU Nomor 43 Tahun 1999 tersebut, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2002, dan sebagai aturan Pelaksanaannya Kepala BKN selaku manajer tertinggi di bidang kepegawaian


(53)

mengeluarkan Keputusan Kepala BKN Nomor 13 tahun 2009 yang berisi tentang ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri sipil dalam Jabatan struktural. Dalam Keputusan Kepala BKN Nomor 13 Tahun 2009 tersebut, mengatur beberapa penjelasan terkait dengan pelaksanaan rekrutmen pejabat struktural pada Pemerintah Kabupaten/Kota.

E. Tinjauan Jabatan Struktural dan Eselonering 1. Konsep Jabatan Struktural

Jabatan struktural adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam rangka memimpin suatu organisasi negara.

a. Pengangkatan Jabatan Struktural

Persyaratan Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural, antara lain:

1. Berstatus PNS.

2. Serendah-rendahnya memiliki pangkat satu tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan.

3. Memili kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan. 4. Semua unsur penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam dua

tahun terakhir.

5. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan. 6. Sehat jasmani dan rohani.


(54)

Selain persyaratan tersebut, Pejabat Pembina Kepegawaian perlu memperhatikan faktor:

1. Senioritas dalam kepangkatan 2. Usia

3. Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) jabatan, pengalaman

b. Perangkapan Jabatan

Untuk optimalisasi kinerja, disiplin dan akuntabilitas pejabat struktural serta menyadari akan keterbatasan kemampuan manusia, Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural lain maupun jabatan fungsional. Rangkap jabatan hanya diperbolehkan apabila ketentuan perangkapan jabatan tersebut diatur dengan Undang-undang/ Peraturan Pemerintah.

c. Pemberhentian

Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari Jabatan Struktural karena : 1. Mengundurkan diri dari jabatannya.

2. Mencapai batas usia pensiun diberhentikan sebagai pns.

3. Diangkat dalam jabatan struktural lainnya untuk jabatan fungsional.

4. Cuti diluartanggungan negara kecuali cuti di luar tanggungan negara karena persalinan.

5. Tugas belajar lebih dari enam bulan. 6. Ada perampingan organisasi pemerintah.


(55)

7. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani. 8. Hal lain yang ditetapkan perundangan yang berlaku.

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dari Jabatan Struktural ditetapkan dengan Keputusan Pejabat yang berwenang setelah melalui pertimbangan Komisi Kepegawaian Negara/Baperjakat disertai alasan yang jelas atas pemberhentiannya. PNS yang meninggal dunia dianggap telah diberhentikan dari jabatan strukruralnya.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Penjelasan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pemberhentian PNS Daerah pada prinsipnya menjadi kewenangan Presiden, namun mengingat bahwa jumlah pegawai sangat besar maka agar tercipta efisiensi dan efektifitas maka sebagian kewenangan tersebut diserahkan kepada Pembina Kepegawaian Daerah.

d. Pelantikan

Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam Jabatan Struktural, termasuk Pegawai Negeji Sipil yang menduduki jabatan struktural yang ditingkatkan eselonnya, selambat-lambamya 30 hari sejak penetapan pengangkatannya wajib dilantik dan diambil sumpahnya oleh pejabat yang berwenang. Demikian juga yang mengalami perubahan jabatan atau perubahan fungsi dan tugas jabatan maka PNS yang bersangkutan dilantik dan diambil sumpahnya kembali.


(56)

e. Pendidikan dan Pelatihan

Pegawai Negeri Sipil yang akan atau telah menduduki Jabatan Struktural harus mengikuti dan lulus Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan untuk jabatan tersebut. Artinya PNS dapat diangkat dalam jabatan struktural meskipun yang bersangkutan belum mengikuti dan lulus Diklatpim. Namun demikian untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan menambah wawasan, maka kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tetap diharuskan untuk mengikuti dan lulus Diklatpim yang dipersyaratkan untuk jabatannya.

