Gangguan Pembuluh Darah Vena Pada Pekerja Quality Control Di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Tahun 2011

(1)

CONTROL DI KEBUN KLAMBIR V PTP NUSANTARA II TAHUN 2011

SKRIPSI

OLEH : MERISA JUNIANA

NIM. 071000142

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

GANGGUAN PEMBULUH DARAH VENA PADA PEKERJA QUALITY CONTROL DI KEBUN KLAMBIR V PTP NUSANTARA II

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

MERISA JUNIANA NIM. 071000142

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang gangguan pembuluh darah vena pada pekerja Quality Control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Tahun 2011.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Sampel merupakan total populasi dari seluruh pekerja QC yaitu 30 orang. Data primer di peroleh dengan cara observasi gangguan pembuluh darah vena dan pengukuran Indeks Massa Tubuh terkait dengan hubungan obesitas terhadap gangguan pembuluh darah vena kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data sekunder di peroleh dari profil perusahaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II dan ditelaah lebih jauh berdasarkan usia, masa kerja, obesitas, paritas dan keturunan.

Hasil penelitian yang diperoleh dari gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control adalah sebanyak 24 orang., dengan frekuensi terbesar berada pada usia 51-60 tahun sebanyak 14 orang (46,67%), telah bekerja dengan masa kerja lebih dari 20 tahun sebanyak 19 orang (63,33%), obesitas sebanyak 13 orang (43,33%), jumlah paritas 3 kali sebanyak 9 orang (30%), dan tidak ada pekerja QC yang memiliki keturunan gangguan pembuluh darah vena.

Disarankan agar pekerja QC sebaiknya memanfaatkan waktu istirahat selama 15 menit setiap 2 jam untuk relaksasi otot misalnya berjalan-jalan disekitar meja kerja untuk melancarkan peredaran darah atau duduk untuk mengistirahatkan tungkai, pekerja QC yang sudah berusia lanjut sebaiknya tidak bekerja dalam posisi kerja berdiri melainkan dapat dirotasi ke bagian lain yang posisi kerjanya tidak berdiri, makan makanan yang bergizi dan mengandung vitamin C dan E karena dapat membantu memperlancar sirkulasi peredaran darah, jaga berat badan tetap ideal bagi pekerja yang berada dalam kategori IMT gemuk-obesitas, jika pekerja berada dalam masa kehamilan sebaiknya tidak bekerja dengan posisi berdiri.


(5)

It has been done a research about vein disorders on quality control workers at Kebun Klambir V PTP Nusantara II in 2011.

It is a descriptive type of research. Sample represents the total population of all quality control workers which are 30 people. The primary data is obtained by doing observation of blood vessel disorders and measurement of body mass index associated to obesity linkaged to blood vessel disorders then it is presented in a frequency distribution table. The secondary data is obtained from the company profile.

The aim of the research is to know the description of vein disorders on quality control workers in Kebun Klambir V PTP Nusantara II and to analyze further based on age, working period, obesity, parity and heredity.

From the result obtained of venous blood vessel disorders on quality control workers as 24 people, by the biggest frequency at the age of 51-60 years as 14 people (46,67 %), working period by 20 years or more as 19 people (63,33 %), obesity as 13 people (43,33 %), mount of 3 times parity as 9 people (30 %), and there is no quality control workers who have a vein disorder heredity based.

It is recommended to workers should take advantage of a break for 15 minutes every 2 hours for a muscle relaxation such as a walk around the desk for circulation or sit down to rest his legs, QC workers who are elderly should not work in a working position standing but can be rotated to another part of his position does not stand, consume the nutritious food and contain vitamins C and E since it may swit the blood sirculation, keep the weight remains ideal for workers who are in a fat-obese BMI categories, if workers are in the pregnancy should does not work in a standing position.

Keywords: Quality Control Workers, Vein Disorders


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Merisa Juniana

Tempat/Tanggal Lahir : Dumai / 24 Juni 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 2 dari 4 Bersaudara Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jln. Tunas Harapan no.17 Dumai-Riau.

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1994-1995 : TK Karang Taruna Dumai 2. Tahun 1995-2001 : SD Negeri 024 Dumai 3. Tahun 2001-2004 : SMP Negeri 1 Dumai 4. Tahun 2004-2007 : SMA Negeri 2 Dumai


(7)

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat kesehatan dan senantiasa memberi kemudahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gangguan Pembuluh Darah Vena Pada Pekerja Quality Control Di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Tahun 2011”.

Rasa sayang, cinta dan terima kasih yang dalam kepada kedua orangtua, kakak dan kedua adik penulis atas doa dan semangat serta memberikan semua yang dibutuhkan penulis selama penyelesaian skripsi ini.

Selama penyusunan skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Penasihat Akademik yang telah memberikan banyak bimbingan dan motivasi kepada penulis selama ini.

