EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (BLM–PUAP) DI KABUPATEN PESAWARAN (Studi Kasus Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan)

(1)

ABSTRACT

POLICY EVALUATION OF EMPOWERMENT FARMER WITH DIRECT ASSISTANCE SOCIETY PROGRAM RURAL AGRIBUSINESS DEVELOPMENT

(BLM-PUAP) IN PESAWARAN DISTRICT

(Case Study in Taman Sari Village Gedongtataan Sub-district) By

MERY ASNIDA

Determination Policy Farmer Empowerment through BLM-PUAP program is one way the government is doing in breaking down problems in agriculture such as the lack of capital that occurred in rural areas, especially in Taman Sari village. This study was conducted to analyze and describe the impact of policies to empower farmers through BLM-PUAP and constraints faced in the implementation of Taman Sari village as village-PUAP objectives of the BLM. In uncovering this problem, researchers used theory to evaluate the impact of a single type of program before-after Finsterbusch owned and Motz, then use the empowerment indicators from the World Bank as further elaboration as well as some other supporting theories. This research is a descriptive study with a qualitative approach. This research was conducted in the Taman Sari village Gedongtataan subdistrict of Pesawaran District.

Based on the research that has been done, it can be concluded that the impact of policy Farmer Empowerment through BLM-PUAP program are positive, judging from achieving success indicators BLM-PUAP ie, increased ability Gapoktan in facilitating and managing venture capital assistance to farmers as well as the increasing number of farmers are getting venture capital in the village of Taman Sari, but in the implementation described by several indicators used pembardayaan not run quite optimal, because in each of these indicators there are still problems that need to be fixed which led to the implementation of the BLM-PUAP optimal. In addition there are several factors that cause delays in the implementation of policy Farmer Empowerment through BLM-PUAP program that is on aspects such constraints, the quality of


(2)

In addition, the mindset that is difficult to change the lay public trigger other inhibiting factors such as bad debts, late payments are installment loans on Gapoktan and impact on venture capital turnover cessation.


(3)

ABSTRAK

EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT PENGEMBANGAN USAHA

AGRIBISNIS PEDESAAN

(BLM–PUAP) DI KABUPATEN PESAWARAN (Studi Kasus Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan)

Oleh MERY ASNIDA

Penetapan Kebijakan Pemberdayaan Petani melalui Program BLM–PUAP merupakan salah satu upaya yang pemerintah lakukan dalam mengurai permasalahan bidang pertanian seperti kekurangan modal yang terjadi pada daerah pedesaan terutama pada Desa Taman Sari. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan mendeskripsikan dampak dari kebijakan pemberdayaan petani melalui program BLM-PUAP dan kendala–kendala yang dihadapi dalam pelaksanaanya pada Desa Taman Sari sebagai Desa sasaran pelaksanaan BLM–PUAP. Dalam mengungkap permasalahan ini, peneliti menggunakan teori evaluasi dampak dengan tipe single program

before–after milik Finsterbusch dan Motz, kemudian menggunakan indikator pemberdayaan dari

World Bank sebagai penjabaran lebih lanjut serta beberapa teori penunjang lainnya. Jenis

penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dampak Kebijakan Pemberdayaan Petani melalui Program BLM–PUAP bersifat positif, dilihat dari tercapainya indikator keberhasilan BLM–PUAP yaitu, meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani serta meningkatnya jumlah petani yang mendapatkan bantuan modal usaha pada Desa Taman Sari, namun dalam pelaksanaan yang dijabarkan dengan beberapa indikator pembardayaan yang digunakan belum berjalan cukup optimal, sebab di masing–masing indikator tersebut masih ada permasalahan yang harus diperbaiki yang menyebabkan pelaksanaan Program BLM–PUAP optimal. Selain itu, ditemukan beberapa faktor penyebab terhambatnya pelaksanaan Kebijakan Pemberdayaan Petani melalui Program BLM–PUAP yaitu pada aspek kendala–kendala seperti, kualitas sumber daya manusia dalam pemanfaatan teknologi modern yang masih minim dikarenakan latar belakang pendidikan masih rendah sehingga sulit menyerap informasi yang diberikan penyuluh pertanian.


(4)

(5)

EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT

PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (BLM–PUAP) DI KABUPATEN PESAWARAN

(Studi Kasus di Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan)

Oleh MERY ASNIDA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2014


(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Mery Asnida lahir di Kota Bandar Lampung pada tanggal 01 Mei 1992. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Melisin dan Ibu Marsanah.

Pendidikan yang telah penulis tempuh adalah Taman Kanak–kanak Al–Hikmah pada tahun 1997-1998, Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Tanjung Senang Bandar Lampung pada tahun 1998-1999, Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Labuhan Dalam Bandar Lampung pada tahun 1999-2004, SMPN 20 Bandar Lampung pada tahun 2004-2007, SMAN 5 Bandar Lampung pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswi pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN.

Penulis pada tahun 2010 tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (Himagara) sebagai anggota dan pada periode tahun 2012-2013 penulis menjabat sebagai anggota dana usaha (danus). Pada tahun 2012-2013, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik 2013 di Desa Bandar Sari, Kecamatan Way Tuba, Kabupaten Way Kanan.


(10)

“L’effortest Ma Force”

“Berusaha Adalah Kekuatanku“

(Han Se Gyung

Alice Cheongdamdong)

“Jika Anda Terlahir Miskin Itu Bukan Salah Anda, Tapi Jika Anda Mati

Miskin Itu Salah Anda ”

(Bill Gate)

“The Best is Yet To Be”

“ Yang Terbaik Masih Akan Terjadi”

(Robert Browning)

“Sukses Itu Hak Saya, Menjadi Sukses

Adalah Pilihan, Berusaha Adalah

Jalan, Berdo’a Kuncinya”


(11)

PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah SWT...

Kupersembahakan karya kecil ini untuk :

Allah SWT dengan segala kerendahan hati kuucapkan syukur atas

karuniaMu kepadaku

Ayah ,ibu ,Kakak serta adik kecilku tercinta yang selalu

Memberikan yang terbaik untukku

Terima kasih atas segala cinta, pengorbanan, kesabaran, motivasi,

keikhlasan, dan do’a yang tiada henti

dalam menanti keberhasilanku.

Keluarga besar yang senantiasa menyemangati dan memberikan

nasihat

Para pendidik dengan ketulusannya selalu memberikan arahan dan

bimbingan kepadaku

Sahabatku, Teman, dan almamater tercinta yang mendewasakanku

dalam berpikir dan bertindak serta memberikan pengalaman yang tak


(12)

Alhamdulillahirabbil’alamin tercurah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Atas segala kehendak dan kuasa Allah SWT, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Evaluasi Dampak Kebijakan Pemberdayaan Petani Melalui Program Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (BLM –

PUAP)” Di Kabupaten Pesawaran (Studi Kasus pada Desa Taman Sari

Kecamatan Gedong Tataan) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara (SAN) pada jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang setulusnya kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain:

1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si, selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

3. Ibu Rahayu Sulistiowati, S.Sos, M.Si., selaku dosen pembimbing utama penulis. Terimakasih bu atas bimbingan selama ini, saran, arahan, masukan serta bimbingannya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(13)

yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Syamsul Ma’arif, S.IP, M.SI., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat, arahan, ilmu, waktu, dan tenaga selama proses pendidikan hingga akhir.

6. Seluruh dosen Ilmu Administrasi Negara, terimakasih atas segala ilmu yang telah penulis peroleh di kampus dapat menjadi bekal yang berharga dalam kehidupan penulis ke depannya.

7. Ibu Nur sebagai staf jurusan Ilmu Administrasi Negara yang selalu memberikan pelayanan bagi penulis yang berkaitan dengan administrasi dalam penyusunan skripsi ini.

8. Pihak Dinas Pertanian dan Peternakan teruntuk Bapak DS. Adi Sulistyo, SP, MMA., selaku Kepala Dinas, Ibu Ratna, dan Ibu Nur yang telah memberikan izin dan meluangkan waktu kepada penulis untuk diwawancarai memberikan informasi, masukan, kerjasama sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Pihak BP4K Kabupaten Pesawaran teruntuk Bapak Abunasir, S.Sos selaku Kepala Badan, dan Ibu Yurita yang ditengah kesibukan masih berkeinginan untuk diwawancarai dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu.

9. Keluargaku tercinta yang tak pernah lelah memberikan do’a, pelajaran

berharga serta dukungan kepada ku. Ayah yang tak pernah lelah memberikan semangat dan motivasi dalam proses pengerjaan dan perbaikan skripsi ini dan yang telah bersusah payah membantu Ibu dalam membiayai kuliah hingga bisa menjadi sarjana, terimakasih ayah. Ibu yang menjadi penyemangat dan inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini yang selalu mengigatkan supaya


(14)

untuk semua pembiayaan kuliah dan sekolah saya, kakak dan adik saya selama ini, terimakasih bu atas dorongan semangat, motivasi dan kerja kerasnya, do’a kan selalu anakmu. Insyallah saya akan sukses, saya akan membanggakan kalian lagi dan lagi tidak hanya sampai disini, ridho kalian bersamaku. Kakak pertamaku Muhammad Rachaman Syah, cepetan selesaiin skripsinya, cari kerja, bantu ibu bantu ayah. Kakakku yang kedua Muhammad Rochim, A.md. yang lagi merantau betah- betahin kerjanya, cari pengalaman dulu, inget janjinya. Adik kecilku yang gendut dari lahir, jangan cengeng, belajar yang rajin. Insyallah kita berempat bakal sukses, bakal banggain ayah banggain ibu. Terimakasih kakak dan adikku, canda tawa kalian membuatku terus bersemangat untuk tetap berusaha mempertahankannya seperti itu, walau kadang patah semangat, berkat kalian saya bias, terimaksih.