3. Konsep Eselon

Eselon adalah jenjang pangkat jabatan struktural yang tertinggi sampai dengan yang terendah. Eselon dan Jenjang pangkat jabatan struktural sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Jabatan Struktural yang akan digambarkan dalam tabel dibawah ini:


(57)

Tabel 1. Eselon dalam Jabatan Struktural

No Eselon

Jenjang Pangkat, Golongan Ruang

Terendah Tertinggi

Pangkat Gol/ Ruang Pangkat Gol/Ruang

1 Ia Pembina Utama IV/e Pembina Utama IV/e

2 Ib Pembina Utama Madya IV/d Pembina Utama IV/e

3 IIa Pembina Utama Muda IV/c Pembina Utama

Madya

IV/d

4 IIb Pembina Tingkat I IV/b Pembina Utama

Muda

IV/c

5 IIIa Pembina IV/a Pembina

Tingkat I

IV/b

6 IIIb Penata Tingkat I III/d Pembina IV/a

7 IVa Penata III/c Penata Tingkat I III/d

8 IVb Penata Muda Tingkat I III/b Penata III/c

9 V Penata Muda III/a Penata Muda

Tingkat I

III/b

Sumber Data: PP Nomor 13 Tahun 2002

F. Pembentukan Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Tim Baeperjakat) Pemerintah Kota Bandar Lampung

Sebagai salah satu bentuk penerapan kebijakan Keputusan Kepala BKN Nomor 13 Tahun 2002 bahwa untuk menjamin kualitas dan obyektifitas dalam pelaksanaan perekrutan Pejabat struktural di Pemerintah Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Kota Bandar Lampung membentuk Tim yang bertugas memberikan penilaian dan pertimbangan terhadap pegawai yang akan direkrut untuk pengisian jabatan struktural tertentu yang diberi nama Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan yang selanjunya disingkat Tim Baperjakat.


(58)

Tim Baperjakat Pemerintah Kota Bandar Lampung beranggotakan 5(lima) orang dengan susunan sebagai berikut:

1. Ketua merangkap anggota : Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung 2. Sekretaris (bukan anggota) : Kepala Bidang Mutasi dan Pengembangan

Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandar Lampung 3. Anggota :

a. Asisten Bidang Pemerintahan Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung

b. Asiten Bidang Administrasi Umum Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung

c. Inspektur Kota Bandar Lampung

d. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandar Lampung

G. Kerangka Pikir

Kerangka pikir diperlukan untuk memahami pokok permasalahan secara sistematis pada sebuah penelitian. Sehingga kerangka pikir merupakan hal yang sangat penting untuk dijadikan bagian dalam penelitian ini. Kerangka pikir dapat membantu peneliti untuk memahami substansi dari permasalahan yang akan diteliti, sehingga peneliti akan terarah dalam melakukan penelitian.

Untuk menjelaskan hal terkait penerapan prinsip Good governance dalam pengangkatan pejabat Struktural Eselon II tentu diawali dengan pengadaan input atau sumber. Dalam hal ini input yang dimaksud tentu saja adalah pegawai negeri sipil yang akan diangkat menjadi pejabat struktural eselon II yang merupakan sumber utama yang harus dijadikan objek dalam penelitian


(59)

yang dengan kemampuan dan kinerja yang memadai mampu menyelenggarakan pemerintah daerah dengan baik.

Hal selanjutnya yang harus dilihat dalam proses pengangkatan pejabat struktural eselon II adalah sejauh mana prinsip good governance (kepemerintahan yang baik) diterapkan. Kepemerintahan yang baik dapat terwujud apabila terdapat sistem yang saling mengawasi dan saling mengimbangi (check and balances).

