Analisis Penerapan Pengendalian Mutu Produksi dengan Pendekatan Statistical Quality Control (SQC) Dan Lean Six Sigma pada Usaha Kecil dan Menengah Penghasil Sepatu Daerah Bogor (Tahun 2016)

(1)

ANALISIS PENERAPAN PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI DENGAN

PENDEKATAN STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC) DAN LEAN

SIX SIGMA PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH PENGHASIL SEPATU DAERAH BOGOR

(TAHUN 2016)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Annisa Rivelia Prawiro NIM: 1112081000017

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

i

ANALISIS PENERAPAN PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI DENGAN

PENDEKATAN STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC) DAN LEAN

SIX SIGMA PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH PENGHASIL SEPATU DAERAH BOGOR

(TAHUN 2016)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Oleh:

Annisa Rivelia Prawiro NIM: 1112081000017

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Annisa Rivelia Prawiro

No. Induk Mahasiswa : 1112081000017

Jurusan/ Konsentrasi : Manajemen/ Keuangan Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:

1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan

2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain

3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa pemilik karya

4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data

5. Mengerjakan sendiri karya dan mampu bertanggung jawab atas karya ini

Jikalau dikemudiak hari terdapat tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Ciputat, 10 Maret 2016 Yang menyatakan,


(6)

v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI

Nama : Annisa Rivelia Prawiro

Tempat/ Tanggal Lahir : Bogor/ 10 Maret 1994

Agama : Islam

Alamat : Kp. Telukpinang RT 003/001 Kec. Teluk Pinang Kab. Bogor

Telp/ HP : 02189940464/ 085715389801

Email : riveliaannisa10@gmail.com

PENDIDIKAN FORMAL

2001 – 2006 SDI Amaliah

2006 – 2009 SMPI Cikal Harapan

2009 – 2012 SMAN 4 Bogor

2012 – 2016 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENDIDIKAN NON FORMAL

2011 English Course, LBPP LIA Bogor

2013 Peserta Sosialisasi Kebijakan Fiskal dengan Materi

“Kibjakan Fiskal dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Ekonomi Hijau” yang

diselenggarakan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

2013 Peserta Diskusi Enterpreneurship Chairul Tanjung dan Joko Widodo, SMESCO Convention Hall.


(7)

vi

2014 Peserta Seminar Pasar Modal bersama Panin

Sekuritas, Panin Asset Management dan Bursa Efek Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2014 Peserta International Seminar “Toward ASEAN

Economic Community 2015; Fair Governments Policies in Islamic Finance Sectors Among ASEAN Countries”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2014 Peserta Seminar “Inspiring Leadership and Legacy of Muhammad (PBUH): A Prophet and An Enterpreneur”, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2014 Peserta Sosialisasi Kebijakan Fiskal dengan Materi

“ASEAN 2015, Threat od Opportunity dan Peran Indonesia dalam Forum APEC dan Kebijakannya”, yang diselenggarakan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

PENGALAMAN ORGANISASI

2012 Panitia Divisi Saman dalam Acara Dekan Cup 2012

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2013 Panitia dalam Management Camp “Together with Management Bring Your Kingdom to the Future”,


(8)

vii

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2013-2014 Koordinator Divisi Hubungan Luar Kampus

Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2014 Panitia dalam Acara One Day with Wardah Be Smart, Energic, and Inspiring, Wardah Beauty Agent.

PENGALAMAN BEKERJA

2014 – sekarang Wardah Beauty Agent pada PT. Paragon Technology and Innovation


(9)

viii ABSTRACT

This research is purpose to analyze the production quality control, the quality of production process, identify the causes of defects/ damage to the production process and to know the main factors that effect the quality of SMEs. Sampling method that used in this research is non-probability purposeful sampling with homogeneous sampling strategy, which 30 SMEs producing shoes in Bogor is the research sample for the data normality test, and then was re-selected to 15 SMEs producing shoes in Bogor as a sample for Statistical Quality Control Analysis and Lean Six Sigma Analysis. The data obtained were processed with Smart PLS Software for data normality test, and Microsoft Excel Software to analyze data with the approach of Statistical Quality Control and Lean Six Sigma. The results of data normality test is the quality control of 30 SMEs producing shoes can not be assessed through the quality control of raw materials, product quality control in production and quality control of end product. The results of the statistical quality control analysis is the production quality of SMEs are in controlled. And the results of the lean six sigma analysis is the cause of the damage/ defects in the production process occurs largely in the gluing process. There are five main factors that most effect the quality of SMEs are labor, raw materials, machinery and equipment, working methods and the environment.


(10)

ix

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengendalian mutu produksi, menganalisis kualitas proses produksi, mengidentifikasi penyebab kecacatan/ kerusakan pada proses produksi serta mengetahui faktor utama yang mempengaruhi mutu UKM. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode non-probability purposeful sampling dengan strategi homogeneous sampling, dimana 30 UKM penghasil sepatu daerah Bogor adalah sampel penelitian untuk Uji kenormalan data, kemudian dipilih kembali menjadi 15 UKM penghasil sepatu daerah Bogor sebagai sampel untuk analisis Statistical Quality Control dan Lean Six Sigma. Data-data yang diperoleh diolah dengan Software Smart PLS untuk uji kenormalan data, serta Software Microsoft Excel untuk menganalisis data dengan pendekatan Statistical Quality Control dan Lean Six Sigma. Hasil dari uji kenormalan data yaitu kualitas pengendalian mutu pada 30 UKM penghasil sepatu daerah Bogor tidak dapat dinilai melalui kualitas pengendalian bahan baku, kualitas pengendalian mutu produk dalam produksi serta kualitas pengendalian mutu produk akhir. Hasil dari analisis Statistical Quality Control yaitu kualitas produksi UKM adalah dalam keadaan yang terkontrol. Dan hasil dari analisis Lean Six Sigma yaitu penyebab kerusakan/ kecacatan pada proses produksi sebagian besar terjadi pada proses pengeleman. Terdapat lima faktor utama yang paling mempengaruhi mutu UKM yaitu tenaga kerja, bahan baku, mesin dan peralatan, metode kerja serta lingkungan.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam proses penyusunan skripsi yang berjudul

Analisis Penerapan Pengendalian Mutu Produksi dengan Pendekatan

Statistical Quality Control dan Lean Six Sigma pada Usaha Kecil dan Menengah Penghasil Sepatu Daerah Bogor (Tahun 2016)”, semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri, melainkan dari berbagai pihak yang memberikan bantuan, bimbingan dan motivasi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. The one and only Mama Lia Aisyah, SE., yang selalu mendoakan dengan tulus dan ikhlas, memberikan kasih sayang indah sepanjang masa, serta dukungan tiada henti baik moril maupun materil. Semoga kelak saya bisa menjadi kebanggaan bagi Mama baik di dunia maupun di akhirat nanti.

2. Adik tersayang Aldo Febrian Yasin, terimakasih atas berbagai musik yang dimainkan untuk menemani dan menghibur saat penyusunan skripsi.

3. Bapak Dr. Arief Mufrainy. Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Titi Dewi Warninda, M.Si., selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tiada henti


(12)

xi memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis sejak awal perkuliahan hingga akhir.

5. Bapak Indo Yama Nasarudin, SE., MBA., selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya dan tak pernah lelah dalam membimbing serta memberikan semangat kepada penulis sejak awal hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan.

6. Bapak Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA., sebagai dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan bimbingan yang positif serta membangun kepada penulis.

7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah sabar dan ikhlas dalam mendidik dan memberikan ilmu kepada penulis yang Insyaallah akan bermanfaat.

8. Seluruh staf pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

9. Fauzi Raziz, SE., yang selalu memberikan motivasi dan dorongan agar menjadi pribadi yang lebih baik.

10.Yulvie Sabriani, Fikri Choirunnisa, Hersinta Pusdika, Larassanti Dewi, Asri Lestari dan Rizka Azizi yang sudah bersama-sama sejak awal perkuliahan saling mendukung satu sama lain dalam suka maupun duka, dan juga kepada Alif Mughofir, Lutfi Wijaya dan Achmad Fauzi yang telah memberikan warna indah pertemanan.

11.Kawan-kawan seperjuangan Manajemen 2012 yang bersama-sama saling


(13)

xii

in forgetting what one gives and remembering what one receives”– Alexander Dumas.

12.Siti Julaika dan Aldita teman seperjuangan dalam menyusun skripsi, yang sama-sama saling mendukung dan memberikan saran serta bimbingan.

Akhir kata, dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga segala bentuk bantuan yang telah kalian berikan mendapatkan pahala yang berlipat dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis serta para pembaca.