10. Terima kasih untuk seluruh keluarga besarku yang selalu mendukung baik langsung maupun tidak langsung terimakasih atas dukungannya walau sedikit, walau tak terlihat Insyallah membantu.

11. Terima kasih untuk sahabat–sahabat terbaik saya Nuzul Liliana, Nona Veronica, Karina Aprilita R, Corie Maharani dan Shela Rohisti. Gak Kerasa ya kita CFC udah empat taun. Makasih ya atas persahabatannya, makasih ya dukungannya, makasih ya motivasinya, makasih ya semangatnya, makasih ya cerewetnya. Gak ada kalian pasti jadi mahasiswa “KUPU–KUPU”. Buat ijul hula-hula, makasih ya udah jadi google berjalan, banyak pengetahuan, informasi sampe kultum dari dulu ampe sekarang ke kita. Makasih ya jul, makasih ilmunya, makasih FGD nya. Buat nona (Agassi/cabi) makasihh


(15)

*mungkin* makasih udah jadi teman turlap, makasih bantuannya, makasih pengertiannya. Buat Kuri/Lay makasih bro, sori ya selalu nyusahain, kamana mana dengan elu, kenapa-kenapa dengan lu. Makasih ya buat semuanya ehehe. Buat cila ...cilamat malam/rotiisi makasih yeee, abis ini jangan aneh-aneh lagi INGET!, oy.. ketinggalan buat pandu/tante hehehe tengkyu ya semangatnya, nanti kita betiga sering-sering nganar ya. Sukses buat kita, sukses buat kalian yang udah wisuda duluan semoga dapet kerja yang dipengen, aaaamin. Pokoknya makasih ya coretan–coretannya, warna– warnanya buat empat tahun ini, semoga kedepannya lebih baik lagi buat kita. Terimakasih 

12. Terima kasih juga buat temen-temen @ADUSELON, Bang Satria, Aden, Hepsa (eca), Loy, Bogel, Uyung, Ali Syamsuddien, Rizal (Begh), Rachmani, Hadi ,Wori. Terus buat Nurul, Hani, Dewinta, Maritha, Maya, Bunga janati, Eeng, Indah (Kiting), Jodi, Fadri, Yogis, Anjas, Ade, Aris, Enggi, Desmon,Dita, Rombongan Batak (Sari, Jeni, Ani, Selly dan Dora), Izal, Gideon, Wayan, Ardiansyah, Daus, Gery, Cita, Erisa, Bunga Mayang, Astria, Oyen, Sari Sukma, Thio, Rofii, yang selalu jadi temen diskusi skripsi dan mewarnai perjalanan penulis selama kuliah.

13. Terimakasih buat Bolobolo, Mamak, Ipan, Acung, Wati sama Junet semangat uy, meski jauh, beda fakultas beda universitas tetep semangat ngerjain skripsinya. Buat Sarap cepet lagi cari kerja udah lama tuh nganggur, hehehe.


(16)

tidak bisa ditulis satu persatu.

15. Terima kasih untuk adik-adik Himagara 2011, 2012, dan 2013 Purnama, Pewe, Sherly, Frisca, Dara, Yuli, Umay, Maya, Silvy, Rio, Ayu yang nggak bisa disebutin satu-satu terimakasih untuk semuanya.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan akan tetapi sedikit harapan semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin


(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI DAFTAR BAGAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik ... 11

1. Konsep Kebijakan Publik ... 11

2. Tahap Kebijakan Publik ... 14

B. Tinjauan Tentang Evaluasi ... 16

1. Konsep Evaluasi Kebijakan ... 16

2. Tipe–tipe Evaluasi Kebijakan Publik ... 18

C. Tinjauan Tentang Dampak ... 23

1. Konsep Dampak ... 23

D. Tinjauan Tentang Kemiskinan ... 25

1. Konsep Kemiskinan ... 25

E. Tinjauan Tentang Pemberdayaan ... 27

1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat... 27

2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat ... 31

3. Tahap Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat ... 34

4. Indikator Pemberdayaan Masyarakat ... 37

F. Tinjauan Tentang BLM–PUAP ... 41

1. Konsep BLM–PUAP ... 41

2. Tujuan dan Sasaran BLM–PUAP ... 42


(18)

C. Lokasi Penelitian ... 48

D. Sumber Data ... 49

1. Sumber Lisan/Kata–kata ... 49

2. Sumber Tertulis ... 50

3. Foto ... 50

E. Teknik Pengumpulan Data ... 51

1. Wawancara Mendalam (in depth interview) ... 51

2. Dokumentasi ... 51

3. Observasi (pengamatan) ... 52

F. Teknik Pengolahan Data ... 53

1. Editing ... 53

2. Interpretasi ... 53

G. Analisis Data ... 54

1. Reduksi Data ... 54

2. Penyajian Data ... 55

3. Penarikan Kesimpulan ... 55

H. Teknik Keabsahan Data ... 56

1. Derajat Kepercayaan (Credibilitiy) ... 56

2. Keteralihan (Transferability) ... 57

3. Kebergantungan (Dependability) ... 57

4. Kepastian (Confirmability) ... 58

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Pesawaran ... 59

1. Kondisi Geografis dan Administratif ... 59

2. Kondisi Demografis ... 60

3. Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten Pesawaran ... 61

4. Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Pesawaran ... 63

B. Gambaran Umum Desa Taman Sari ... 63

1. Batas Wilayah Desa Taman Sari ... 64

2. Tata Guna Lahan Desa Taman Sari ... 64

3. Kondisi Topografi dan Demografi Desa Taman Sari ... 65

4. Struktur Pemerintahan Desa Taman Sari ... 65

C. Gambaran Umum Gapoktan Rukun Tani Desa Taman Sari ... 67

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Hasil Penelitian ... 70

1. Evaluasi Dampak (outcome) pemberdayaan petani melalui Program BLM–PUAP ... 70

a. Indikator dari aspek psychological assets ... 71

b. Indikator dari aspek informational assets ... 76

c. Indikator dari aspek organizational assets ... 80

d. Indikator dari aspek financial assets ... 84

e. Indikator dari aspek human assets ... 87


(19)

BLM–PUAP ... 99

a. Indikator dari aspek psychological assets ... 100

b. Indikator dari aspek informational assets ... 102

c. Indikator dari aspek organizational assets ... 104

d. Indikator dari aspek financial assets ... 106

e. Indikator dari aspek human assets ... 107

f. Indikator dari aspek material assets ... 108

2. Kendala –kendala yang dihadapi ... 110

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah Tahun 2012 2

Tabel 1.2 Potensi Sumber Daya Alam Kabupaten Pesawaran ... 7

Tabel 1.3 Komoditas Utama Sektor Pertanian Kabupaten Pesawaran ... 7

Tabel 2.1 Indikator Pemberdayaan Masyarakat ... 39

Tabel 3.1 Daftar Nama Informan ... 51

Tabel 3.2 Daftar Dokumen–dokumen yang Berkaitan dengan Penelitian ... 52

Tabel 3.3 Objek Pengamatan ... 53

Tabel 4.1 Nama, Luas Wilayah Per-Kecamatan dan Jumlah Kelurahan ... 59

Tabel 4.2 Jenis Penggunaan Lahan atau Tanah Desa Taman Sari ... 64

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Desa Taman Sari ... 65

Tabel 5.1 Pagu Dana BLM–PUAP Penyaluran Dana pada Rumah Tangga Tani Menurut Sasaran Jenis Usaha Tahun 2012 ... 74

Tabel 5.2 Alokasi Dana Pembinaan APBD Kabupaten Pesawaran Mendukung PUAP Tahun 2008-2012 ... 81

Tabel 5.3 Laporan Perkembangan BLM–PUAP Tahun 2009-2012 Kecamatan Gedong Tataan ... 85


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 5.1 Contoh Rencana Usaha Bersama (RUB) ... 72

Gambar 5.2 Penggunaan Dana BLM –PUAP ... 74

Gambar 5.3 Situs Web DISTANNAK Pesawaran ... 77

Gambar 5.4 Situs Web BP4K Pesawaran ... 78

Gambar 5.5 Pelatihan Tim Teknis Kabupaten Pesawaran ... 82

Gambar 5.6 Sosialisasi pada Tingkat Desa ... 88

Gambar 5.7 Penyuluhan Lapangan ... 90

Gambar 5.8 Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) Kakao ... 90

Gambar 5.9 Peningkatan Hasil Produksi ... 94


(22)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara berkembang yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan terus mengupayakan pembangunan, dituntut untuk meningkatkan kondisi perekonomiannya lebih kompetitif. Sebagai upaya dalam menunjang peningkatan kondisi perekonomian, haruslah didukung dengan sumber daya yang memadai, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Indonesia dengan segala kekayaan sumber daya alam serta menusianya menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu memajukan pembangunan terutama pada sektor pertanian, dan didukung oleh kekayaan sumber dayanya.