Pelaksanaan perekrutan pejabat struktural di Pemerintah Kota Bandar Lampung faktanya masih banyak didapati persoalan ketidakterbukaan dalam proses perekrutan pejabat struktural eselon II, III, dan IV. Hal ini memunculkan pandangan yang menyatakan efektifitas Tim BAPERJAKAT dinilai kurang obyektif dan selektif dalam memberikan penilaian dan pertimbangan terhadap kinerja persyaratan pegawai yang akan direkrut (promosi/demosi/mutasi/rolling) untuk pengisian jabatan struktural, khusunya eselon II, karena disinyalir masih banyak penempatan pejabat yang tida sesuai denga latar belakang pendidikan, rnerekomendasikan pejabat yang belum mengikuti diklat kepemimpinan, sementara pegawai yang sudah megikuti diklat belum mendapat persetujuan walaupun dari segi kepangkatan jauh lebih senior dibanding pejabat yang direkomendasikan.

Prinsip-prinsip Good Governance yang merupakan penyelenggaraan pemerintahan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan penerapannya tidak terlepas dari sistem manajemen kepemerintahan yang merupakan hasildari pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen sehingga apabila


(60)

diterapkan dengan benar menghasilkan kemitraan positif antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

Tindakan mutasi (rolling) di kalangan pejabat struktural yang dilakukan oleh Walikota Bandar Lampung dianggap dilakukan bukan hanya untuk mengisi jabatan kosong melainkan untuk alasan yang tidak jelas, sehingga menimbulkan keresahan/kepasrahan di kalangan pegawai dan dinilai banyak bernuansa kepentingan politik.

Dalam penelitian ini teori Good governance yang akan digunakan sebagai pisau analisis adalah teori prinsip good governance yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi sehingga sebagai langkah awal, instrumen ini akan berusaha untuk menelaah empat prinsip utama, yaitu transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan supremasi hukum. (Sedarmayanti, 2007: 38).

Penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan pejabat struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung dapat digambarkan dalam skema kerangka pemikiran sebagai berikut:


(61)

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir

Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan

yang Baik 1. Transparansi 2. Partisipasi 3. Akuntabilitas 4. Supremasi Hukum TIM BAPERJAKAT

KOTA BANDAR LAMPUNG

PROSES PENGANGKATAN

PEJABAT STRUKTURAL


(62)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe dan Pendekatan Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Moh. Nazir (1988: 63) yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara sistematis bagaimana sifat serta hubungan antara fenomena sosial tertentu. Tidak terlepas dari pokok permasalahan dalam penelitian, maka tujuan dilakukannya penelitian deskripsi ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengangkatan pejabat struktural eselon II.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan penelitian studi kasus, menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moh Nazir, 2003:47), mendefinisikans tudi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset yang menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus


(63)

dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Melalui studi kasus peneliti yang menggunakan metoda penelitian studi kasus bertujuan untuk memahami obyek yang ditelitinya.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan lokasi yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengangkatan pejabat struktural eselon II di Kota Bandar Lampung. Berkaitan dengan hal tersebut maka Sekretariat Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (BAPERJAKAT) Kota Bandar Lampung menjadi tempat lokasi penelitian yang penulis pilih, berdasarkan permasalahan tersebut di atas, penulis melakukan penelitian yang berkaitan dengan penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengangkatan pejabat struktural eselon II di Kota Bandar Lampung.

Selain itu penulis memilih lokasi di Kota Bandar Lampung dikarenakan lokasi yang tidak jauh dan Kota Bandar Lampung dianggap sangat menarik untuk diteliti terkait pengangkatan pejabat struktural yang selama ini terkesan akan sarat politis dan belum menggunakan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.


(64)

C. Fokus Penelitian

Pentingnya fokus penelitian dalam penelitian kualitatif adalah untuk membatasi studi dan bidang kajian penelitian. Menurut (Sugiyono, 2006:233) "batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum". Tanpa adanya fokus penelitian, maka peneliti akan terjebak pada melimpahnya volume data yang diperolehnya di lapangan. Karena itu, fokus penelitian memiliki peranan yang sangat penting dalam membimbing dan mengarahkan jalannya penelitian. Melalui fokus penelitian ini, suatu informasi di lapangan dapat dipilah-pilah sesuai dengan konteks permasalahan. Sehingga rumusan masalah dan fokus penelitian saling berkaitan karena permasalahan penelitian dijadikan acuan penentuan fokus penelitian, meskipun fokus dapat berubah dan berkurang sesuai dengan data yang ditentukan di lapangan.