Ciputat, 10 Maret 2016


(14)

xiii

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripsi ... i

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii

Lembar Pernyataan Keaslian Skripsi ... iv

Daftar Riwayat Hidup ... v

Abstract ... viii

Abstrak ... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi ... xiii

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Gambar ... xvii

Daftar Lampiran ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 11

2.1.1 Produksi dan Operasi (Production and Operation) ... 11


(15)

xiv

2.1.3 Pengendalian Mutu atau Kualitas (Quality Control) ... 15

2.1.4 Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) .. 23

2.1.5 Sistem Pengawasan Kualitas Statistikal (Statistical Quality Control) ... 35

2.1.6 Lean Six Sigma ... 35

2.1.7 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ... 36

2.2 Penelitian Terdahulu ... 42

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 46

2.4 Hipotesis ... 47

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 48

3.2 Populasi dan Teknik Pemilihan Sample ... 48

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 49

3.4 Metode Analisis Data ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 54

4.1.1 Profil UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor ... 56

4.1.2 Bahan Baku serta Alat dan Mesin Produksi pada UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor ... 60

4.1.3 Tahapan Produksi UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor 61

4.2 Uji Kenormalan Data ... 62

4.2.1 Validitas Konvergen (Convergent Validity) ... 62


(16)

xv

4.2.3 Average Variance Extracted (AVE) ... 66

4.2.4 Outer Weights ... 67

4.2.5 Effect Size ... 68

4.2.6 Pengujian Hipotesis ... 68

4.3 Analisis Statistical Quality Control ... 71

4.4 Analisis Lean Six Sigma ... 87

4.4.1 Tahap Define dan Measure ... 88

4.4.2 Tahap Analyze ... 98

4.4.3 Tahap Improve ... 101

4.4.4 Tahap Control ... 102

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 104

5.2 Saran ... 105


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Data Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, 2

Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun 2012-2013

2.1 Penelitian Terdahulu 42

4.1 Profil UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor 56

4.2 Nama Alat dan Mesin pada UKM Penghasil 60

Sepatu Daerah Bogor

4.3 Nilai Composite Reliability 66

4.4 Nilai Average Variance Extracted 66

4.5 Nilai Outer Weights 67

4.6 Nilai Effect Size 68

4.7 Nilai Path Coefficient Hipotesis H1 68

4.8 Nilai Path Coefficient Hipotesis H2 69

4.9 Nilai Path Coefficient Hipotesis H3 69

4.10 Nilai Path Coefficient Hipotesis H4 70


(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Sistem Produksi dan Operasi 12

2.2 Indikator-indikator untuk Mengukur UKM 41

yang Bermutu

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis 45

2.4 Hipotesis 46

3.1 Contoh Diagram Pareto 52

4.1 Output PLS Algorithm Variabel (X1) 62

4.2 Output PLS Algorithm Variabel (X2) 63

4.3 Output PLS Algorithm Variabel (X3) 63

4.4 Output PLS Algorithm Variabel (X4) 64

4.5 Output PLS Algorithm Variabel (Y1) 65

4.6 Kusnadi Home IndustryP Chart of Damage 73

4.7 Assenda Sepatu Sendal P Chart of Damage 74

4.8 Mutiara Sepatu Sendal P Chart of Damage 75

4.9 Meliska P Chart of Damage 76

4.10 Azfa Collection P Chart of Damage 77

4.11 Endang Home Industry P Chart of Damage 78

4.12 Uyung Home Industry P Chart of Damage 79

4.13 VIVAN Shoes P Chart of Damage 80

4.14 Bengkel Dr. Kevin P Chart of Damage 81


(19)

xviii

4.16 UKM Abdul ShoesP Chart of Damage 83

4.17 Nugraha Sugih P Chart of Damage 84

4.18 Bengkel H. Endang P Chart of Damage 85

4.19 Monita Shoes P Chart of Damage 86

4.20 She Must Wear P Chart of Damage 87

4.21 Diagram Pareto Kusnadi Home Indsutry 88

4.22 Diagram Pareto Assenda Sepatu Sendal 89

4.23 Diagram Pareto Mutiara Sepatu Sendal 90

4.24 Diagram Pareto Meliska 91

4.25 Diagram ParetoAzfa Collection 92

4.26 Diagram Pareto Endang Home Industry 93

4.27 Diagram Pareto Uyung Home Industry 93

4.28 Diagram Pareto VIVAN Shoes 93

4.29 Diagram Pareto Bengkel Dr. Kevin 94

4.30 Diagram Pareto Balete Shoes 95

4.31 Diagram Pareto UKM Abdul Shoes 95

4.32 Diagram Pareto Nugraha Sugih 96

4.33 Diagram Pareto Bengkel H. Endang 97

4.34 Diagram Pareto Monita Shoes 97

4.35 Diagram Pareto She Must Wear 98

4.36 Diagram Sebab - Akibat 100


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Kuesioner Penelitian 109

2 Jawaban Kuesioner 114

3 Output PLS Algorithm 116

4 Hasil Perhitungan untuk Diagram Kendali P 117


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Diakui, bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB) tetapi juga di negara-negara maju (NM). Pada negara maju, UMKM sangat penting, tidak hanya karena kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar, seperti halnya negara sedang berkembang, tetapi juga kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari usaha besar (Tulus Tambunan, 2012: 1).

Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mencatat bahwa pada tahun 2013 terdapat 57.895.721 unit UMKM atau menempati pangsa pasar Indonesia sekitar 99,99%. Dapat dilihat bahwa UMKM mengalami perkembangan sebesar 1.361.129 unit sejak tahun 2012 sampai 2013. Dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 6.486.573 atau sebesar 6,03% dan peningkatan Pendapatan Domestik Bruto sebesar 570.439,8 atau sebesar 11,71%.


(22)

2 Tabel 1.1

Data Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun 2012-2013

No Indikator Satuan Tahun 2012 Tahun 2013 Perkembangan

Tahun 2012-2013 Jumlah Pangsa

(%)

Jumlah Pangsa (%)

Jumlah Pangsa (%) 1 Unit Usaha

(A+B) A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) - Usaha Mikro (UM) - Usaha Kecil (UK) - Usaha Menen gah (UM) B. Usaha Besar (UB)

(unit) 56.539.560 56.534.592 55.856.176 629.418 48.997 4.968 99,99 98,79 1,11 0,09 0,01 57.900.787 57.895.721 57.189.393 654.222 52.106 5.066 99,99 98,77 1,13 0,09 0,01 1.361.227 1.361.129 1.333.217 24.803 3.110 98 2,41 2,41 2,39 3,94 6,35 1,97 2 Tenaga Kerja

(A+B) A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) - Usaha Mikro (UM) - Usaha Kecil (UK) - Usaha Menen gah (UM) B. Usaha Besar (UB)

(orang) 110.808.154 107.657.509 99.859.517 4.535.970 3.262.023 3.150.645 97,16 90,12 4,09 2,94 2,84 117.681.244 114.144.082 104.624.466 5.570.231 3.949.385 3.537.162 96,99 88,90 4,73 3,36 3,01 6.873.090 6.486.573 4.764.949 1.034.262 687.363 386.517 6,20 6,03 4,77 22,80 21,07 12,27


(23)

3

3 PDB atas Dasar Harga Berlaku (A+B) A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) - Usaha Mikro (UM) - Usaha Kecil (UK) - Usaha Menen gah (UM) B. Usaha Besar (UB) (Rp. Milyar ) 8.241.864,3 4.869.568,1 2.951.120,6 798.122,2 1.120.325,3 3.372.296,1 59,08 35,81 9,68 13,59 40,92 9.014.951,2 5.440.007,9 3.326.564,8 876.385,3 1.237.057,8 3.574.943,3 60,34 36,90 9,72 13,72 39,66 773.086,9 570.439,8 375.444,2 78.263,1 116.732,5 202.647,2 9,38 11,71 12,72 9,81 10,42 6,01 4 PDB atas

Dasar Harga Konstan 2000 A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) - Usaha Mikro (UM) - Usaha Kecil (UK) - Usaha Menen gah (UM) B. Usaha Besar (UB) (Rp. Milyar ) 2.525.120,4 1.451.460,2 790.825,6 294.260,7 366.373,9 1.073.660,1 57,48 31,32 11,65 14,51 42,52 2.670.314,8 1.536.918,8 807.804,50 342.579,19 386.535,07 1.133.396,05 57,56 30,25 12,83 14,48 42,44 145.194,4 85.458,5 16.978,9 48.318,5 20.161,1 59.735,9 5,75 5,89 2,15 16,42 5,50 5,56 Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia

Berkembangnya Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia harus diikuti pula dengan peningkatan daya saing dan keunggulan kompetitifnya agar


(24)

4 mampu bertahan menghadapi berbagai peluang serta ancaman, baik ancaman eksternal maupun ancaman internal. Peluang sekaligus ancaman yang akan dihadapi oleh UKM salah satunya adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN atau yg disingkat dengan MEA, yang diberlakukan pada akhir tahun 2015.

MEA merupakan sebuah gagasan dari para pemimpin ASEAN dan seluruh negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk menciptakan pembangunan negara-negara ASEAN dengan melakukan integrasi ekonomi yaitu aliran bebas barang, jasa, investasi dan tenaga kerja terdidik antar negara ASEAN. Dengan adanya MEA maka akan terjadi perdagangan bebas (free trade), penghilangan tarif perdagangan antar negara ASEAN, serta pasar tenaga kerja dan pasar modal yang bebas. Deklarasi Masyarakat Ekonomi ASEAN bertujuan membentuk ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi yang menggerakan para pelaku usaha, suatu kawasan dengan membangun ekonomi yang merata, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi serta kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global.

Usaha kecil dan menengah (UKM) termasuk usaha mikro merupakan bagian tulang punggung perekonomian Negara-negara anggota ASEAN. UKM merupakan sumber terbesar dari pendapatan lokal disamping semua sektor ekonomi, baik pada area pedesaan dan perkotaan. Sektor UKM yang kuat, dinamis dan efisien menentukan perkembangan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh sebab itu, dorongan dan promosi UKM yang kompetitif dan inofatif dibutuhkan dalam memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi wiliayah ASEAN yang lebih baik (ASEAN Policy Blueprint for SME


(25)

5

Development, 2009: 1). Untuk menghadapi MEA para pelaku UKM harus mengambil langkah-langkah strategis agar dapat menghadapi persaingan dengan para pelaku UKM dari Negara ASEAN lainnya. Yang menjadi pertanyaan besar bagi para pelaku UKM di Indonesia tentunya adalah tentang kesiapan mereka dalam mempersiapkan strategi-strategi bersaing dan kesiapan dalam menghadapi berbagai jenis produk asing yang sampai saat ini sudah dapat ditemukan dibanyak tempat di Indonesia.

Michael Porter menawarkan dua strategi bersaing untuk mengungguli para pesaing dalam bisnis yaitu biaya rendah dan diferensiasi. Biaya rendah adalah kemampuan perusahaan atau sebuah unit bisnis untuk merancang, membuat dan memasarkan sebuah produk sebanding dengan cara yang lebih efisien daripada pesaingnya. Sedangkan diferensiasi adalah kemampuan untuk menyediakan nilai unik dan superior kepada pembeli dari segi kualitas, keistimewaan/ciri-ciri khusus atau layanan purna-jual (J. David Hunger dan Thomas L. Wheelen, 2003: 245).Dari kedua strategi tersebut, strategi diferensiasi lebih unggul dalam menghasilkan laba yang lebih tinggi daripada strategi biaya rendah karena dengan adanya diferensiasi mengakibatkan produk sulit untuk tersaingi.