Pertama kalinya pada tahun 1972 Indonesia meletakkan kebijakan sektor pertanian sebagai landasan pembangunan bangsa. Hal ini mengingat peran strategis sektor pertanian dengan besarnya jumlah penduduk yang terlibat didalamnya. Program BIMAS (Bimbingan Massal) dan KUD muncul pada tahun 1983 memiliki salah satu peranan yang berfungsi untuk melaksanakan penyaluran sarana produksi seperti, bibit, pupuk, obat-obatan, pengolahan hasil dan pemasaran hasil pertanian serta perkreditan untuk membantu permodalan dalam usaha tani. Kekurangan bahan pokok (beras) terjadi di Indonesia pada tahun 1993,


(23)

pada tahun yang sama untuk pertama kalinya impor beras dibuka, mengakibatkan stok beras di pasaran didominasi beras dari luar negeri sebesar 24.317 ton, asal Thailand dan Amerika Serikat. Resesi moneter yang terjadi pada tahun 1997 menyebabkan jatuhnya perekonomian Indonesia dan mendorong terjadinya krisis ekonomi, sosial, dan politik. Krisis ini bukan hanya menjatuhkankan perekonomian bangsa yang telah dibangun berpuluh-puluh tahun khususnya pada era rezim Soeharto, tetapi juga telah mengakibatkan runtuhnya tatanan sosial dan tatanan politik hal ini dibuktikan dengan jatuhnya rezim Soeharto akibat krisis moneter pada tahun 1998 (Sukino, 2013: 10–11).

Persaingan sektor pertanian Indonesia pada era globalisasi saat ini menjadi berat khususnya persaingan di dalam negeri sendiri. Ini diakibatkan dengan masuknya hasil–hasil pertanian dari negara lain yang mendominasi di pasar dalam negeri, yang berdampak pada melemahnya daya beli konsumen terhadap barang lokal yang relatif lebih mahal, di banding produk luar dan berimbas pada pendapatan petani yang semakin merosot, akibat dari proses produksi yang terus berlangsung namun tidak diimbangi dengan konsumsi masyarakat akan produk lokal.

Ketidak seimbangan tersebut memicu timbulnya kemiskinan, yang menyebar di daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan yang merupakan penghasil bahan pokok di sektor pertanian seperti pada tabel di 1.1:

Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Indonesia Menurut Daerah, Maret-September 2012

Daerah/Tahun Jumlah Penduduk Miskin (juta orang)

Persentase Penduduk Miskin (%) Perkotaan

Maret 2012 September 2012

10,65 10,51

8,78 8,60


(24)

Perdesaan Maret 2012 September 2012

18,48 18,08

15,12 14,70 Perkotaan+Perdesaan

Maret 2012 September 2012

29,13 28,59

11,96 11,66

(Sumber: Diolah dari data Susenas Maret 2012 dan September 2012)

Dari tabel 1.1 memperlihatkan mengenai tingkat kemiskinan lebih menyebar pada daerah pedesaan yang utamanya adalah sektor pertanian. Mencapai 18.48 juta jiwa warga pedesaan dikategorikan miskin yang rata-rata penduduknya bermata pencarian di bidang sektor pertanian.

Sektor pertanian mempunyai peran yang cukup signifikan dalam perekonomian nasional, antara lain berupa kontribusi dalam pembentukan PDB, penyediaan pangan dan pakan, penyediaan sumber devisa, penyediaan bahan baku industri, penyediaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, perbaikan pendapatan masyarakat, dan sumber bio-energi (Peraturan Kementerian Pertanian, 2013). Pembangunan pertanian ditujukan dalam rangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat terutama petani dan pelaku usaha pertanian. Guna mencapai tujuan tersebut, kegiatan pembangunan pertanian menuntut termanfaatkannya seluruh potensi yang ada di masyarakat, baik potensi sumber daya alam, manusia, teknologi dan juga sumberdaya institusi secara optimal, menguntungkan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Permasalahan sektor pertanian dan kemiskinan memiliki kaitan erat, dimana permasalahan sektor pertanian adalah kekurangan dalam permodalan menyebabkan petani mengalami kesulitan mengelola lahannya, sehingga


(25)

terjadilah kemiskinan akibat dari ketidakberdayaan petani mengelola lahannya dan berimbas pada ketidakmampuan petani memenuhi kebutuhannya.

Kemiskinan di pedesaan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda lagi. Apalagi jika melihat data mengenai tingkat kemiskinan di Indonesia menurut BPS pada tahun 2012 mencapai 28,59 juta maka kemiskinan khususnya di daerah pedesaan menjadi hal yang harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional yang berbasis pertanian dan perdesaan baik secara langsung maupun tidak langsung tentu saja akan berdampak pada upaya pengurangan kemiskinan.

Berdasarkan penguraian kemiskinan di daerah pedesaan dengan berangkat dari permasalahan pertanian maka Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Program Revitalisasi Pertanian. Program Revitalisasi Pertanian ini menghasilkan beberapa program utama yaitu: Program Peningkatan Ketahanan Pangan, Pengembangan Agribisnis, Peningkatan Kesejahteraan Petani serta Pengembangan Sumber Daya dan Pemantapan Pemanfaatannya, baik di bidang perikanan maupun kehutanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan. Program–program ini kemudian diturunkan menjadi program jangka menengah yang dicanangkan bersama Departemen Pertanian Republik Indonesia (Prihantono, 2009:5) . Salah satu program turunan yang utama adalah program BLM–PUAP (Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan). BLM–PUAP ini diturunkan melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) No.08/permentan/OT.140/1/2013


(26)

tentang Pedoman Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan. BLM–PUAP merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.

Program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) ini merupakan salah satu program pemberdayaan. Artinya kesuksesan program tidak telepas dari kerjasama yang baik antar lembaga yang terkait. Program BLM–PUAP (Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) ini bukan hanya program yang berasal dari pemerintah saja namun terdapat aspek pemberdayaan. Sasaran program ini adalah terbinanya masyarakat desa yang mandiri dengan usaha pertanian. Melalui pemberdayaan masyarakat program BLM–PUAP (Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) sektor pertanian diharapkan mampu meningkatkan pendapatan dan menanggulangi angka kemiskinan daerah pedesaan. Adanya kebijakan pemberdayaan petani dengan peran pemerintah serta kelembagaan dengan lebih memfokuskan bagaimana peran pemerintah dan kerjasama antar kelembagaan dalam kebijakan pemberdayaan masyarakat petani dapat mensejahterakan kehidupan petani, menyelesaikan permasalahan yang timbul serta mampu meningkatkan pendapatan daerah sektor pertanian guna peningkatan pembangunan di sektor pertanian.

BLM–PUAP (Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) ini dilaksanakan dengan adanya tim pembina program PUAP yaitu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan merupakan kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi


(27)

oleh tenaga Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. Gapoktan PUAP ini mempunyai tujuan untuk dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 08/permantan/OT.140/1/2013 BLM–PUAP mempunyai empat tujuan yaitu: (1) mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran, (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis pedesaan, (3) memberdayakan kelembagaan petani dalam mengembangkan usaha agribisnis, dan (4) meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani. BLM– PUAP dilaksanakan secara terintegrasi melalui kegiatan–kegiatan penunjang pertanian. BLM–PUAP juga mempunyai strategi dasar yang meliputi optimalisasi potensi usaha agribisnis desa miskin dan tertinggal, penguatan modal usaha bagi petani kecil dan pelatihan pendampingan Gapoktan.

Berdasarkan data BPS pada tahun 2012 tentang jumlah penduduk miskin Indonesia, Provinsi Lampung menduduki peringkat 5 (lima) teratas dari 32 provinsi di Indonesia, dengan peringkat tersebut menjadikan Provinsi Lampung sebagai Provinsi penerima program BLM–PUAP yang cukup besar pada daerah sebaran desa miskin. Guna memperlancar dan mempermudah pelaksanaan BLM– PUAP didukung dengan adanya Keputusan Gubernur Lampung Nomor: G/456/III.12/HK/2010 mengenai pembentukan tim pembinaan BLM–PUAP.

BLM–PUAP (Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) di Provinsi Lampung terbagi dalam 14 kabupaten/kota pada Provinsi Lampung. Dana yang diterima sebesar Rp.100.000.000,- pada setiap desa miskin atau Gapoktan. Salah satu Kabupaten penerima BLM–PUAP terbesar berdasarkan


(28)

data evaluasi pelaksanaan 5 tahun PUAP Kabupaten Pesawaran Tahun 2008-2012 adalah Kabupaten Pesawaran didukung dari data BPS tentang kemiskinan tingkat Kabupaten pada tahun 2012 yang menyatakan bahwa Kabupaten Pesawaran menempati peringkat ke-7 dari 14 Kabupaten/Kota di Lampung. Kekayaan alam Kabupaten Pesawaran pada sektor pertanian juga menjadi faktor utama dana BLM –PUAP banyak digulirkan hal ini dapat dilihat berdasarkan tabel 1.2 :

Tabel 1.2. Potensi Sumber Daya Alam Kabupaten Pesawaran

Potensi Lahan Luas (ha) Luas (%)

Lahan basah 21.552 18,36

Lahan kering 17.271 81,95

Budidaya laut 4.775 -

(sumber: pesawarankab.go.id diakses pada 04 Desember 2013, 02.00 wib)

Dari tabel 1.2 memperlihatkan bahwa potensi sumber daya alam Kabupaten Pesawaran, terbesar adalah potensi lahan basah seluas 21.552 ha.

Tabel 1.3. Komoditas Utama Sektor Pertanian Kebupaten Pesawaran

Komoditas Hasil Produksi (ton) Luas (ha)

Tanaman Pangan: Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Tanah Kacang Kedelai Kacang Hijau 134.707 102.396 64.459 2.472 454 664 289 27.188 19.473 2.829 252 342 570 293 Holtikultura: Buah-buahan: Mangga Durian Papaya Pisang Rambutan Sayuran: Kacang Panjang 1.251,5 1.687,7 1.931,8 168.819,5 2.487 512 - - - - - -


(29)

Cabe Melinjo Bawang Merah Sawi Terong Buncis Petai Ketimun 7.874 2.222,6 564 620 940 662 663,6 445 - - - - - - - -

(sumber: pesawarankab.go.id diakses pada 04 Desember 2013, 02.00 wib)

Dari tabel 1.3 memperlihatkan bahwa komoditas utama sektor pertanian Kabupaten Pesawaran adalah komoditas tanaman padi dengan luas lahan 27.188 ha dan hasil produksi mencapai 134.707 ton berdasarkan data pertanian tahun 2009.