Penelitian ini di fokuskan pada Penerapan Prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II. Fokus penting yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah empat prinsip utama Tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan supremasi hukum. (Sedarmayanti, 2007:38), sebagai berikut:

1. Transparansi

Transparansi adalah keterbukaan dalam proses kebijakan dengan cara penyediaan informasi yang dilengkapi sarana dan prasarana bagi stakeholders untuk mengakses informasi tersebut dengan mudah.


(1)

62

4. Kepala Sub Bidang Pengembangan Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandar Lampung

5. Kepala Sub Bidang Kepangkatan dan Penggajian Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandar Lampung

6. Kepala Sub Bidang Kesejahteraan, Data dan Informasi Kepegawaian pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandar Lampung

7. 2 (dua) Orang Staf Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandar Lampung

Bidang Mutasi dan Pengembangan Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandar Lampung khususnya sub bidang Mutasi Pegawai dalam melaksanakan pengelolaan pelayanan dibidang kepegawaian memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:

a. Penyiapan daftar nominatif pegwai yang potensial untuk pengangkatan promosi jabatan struktural dan fungsional;

b. Penyiapan penyelesaian pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dalam dan dari jabatan struktural dan fungsional.

c. Penyelesaian pemindahan dan penempatan tugas Pegawai Negeri Sipil d. Melaksanakan tugas lain dari atasan


(2)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Kota Bandar Lampung belum optimal diterapkan. Proses pengangkatan pejabat belum transparan karena proses pengusulan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), usulan pribadi maupun usul dari Tim Baperjakat sendiri sampai dengan penandatanganan Surat Keputusan merupakan rahasia langsung yang tidak disebarluaskan kepada pihak atau media. Proses pengangkatan pejabat struktural eselon II juga belum mengacu pada aturan hukum perundang-undangan kepegawaian yang berlaku atau belum didasarkan pada supremasi hukum. Prinsip partisipasi masih belum optimal karena partisipasi dari masyarakat belum ada dikarenakan mekanisme internal yang bersifat rahasia sehingga masyarakat tidak mengetahui adanya pengangkatan jabatan tertentu.


(3)

106

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan maka diajukan beberapa saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tim Baperjakat dan Pembina Kepegawaian Pemerintah Kota Bandar Lampung hendaknya lebih konsisten menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan yauitu dilaksanakannya secara profesional sesuai dengan kopetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras atau golongan.

2. Penerapan Prinsip Transparasi dapat diterapkan dalam proses pengangkatan pejabat Struktural dalam hal pengusulan nama calon nominasi agar pihak-pihak lain dapat memberikan informasi mengenai jabatan khususnya pejabat struktural eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk menghindari kecurangan adanya pejabat titipan. Dengan dijalankannya prinsip transparasi maka proses pengangkatan pejabat struktural eselon II akan benar-benar sesuai aturan hukum (supermasi hukum) dan menghasilkan pejabat yang akuntabilitas terhadap tugas pokok dan fungsi jabatannya serta Anggota tim Baperjakat dapat menjalankan prinsip partisipasi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rozali. 1999. Pengantar Kebijakan Publik. Gramedia. Jakarta.

Budiarjo, Miriam. 1998. Menggapai kedaulatan Untuk Rakyat Mizzan. Bandung. Dwiyanto, Agus dkk. 2008. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta.

Ganie, Meuthia Rochman. Good Governance : Prinsip. Komponen dan

Penerapannya. LP3ES. Jakarta.

Hasibuan, Malayu.S.P. 2007. Organisasi dan Manajemen. Rajawali Press. Jakarta. Jefferson, Rumajar. 2007. Otonomi Daerah: Sketsa. Gagasan dan Pengalaman.

Media Pustaka. Manado.

Kaho, Josef Riwo. 2002. Prospek Otonomi Daerah di NegaraRepublik Indonesia; Identifikasi Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penyelenggaraanya.

Penerbit Rajawali Press. Jakarta.