Karena keunggulan strategi diferensiasi tersebut, maka para pelaku usaha perlu untuk meningkatkan kualitas produknya. Russel dalam Ariani (2002:9) mengidentifikasi tujuh peran kualitas, yaitu:

1. Meningkatkan reputasi perusahaan 2. Menurunkan biaya


(26)

6 3. Meningkatkan pangsa pasar

4. Dampak internasional

5. Adanya pertanggungjawaban produk 6. Penampilan produk

7. Mewujudkan kualitas yang dirasa penting.

Untuk menciptakan produk yang berkualitas, maka diperlukan suatu pengendalian mutu proses produksi yang berkelanjutan. Sehingga nantinya UKM mampu menghasilkan produk dengan mutu yang baik sesuai dengan kebutuhan konsumen yang berdampak pada kesetiaan konsumen terhadap produk UKM.

Dalam proses pengendalian mutu produksi tidak hanya dapat diketahui produk memenuhi standar atau tidak, tetapi dapat membantu para pelaku usaha untuk memusatkan perhatiannya pada perbaikan mutu. Produk yang dihasilkan oleh UKM harus selalu diperiksa agar selalu terjaga kualitasnya dan agar dapat mengetahui produk-produk yang tidak memenuhi standar agar tidak sampai ketangan konsumen.

Gambaran mengenai kualitas produk UKM dapat diketahui melalui metode Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Manajemen Mutu Terpadu adalah sebuah metode dengan budaya, sikap dan struktur organisasi dari sebuah perusahaan yang berusaha untuk menyediakan pelanggan dengan produk dan jasa yang memenuhi atau melebihi kebutuhan mereka dengan melibatkan manajemen dan seluruh karyawan dalam perbaikan terus-menerus terhadap produk dan jasa yang diproduksi dengan mengurangi


(27)

7 kerugian akibat praktik-praktik pemborosan, pembuangan dan cacat (Thomas Sumarsan, 2010: 185). Christine Dwi dalam penelitiannya pada tahun 2012 yang berjudul Kajian Teoritis Sistem Manajemen Mutu pada Usaha Kecil Menengah Menghadapi Tantangan Globalisasi menyimpulkan bahwa Sistem Manajemen Mutu terbaik yang diterapkan untuk Usaha Kecil Menengah adalah:

1. Kegiatan untuk menjamin mutu produk pada UKM ada tiga hal: perencanaan mutu, pengendalian mutu dan perbaikan mutu, agar mutu produk selalu terjamin kualitasnya.

2. Untuk menjamin kualitas produk secara sah ada ketentuan standarisasi di Indonesia yang berlaku adalah SNI (Standar Nasional Indonesia), ada proses dan biaya sertifikasinya, SNI ini diterapkan secara wajib bagi produk-produk tertentu yang berlisensi beredar resmi di pasaran dengan skala nasional dan internasional. Karena SNI sudah mengadopsi ISO.

3. Untuk Produk yang diekspor secara internasional sebaiknya menerapkan ISO dalam Sistem Manajemen Mutu Produk yang dihasilkan ISO 9001:2000.

4. Penerapan model sistem Manajemen Mutu pada UKM dalam bentuk EFQM yang diterapkan di Eropa dapat diterapkan di UKM yang ekspor ke Eropa yang mengukur kinerja sistem dan hasil yang dicapai secara ideal.


(28)

8 5. TQM menggambarkan penekanan mutu yang memacu seluruh organisasi dalam UKM, mulai dari pemasok sampai konsumen untuk kualitas produk terbaik.

Atas dasar begitu rumit serta pentingnya proses produksi dalam menentukan kualitas sebuah produk sepatu yang dihasilkan UKM di daerah Bogor, memberikan ide kepada peneliti untuk melakukan analisis terhadap pengendalian mutu produksi. Dengan menggunakan pendekatan Statistical Quality Control (SQC) dapat diketahui kualitas proses produksi dan kualitas hasil akhir yang ditunjukan dengan jumlah produk cacat/rusak berada pada batas hasil Upper Control Limit (UCL) atau Lower Control Limit (LCL). Sedangkan dengan menggunakan pendekatan Lean Six Sigma dengan metode Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control (DMAIC) dapat mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan, pembuangan dan cacat pada proses produksi akibat non value added activity yang membuat proses produksi menjadi semakin lama.

1.2 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengendalian mutu pada proses produksi UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor?

2. Bagaimana kualitas proses produksi pada UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor?


(29)

9 3. Apa penyebab kecacatan/kerusakan pada proses produksi UKM Penghasil

Sepatu Daerah Bogor?

4. Apa faktor utama yang paling mempengaruhi mutu UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengendalian mutu proses produksi UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor.

2. Menganalisis kualitas proses produksi pada UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor.

3. Mengidentifikasi penyebab kecacatan/kerusakan pada proses produksi UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor.

4. Mengidentifikasi faktor utama yang paling mempengaruhi mutu UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor .

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak, diantaranya:

a. Bagi UKM, memberikan informasi yang baik untuk mengetahui kinerja pengendalian mutu produksi dan kualitas produk akhir dalam rangka meningkatkan kualitas UKM. Serta membantu pula menyelesaikan masalah kecacatan/kerusakan dan pemborosan yang sering terjadi dalam


(30)

10 proses produksi, sehingga dapat mengurangi biaya produksi dan meningkatkan laba UKM.

b. Sebagai referensi dan informasi bagi peneliti yang lain yang akan melakukan penelitian pada ruang lingkup yang sama dalam rangka mengkaji lebih jauh lagi tentang masalah ini.

c. Dalam penelitian ini, peneliti mengharapkan dapat menambah informasi dan pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai pengembang ilmu pengetahuan khususnya tentang analisis pengendalian mutu produksi pada UKM.


(31)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Produksi dan Operasi (Production and Operation)

Pengertian produksi dan operasi dalam ekonomi adalah merupakan kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan dan

menambah kegunaan atau utilitas suatu barang atau jasa (Sofjan Assauri, 2008: 18).Produksi dan operasi adalah kegiatan mengolah masukan (input) menjadi produk barang atau jasa (output)dengan menggunakan berbagai sumber daya yang dimiliki. Masukan yang dimaksud dalam proses produksi dan operasi ini adalah bahan baku, listrik, bahan bakar, sumber daya

manusia dan dana atau modal.

Fungsi utama dari proses produksi dan operasi ini adalah menghasilkan barang atau jasa yang berkualitas dan memilik manfaat bagi konsumen, sehingga dapat memberikan hasil pendapatan bagi suatu usaha. Selain fungsi tersebut, menurut Prof. Dr. Sofjan Assauri terdapat empat fungsi terpenting dalam fungsi produksi dan operasi, yaitu:

a. Proses pengolahan, merupakan metode atau teknik yang digunakan untuk pengolahan masukan (inputs).

b. Jasa-jasa penunjang, merupakan sarana yang berupa pengorganisasian yang perlu untuk penetapan teknik dan metode


(32)

12 yang akan dijalankan, sehingga proses pengolahan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

c. Perencanaan, merupakan penetapan keterkaitan dan pengorganisasian dari kegiatan produksi dan operasi yang akan dilakukan dalam suatu dasar waktu atau periode teretentu.

d. Pengendalian atau pengawasan, merupakan fungsi untuk menjamin terlaksananya kegiatan sesuai dengan yang direncanakan, sehingga maksud dan tujuan untuk penggunaan dan pengolahan masukan (inputs) pada kenyataannya dapat dilaksanakan.

Gambar 2.1

Sistem Produksi dan Operasi

Informasi Umpan Balik Sumber: Prof. Dr. Sofjan Assauri (2008)

Sistem produksi dan operasi tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi dilakukan dengan kerjasama oleh sejumlah orang. Sehingga dalam proses produksi dan operasi diperlukan suatu manajemen untuk

Masukan: - Bahan - Tenaga kerja - Mesin - Energi - Modal - Informasi

Transformasi:

Proses Konversi

Keluaran:


(33)

13 mengoordinasikan dan mengatur faktor-faktor produksi agar proses produksi dan operasi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Manajemen produksi dan operasi merupakan proses pencapaian dan pengutilisasian sumber-seumber daya untuk memproduksi atau menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa yang berguna sebagai usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi (Sofjan Assauri, 2008: 19). Dalam manajemen produksi dan operasi terdapat beberapa hal yang dilakukan, seperti: (1) Penyusunan rencana produksi dan operasi. (2) Perencanaan dan pengendalian persediaan dan pengadaan bahan baku. (3) Pemeliharaan atau perawatan (maintenanace) mesin dan peralatan. (4) Pengendalian mutu. (5) Pengelolaan tenaga kerja dalam proses produksi dan operasi, desain tugas dan pekerjaan, dan pengukuran kerja.

2.1.2 Mutu atau Kualitas (Quality)

Mutu atau kualitas merupakan hal terpenting dalam membuat sebuah produk barang atau jasa. Dengan adanya mutu atau kualitas yang baik dapat menciptakan keinginan pelanggan untuk menggunakan barang atau jasa yang kita tawarkan. Sejalan dengan perkembangan dalam dunia usaha dan bidang teknologi, maka para pelaku usaha berusaha untuk menjaga reputasi dan nama baik dengan mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas produk barang atau jasanya agar mampu menghadapi para pesaing dan bertahan dalam pangsa pasar.