Berbeda dengan hasil potensi SDA sektor pertanian yang dimiliki Kabupaten Pesawaran data kemiskinan Kabupaten Pesawaran masih tinggi dengan menduduki 7 (tujuh) teratas dari 14 Kabupaten/Kota mencapai 77.100 ribu jiwa pada tahun 2012 dan lebih dari 50% warga miskin Kabupaten Pesawaran berada di daerah pedesaan dan bermatapencarian di sektor pertanian. Hal ini menegaskan mengenai kekayaan SDA yang melimpah namun tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan penduduk khususnya petani Kabupaten Pesawaran. Selain itu, Kabupaten Pesawaran juga merupakan salah satu Daerah Otonomi Baru (DOB) hasil pemekaran wilayah. Sebagai DOB, kemiskinan rentan terjadi. Kemudahan akses data juga menjadi pertimbangan peneliti memilih lokasi penelitian. Pemilihan Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan sebagai lokasi penelitian di dasarkan pada fakta bahwa kecamatan tersebut merupakan kecamatan dengan jumlah Gapoktan terbanyak berdasarkan data evaluasi pelaksanaan 5 tahun PUAP Kabupaten Pesawaran Tahun 2008-2012 yang telah memiliki LKM–A, dimana LKM–A merupakan bukti bahwa Gapoktan berjalan


(30)

dengan baik, serta salah satu desa dengan Gapoktan yang telah memiliki LKM–A serta penerima BLM–PUAP adalah Desa Taman Sari. Berangkat dari fakta–fakta yang ada dan keingintahuan yang timbul pada diri peneliti untuk mengetahui dengan fakta –fakta yang ada, apakah mampu mensejahterakan petani di desa tersebut. Oleh karena itu maka peneliti tertarik untuk mengkaji secara ilmiah tentang:

“Evaluasi Dampak Kebijakan Pemberdayaan Petani Melalui Program

Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (BLM–PUAP) Di Kabupaten Pesawaran (Studi Kasus di Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana dampak dari kebijakan pemberdayaan petani melalui program BLM–PUAP (Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) di Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pasawaran ?

2. Apa saja Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pemberdayaan petani melalui program BLM-PUAP (Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) di Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pasawaran ?


(31)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan pokok yang terdapat dalam penelitian ini, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis dampak dari kebijakan pemberdayaan petani melalui program BLM-PUAP (Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pasawaran; 2. Menganalisis kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan

pemberdayaan petani melalui program BLM–PUAP (Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pasawaran.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk: 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini digunakan untuk menambah wawasan tentang kajian Ilmu Administrasi Negara dan menjadi referensi bagi penelitian mahasiswa lainnya yang ingin melakukan penelitian yang berkaitan dengan Kebijakan Pemberdayaan Petani Melalui Program BLM – PUAP ( Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) di Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pasawaran.


(32)

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini digunakan sebagai rujukan solusi untuk mengetahui dampak dari adanya Kebijakan Pemberdayaan Petani Melalui Program BLM – PUAP (Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) di Kabupaten Pasawaran mampu meningkatkan perekonomian masyarakat tani di pedesaan.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan tentang Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik

Menurut Eystone kebijakan publik ialah the relationship unit its environment

(antar hubungan yang berlangsung di antara unit/satuan pemerintahan dengan lingkungannya). Sedangkan menurut Charles O. Jones, istilah kebijakan (policy

term) digunakan dalam praktek sehari–hari namun digunakan untuk mengantikan

kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering ditukarkan dengan tujuan (Goals), program, keputusan (decisions), standard , proposal, dan grand

design. Secara umum, istilah kebijakan atau policy digunakan untuk menunujuk

perilaku seorang aktor atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Winarno, 2012:37–38).

Istilah kebijakan dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan untuk menunujuk suatu kegiatan yang mempunyai maksud berbeda. Para ahli mengembangkan berbagai macam definisi untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan kebijakan publik. Masing-masing definisi memberikan penekanan yang berbeda-beda, namun suatu definisi dianggap tepat adalah suatu definisi yang menekankan tidak hanya apa yang diusulkan pemerintah , tetapi juga mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan oleh pemerintah (Winarno, 2012:37–38).


(34)

Secara sederhana, kebijakan publik terbentuk dari dua kata: kebijakan dan publik. Kebijakan (policy) adalah an authoritative decision. Decision made by the one

who hold the authority, formal or informal. Publik adalah sekelompok orang yang

terikat dengan suatu isu tertentu. Jadi, “publik bukanlah umum, rakyat, masyarakat, maupun stakeholders. Publik adalah a sphere where people become

citizen, a space where citizens interect, where state and society exist”. Jadi publik

policy adalah

“ Any of State or Goverment (as the holder of the authority) decision to manage

pubic life (as the sphere) in order to reach the mission of the nation (remember,

nation is consist of two institutions: state and society).”

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita – citakan (Nugroho: 2012, 122–124).

Kebijakan publik dengan demikian adalah sebuah fakta strategis daripada fakta politis maupun teknis, sebagai sebuah strategi, dalam kebijakan publik sudah terangkum preferensi–preferensi politis dari para aktor yang terlibat dalam proses kebijakan, khususnya pada proses perumusan. Sebagai sebuah strategi, kebijakan publik tidak saja bersifat positif, namun juga negatif, dalam arti pilihan keputusan selalu bersifat menerima salah satu dan menolak yang lain. Meskipun terdapat ruang win-win dan sebuah tuntutan dapat diakomodasi, pada akhirnya ruang bagi


(35)

zero-sum-game, yaitu menerima yang ini, dan menolak yang lain (Nugroho: 2012, 122– 124).

2. Tahap–tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks kerena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses – proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan dalam mengkaji kebijakan publik (Lindblom, 1986:35). Tahap – tahap kebijakan publik menurut Dunn dalam Winarno (2012: 36–37) adalah sebagai berikut:

a. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pemuat kebijakan. Masalah – masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options)yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing – masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini masing – masing akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

b. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadobsi


(36)

dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus, antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

c. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan – catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors), namun, babarapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

d. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini, kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu , ditentukanlah ukuran – ukuran atau kriteria – kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.


(37)

B.Tinjauan Tentang Evaluasi

1. Konsep Evaluasi Kebijakan

Sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu saja, tanpa dilakukan evaluasi. Evaluasi kebijakan dilakukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik untuk dipertanggung jawabkan kepada publiknya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi dibutuhkan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan.

Menurut Winarno (2012: 225) bila kebijakan dipandang sebagai suatu pola kegiatan yang berurutan, maka evaluasi kebijakan merupakan tahap akhir dalam proses kebijakan. Namun demikian, ada beberapa ahli yang mengatakan sebaliknya bahwa evaluasi bukan merupakan tahap akhir dari proses kebijakan publik. Pada dasamya, kebijakan publik dijalankan dengan maksud tertentu, untuk meraih tujuan-tujuan tertentu yang berangkat dari masalah-masalah yang telah dirumuskan sabelumnya. Evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik meraih hasil yang diinginkan. Seringkali terjadi, kebijakan publik gagal meraih maksud atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan publik yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan. Secara sederhana evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai “manfaat” suatu kebijakan.

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi,


(38)

implementasi dan dampak. Evaluasi kebijakan dalam hal ini, dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Evaluasi kebijakan dengan demikian,bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

Peneliti mengutip beberapa definisi mengenai evaluasi kebijakan menurut beberapa ahli. Salah satunya menurut Jones (Santosa, 2008: 43) menyatakan bahwa evaluasi adalah judging the merit of government processes and program.

Artinya adalah evaluasi kebijakan adalah penilaian terhadap kemampuan pemerintah dalam proses dan programnya.

Menurut Thomas Dye (Parsons. 2008: 547) mengatakana bahwa evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan menurut Anderson dalam Putra, evaluasi kebijakan adalah aktivitas atau kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi, dan dampak. Karena itu, evaluasi kebijakan merupakan kegiatan fungsional, yang meliputi : perumusan masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi maupun dampak kebijakan.

Dari beberapa definisi mengenai evaluasi kebijakan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa evaluasi kebijakan merupakan suatu tahap akhir yang berupa pengukuran serta penilaian terhadap hasil dan dampak dari suatu kebijakan


(39)

yang telah dilaksanakan oleh pemerintah, sehingga mampu menentukan kebijakan yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang.

2. Tipe-tipe Evaluasi Kebijakan Publik

Tipe-tipe Evaluasi Kebijakan Publik merupakan pembagian dan macam-macam dari penilaian suatu kebijakan. Beberapa ahli telah membagi evaluasi kebijakan menjadi beberapa penggolongan seperti menurut Menurut Finsterbusch dan Motz (Wibawa dkk, 1994: 74-75) terdapat 4 (empat) tipe evaluasi yaitu :

1. Single program after only, merupakan jenis evaluasi yang melakukan

pengukuran kondisi atau penilaian terhadap program setelah meneliti setiap variabel yang dijadikan kriteria program. Sehingga analis tidak mengetahui baik atau buruk respon kelompok sasaran terhadap program.

2. Single program before-after, merupakan penyempurnaan dari jenis pertama

yaitu adanya data tentang sasaran program pada waktu sebelum dan setelah program berlangsung.

3. Comparative after only, merupakan penyempurnaan evaluasi kedua tapi tidak

untuk yang pertama dan analis hanya melihat sisi keadaan sasaran bukan sasarannya.

4. Comparative before-after, merupakan kombinasi ketiga desain sehingga

informasi yang diperoleh adalah efek program terhadap kelompok sasaran.