Krina, Loina Lalolo. 2003. Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas,

Transparansi dan Partisipasi. Sekretariat Good Public Governance Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta

LAN dan BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance-modul 1 Sosialiasi. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Jakarta

Makhya Syarief. 2010. Demokratisasi Bermasalah. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Moenir, A.S. 1992. Manajemen Pelayanan Umum. Bumi Aksara. Jakarta.

Moloeng, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya. Bandung Muhidin, ALi Sambas, Abdurrahman, Maman. 2007. Analisis Korelasi, Regresi dan


(5)

Musa’ad, Muhamad A. . 2005. Penguatan Otonomi Daerah Dibalik Bayang-

Bayang Ancaman Integrasi. ITB. Bandung. 2005.

Nitisemito, Alex, S. 1992. Manajen Personalia Dan Manajemen Sumber Daya

Manusia. Ghalia Indonesia. Jakarta

Nurmandi, 1999. Wacana Pembangunan dalam Negara Demokrasi. Rineka Cipta. Jakarta.

Peters, B Guy. 2000. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) dan Good

Goverance (tata Kelola Perusahaan Yang ABik) Bagian Ketiga.

Rasyid, Ryaas. 2004. Desentralisasi dalam Rangka Menunjang Pembangunan

Daerah. LP3ES. Jakarta. 2004.

Santosa, Panji. 2008. Administrasi Publik. Teori dan Aplikasi Good Governance. Refika Aditama. Bandung. 2008.

Sedarmayanti, 2006. Good Governance dan Good Corporate Governanc. CV Mandar Maju. Jakarta.

_______. 2007. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas. Mandar Maju. Bandung. Solihin, Dadang 2008. . Hasil Uji Coba Pengukuran Good Governance Index. Final

Workshop GGI. Jakarta

Thoha, Miftah, 1998, Perilaku Organisasi Konsep Dasr dan Aplikasinya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Thoha, Miftah. 2008. Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Perdana Media Group. Jakarta.

Tjokroamidjojo, Bintaro. 1996. Perencanaan pembangunan. Jakarta; PT gunung Agung.

Wibawa, Fred. 2002. Kebijaksanaan Negara. Penerbit. Yayasan Obor. Jakarta.


(6)

Sumber Lain:

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian memberikan pengaruh terhadap tugas dan tanggung jawab Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan

Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 TAhun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan Struktural

Keputusan Kepala BAdan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tanggal 17 Juni Tahun 2000 Tentang Pangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural Sebagaiman Telah Diubah Dengan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002


Dokumen yang terkait

Penerapan Prinsip-Pprinsip Good Corporate Governance, Khususnya Prinsip Keterbukaan Dalam Proses Pengadaan Barang Dan/Atau Jasa Di Lingkungan Bumn Perkebunan (Studi Pada PT. Perkebunan Nusantara III (Persero))

2 74 145

Kepemimpinan Dzulmi Eldin Sebagai Walikota Medan Berdasarkan Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

2 13 139

SKRIPSIIMPLEMENTASI PRINSIP PROFESIONALISME DALAM IMPLEMENTASI PRINSIP PROFESIONALISME DALAM PENGANGKATAN PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA YOGYAKARTA.

0 4 12

PENDAHULUAN IMPLEMENTASI PRINSIP PROFESIONALISME DALAM PENGANGKATAN PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA YOGYAKARTA.

0 3 23

PENUTUP IMPLEMENTASI PRINSIP PROFESIONALISME DALAM PENGANGKATAN PEJABAT STRUKTURAL DI LINGKUNGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KOTA YOGYAKARTA.

0 4 4

Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.

0 0 9

Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan, Penyelesaian Temuan Audit Dan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik.

0 1 2

NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN SLEMAN UNTUK PENGEMBANGAN PRINSIP-PRINSIP UMUM TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK.

4 13 192

Analisis Yuridis Penerapan Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Pada Holdingisasi Bumn

0 0 9

Penanganan Benturan Kepentingan di lingkungan PT Pelabuhan Indonesia

1 1 9