(34)

14 Mutu atau kualitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menentukan bahwa suatu barang dapat memenuhi tujuannya (Sofjan Assauri, 293: 2008):

a. Fungsi Suatu Barang

Suatu barang yang dihasilkan hendaknya memerhatika fungsi untuk apa barang tersebut digunakan atau dimaksudkan, sehingga barang-barang yang dihasilkan harus dapat benar-benar memenuhi fungsi tersebut.

b. Wujud Luar

Salah satu faktor yang penting dan sering digunakan oleh konsumen dalam melihat suatu barang pertama kalinya, untuk menentukan mutu barang tersebut, adalah wujud luar barang tersebut.

c. Biaya Barang Tersebut

Umumnya biaya dan harga suatu barang akan dapat menentukan mutu barang tersebut. Hal ini terlihat dari barang-barang yang mempunyai biaya atau harga yang mahal, dapat menunjukkan bahwa mutu barang tersebut relatif lebih baik. Demikian pula sebaliknya, bahwa barang-barang yang mempunyai biaya atau harga yang murah dapat menunjukkan bahwa mutu barang tersebut relatif lebih rendah. Ini terjadi, karena biasanya untuk mendapatkan mutu yang baik dibutuhkan biaya yang lebih mahal.

Para pelaku bisnis cenderung mempertahankan dan meningkatkan kualitas atau mutu sesuai dengan kebutuhan pelanggannya. Namun, untuk


(35)

15 menghasilkan kualitas atau mutu tersebut dibutuhkan biaya yang disebut dengan biaya mutu (Quality Cost). Biaya mutu dikelompokkan menjadi (Sofjan Assauri, 295: 2008):

a. Biaya Pencegahan (Prevention), biaya-biaya yang diperlukan dalam melakukan usaha-usaha untuk mencapai suatu mutu tertentu, agar jangan sampai terjadi barang-barang produk yang cacat.

b. Biaya Penaksiran (Appraisal), biaya-biaya yang dibutuhkan dalam melakukan pengecekan dan usaha-usaha lainnya yang diperlukan untuk menjaga mutu. Dengan kata lain, biaya penaksiran merupakan biaya yang diperlukan untuk melakukan penilaian atas mutu dari barang-barang yang dihasilkan.

c. Biaya Kegagalan (Failure), biaya-biaya yang disebabkan oleh faktor-faktor internal yang di dalam hal ini disebut dengan kegagalan internal, seperti biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat pengolahan (processing). Biaya-biaya yang berhubungan dengan kegagalan eksternal (external failure) meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan atau penggantian dari produk yang gagal atau rusak sesudah sampai ditangan pembeli, maupun untuk usaha-usaha penyelidikan dan perubahan desain sebagai akibat gagalnya suatu produk dalam pasaran.

2.1.3 Pengendalian Mutu atau Kualitas (Quality Control)

Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas (manajemen perusahaan) untuk menjaga dan mengarahkan kualitas produk (jasa) perusahaan dapat


(36)

16 dipertahankan sebagaimana yang direncanakan (Agus Ahyari, 2002: 239).Dimana pengertian kualitas menurut lima pakar Manajemen Mutu Terpadu yaitu (M.N. Nasution, 2005: 15):

(1) Menurut Juran, kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (find for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan pada teknologi, psikologi, waktu, kontraktual, dan etika. Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk mempunyai daya tahan penggunaan yang lama, meningkatkan citra atau status konsumen yang memakainya, tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas (quality assurance) dan sesuai etika bila digunakan.

(2) Menurut Crosby, kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi.

(3) Menurut Deming, kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar.

(4) Menurut Feigenbaum, kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu produk dikatakan berkualitas apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.


(37)

17 (5) Menurut Garvin, kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesiapengertian pengendalian adalah proses, cara, perbuatan mengendalikan; pengekangan; pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan hasil pengawasan.

Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa pengendalian kualitas adalahaktivitas pengawasan atau pemeriksaan suatu proses produksi agar berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan yang melibatkan sumber daya bahan baku dan manusia, teknologi serta lingkungan yang hasilnya dapat sesuai bahkan melebihi ekspektasi atau kebutuhan konsumen, sehingga dapat tercipta suatu loyalitas pelanggan terhadap produk atau jasa yang dihasilkan.

Ilmu pendidikan selalu berkembang, begitupula dengan konsep pengendalian mutu yang mengalami lima tahap perkembangan yaitu:

(1) Tahap pertama dikenal sebagai era tanpa mutu. Masa ini dimulai sebelum abad ke-18 dimana produk yang dibuat tidak diperhatikan mutunya. Hal seperti ini mungkin terjadi karena pada saat itu belum


(38)

18 ada persaingan (Monopoli) dalam era modern saat ini, praktik seperti ini masih bisa dijumpai.

(2) Era inspeksi. Era ini mulai berlangsung sekitar tahun 1800-an, dimana pemilihan produk akhir dilakukan dengan cara melakukan inspeksi seblum dilepas ke konsumen. Tanggung jawab mutu produk diserahkan sepenuhnya ke dapertemen inspeksi (quality control). (3) Statistical Quality Control Era (Pengendalian Mutu Secara Statistik).

Era ini dimulai tahun 1930 oleh Walter Shewart dari Bell Telephone Laboratories. Departemen inspeksi dilengkapi denngan alat dan metode statistik untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi pada produk yang dihasilkan departemen produksi. Departemen produksi menggunakan data tersebut untuk melakukan perbaikan terhadap sistem dan proses.

(4) Quality Assurance Era. Era ini mulai berkembang tahun 1950-an. Konsep mutu meluas dari sebatas tahap produksi ke tahap desain dan berkoordinasi dengan departemen jasa (Mainenance, Gudang, dan lain-lain). Manajemen mulai terlibat dalam penentuan supplier. Konsep biaya mutu mulai dikenal, bahwa aktivitas pencegahan akang mengurangi pengeluaran daripada upaya perbaikan cacat yang sudah terjadi. Desain yang salah misalnya akan mengakibatkan kesalahan produksi atau instalasi, oleh sebab itu sangat dibutuhkan ketelitian desain untuk mengurangi biaya. Contoh dari era ini adalah penggunaan ISO 9000 versi 1994.


(39)

19 (5) Strategic Quality Management / Total Quality Management. Dalam era ini keterlibatan manajemen puncak sangat besar dalam menjadikan kualitas sebagai modal untuk menepatkan perusahaan siap bersaing dengan kompetitor. Sistem ini didefinisikan sebagai sitem manajemen strategis dan integratif yang melibatkann semua manajer dan karyawan serta menggunakan metode-metode kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-prose organisasi secara berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui harapan pelanggan. Contoh era ini adalah penggunaan sistem manajemen mutu ISO 9000 versi 2000 dan 2008.

Untuk dapat memenuhi kepuasan konsumen, maka dibuat karakteristik-karakteristik mutu produk yang kemudian dirumuskan dalam standar mutu. Standar mutu berfungsi sebagai batasan mutu yang harus dipenuhi agar produk yang dihasilkan sesuai dengan apayang diharapkan pelanggan. Oleh karena itu pengendalian mutu tidak lepas dari penetapan standar mutu yang diuraikan sebagai berikut (Agus Ahyari, 2002: 246):

a. Standar bahan baku, meliputi : (1) Standar mutu bahan baku

Mutu bahan baku ini sangat besar pengaruhnya terhadap terciptanya mutu produk yang baik. Bahan baku yang mempunyai mutu yang stabil, setidaknya akan menunjang stabilitas dari mutu produk yang dihasilkan.


(40)

20 (2) Standar penggunaan bahan baku

Merupakan alat untuk mengadakan pengendalian penggunaan bahan baku,sehingga penggunaan bahan baku akan terencana dan tidak terjadi penyimpangan.

(3) Standar harga bahan baku

Dalam hal ini perusahaan akan dapat memperkirakan kebutuhan dana untuk bahan baku yang dibutuhkan.

b. Standar tenaga kerja, meliputi : (1) Standar upah

Pemberian upah atau gaji dengan dasar perhitungan yang mudah dimengerti oleh para karyawan akan membuat para karyawan puas. (2) Standar jam kerja

Merupakan suatu standar dari jumlah waktu yang menyelesaikan suatu unit pekerjaan.

c. Standar peralatan produksi, meliputi :

Standar kapasitas, bentuk dan ukuran. Hal ini sangat erat hubungannya dalam penentuan tingkat operasi yang optimal. Mesin-mesin yang tidak mempunyai ukuran standar akan mengalami kesulitan dalam mencari suku cadang serta akan mengakibatkan sulitnya perbaikan-perbaikan yang harus dilaksanakan apabila terjadi kerusakan. d. Standar mutu produk, meliputi :

Daya tahan produk dan daya guna produk, dimaksudkan sebagai ketahanan produk tersebut dalam penggunaannya.Sedangkan daya guna


(41)

21 adalah kegunaan produk tersebut. Semakin tinggi tingkat kegunaannya akan semakin besar pula manfaat yang dapat diperoleh oleh pembeliannya.

Standar mutu diterapkan mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi dan peralatan yang digunakan, hasil akhir produk, dan distribusi produk sampai ke tangan konsumen, hingga faktor lain seperti kesejahteraan karyawan. Semakin kecil tingkat kesalahannya, maka produk yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang baik pula.

Terlepas dari komponen yang dapat dijadikan obyek pengukuran kualitas, secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Zulian Yamit, 2005: 349)

a. Fasilitas operasi seperti kondisi fisik bangunan b. Peralatan dan perlengkapan

c. Bahan baku atau material

d. Pekerjaan ataupun staf organisasi

Secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas diuraikan sebagai berikut (Zulian Yamit, 2005: 350):

a. Pasar atau tingkat persaingan

Persaingan sering merupakan penentu dalam menetapkan tingkat kualitas output suatu perusahaan, makin tinggi tingkat persaingan akan memberikan pengaruh pada perusahaan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Dalam era bebas yang akan datang konsumen dapat


(42)

22 berharap untuk mendapatkan produk yang berkualitas dengan harga yang lebih murah.

b. Tujuan Organisasi (Organization obyectives)

Apakah perubahaan bertujuan untuk menghasilkan output tinggi, barang yang berharga rendah (low price product) atau menghasilkan barang yang berharga mahal, exklusif (exclusive expensive product). c. Testing Produk (product testing)

Testing yang kurang memadai terhadap produk yang dihasilkan dapat berakibat kegagalan dalam mengungkapkan kekurangan yang terdapat pada produk.

d. Desain Produk (product design)

Cara mendesain produk pada awalnya dapat menentukan kualitas produk itu sendiri.

e. Proses Produksi (production process)

Prosedur untuk memproduksi produk dapat juga menentukan kualitas produk yang dihasilkan.

f. Kualitas Input (quality of inputs)

Jika bahan yang digunakan tidak memenuhi standar, tenaga kerja tidak terlatih, atau perlengkapan yang digunakan tidak tepat, akan berakibat pada produk yang dihasilkan.

g. Perawatan perlengkapan (equipment maintenance)

Apabila perlengkapan tidak dirawat secara tepat atau suku cadang tidak tersedia maka kualitas produk akan kurang dari semestinya.