Menurut Parsons (2008: 543), menyatakan bahwa terdapat dua tipe dalam evaluasi, yakni:


(40)

1. Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilaksanakan pada saat sebuah kebijakan atau program sedang dilaksanakan yang didalamnya terdapat analisis yang meluas terhadap program yang dilaksanakan dan kondisi-kondisi yang mendukung bagi suksesnya implementasi tersebut. Rossi dan Freeman dalam Parsons (2008: 547) menjelaskan bahwa tipe evaluasi ini diarahkan pada tiga jenis issue pertanyaan, yaitu :

a. Apakah program telah mengarah pada kelompok sasaran yang telah ditentukan. Hal ini menyangkut apakah suatu kebijakan/program dapat mencapai wilayah atau kelompok sasaran (target groups) program yang bersangkutan.

b. Apakah pelayanan didistribusikan sesuai dengan desain program. Hal ini menyangkut, apakah usaha-usaha yang diambil dalam interfensi dan prakteknya telah sesuai dengan apa yang dirinci dalam rancangan program. Dengan kata lain apakah pelaksanaan program telah memberikan sumber-sumber pelayanan dan keuntungan pada kelompok sasaran sebagaimana yang diharapkan.

c. Sumberdaya apa saja yang telah dikeluarkan dalam melaksanakan program tersebut.

2. Summative Evaluation digunakan untuk mengukur bagaimana sebuah

kebijakan atau program telah memberikan dampak terhadap masalah yang telah ditujukan di awal. Evaluasi summatif masuk dalam tahap post-implementations, yakni dilakukan ketika kebijakan program sudah selesai digunakan, dan dengan mengukur/melihat dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan kebijakan atau program tertentu. Tipe evaluasi summatif ini


(41)

menekankan pada hasil yang telah dicapai dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

Anderson dalam Winarno (2008: 227) membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga tipe. Masing-masig tipe evaluasi yang diperkenalkan ini didasarkan pada pemahaman para evaluator terhadap evaluasi:

1) Tipe pertama, evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional.

Tipe evaluasi pertama, bila evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional, maka evaluasi kebilakan dipandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri. Para pembentuk kebijakan dan administrator selalu membuat pertimbangan-pertimbangan mengenai manfaat atau dampak dari kebijakan-kebijakan, program-program dan proyek-proyek. Pertimbangan-pertimbangan ini banyak memberi kesan bahwa pertimbangan-pertimbangan tersebut didasarkan pada bukti yang terpisah-pisah dan dipengaruhi oleh ideologi, kepentingan para pendukungnya dan kriteria-kriteria lainnya. Dengan demikian, suatu program kesejahtaraan misalnya, oleh suatu kelompok tertentu mungkin akan dipandang sebagai program yang sangat sosialistis, terlepas dari pertimbangan apa dampaknya yang sebenarnya. Oleh karena itu, program seperti ini tidak diharapkan untuk dilaksanakan tanpa melihat dampak yang sebenarnya dari program tersebut. Atau contoh yang lain misalnya, penjualan saham perusahaan-perusahaan pemerintah (BUMN) akan dipandang sebagai proses kapitalisasi dan dianggap akan mengancam kepentingan rakyat. Demikian juga misalnya menyangkut kompensasi yang diberikan kepada pengangguran mungkin dianggap buruk karena evaluator


(42)

mengetahui banyak orang yang tidak layak menerima keuntungan-keuntungan seperti itu. Pandangan-pandangan seperti ini muncul karena setiap orang dalam melihat persoalan-persoalan tadi menggunakan cara pandang yang berbeda. Sebagaimana telah kita singgung pada bab terdahulu di mana nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan individu akan memengaruhi keseluruhan proses kebijakan. Oleh karena itu, evaluasi seperti ini akan mendorong terjadinya konflik karena evaluator-evaluator yang berbeda akan menggunakan kriteria-kriteria yang berbeda, sehingga kesimpulan yang didapatkannya pun berbeda mengenai manfaat dari kebijakan yang sama.

2) Tipe kedua, merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program tertentu.

Tipe kedua merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi seperti ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut:

1. Apakah program dilaksanakan dengan semestinya? 2. Berapa biayanya?

3. Siapa yang menerima manfaat (pembayaran atau pelayanan), dan berapa jumlahnya?

4. Apakah terdapat duplikasi atau kejenuhan dengan program-program lain? 5. Apakah ukuran-ukuran dasar dan prosedur-prosodur secara sah diikuti?

Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti ini dalam melakukan evaluasi dan memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau progam-program, maka evaluasi dengan tipe seperti ini akan lebih membicarakan sesuatu mengenai kejujuran atau efisiensi dalam melaksanakan program.


(43)

Namun demikian, evaluasi dengan mangggunakan tipe seperti ini mempunyai kelemahan, yakni kecenderungannya untuk manghasilkan informasi yang sedikit mengenai dampak suatu program terhadap masyarakat.

3) Tipe ketiga adalah tipe evaluasi sistematis.

Tipe evaluasi kebijakan ketiga adalah tipe evaluasi kebijakan sistematis. Tipe ini secara komparatif masih dianggap baru, tetapi akhir-akhir ini telah mendapat perhatian yang meningkat dari para peminat kebijakan pubik. Evaluasi sistematis melihat sacara obyektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai. Lebih lanjut, evaluasi sistematis diarahkan untuk melihat dampak yang ada dari suatu kebijakan dengan berpijak pada sejauh mana kebijakan tersebut menjawab kebutuhan atau masalah masyarakat.

Dari berbagai pendapat para ahli diatas peneliti menggunakan teori dari Finsterbusch dan Motz, yang membagi evaluasi menjadi empat yaitu evaluasi

single program after-only, evaluasi single program before-after, evaluasi

comparative after-only, danevaluasi comparative before-after. Dari empat macam

evalusi ini peneliti menggunakan evaluasi single program before-after. Evaluasi

single program before-after digunakan untuk mengukur bagaimana sebuah

kebijakan atau program telah memberikan dampak terhadap masalah yang terjadi setelah dan sebelum kebijakan atau program dilaksanakan. Evaluasi single

program before-after, yakni dilakukan dengan membandingkan kebijakan


(44)

menggunakan data periode tertentu dalam kebijakan program untuk mengukur/melihat dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan kebijakan atau program tertentu. Tipe evaluasi single program before-after ini akan diturunkan peneliti dengan menggunakan beberapa indikator yang akan dibahas pada sub bab berikutnya.

C. Tinjauan Tentang Dampak

1. Konsep Dampak

Perbedaan studi implementasi, evaluasi implementasi dan evaluasi dampak dapat dilihat dari substansikebijakan. Kebijakan secara substantif terbagi menjadi dua aspek, yaitu aksi dan konsekuensi kebijakan. Dalam aksi kebijakan merupakan suatu aktifitas yang dimulai dari input dan proses. Guna mencapai tujuan kebijakan, pemerintah harus melakukan aksi atau tindakan berupa penghimpunan sumberdaya dan pengelolaan sumber daya tersebut. Hasil dari aksi pertama dapat disebut input kebijakan dan aksi yang kedua secara terbatas disebut sebagai proses (implementasi) kebijakan. sedangkan konsekuensi kebijakan memiliki dua jenis pemahaman yaitu output dan dampak. Output adalah barang, jasa, atau fasilitas lain yang diterima oleh sekelompok masyarakat tertentu, baik kelompok sasaran maupun kelompok lain yang tidak dimaksudkan untuk disentuh oleh kebijakan. Output biasanya berupa dampak jangka pendek. Sedangkan dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan. Dampak disini yang dimaksud adalah dampak jangka panjang (Wibawa, 1994:3). Ada dampak yang diharapkan dan dampak yang tidak diharapkan. Dampak yang


(45)

diharapkan maksudnya adalah ketika kebijakan dibuat, pemerintah telah menentukan atau memetakan dampak apa saja yang akan terjadi. Lebih dari itu, pada akhir implementasi kebijakan muncul juga dampak-dampak yang tidak terduga (Wibawa, 1994: 29-30).

Dalam memantau hasil kebijakan Dunn membedakan dua jenis akibat: keluaran

(outputs) dan dampak (impacts). Keluaran kebijakan adalah barang, layanan, atau

sumberdaya yang diterima oleh kelompok sasaran atau kelompok penerima

(beneficiaries). Sedangkan dampak kebijakan merupakan perubahan nyata pada

tingkah laku atau sikap yang dihasilkan oleh keluaran kebijakan tersebut. Dampak juga diartikan sebagai akibat lebih jauh pada masyarakat sebagai konsekuensi adanya kebijakan yang diimplementasikan (Wahyudi, 2010: 13-14)

Leo Agustino dalam Wahyudi (2010: 14) menyebutkan dampak dari kebijakan mempunyai beberapa dimensi, yaitu;

a) Pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang berhubungan dan melibatkan masyarakat. Lebih jauh lagi, kebijakan dapat mempunyai akibat yang diharapkan atau yang tidak diharapkan, atau bahkan keduanya. b) Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi dan kelompok lain; atau

dapat disebut juga dengan eksternalitas atau spillover effect.

c) Kebijakan dapat mempunyai pengaruh dimasa mendatang seperti pengaruhnya pada kondisi yang ada saat ini.

d) Kebijakan dapat mempunyai dampak yang tidak langsung atau yang merupakan pengalaman dari suatu komunitas atau beberapa anggota diantaranya.


(46)

Berdasarkan pengertian dampak yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, peneliti menyimpulkan bahwa, dampak adalah konsekuensi yang mampu merubah kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan yang telah diimplementasikan baik bersifat positif maupun negatif.