2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3. Ir. Kalsum, M.Kesselaku dosen pembimbing I sekaligus Ketua Penguji dan Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II sekaligus Penguji I yang telah begitu sabar memberikan bimbingan, arahan, petunjuk dan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

4. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK selaku penguji II dan Umi Salmah, SKM, M.Kes selaku Penguji III yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja yang telah memberikan ilmu dan pengarahan serta Bu Ainun yang turut membantu dalam kelancaran skripsi ini.

6. Direksi PTP Nusantara II di Tanjung Morawa yang memberi izin penelitian pada perusahaan tersebut.

7. Bapak Edi Suranta dan seluruh pekerja di Kebun Klambir V PTP Nusantara II yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

8. Untuk teman-teman peminatan K3 dan teman-teman seperjuangan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungannya .

9. Untuk Kak Rizka Annisa, yang selalu menemani melakukan penelitian dan meluangkan waktu dalam membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Untuk Budi Hendri yang selalu setia menemani dan memberikan dukungan serta

semangat dan kasih sayang yang tulus kepada penulis.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang.

Medan, Desember 2011

Penulis Merisa Juniana


(9)

vii

Halaman Pengesahan... i

ABSTRAK... ii

RIWAYAT HIDUP... iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 5

1.3. Tujuan Penelitian... 5

1.3.1. Tujuan Umum... 5

1.3.2. Tujuan Khusus... 5

1.4. Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1. Varices... 7

2.1.1. Definisi Varices... 7

2.1.2. Etiologi... 7

2.1.3. Patofisiologi... 9

2.1.4. Gejala Terjadinya Varices... 11

2.1.5. Pencegahan... 11

2.2. Ergonomi... 12

2.2.1. Sikap Tubuh Alamiah... 14

2.2.2. Sikap Kerja Berdiri... 15

2.3. Kerangka Konsep... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 19

3.1. Jenis Penelitian... 19

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 19

3.2.1. Lokasi Penelitian... 19

3.2.2. Waktu Penelitian…... 19

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 19

3.3.1. Populasi... 19

3.3.2. Sampel... 19

3.4. Metode Pengumpulan Data... 20

3.4.1. Data Primer... 20


(10)

viii

3.5. Definisi Operasional Variabel... 20

3.6. Aspek Pengukuran... 21

3.7. Teknik Analisa Data... 22

BAB IV HASIL PENELITIAN... 23

4.1 Gambaran Umum Perusahaan... 23

4.1.1. Sejarah Singkat PTP Nusantara II... 23

4.1.2. Proses Produksi PTP Nusantara II... 24

4.2. Distribusi Pekerja Quality Control... 28

4.2.1. Usia... 28

4.2.2. Masa Kerja... 28

4.2.3. Obesitas... 29

4.2.4. Kehamilan atau Paritas... 30

4.3. Distribusi Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja Quality Control... 31

4.3.1. Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena... 31

4.3.2. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Usia... 32

4.3.3. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Masa Kerja... 33

4.3.4. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Obesitas... 34

4.3.5. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Kehamilan Atau Paritas... 35

4.3.6. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Keturunan... 35

BAB V PEMBAHASAN... 36

5.1. Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena Pada Tungkai Pekerja QC... 36

5.2 Gangguan Pembuluh Darah Vena Berdasarkan Usia... 39

5.3. Gangguan Pembuluh Darah Vena Berdasarkan Masa Kerja... 40

5.4. Gangguan Pembuluh Darah Vena Berdasarkan Obesitas... 42

5.5. Gangguan Pembuluh Darah Vena Berdasarkan Kehamilan/Paritas.. 43

5.6. Gangguan Pembuluh Darah Vena Berdasarkan Keturunan... 44

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 45

6.1. Kesimpulan... 45

6.2. Saran... 45

DAFTAR PUSTAKA... 47 DAFTAR LAMPIRAN


(11)

Halaman Tabel 3.1. Batas Ambang IMT Untuk Indonesia... 22 Tabel 4.1. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II

Berdasarkan Usia pada tahun 2011... 28 Tabel 4.2. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II

Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2011...

28 Tabel 4.3. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II

Berdasarkan Obesitas pada tahun 2011... 29 Tabel 4.4. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II

Berdasarkan Kehamilan/Paritas pada tahun 2011...

30 Tabel 4.5. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II

Berdasarkan Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada

tahun 2011... 31 Tabel 4.6. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II

Berdasarkan Usia dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada

tahun 2011... 32 Tabel 4.7. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II

Berdasarkan Masa Kerja dan Gangguan Pembuluh Darah Vena

pada tahun 2011... 33 Tabel 4.8. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II

Berdasarkan Obesitas dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada

tahun 2011... 34 Tabel 4.9. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II

Berdasarkan Kehamilan/Paritas dan Gangguan Pembuluh Darah


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Patofisiologi Varices... 10 Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian... 18 Gambar 3. Proses Tembakau Dari Pembibitan Sampai Ekspor... 27


(13)

Di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Tahun 2011 Lampiran 2. Rekapitulasi Data Sampel

Lampiran 3. Nomogram yang memungkinkan seseorang mengetahui nilai IMT-nya. Lampiran 4. Surat Permohonan Izin Penelitian


(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang gangguan pembuluh darah vena pada pekerja Quality Control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Tahun 2011.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif. Sampel merupakan total populasi dari seluruh pekerja QC yaitu 30 orang. Data primer di peroleh dengan cara observasi gangguan pembuluh darah vena dan pengukuran Indeks Massa Tubuh terkait dengan hubungan obesitas terhadap gangguan pembuluh darah vena kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data sekunder di peroleh dari profil perusahaan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II dan ditelaah lebih jauh berdasarkan usia, masa kerja, obesitas, paritas dan keturunan.