(43)

23 h. Standar Kualitas (quality standart)

Jika perhatian terhadap kualitas dalam organisasi tidak nampak, tidak ada testing maupun inspeksi, maka output yang berkualitas tinggi sulit dicapai.

i. Umpan balik konsumen (customer feedback)

Jika perusahaan kurang sensitif terhadap keluhan-keluhan konsumen, kualitas tidak akan meningkat.

Produk, bukan hanya ditentukan dari output produk yang dihasilkan.Faktor-faktor pada lingkungan sekitar seperti kondisi peralatan-peralatan kerja dan konsistensi perusahaan untuk selalu berinovasi sesuai dengan selera pasar juga memiliki peranan penting dalam menentukan berkualitasnya suatu produk.

2.1.4 Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)

Manajemen Mutu Terpadu adalah sebuah metode dengan budaya, sikap dan struktur organisasi dari sebuah perusahaan yang berusaha untuk menyediakan pelanggan dengan produk dan jasa yang memenuhi atau melebihi kebutuhan mereka dengan melibatkan manajemen dan seluruh karyawan dalam perbaikan terus-menerus terhadap produk dan jasa yang diproduksi dengan mengurangi kerugian akibat praktik-praktik pemborosan, pembuangan dan cacat (Thomas Sumarsan, 2010: 185).Dengan menggunakan metode Manajemen Mutu Terpadu ini biasanya UKM mampu mengurangi biaya produksi dan meningkatkan laba, karena UKM mampu


(44)

24 menjalankan proses produksinya dengan benar sesuai dengan standar yang berlaku.

Bagi UKM yang menggunakan metode Manajemen Mutu Terpadu biasanya mengutamakan kepuasan pelanggan, karena pada metode ini mutu ditentukan oleh pelanggan. Para pelaku UKM beranggapan bahwa pelanggan merupakan faktor penyebab keberlangsungan hidup, karena pelanggan yang akan menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan.

Di kutip dari buku Sistem Pengendalian Manajemen karya Thomas Sumarsan, terdapat beberapa pendapat tentang manajemen mutu terpadu diantaranya:

a. William Edward Deming mengungkapkan empat belas pokok butiran yang merupakan ikhtisar dari pandangan beliau mengenai apa yang harus dilakukan oleh sebuah organisasi untuk sebuah perbaikan secara berkesinambungan (Continous Improvement):

(1) Menciptakan keinginan yang teguh untuk mencapai peningkatan mutu produk dan jasa sehingga dapat menjadi kompetitif, tetap bertahan di dalam dunia usaha dan penyediaan lapangan kerja.

(2) Menganut filsafat yang baru. Manajem harus belajar bahwa sekarang berada dalam era perekonomian baru dan bersiaplah menghadapi tantangan, pahami tanggung jawabnya, dan lakukan prinsip-prinsip kepemimpinan menghadapi perubahan.


(45)

25 (3) Berhentilah menggantungkan diri pada inspeksi untuk

mencapai mutu. Bangun mutu sejak dari awal.

(4) Berhentilah memberikan kontrak berdasarkan basis penawaran palng murah. Tetapi meminimisasikan biaya total dengan bermitra dengan pemasok dengan membina hubungan jangka panjang.

(5) Meningkatkan sistem produksi dan pelayanan secara terus-menerus dan selamanya, untuk meningkatkan mutu dan produktivitas, dan karenanya secara terus-menerus akan menurunkan biaya.

(6) Melaksanakan latihan kerja.

(7) Melaksanakan prinsip-prinsip kepemimpinan. Tujuan kepemimpinan hendaklah untuk menolong orang dan teknologi bekerja dengan lebih baik.

(8) Membuang jauh-jauh rasa ketakutan pada pekerja sehingga semua orang dapat bekerja secara efektif.

(9) Membuang jauh-jauh semua hambatan antar departemen sehingga orang-orang dapat bekerja sebagai sebuah tim.

(10) Membuang semua slogan-slogan, peringatan-peringatan, dan target-terget bagi tenaga kerja. Semua itu akan menciptakan hubungan yang bermusuhan.


(46)

26 (12) Menyingkirkan hambatan yang dapat mmerampok kebanggan

akan keterampilan para pekerja.

(13) Melaksanakan program pendidikan dan peningkatan pribadi secara giat.

(14) Mengusahakan agar transformasi menjadi pekerjaan semua orang dan melibatkan semua orang untuk melakukannya. Di Indonesia, penerapan prinsip Deming membutuhkan pendidikan dan pelatihan kepada pekerja untuk menghilangkan pengawasan yang ketat ataupun menghilangkan seluruh pengawasan.

b. Joseph M. Juran berkontribusi dalam langkah dasar untuk maju, langkah peningkatan mutu dan trilogi Juran.

 Juran – Langkah Dasar untuk Maju

(1) Capailah peningkatan terstruktur dengan basis yang terus-menerus disertai dengan dedikasi dan keyakinan bahwa hal itu sangat penting.

(2) Laksanakan program pelatihan yang ekstensif.

(3) Tegakkan komitemen dan kepemimpinan pada manejemen yang lebih tinggi.

 Juran – Kagiatan untuk Perbaikan Mutu

(1) Bangun kesadaran tentang kebutuhan akan peningkatan mutu dan pelang bagi peningkatan mutu.


(47)

27 (3) Pengorganisasian untuk mencapai sasaran yang telah

ditetapkan itu.

(4) Laksanakan pelatihan.

(5) Implementasikan proyek-proyek yang bertujuan untuk memecahkan masalah.

(6) Buat laporan perkembangan/kemajuan. (7) Beri penghargaan.

(8) Komunikasikan hasil-hasil yang dicapai. (9) Pertahankan tingkat keberhasilan.

(10) Jaga momentum dengan cara membuat peningkatan pada sistem regular perusahaan.

 Trilogi Juran

Perencanaan Mutu

(1) Kenali siapa sebenarnya pelanggan. (2) Pelajari kebutuhan pelanggan.

(3) Buatlah produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan itu.

(4) Ciptakan sistem dan proses yang dapat memberi kemampuan kepada organisasi untuk memproduksi produk.

(5) Sebar luaskan perencanaan tersebut hingga k tingkat operasional.

Pengendalian Mutu


(48)

28 (2) Bandingkan kinerja dengan sasaran.

(3) Lakukan tindakan atas terjadinya perbedaan antara kinerja dengan sasaran.

(4) Peningkatan mutu.

(5) Peningkatan mutu harus dilaksanakan dan berkesinambungan.

(6) Ciptakan infrastruktur yang diperlukan untuk melaksanakan peningkatan mutu secara tahunan.

(7) Identifikasi bidang/daerah yang memerlukan peningkatan dan laksanakan proyek-proyek peningkatan.

(8) Bentuk tim proyek dengan tanggung jawab untuk meyelesaikan masing-masing proyek peningkatan.

(9) Lengkapi tim-tim tersebutdengan apa yang dibutuhkan mereka agar mampu mendiagnosis masalah untuk mencari akar penyebab masalah, cari solusi, dan ciptakan kendali yang akan dapat mepertahankan hasil yang diperoleh.

c. Philip B. Crosby mengungkapkan konsep manajemen “zero defects

dan pencegahan (prevention) yang dituangkannya dalam Quality Vaccine dan kegiatan untuk peningkatan mutu.

 Vaksin Mutu (Quality Vaccine) (1) Kebulatan tekad

(2) Pendidikan (3) Implementasi


(49)

29  Crosby – Kegiatan untuk Peningkatan Mutu

(1) Menunjukan secara jelas bahwa manajemen benar-benar serius dengan masalah mutu dan akan menjalankannya untuk jangka yang panjang.

(2) Membentuk tim-tim mutu yang bersifat antar departemen. (3) Mengidentifikasi dimana masalah yang sekarang ataupun

yang potensial akan timbul.

(4) Meninjau biaya yang diperlukan untuk mutu dan jelaskan bagaimana hal itu digunakan sebagai alat manajemen. (5) Meningkatkan kesadaran dan komitmen pribadi semua

pekerja tentang mutu.

(6) Mengambil tindakan secara cepat untuk memperbaiki masalah yang telah teridentifikasi.

(7) Melaksanakan program tanpa cacat.

(8) Melatih pengawas untuk melaksanakan tanggung jawabnya dalam program mutu.

(9) Melangsungkan sebuah Hari Tanpa Cacat untuk menjamin semua pekerja sadar bahwa ada arah baru di perusahaan. (10) Mendorong semua pribadi dan tim untuk meneteapkan

tujuan peningkatan mutu.

(11) Mendorong semua pekerja agar mau menyampaikan pada manajemen hambatan yang dihadapi mereka dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan mutu.


(50)

30 (12) Menghargai pekerja yang mau berpartisipasi.

(13) Membentuk badan mutu untuk mempromosikan komunikasi yang berkesinambungan.

(14) Mengulangi semua hal untuk menunjukkan bahwa penigkatan mutu adalah sebuah proses yang tidak pernah berakhir.