D.Tinjauan tentang Kemiskinan

1. Konsep Kemiskinan

Definisi umum kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar antara lain : terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, serta rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik. (Sumber : BPS, 2011, http://bps.go.id diakses pada 04

Desember 2013, 01.36 wib

Kemiskinan merupakan konsep yang multidimensional. Menurut Ellis dimensi kemiskinan menyangkut berbagai aspek, diantaranya adalah ekonomi, politik dan sosial-psikologis. Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan


(47)

Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Ada tiga pertanyaan mendasar yang berkaitan dengan akses terhadap kekuasaan ini, yaitu (a) bagaimana orang dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam masyarakat, (b) bagaimana orang dapat turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan penggunaan sumber daya yang tersedia, dan (c) bagaimana kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan (Widya Aggriani, 2012:13).

Kemiskinan secara sosial–psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan–kesempatan peningkatan produktivitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor–faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan– kesempatan yang ada di masyarakat (Widya Aggriani, 2012:13-14).

Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak–hak dasar dan perbedaan perlakukan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Hak-hak dasar yang diakui secara umum meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, seumberdaya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik,


(48)

baik bagi perempuan maupun laki-laki (Sumber : Bappenas, 2004, http://setneg.go.id diakses pada 04 Desember 2013, 01.22 wib).

Dari beberapa definisi kemiskinan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemiskinan mempunyai dimensi yang luas, tidak terbatas pada kemiskinan ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar saja (pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya), tetapi kemiskinan juga mencakup aspek sosial, budaya, politik dan partisipasi dalam masyarakat. Kemiskinan berarti tidak tercapainya standar hidup yang layak.

E.Tinjauan Tentang Pemberdayaan

1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Pembangunan pertanian sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang berada di dalamnya. Apabila sumber daya memiliki motivasi tinggi, kreativitas dan mampu mengembangkan inovasi, maka pembangunan pertanian dapat dipastikan semakin membaik. Dalam menghadapi tantangan pembangunan maka konsep negara atau bangsa perlu dijadikan landasan untuk mengadakan pembaharuan – pembaharuan. Korten, 1984 dalam Totok Mardikanto & Poerwoko Soebianto memunculkan teori baru yang menyajikan potensi – potensi baru yang penting guna memantapkan pertumbuhan den kesejahteraan manusia, keadilan, dan kelestarian pembangunan itu sendiri, yamg kemudian disebut dengan teori pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development). Teori ini menyatakan bahwa pembangunan harus berorientasi pada peningkatan kualitas


(49)

hidup manusia, bukan pada pertumbuhan ekonomi melalui pasar maupun memperkuat negara.

Moeljarto Tjokrowinoto memberikan deskripsi mengenai ciri – ciri pembangunan yang berpusat pada rakyat(manusia):

a. Prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tahap demi tahap harus diletakkan pada masyarakat sendiri;

b. Fokus utamanya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasikan sumber-sumber yang terdapat di komunitas untuk memenuhi kebutuhan mereka;

c. Pendekatan ini mentoleransi variasi lokal dan karenanya sifatnya flexibel menyesuaikan dengan kondisi lokal;

d. Di dalam melaksanakan pembangunan, pendekatan ini menekankan pada proses social learning yang di dalamnya terdapat interaksi kolaboratif antara birokrasi dan komunitas mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi proyeek dengan mendasarkan diri saling belajar;

e. Proses pembentukan jejaring (networking) antara birokrasi dan lembaga swadaya masyarakat, satuan-satuan organisasi, tradisional yang mandiri, merupakan bagian intergral dari pendekatan ini, baik untuk meningkatkan kemampuan maupun untuk menjaga keseimbangan antara struktur vertikal maupun horizontal. Melalui proses networking diharapkan terjadi sibiosis antar struktur-struktur pembangunan di tingakat lokal.

Inti dari pembangunan berpusat pada rakyat adalah pemberdayaan (empowerment) yang mengarah pada kemandirian masyarakat. (Mardikanto & Soebianto, 2012: 17–19)


(50)

Empowerment artinya adalah suatu peningkatan kemampuan yang sesungguhnya potensinya ada. Dimulai dari status kurang berdaya menjadi lebih berdaya, sehingga lebih bertanggung jawab. Kerena empowerment asalnya dari kata

“power” yang artinya “control, authority, dominion”. Awalan “emp” artinya “on

put to” atau “to cover with” jelasnya “more power” jadi empowering artinya “is

passing on authority and responsibility” yaitu Attention: lebih berdaya dari

sebelumnya dalam arti wewenang dan tanggung jawab termasuk kemampuan individual yang dimilikinya (Sukino, 2013: 61).

Dari pengertian pemberdayaan dan sumber daya manusia dapat disimpulkan: suatu usaha/upaya untuk lebih memperdayakan “daya” yang dimiliki oleh manusia itu berupa kompetensi (competency), wewenang (authority) dan tanggung jawab (responsibilty) dalam rangka meningkatkan kinerja (performance) dalam berusaha tani. Menurut Rappabort (1987) pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikogis pengaruh ke pihak individu terhadap keadaan sosial, politik dan hak – haknya menurut UU. Sedangkan MC Andie (1989) pengertian pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang – orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. (Sukino, 2013: 61–62).

Selain itu pemerdayaan dapat dipandang sebagai:

a. Pemberdayaan sebagai proses pembelajaran. Inti dari kegiatan pemberdayaan yang bertujuan untuk mewujudkan perubahan adalah terwujudnya proses belajar yang mandiri untuk terus menerus melakukan perubahan. Dengan kata lain, pemberdayaan harus didesain sebagai proses belajar, atau dalam setiap upaya pemberdayaan, harus terkandung upaya – upaya pembelajaran atau


(51)

penyelenggaraan pelatihan, dll. Tidak dilakukan dengan paksaan, ancaman, bujukan, yang memang dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan namun sifatnya hanya sementara. Keberhasilan penyuluhan tidak diukur dari seberapa banyak ajaran yang disampaikan, tetapi seberapa jauh terjadi proses belajar yang dialogis, yang mampu menumbuhkan kesadaran (sikap), pengetahuan, dan keterampilan “baru” yang mampu mengubah perilaku kelompok sasarannya ke arah kegiatan dan kehidupan yang lebih mensejahterakan setiap individu, keluarga, dan masyarakatnya. Jadi, pendidikan dalam penyuluhan adalah proses belajar bersama. Pemberdayaan sebagai proses pembelajaran, harus berbasis dan selalu mengacu kepada kebutuhan masyarakat, untuk mengoptimalkan potensi dan sumberdaya masyarakat serta diusahakan guna kesejahteraan masyarakat yang diberdayakan (Mardikanto & Soebianto, 2012: 68–69).

b. Pemberdayaan sebagai proses penguatan kapasitas. Peran yang dimainkan oleh pemberdayaan pada hakikatnya adalah untuk memperkuat daya (kemampuan dan posisi – tawar) agar masyarakat semakin mandiri. Karena itu, pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses penguatan kapasitas. Penguatan kapasitas disini, adalah penguatan kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu (dalam masyarakat), kelembagaan, maupun sistem atau jejaring antar individu dan kelompok/organisasi sosial, serta pihak lain di luar sistem masyarakatnya sampai di aras global. Penguatan kapasitas untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat mencakup penguatan kapsitas setiap individu (warga masyarakat), kapasitas kelembagaan (organisasi dan nilai-


(52)

nilai perilaku), dan kapasitas jejaring (networking) dengan lembaga lain dan interaksi dengan sistem yang lebih luas. (Mardikanto & Soebianto, 2012: 69) c. Pemberdayaan sebagai proses perubahan sosial. SDC (1995) menyatakan

bahwa, pemberdayaan tidak sekedar merupakan proses perubahan perilaku pada diri seseorang, tetapi merupakan proses perubahan sosial, yang mencakup banyak aspek, termasuk politik dan ekonomi yang dalam jangka panjang secara bertahap mampu diandalkan menciptakan pilihan-pilihan baru untuk memperbaiki kehidupan masyarakatnya. Yang dimaksud dengan perubahan sosial di sini adalah, tidak saja perubahan perilaku yang berlangsung pada diri seseorang, tetapi juga perubahan – perubahan hubungan antar individu dalam masyarakat, termasuk struktur, nilai – nilai, dan pranata sosialnya, seperti demokratisasi, transparansi, supermasi hukum, dll.Pemberdayaan juga sering disebut sebagai proses rekayasa sosial (sosial engineering) atau segala upaya yang dilakukan untuk menyiapkan sumberdaya manusia agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam sistem sosialnya masing – masing. (Mardikanto & Soebianto, 2012: 73)

2. Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Departeman Pertanian mengemukakan tujuan pemberdayaan dalam pembangunan pertanian, diarahkan pada terwujudnya perbaikan teknis bertani (better farming), perbaikan usaha tani (better business), dan perbaikan kehidupan petani dan masyarakatnya (better living). Dari pengalaman pembangunan pertanian yang telah dilaksanakan di Indonesia selama tiga–dasawarsa terakhir, menunjukkan


(53)

bahwa, untuk mencapai ketiga bentuk perbaikan yang disebutkan di atas masih memerlukan perbaikan–perbaikan lain yang menyangkut :

a. Perbaikan kelembagaan pertanian (better organization) demi terjalinnya kerjasama dan kemitraan antar stakeholders.

b. Perbaikan kehidupan masyarakat (better community), yang tercerrmin dalam perbaikan pendapatan, stabilitas keamanan dan politik, yang sangat diperlukan bagi terelaksananya pembangunan pertanian yang merupakan sub – sistem pembangunan masyarakat (community development).

c. Perbaikan usaha dan lingkungan hidup (better environment) demi kelangsungan usaha taninya.