Prinsip Manajemen Mutu sebagaimana yang dikemukakan Masaake Imae (1971) yang ditulis dalam bukunya berjudul 10 QC Maxims yang kemudian juga menjadi acuan dalam standar ISO 9001. Instisari dari sepuluh prinsip itu dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

1. Terapkan PDCA dalam Setiap Tindakan

Pengendalian dan perbaikan mutumerupakan kegiatan yang berkelanjutan yang harus dijalankan secara sistematis dengan menerapkan pendekatan manajemen (PDCA) PLAN,DO,CHECK andACTION(urutan prioritas) dari setiap karakteristik.Setelah memahami ekspektasi pelanggan terhadapkarakteristik mutu produk, kita dapatmelanjutkan pertanyaantentang bagaimana kepentingan relative(urutanprioritas)dari setiap karakteristik itu. Untuk menjawab pertanyaan ini, kita dapat menggunakan suatu alat yang populer dewasa ini, yaitu: Penyebaran Fungsi Mutu (Quality Function Deployment = QFD). Dalam kenyataan, karakteristik mutu yang diinginkan oleh pelanggan, tingkat ekspektasi pelanggandan kepentinganrelatif dari setiap kriteria dapat saling bertentangan.


(51)

31 2. Pengendalian mutu hendaknya dilakukan sejak awal atau sedini mungkin pada setiap proses, sebab keterlambatan pengendalian akan menjadi pemborosan yang tidak perlu yang sebenarnya perlu dicegah.

3. Jangan menyalahkan orang lain

Sikap menyalahkan orang lain tidak akan menyelesaikan masalah. Sebaliknya akan menimbulkan masalah baru. Biladitemukan masalah, jangan mencari siapa yang bersalah.Tetapi fikirkanlah penyebab terjadinya masalah dan temukan langkah-langkah perbaikannya.

4. Bertindak berdasarkan prinsip prioritas.

Prinsip prioritas adalah prinsip mengutamakan yang utama, atau mendahulukan yang penting dalam melakukan suatu tindakan. Sebelum bertindak, pertimbangkan tingkat kepentingan dari apa yang akan dilakukan. Bila tindakan itu terkait dengan pemecahan masalah, prioritas hendaknya diberikan pada masalah yang paling penting atau paling besar pengaruhnya dalam pencapaian tujuan. Biasanya dalam pemecahan masalah juga berlaku prinsip pareto atau prinsip 20:80, artinya dalam pemecahan suatu masalah, hendaknya prioritas diberikan pada 20% penyebab utamanya yang menimbulakn dampak perbaikan 80%.

5. Proses berikutnya adalah Pelanggan.

Pelanggan adalah proses berikutnya yang menerima atau menggunakan jasa atau produk dari proses sebelumnya.Konsephubungan pelanggan-pemasokbiasdiaplikasikan secara internal maupun secara eksternal.Secara internal, setiap proses adalah pelanggan saat menerima


(52)

32 hasil kerja dari unit lain. Secara eksternal semua mata rantai produk, mulai dari distributor, agen, pengecer sampai pembeli atau pemakai langsung suatu produk atau jasa adalah termasukdalam pengertian hubungan pelanggan-pemasok.Setiap proses berikutnya memiliki empat hal pokok yang sangat penting dan menjadi fokus pemikiran bagi proses sebelumnya.Empat hal pokok itu adalah kebutuhan, persyaratan, harapan, dan persepsi.Kedua pihak hendaknya sebelumnya harus memikirkan apa yang dibutuhkan, diisyaratkan, diharapakan dan dipersepsikan oleh proses berikutnya. Upaya sistematis untuk mengidentifikasi dan memenuhi empat hal pokok itu dinamakan fokus pelanggan.

6. Setiap Tindakan Perbaikan Diikuti Pencegahan.

Tindakan koneksi adalah tindakan awal untuk menghilangkan fenomena dari suatu kondisi yang tidak diinginkan.Kondisi yang tidak diinginkan adalah masalah.Misalnya terjadi penyimpangan berat produk.Setelah penyimpanagan dikoreksi, selanjutnya perlu dianalisa secara lebih teliti sampai ditemukan akar penyebab yang paling dalam.Bila akar penyebab telah dapat diidentifikasi, maka selanjutnya dipikirkan alternatif cara yang paling efektif untuk mencegah terulangnya masalah yang sama. Tindakan koreksi dan tindakan pencegahan idealnya dilakukan bersamaan terhadap suatu maslah.Perusahaan harus mengambil langkah-langkah untuk mengeliminasi penyebab terjadinya ketidak sesuaian agar masalah yang


(53)

33 sama tidak terulang kembali.Tindakan yang diambil haruslah dengan dampak yang ditimbulkan.Perusahaan harus memastikan langkah-langkah yang diambil untuk menghilangkan penyebab-penyebab ketidak sesuaian untuk pencegahan yang diambil haruslah sesuai dengan dampak potensi yang ditimbulkan. Fokus sistem manajemen mutu pada hakekatnya adalah mencegah terjadinya kegagalan pada seluruh tahapan mulai dari input,proses sampai output akhir dengan pendekatan sistematik holistik, sinergistik dan antisipatif.

7. Berbicara Berdasarkan Data

Data adalah dasar untuk melakukan suatu tinadakan.Dalam penyelesaian masalah data menjadi landasan bertindak agar keputusan yang diambil tepat dan benar.Agar pemanfaatan data dapat tepat dan benar maka pendekatan statistik sangat dianjurkan dalam sistem manajemen mutu.

8. Perbaikan Diawali dengan Penetapan Sasaran

Tujuan dari suatu tindakan haruslah jelas dan ditentukan sejak awal agar efektivitas tindakan dapat dinilai secara objektif.Sistem manajemen mutu ISO 9001 mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan tujuan.Dikatakan sasaran-sasaran mutu, termasuk sasaran lainnya yang diperlukan untuk mencapai kesesuaian produk ditetapkan pada unit-unit fungsional pada berbagai tingkatan dalam perusahaan.Sasaran mutu dibuat spesifik dan sejalan dengan kebijakan mutu.


(54)

34 Sasaran perlu ditetapkan agar evaluasi keberhasilan dapat dilakukakn setelah perbaikan.Dalam penetapan sasaran biasanya digunakan prinsip

“SMART”.

S= Spesific: sasaran harus jelas dan spesifik. M=Measurable: sasaran harus dapat diukur.

A=Attainable:sasaran harus realistis dan mungkin dicapai. R=Reasonable: harus ada alasan terhadap pemilihan sasaran. T=Time: sasaran harus dicapai dalam waktu yang telah ditentukan. 9. Market in Concept

Konsep dasar merupakan suatu pendekatan dalam pengembangan produk dengan memfokusakan perhatian pada kebutuhan pasar, bukan pada apa yang mampu diproduksi atau dibuat oleh perusahaan. Hampir sama dengan konsep fokus pelanggan, konsep pasar lebih menekankan pada kebutuhan pasar.Sebelum memproduksi secara masal sebaiknya perusahaan meneliti kebutuhan pasar.Secara lebih fokus kebutuhan pasar berarti melihat kebutuhan,persyratan, harapan, calon pelanggan pada segmen yang menjadi target.

10.Biasakan Mencatat, Membuat Prosedur dan Menetapkan Standar.

Menyediakan prosedur tertulis dan penetapan standar mutu/hasil kerja harus selalu dijadikan kebiasaan dalam setiap kegiatan, sehingga tindakan pengendalian dan penngkatan mutu dapat lebih konsisten dan mudah dilakukan.


(55)

35 2.1.5 Sistem Pengawasan Kualitas Statistikal (Statistical Quality Control)

Statistical Quality Control merupakan metode statistik untuk mengumpulkan dan menganalisa data hasil pemeriksaan terhadap sampel dalam kegiatan pengawasan kualitas produksi. Tujuan Statistical Quality Control adalah untuk menunjukkan tingkat reliabilitas sampel dan bagaimana cara mengawasi risiko. Statistical Quality Control juga membantu pengawasan pemrosesan melalui pemberian peringatan kepada para manejer bila mesin-mesin memerlukan beberapa penyesuaian agar mereka dapat menghentikannya sebelum banyak produk rusak dibuat (T. Hani Handoko: 2000:434).

2.1.6 Lean Six Sigma

Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sitematik dan unsistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (Non-value-adding activities) melalui peningkatan terus-menerus secara radikal dengan cara mengalirkan produk (Material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (Pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan (Vincent Gaspersz, 2007:91).

Sigma merupakan simbol standar deviasi pada statistik yang merupakan suatu ukuran untuk menyatakan variance atau selisih atau ketidaktepatan sekelompok data, item produksi atau proses produksi. Six Sigma bertujuan untuk meningkatkan profitabiltas perusahaan walaupun peningkatan mutu


(56)

36 dan efisiensi pada proses produksi merupakan hal yang utama. Six Sigma merupakan suatu pendekatan yang berfokus pada pelanggan (customer focus oriented) yang memuat asumsi bahwa kesalahan produksi produk atau jasa perusahaan merupakan biaya yang mahal (Thomas Sumarsan, 2010:243).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa Lean Six Sigma merupakan gabungan antara Lean dan Six Sigma yang berarti suatu aktivitas pengendalian proses produksi dengan menghilangkan aktivitas-aktivitas pemborosan yang tidak bernilai tambah dengan menggunakan suatu ukuran untuk menyatakan variance atau ketidaktepatan proses produksiuntuk mencapai tingkat kinerja enam sigma atau hanya memproduksi sedikit cacat untuk setiap satu juta operasi.

Pendekatan Lean Six Sigma berlandaskan pada prinsip 5P (Profits, Processes, Project-by-project and People) yang berkaitan satu sama lain (Vincent Gaspersz, 2007:96).

2.1.7 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

a. Pengertian dan Kriteria UMKM Menurut UU No. 20 Tahun 2008

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang


(57)

37 dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang.

Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

Kriteria UMKM menurut Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,0 (tiga ratus juta rupiah).