Mengacu pada konsep diatas, maka tujuan pemberdayaan meliputi bergam upaya perbaikan sebagai berikut:

a. Perbaikan pendidikan (better education) dalam arti bahwa pemberdayaan harus dirancang sebagai suatu bentuk pendidikan yang lebih baik.

b. Perbaikan aksesibilitas (better accessibility). Dengan tumbuh dan berkembangnya semangat belajar seumur hidup, diharapkan akan memperbaiki aksesibilitasnya, utamanya tentang aksesibilitas dengan sumber informasi/inovasi, sumber pembiayaan, penyediaan produk dan peralatan, lembaga pemasaran;

c. Perbaikan tindakan (better action). Dengan bekal perbaikan pendidikan dan perbaikan aksesibilitas dengan beragam sumberdaya yang lebih baik, diharapkan akan terjadi tindakan – tindakan yang semakin lebih baik;


(54)

d. Perbaikan kelembagaan (better institution). Dengan perbaikan kegiatan/tindakan yang dilakukan, diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk pengembangan jejaring kemitraan – usaha;

e. Perbaikan usaha (better business).Perbaikan pendidikan (semangat balajar), perbaikan aksesibilitas, kegiatan, dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan memperbaiki bisnis yang dilakukan;

f. Perbaikan pendapatan (better income) g. Perbaikan lingkungan (better environment) h. Perbaikan kehidupan (better living)

i. Perbaikan masyarakat (better community) (Totok Mardikanto & Poerwoko Soebianto, 2012: 109-112).


(55)

3. Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat

Wilson dalam Totok Mardikanto & Poerwoko Soebianto, 2012 mengemukakan bahwa kegiatan pemberdayaan pada setiap individu dalam suatu organisasi, merupakan siklus kegiatan yang terdiri dari (Bagan):

Bagan 2.1. Siklus Pemberdayaan Masyarakat

a. Pertama, menumbuhkan keinginan pada diri seseorang untuk berubah dan memperbaiki, yang merupakan titik – awal perlunya pemberdayaan. Tanpa adanya kegiatan untuk berubah dan memperbaiki, maka semua upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan tidak akan memperoleh perhatian, simpati, atau partisipasi masyarakat;

b. Kedua, menumbuhkan kemauan dan keberanian untuk melepaskan diridari kesenangan/kenikmatan dan atau hambatan – hambatan yang dirasakan, untuk

Keinginan untuk berubah

Peningkatan partisipasi Kemauan untuk

berpartisipasi Kemauan dan keberanian

Tumbuhnya motivasi baru untuk berubah Peningkatam efektivitas

dan efisiensi Tumbuhnya kompetensi


(56)

kemudian mengambil keputusan mengikuti pemberdayaan demi terwujudnya perubahan dan perbaikan yang diharapkan;

c. Ketiga, mengembangkan kemauan untuk mengikuti atau mengambil bagian dalam kegiatan pemberdayaan yang memberikan manfaat atau perbaikan keadaan;

d. Keempat, peningkatan peran atau partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan yang telah dirasakan manfaat/perbaikannya;

e. Kelima, peningkatan peran dan kesetiaan pada kegiatan pemberdayaan, yang ditunjukkan berkembangnya motivasi – motivasi untuk melakukan perubahan; f. Keenam, peningkatan efektivitas dan efisiensi kegiatan pemberdayaan;

g. Ketujuh, peningkatan kompetensi untuk melakukan perubahan melalui kegiatan pemberdayaan baru.

Di lain pihak, Lippit (1961) dalam tulisannya tentang perubahan yang terencana,

(planned change) merinci tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat ke dalam 7

(tujuh) kegiatan pokok yaitu:

a. Penyadaran, yaitu kegiatan – kegiatan yang dilakukan untuk menyadarkan masyarakat tentang “keberadaanya”, baik keberadaannya sebagai individu dan anggota masyarakat, maupun kondisi lingkungannya yang menyangkut lingkungan fisik/teknis, sosial – budaya, ekonomi, dan politik;

b. Menunjukkan adanya masalah, yaitu kondisi yang tidak diinginkan yang kaitannya dengan: keadaan sumberdaya, lingkungan fisik/teknis, sosial – budaya dan politis. Termasuk dalam upaya menunjukkan masalah tersebut, adalah faktor – faktor penyebab terjadinya masalah terutama yang menyangkut kelemahan internal dan ancaman eksternalnya


(57)

c. Membantu pemecahan masalah, sejak analisis akar masalah, analisis alternatif pemecahan masalah, serta pilihan alternatif pemecahan terbaik yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi internal (kekuatan, kelemahan) maupun kondisi eksternal (peluang dan ancaman) yang dihadapi;

d. Menunjukkan pentingnya perubahan, yang sedang dan akan terjadi di lingkungannya, baik lingkungan organisasi di masyarakat (lokal, nasional, regional, dan global)

e. Melakukan pengujian dan demonstrasi, sebagai bagian dari implementasi perubahan terencana yang berhasil dirumuskan.

f. Memproduksi dan publikasi informasi, baik yang berasal dari “luar”

(penelitian, kebijakan, produsen/pelaku bisnis, dll) maupun yang berasal dari dalam (pengalaman, indigenous technology, maupun kearifan tradisional dan nilai – nilai adat yang lain). Sesuai dengan perkembangan teknologi, produk dan media publikasi yang digunakan perlu disesuaikan dengan karakteristik (calon) penerima manfaat penyuluhan;

g. Melaksanakan pemberdayaan/penguatan kapasitas, yaitu pemberian kesampatan kepada kelompok lapisan bawah (grassroots) untuk berusaha dan menentukan sendiri pilihan – pilihannya (voice and choice) kaitannya dengan: aksibilitas informasi, keterlibatan dalam pemenuhan kebutuhan serta partisipasi dalam keseluruhan proses pembangunan, bertanggung gugat (akuntabilitas publik), dan penguatan kapasitas lokal. (Mardikanto & Soebianto, 2012: 122– 125)


(58)

4. Indikator Pemberdayaan Masyarakat

Agar para fasilitator mengetahui fokus dan tujuan pemberdayaan, maka perlu diketahui berbagai indikator yang dapat menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak, sehingga ketika pendampingan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek – aspek apa saja dari penerima manfaat perubahan (keluarga miskin) yang perlu dioptimalkan. Schuler, Hashemi dan Riley mengembangkan beberapa indikator pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai

empowerment index atau indeks pemberdayaan (Mardikanto & Soebianto, 2012:

289–290):

a. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk keluar rumah atau wilayah tempat tinggalnya;

b. Kemampuan membeli komoditas kecil: kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluaraga sehari-hari;

c. Kemapuan membeli komoditas besar: kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier;

d. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga: mampu membuat keputusan secara mandiri maupun bersama suami/istri mengenai keputusan-keputusan keluarga;

e. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga

f. Kesadaran hukum dan politik: mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintahan desa/kelurahan

g. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes;

h. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga: memiliki rumah, tanah, asset produktif, tabungan.


(59)

Terkait dengan pemberdayaan masyarakat, Suharto dalam Mardikanto dan Soebianto (2012:291), keberhasilan dapat dilihat dari keberdayaan mereka menyangkut tiga aspek yaitu:

a. kemampuan ekonomi yaitu kemampuan dalam mencukupi kebutuhan pokok.

b. kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan yaitu kemampuan dalam mencakup kesejahteraan untuk kehidupan.

c. kemampuan kultural serta politis.

Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: kekuasaan di dalam (power within), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas

(power over) dan kekuasaan dengan (power with). Mardikanto dalam Mardikanto

dan Soebianto (2012:291-292) mengemukakan beberapa indikator keberhasilan yang dipakai untuk mengukur pelaksanaan program-program pemberdayaan masyarakat mencakup:

a. Jumlah warga yang secara nyata tertarik untuk hadir dalam tiap kegiatan yang dilaksanakan;

b. Frekuensi kehadiran tiap-tiap warga pada pelaksanaan tiap jenis kegiatan; c. Tingkat kemudahan penyelenggaraan program untuk memperoleh

pertimbangan atau persetujuan warga atas ide baru yang dikemukakan;

d. Jumlah dan jenis ide yang dikemukakan oleh masyarakat yang ditujukan untuk kelancaran pelaksanaan program pengendalian;

e. Jumlah dana yang dapat digali dari masyarakat untuk menunjang pelaksanaan program kegiatan;


(60)

g. Meningkat kapasitas skala partisipasi masyarakat.

h. Meningkatkan kepedulian dan respon terhadap perlunya peningkatan kehidupan taraf kehidupan;

i. Meningkatnya kemandirian masyarakat.

World Bank mengukur indikator dalam pemberdayaan masyarakat berdasarkan

data dari the World Bank’s Living Standards Measurement Survey (Survei Pengukuran standar hidup Bank Dunia). Tabel 2.1 adalah contoh indikator dari pemberdayaan masyarakat.

Tabel 2.1. Indikator Pemberdayaan Masyarakat

Asset endowment (Aspek) Indikator

Psychological assets Kemampuan individu menghadapi proses perubahan

Informational assets Akses terhadap media informasi Organizational assets Keangootaan dalam organisasi Material assets Pemilikan tanah

Financial assets Kemampuan untuk menabung masyarakat Human assets Tingkat melek huruf

Sumber: asset endowment, World Bank (Jurnal: A World Bank Learning Module, 2007)

Berdasarkan beberapa indikator dari berbagai ahli maka peneliti menggunakan indikator untuk mengukur dampak dari adanya kebijakan BLM-PUAP dengan menggunakan indikator dari world bank (Jurnal: A World Bank Learning Module, 2007) untuk mengukur keberhasilan dari program BLM-PUAP ini. Namun, peneliti lebih menjabarkan kembali dari indikator world bank ini berikut penjabarannya:

a. Indikator dari aspek psychological assets yang meliputi penilaian kemampuan individu menghadapi proses perubahan


(1)

116

yang lebih baik masih belum terjadi pada sebagian lain petani akibat ketidak ikutsertaan dalam program bantuan yang ada.

e. Indikator dari aspek human assets

Pada aspek ini Peningkatan pengetahuan masyarakat dalam bidang pertanian, tingkat pengetahuan masyarakat dalam penguatan lembaga pertanian pada gapoktan, didapatkan dari partisipasi petani dalam sosialisasi, penyuluhan serta sekolah lapangan yang dilakukan tim teknis, dampak bersifat positif, karena petani mengalami perubahan prilaku menjadi lebih tahu cara menerapkan ilmu yang diberikan selama pelatihan dalam mengelola lahan.

f. Indikator dari aspek material assets

Dampak positif yang terjadi dari aspek ini adalah meningkatnya hasil produksi sebagai hasil dari cara penanaman yang tepat dan penggunaan pupuk yang berkualitas dan mempengaruhi peningkatan kemampuan menabung petani, sebagai upaya memenuhi kebutuhan jangka pendek, jangka panjang maupun kebutuhan yang tak terduga.

2. Berdasarkan kendala–kendala yang dihadapi dalam kebijakan pemberdayaan petani melalui program BLM–PUAP, terdapat beberapa kendala yang dihadapi:

a. Kendala yang muncul adalah kredit macet.

b. Kualitas sumber daya masyarakat dalam hal ini adalah petani, dinilai rendah dilihat dari tingkat pendidikan yang rendah


(2)

117

B. Saran

Berikut adalah saran atau masukan yang diberikan oleh peneliti sebagai sumbangan pemikiran guna perbaikan :

a. Indikator dari aspek informational assets

Untuk masalah aksesibilitas, Mengelola dan Meng-update website milik Dinas dan BP4K dengan menunjuk seseorang pegawai khusus yang fokus pada pengelolaan website. untuk guna mempermudah penyampaian informasi, sehingga informasi yang didapat bermanfaat bagi petani dalam menambah ilmu pengetahuan yang mereka miliki.

b. Indikator dari aspek human assets

Untuk permasalahan partisipasi petani. Bagi tim teknis turun langsung ke petani untuk melakukan sosialisasi secara intensif. Tahap awal katua kelompok tani door to door mendatangi rumah petani memberikan sosialisasi awal ke kelompok maupun bukan kelompok guna menjaring anggota baru, dan pada tahap selanjutnya pertemuan terbuka yang lebih besar diadakan oleh tim teknis berdasarkan hasil sosialisasi awal yang dilakukan oleh ketua kelompok dan atau anggota kelompok tani secara bergiliran.

c. Untuk masalah peningkatan kualitas sumber daya masyarakat/petani. Pengadaan kegiatan penyuluhan, sekolah lapang, pelatihan dan sosialisasi yang dilakukan lebih intensif dengan melipatgandakan pertemuan dari biasanya. Penggunaan bahasa yang sesuai denga strata pendidikan petani

d. Untuk masalah alokasi dana dampingan APBD, memprioritaskan alokasi dana untuk mempermudah pelaksanaan program BLM –PUAP dengan cara mengalihkan dan memangkas dana anggaran lain yang tidak perlu dan


(3)

118

menabahkannya ke alokasi dana untuk mencukupi dana dampingan program BLM–PUAP.

e. Untuk masalah merubah mindset petani, tahap pertama yang dilakukan yaitu perubahan pada prilaku. Prilaku mempengaruhi pengalaman dan sebaliknya,. Kemudian cara berpikir (Thinking System) berlaku sebagai filter dua arah yang menerjemahkan berbagai kejadian atau pengalaman yang kita alami menjadi suatu kepercayaan. Tahap akhir adalah merubah kepercayaan (belief). Belief ( kepercayaan). Maksud dari tiga tahap tersebut secara sederhana adalah bagaimana tim teknis harus memulai merubah midset petani dengan merubah prilaku petani terlebih dahulu dengan cara mengajarkan prilaku yang baru yang lebih baik misalnya pada penanaman padi dengan sistem SRI. Dengan menerapkan metode yang lebih baik mampu meningkatkan hasil produksi petani dan dengan begitu tahap berikutnya mampu mengikuti dengan mudah. f. Untuk masalah kredit mecet, penetapan anggunan yang diberikan sebagai

syarat peminjaman uang tidak hanya diberikan berupa tulisan yang menyatakan menganggunkan sesuatu tapi juga ditahan secara langsung, serta pemberian bunga tambahan dari bunga yang telah disepakati apabila pada periode berikutnya belum mampu membayar tunggakan yang ada. Dengan demikian control dan perputaran dana mampu berjalan dengan baik dan mampu mengembangkan gapoktan sebagai lembaga pengelola dana BLM–PUAP yang dikelola oleh petani sebagai upaya memandirikan petani.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku :

Basrowi & Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta:Rineka Cipta.

Ismawan, Bambang. 2003. Keuangan Mikro Dalam Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, 2003. Jakarta: Gema PKM. Mardikanto, Totok.dan Soebianto, Poerwoko. 2012. Pemberdayaan Masyarakat

dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: CV Alfabeta.

Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nugroho, Riant. 2012. Public Policy, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Parsons, Wayne. 2008. Public Policy Pengantar Teori dan Praktek Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana.

Santosa, Pandji. 2008. Administrasi publik teori dan aplikasi good governance. Bandung: PT. Refika Aditama

Setiadi, Elly M. & Kolip, Usman. 2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya, Jakarta: kencana Prenada Media Group.

Sukino. 2013. Membangun Pertanian dengan Pemberdayaan Masyarakat Tani, Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Wibawa, Samodra dkk. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta: PT. RajaGrafindom Persada.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik Teori Proses dan Studi Kasus, Yogyakarta: CAPS.


(5)

Referensi Perundang-undangan:

Undang – undang Nomor: 33 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten/Kota Departemen Pertanian. 2013. Peraturan menteri pertanian

No.08/permentan/OT.140/1/2013. Jakarta: Departemen Pertanian RI. Surat Menteri dalam Negeri Nomor : 135/2051/SJ Pedoman Pelaksanaan

Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten/Kota

Keputusan Gubernur Lampung Nomor: G/456/III.12/HK/2010 tentang pembentukan tim pembina program PUAP

Referensi Skripsi dan Tesis:

Janati, Nia. 2011. Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat melalui PPM di Kota Metro. [Skripsi]. Bandar Lampung: Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik. Universitas Lampung.

Prihantono, M.Koko. 2009. Dampak program pengembangan usaha agribisnis pedesaan terhadap kinerja GAPOKTAN dan pendapatan anggota GAPOKTAN. [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.

Wahyudi, Arif. 2010. Evaluasi Dampak Program Rumah Susun di Kota Surakarta. [Skripsi]. Ilmu Administrasi. Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik.

Universitas Sebelas Maret.

Widya Aggriani, Triane. 2012. Analisis dampak pelaksanaan program pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) (studi kasus Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor). [Tesis] . Jakarta: Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia.

Referensi Jurnal:

Departemen Pertanian. Petunjuk Teknis verifikasi dan penyaluran dana BLM – PUAP. 2012. Jakarta: Departemen Pertanian RI.

World Bank Institute. 2007. Empowerment in Practice : Analysis and Implementation. A World Bank Learning Module: 1-72.


(6)

Referensi Website:

http://pesawarankab.go.id/potensi-2/pertanian/ diakses pada 04 Desember 2013, 02.00 wib

http://carapedia.com/pengertian_definisi_dampak_info2123.html di akses pada 31 januari 2014, 17.01 wib

http://lampung.bps.go.id/index.php/statistik-berdasarkan- subjek/kemiskinan/tabel/26-tabel-1-jumlah-penduduk-miskin-di-provinsi-lampung-menurut-kabupaten-kota-2005-2011 diakses pada 04 Desember 2013, 01.54 wib

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=4044 diakses pada 04 desember 2013, 01.22 wib

http://bps.go.id/menutab.php?tabel=1&id_subyek=23 diakses pada 04 Desember 2013, 01.36 wib

http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/sanitasi/pokja/bp/kab.pesawaran/ Bab%202%20Gambaran%20Umum%20Wilayah%20(DF).pdf diakses pada 03 April 2014, 15.29 wib

http://bp4kpesawaran.blogspot.com/ diakses pada 24 mei 2014, 23.38 Wib http://distanak.pesawarankab.go.id/ diakses pada 24 mei 2014, 23.44 Wib


Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)( Studi kasus: Desa Pertampilen Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang )

6 66 117

Evaluasi Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)

4 56 75

Pengkajian Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat Penerima Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Di Desa Durian Lingga Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat

1 42 64

ANALISIS PENDAPATAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT-PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (BLM-PUAP) Desa Dukuh DempokKecamatan Wuluhan Kabupaten Jember

0 6 11

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (PUAP) (Studi Kasus di Desa Mangunrejo Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang)

1 16 21

EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PEDESAAN (BLM–PUAP) DI KABUPATEN PESAWARAN (Studi Kasus di Desa Taman Sari Kecamatan Gedong Tataan)

0 7 86

EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI PUAP (PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN) (Studi kasus di Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul)

0 3 131

Dampak Pemberian Bantuan Permodalan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Terhadap Kesejahteraan Petani Anggota Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) (Studi Kasus : Kenagarian Muara Panas, Kabupaten Solok).

0 0 6

Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Terahadap Kesejahteraan Petani Di Desa Dipar Hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun

0 0 16

Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Terahadap Kesejahteraan Petani Di Desa Dipar Hataran Kecamatan Jorlanghataran Kabupaten Simalungun

0 0 2