(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp


(58)

38 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

b. Permasalahan Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Pada tahun 1998, pada saat krisis ekonomi mencapai titik terburuknya dengan dampak negatif yang sangat besar terhadap hampir semua sektor ekonomi di Indonesia, banyak perusahaan dari berbagai skala usaha mengalami kebangkrutan atau mengurangi volume kegiatan secara drastis. Pada saat itu, Menegkop dan UKM memperkirakan hampir 3 juta UMKM berhenti berusaha, dan jumlah


(59)

39 usaha menengah dan usaha besar yang tutup usaha, masing-masing sekitar 14,2 dan 12,7 persen dari jumlah unit masing-masing kelompok. Pada tahun 2000, saat ekonomi Indonesia mulai pulih, tercatat ada sekitar 39,7 juta UMKM, atau 99,85 persen dari jumlah perusahaan berbagai skala usaha di Indonesia. Pada tahun yang sama, ada sekitar 78,8 juta usaha menengah, dengan rata-rata nilai penjualan per tahun berkisar lebih dari Rp 1 juta dan kurang dari Rp 50 miliar, atau 0,14 persen dari semua usaha yang ada.

Dibalik perkembangan UMKM yang sangat meningkat pasca krisis ekonomi, perkembangan UMKM dihalangi oleh banyak hambatan. Hambatan-hambatan tersebut bisa berbeda antara satu daerah dengan daerah lain, atau antara pedesaan dan perkotaan, atau antar sektor, atau antar sesama perusahaan di sektor yang sama. Namun demikian, ada sejumlah persoalan yang umum untuk semua UMKM. Persoalan umum tersebut termasuk keterbatasan modal kerja maupun investasi, kesulitan-kesulitan dalam pemasaran, distribusi dan pengadaan bahan baku dan input lainnya, keterbatasan akses ke informasi mengenai peluang pasar dan lainnya, keterbatasan pekerja dengan keahlian tinggi (kualitas SDM rendah) dan kemampuan teknologi, biaya transportasi dan energi yang tingg; keterbatasan komunikasi, biaya tinggi akibat prosedur administrasi dan birokrasi yang kompleks khususnya dalam pengurusan izin usaha, dan ketidakpastian akibat peraturan dan kebijaksanaan ekonomi yang tidak jelas atau tak menentu arahnya.


(60)

40 Permasalahan utama yang dihadapi sebagian besar UMKM adalah keterbatasan modal. Menurut Tulus Tambunan (2012), walaupun banyak bank yang menawarkan kredit khusus bagi pengusaha kecil, sebagian besar pemilik usaha tidak pernah mendapatkan kredit bank atau lembaga keuangan lainnya. Mereka tergantung sepenuhnya pada uang/tabungan mereka sendiri, uang/bantuan dari saudara/kenalan untuk mendanai usaha mereka. Alasannya beragam; ada yang tidak pernah dengar atau menyadari adanya adanya skim-skim khusus tersebut, ada yang pernah mencoba tetapi ditolak karena usahanya dianggap tidak layak untuk didanai atau mengundurkan diri karena rumitnya prosedur administrasi, atau tidak bisa memenuhi persyaratan termasuk penyediaan jaminan, atau ada banyak pengusaha kecil yang dari awal memang tidak berkeinginan meminjam dari lembaga-lembaga keuangan formal.

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemilik usaha dalam pemerolehan pinjaman dana dari bank atau lembaga keuangan lainnya adalah penolakan karena UMKM dianggap tidak layak untuk didanai. Hal ini terjadi karena sektor perbankan telah memiliki standar dan kesiapan dalam mengelola kredit dalam jumlah massal bagi pengusaha kecil dan menengah, salah satunya penilaian perbankan terhadap UMKM adalah dari segi kualitas UMKM.Sebuah UMKM dianggap bermutu apabila UMKM menghasilkan tiga jenis keuntungan, yakni keuntungan bisnis/profit, keuntungan negara, dan keuntungan


(61)

41 sosial/masyarakat. Keuntungan bisnis/profit ditentukan oleh kombinasi yang kompleks dari variabel-variabel berikut: (a) produktivitas; (b) efisiensi (yang selanjutnya menentukan harga yang bersaing); (c) Kualitas, mutu, kegunaan, ketahanan lama produk, dan kemasan; (d) promosi dan reklame; dan (e) pelayanan konsumen (yang memuaskan atau meningkatkan loyalitas konsumen). Variabel-variabel tersebut menentukan besarnya keuntungan UMKM.Variabel-variabel tersebut juga dapat digunakan sebagai indikator-indikator alternatif atau alat ukur yang sifatnya tidak langsung untuk mengukur besarnya keuntungan UMKM.

Gambar 2.2

Indikator-indikator untuk Mengukur UKM yang ‘Bermutu’

Sumber: Tulus Tambunan (2012)

UKM yang bermutu

Keuntungan Bisnis/profit

Keuntungan Negara

Keuntungan Sosial/Masyara

kat Kesejahteraan

Masyarakat

Tidak Merusak Lingkungan Alam

Kesejahteraan Pekerja

Kesejahteraan Masyarakat

Corporate Social Responsibility

Keterkaitan Bisnis dengan Ekonomi Lokal


(62)

42

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti

Judul Penelitian Alat Ukur Hasil Penelitian

1. Lubica

Simanova, Pavol Gejdos (2015) [Journal]

The Use of Statistical Quality

Control Tools to Quality Improving

in the Furniture Business Capability Index, Histogram, Ishikawa Diagram

CL = 52g/m2 dalam ± 4g/m2,

UCL = 56g/m2, LCL = 48g/m2.

2. Ayadi

Youssouf, Chaib Rachid, Verzea Ion (2014) [Journal] Contribution to the Optimization

of Strategy of Maintenance by Lean Six Sigma

Lean Six Sigma based on five main

steps, DMAIC.

Penerapan metode DMAIC pada proses pemeliharaan membantu

dalam mengurangi biaya dan kerugian untuk meningkatkan

keuntungan dan kualitas.

3. Devi

Sonalia (2013) [Skripsi]

Pengendalian Mutu pada Proses

Produksi di Tiga Usaha Kecil Menengah Tahu Kabupaten Bogor Diagram Pareto, Diagram Sebab-Akibat dan Grafik Kendali

Melalui diagram Sebab akibat diketahui bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kerusakan Tahu adalah tenaga kerja, bahan

baku, mesin dan peralatan. Dengan diagram pareto diketahui salah potong adalah

yang paling memengaruhi kerusakan tahu. Dengan diagram

kendali menunjukan keterkendalian pada proses

pengendalian mutu.

4. La Hatani

(2013) [Jurnal] Manajemen Pengendalian Mutu Produksi Roti Melalui Pendekatan Statistical Quality

Control (SQC)

Analisis Statistical

Quality Control (SQC)

Dengan analisis Statistical

Quality Control (SQC) diketahui bahwa proses produksi perusahaan roti Rizki Kendari

tidak memiliki pengendalian yang baik.


(63)

43

No. Nama

Peneliti

Judul Penelitian Alat Ukur Hasil Penelitian

5. Sinurmaida

Gultom, Tuti Sarma Sinaga, Sukaria Sinulingga (2013) [Jurnal] Studi Pengendalian Mutu dengan Menggunakan

Pendekatan Lean Six

Sigma pada PT. XYZ

Analisis Lean

Six Sigma metode DMAIC

Hasil penelitian menunjukkan kondisi Lean

saat ini adalah PCE (Process Cycle Efficency)

sebesar 82%, dengan kinerja kualitas pada saat ini untuk tahap inspeksi II

dan III masing-masing sebesar 3,38 σ dan 4,01 σ.

6. M. Januar,

Retno Astuti, Dhita Morita Ikasari (2013) [Jurnal] Analisis Pengendalian Kualitas pada Proses

Pengeringan Teh Hitam dengan

Metode Six

SigmaStudi (Kasus di PTPN XII (Persero) Wonosari,

Lawang)

Metode Six

Sigma (define, measure, dan

analyze) dan FMEA (Failure Modes and

Effect Analysis)

Proses pengeringan serbuk teh hitam memiliki tingkat

six sigma kapabilitas jangka pendek sebesar 2,28

dan kapabilitas jangka panjang sebesar 2,41. Prioritas usulan perbaikan

dilakukan pada mode kegagalan yang bernilai RPN sebesar 252 yaitu pada

perawatan mesin.

7. J. Sancho,

J.J. Pastor, J. Martinez, M. A. Garcia. (2013) [Journal] Evaluation of Harmonic Variability in Electrical Power Sysems through Statistical Control of

Quality and Functional Data

Analysis

Statistical Process Control dan

(SPC) Process

Capability Analysis

(PCA)

Grafik kendali dapat digunakan untuk mencari dan menghilangkan outliers

pada harmonik sistem listrik.


(1)

116

LAMPIRAN 3


(2)

117

LAMPIRAN 4

Kusnadi Home Industry Assenda Sepatu Sendal

No (n) (D) CL UCL LCL No (n) (D) CL UCL LCL 1 100 0 0 0.0078 0.1165 -0.1009 1 60 1 0.016667 0.0173 0.1588 -0.1242 2 75 1 0.013 0.0078 0.1165 -0.1009 2 75 1 0.013 0.0173 0.1588 -0.1242 3 86 2 0.023 0.0078 0.1165 -0.1009 3 65 1 0.015 0.0173 0.1588 -0.1242 4 100 1 0.010 0.0078 0.1165 -0.1009 4 52 2 0.038 0.0173 0.1588 -0.1242 5 80 0 0.000 0.0078 0.1165 -0.1009 5 100 2 0.020 0.0173 0.1588 -0.1242 6 100 0 0.000 0.0078 0.1165 -0.1009 6 100 0 0.000 0.0173 0.1588 -0.1242

Σ 541 4 0.047 Σ 452 7 0.104

Mutiara Sepatu Sendal Meliska

No (n) (D) CL UCL LCL No (n) (D) CL UCL LCL 1 45 0 0 0.0200 0.1683 -0.1284 1 50 1 0.02 0.0133 0.1432 -0.1166 2 50 0 0.000 0.0200 0.1683 -0.1284 2 50 2 0.040 0.0133 0.1432 -0.1166 3 52 1 0.019 0.0200 0.1683 -0.1284 3 50 1 0.020 0.0133 0.1432 -0.1166 4 56 2 0.036 0.0200 0.1683 -0.1284 4 45 0 0.000 0.0133 0.1432 -0.1166 5 40 1 0.025 0.0200 0.1683 -0.1284 5 50 0 0.000 0.0133 0.1432 -0.1166 6 50 2 0.040 0.0200 0.1683 -0.1284 6 55 0 0.000 0.0133 0.1432 -0.1166

Σ 293 6 0.120 Σ 300 4 0.080

Azfa Collection Endang Home Industry

No (n) (D) CL UCL LCL No (n) (D) CL UCL LCL 1 50 0 0 0.0224 0.1764 -0.1316 1 45 1 0.022222 0.0356 0.2143 -0.1432 2 50 1 0.020 0.0224 0.1764 -0.1316 2 50 2 0.040 0.0356 0.2143 -0.1432 3 45 0 0.000 0.0224 0.1764 -0.1316 3 30 2 0.067 0.0356 0.2143 -0.1432 4 45 2 0.044 0.0224 0.1764 -0.1316 4 45 2 0.044 0.0356 0.2143 -0.1432 5 50 1 0.020 0.0224 0.1764 -0.1316 5 50 1 0.020 0.0356 0.2143 -0.1432 6 60 3 0.050 0.0224 0.1764 -0.1316 6 50 1 0.020 0.0356 0.2143 -0.1432


(3)

118

Uyung Home Industry VIVAN Shoes

No (n) (D) CL UCL LCL No (n) (D) CL UCL LCL 1 100 1 0.01 0.0206 0.1704 -0.1292 1 60 0 0 0.0111 0.1335 -0.1112 2 50 1 0.020 0.0206 0.1704 -0.1292 2 60 1 0.017 0.0111 0.1335 -0.1112 3 70 2 0.029 0.0206 0.1704 -0.1292 3 60 0 0.000 0.0111 0.1335 -0.1112 4 50 2 0.040 0.0206 0.1704 -0.1292 4 60 2 0.033 0.0111 0.1335 -0.1112 5 40 0 0.000 0.0206 0.1704 -0.1292 5 60 0 0.000 0.0111 0.1335 -0.1112 6 80 2 0.025 0.0206 0.1704 -0.1292 6 60 1 0.017 0.0111 0.1335 -0.1112

Σ 390 8 0.124 Σ 360 4 0.067

Bengkel Dr. Kevin Balete Shoes

No (n) (D) CL UCL LCL No (n) (D) CL UCL LCL 1 100 1 0.01 0.0083 0.1196 -0.1029 1 30 1 0.033333 0.0222 0.1758 -0.1313 2 100 0 0.000 0.0083 0.1196 -0.1029 2 30 0 0.000 0.0222 0.1758 -0.1313 3 100 1 0.010 0.0083 0.1196 -0.1029 3 25 0 0.000 0.0222 0.1758 -0.1313 4 100 2 0.020 0.0083 0.1196 -0.1029 4 30 2 0.067 0.0222 0.1758 -0.1313 5 100 1 0.010 0.0083 0.1196 -0.1029 5 20 0 0.000 0.0222 0.1758 -0.1313 6 100 0 0.000 0.0083 0.1196 -0.1029 6 30 1 0.033 0.0222 0.1758 -0.1313

Σ 600 5 0.050 Σ 165 4 0.133

UKM Abdul Shoes Nugraha Sugih

No (n) (D) CL UCL LCL No (n) (D) CL UCL LCL 1 30 2 0.067 0.0506 0.2506 -0.1494 1 30 1 0.033333 0.0089 0.1225 -0.1048 2 20 1 0.050 0.0506 0.2506 -0.1494 2 25 0 0.000 0.0089 0.1225 -0.1048 3 30 0 0.000 0.0506 0.2506 -0.1494 3 45 0 0.000 0.0089 0.1225 -0.1048 4 15 1 0.067 0.0506 0.2506 -0.1494 4 30 0 0.000 0.0089 0.1225 -0.1048 5 25 2 0.080 0.0506 0.2506 -0.1494 5 50 1 0.020 0.0089 0.1225 -0.1048 6 50 2 0.040 0.0506 0.2506 -0.1494 6 30 0 0.000 0.0089 0.1225 -0.1048

Σ 170 8 0.303 Σ 210 2 0.053

Bengkel H. Endang Monita Shoes

No (n) (D) CL UCL LCL No (n) (D) CL UCL LCL 1 50 2 0.04 0.0385 0.2220 -0.1449 1 100 1 0.01 0.0275 0.1921 -0.1371 2 45 1 0.022 0.0385 0.2220 -0.1449 2 80 2 0.025 0.0275 0.1921 -0.1371 3 50 2 0.040 0.0385 0.2220 -0.1449 3 60 0 0.000 0.0275 0.1921 -0.1371 4 30 2 0.067 0.0385 0.2220 -0.1449 4 50 2 0.040 0.0275 0.1921 -0.1371 5 50 2 0.040 0.0385 0.2220 -0.1449 5 100 1 0.010 0.0275 0.1921 -0.1371 6 45 1 0.022 0.0385 0.2220 -0.1449 6 50 4 0.080 0.0275 0.1921 -0.1371


(4)

119

She Must Wear

No (n) (D) CL UCL LCL 1 40 2 0.05 0.0350 0.2129 -0.1429 2 25 1 0.040 0.0350 0.2129 -0.1429 3 50 2 0.040 0.0350 0.2129 -0.1429 4 50 3 0.060 0.0350 0.2129 -0.1429 5 50 1 0.020 0.0350 0.2129 -0.1429 6 40 0 0.000 0.0350 0.2129 -0.1429


(5)

120

LAMPIRAN 5

Kusnadi Home Industry Assenda Sepatu Sendal

Damage

Amount of Damages

Percentation Percentation Com Damage

Amount of Damages

Percentation Percentation Com

Salah Memola 1 4.35% 4.35% Salah Memola 0 0.00% 0.00%

Salah Memotong 5 21.74% 26.09% Salah Memotong 3 25.00% 25.00%

Salah Menjahit 7 30.43% 56.52% Salah Menjahit 3 25.00% 50.00%

Pengeleman 10 43.48% 100.00% Pengeleman 6 50.00% 100.00%

Total 23 Total 12

Mutiara Septau Sendal Meliska

Damage Amount of

Damages Percentation

Com

Percentation Damage

Amount of

Damages Percentation

Com Percentation

Salah Memola 2 14.29% 14.29% Salah Memola 1 5.56% 5.56%

Salah Memotong 1 7.14% 21.43% Salah Memotong 3 16.67% 22.22%

Salah Menjahit 7 50.00% 71.43% Salah Menjahit 6 33.33% 55.56%

Pengeleman 4 28.57% 100.00% Pengeleman 8 44.44% 100.00%

Total 14 Total 18

Azfa Collection Endang Home Industry

Damage Amount of

Damages Percentation

Com

Percentation Damage

Amount of

Damages Percentation

Com Percentation

Salah Memola 2 6.67% 6.67% Salah Memola 4 18.18% 18.18%

Salah Memotong 3 10.00% 16.67% Salah Memotong 7 31.82% 50.00%

Salah Menjahit 11 36.67% 53.33% Salah Menjahit 5 22.73% 72.73%

Pengeleman 14 46.67% 100.00% Pengeleman 6 27.27% 100.00%

Total 30 Total 22

Uyung Home Indsutry VIVAN Shoes

Damage Amount of

Damages Percentation

Com

Percentation Damage

Amount of

Damages Percentation

Com Percentation

Salah Memola 3 11.11% 11.11% Salah Memola 4 13.79% 13.79%

Salah Memotong 5 18.52% 29.63% Salah Memotong 3 10.34% 24.14%

Salah Menjahit 8 29.63% 59.26% Salah Menjahit 9 31.03% 55.17%

Pengeleman 11 40.74% 100.00% Pengeleman 13 44.83% 100.00%

Total 27 Total 29


(6)

121

Damage Amount of Damages Percentation Percentation Com Damage Amount of Damages Percentation Percentation Com

Salah Memola 1 3.57% 3.57% Salah Memola 0 0.00% 0.00%

Salah Memotong 4 14.29% 17.86% Salah Memotong 5 15.63% 15.63%

Salah Menjahit 8 28.57% 46.43% Salah Menjahit 10 31.25% 46.88%

Pengeleman 15 53.57% 100.00% Pengeleman 17 53.13% 100.00%

Total 28 Total 32

UKM Abdul Shoes Nugraha Sugih

Damage Amount of

Damages Percentation

Com

Percentation Damage

Amount of

Damages Percentation

Com Percentation

Salah Memola 2 5.71% 5.71% Salah Memola 4 13.79% 13.79%

Salah Memotong 6 17.14% 22.86% Salah Memotong 7 24.14% 37.93%

Salah Menjahit 12 34.29% 57.14% Salah Menjahit 3 10.34% 48.28%

Pengeleman 15 42.86% 100.00% Pengeleman 15 51.72% 100.00%

Total 35 Total 29

Bengkel H. Endang Monita Shoes

Damage Amount of

Damages Percentation

Com

Percentation Damage

Amount of

Damages Percentation

Com Percentation

Salah Memola 8 19.51% 19.51% Salah Memola 6 18.75% 18.75%

Salah Memotong 8 19.51% 39.02% Salah Memotong 0 0.00% 18.75%

Salah Menjahit 6 14.63% 53.66% Salah Menjahit 10 31.25% 50.00%

Pengeleman 19 46.34% 100.00% Pengeleman 16 50.00% 100.00%

Total 41 Total 32

She Must Wear

Damage Amount of

Damages Percentation

Com Percentation

Salah Memola 8 21.62% 21.62%

Salah Memotong 3 8.11% 29.73%

Salah Menjahit 18 48.65% 78.38%

Pengeleman 8 21.62% 100.00%