Hasil penelitian yang diperoleh dari gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control adalah sebanyak 24 orang., dengan frekuensi terbesar berada pada usia 51-60 tahun sebanyak 14 orang (46,67%), telah bekerja dengan masa kerja lebih dari 20 tahun sebanyak 19 orang (63,33%), obesitas sebanyak 13 orang (43,33%), jumlah paritas 3 kali sebanyak 9 orang (30%), dan tidak ada pekerja QC yang memiliki keturunan gangguan pembuluh darah vena.

Disarankan agar pekerja QC sebaiknya memanfaatkan waktu istirahat selama 15 menit setiap 2 jam untuk relaksasi otot misalnya berjalan-jalan disekitar meja kerja untuk melancarkan peredaran darah atau duduk untuk mengistirahatkan tungkai, pekerja QC yang sudah berusia lanjut sebaiknya tidak bekerja dalam posisi kerja berdiri melainkan dapat dirotasi ke bagian lain yang posisi kerjanya tidak berdiri, makan makanan yang bergizi dan mengandung vitamin C dan E karena dapat membantu memperlancar sirkulasi peredaran darah, jaga berat badan tetap ideal bagi pekerja yang berada dalam kategori IMT gemuk-obesitas, jika pekerja berada dalam masa kehamilan sebaiknya tidak bekerja dengan posisi berdiri.


(15)

It has been done a research about vein disorders on quality control workers at Kebun Klambir V PTP Nusantara II in 2011.

It is a descriptive type of research. Sample represents the total population of all quality control workers which are 30 people. The primary data is obtained by doing observation of blood vessel disorders and measurement of body mass index associated to obesity linkaged to blood vessel disorders then it is presented in a frequency distribution table. The secondary data is obtained from the company profile.

The aim of the research is to know the description of vein disorders on quality control workers in Kebun Klambir V PTP Nusantara II and to analyze further based on age, working period, obesity, parity and heredity.

From the result obtained of venous blood vessel disorders on quality control workers as 24 people, by the biggest frequency at the age of 51-60 years as 14 people (46,67 %), working period by 20 years or more as 19 people (63,33 %), obesity as 13 people (43,33 %), mount of 3 times parity as 9 people (30 %), and there is no quality control workers who have a vein disorder heredity based.

It is recommended to workers should take advantage of a break for 15 minutes every 2 hours for a muscle relaxation such as a walk around the desk for circulation or sit down to rest his legs, QC workers who are elderly should not work in a working position standing but can be rotated to another part of his position does not stand, consume the nutritious food and contain vitamins C and E since it may swit the blood sirculation, keep the weight remains ideal for workers who are in a fat-obese BMI categories, if workers are in the pregnancy should does not work in a standing position.

Keywords: Quality Control Workers, Vein Disorders


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Pasal 164 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, menyebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Upaya kesehatan kerja meliputi pekerja sektor informal dan formal. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja. Disebutkan pula bahwa pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja baik sekarang maupun masa yang akan datang merupakan sarana menciptakan situasi kerja yang aman, nyaman dan sehat, ramah lingkungan, sehingga dapat mendorong efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan semua pihak, baik bagi pengusaha maupun tenaga kerja. Dengan demikian pemantauan dan pelaksanaan norma-norma kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja merupakan usaha meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, keamanan aset produksi dan menjaga kelangsungan bekerja dan berusaha dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) (Tambusai,2001).

Menurut Suma’mur P.K (1996) untuk efisiensi kerja yang optimal dan sebaik-baiknya, pekerjaan harus dilakukan dengan cara dan dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Lingkungan dan cara dimaksud meliputi di


(17)

antaranya tekanan panas, penerangan di tempat kerja, debu di udara ruang kerja, sikap badan, penserasian manusia dan mesin, pengekonomisan upaya. Cara dan lingkungan tersebut perlu disesuaikan pula dengan tingkat kesehatan dan keadaan gizi tenaga kerja yang bersangkutan.

Sulistiono dalam Imania menyatakan bahwa penyakit akibat kerja dapat menimbulkan kelainan / cacat yang sukar / tidak bisa dipulihkan. Menyebabkan hilangnya waktu kerja. Faktor fisik dan kondisi lingkungan kerja dapat menjadi pendorong resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor fisik tersebut diantaranya gerakan dengan kekuatan dan berulang tekanan statis pada otot dan tekanan oleh mesin atau getaran dan suhu yang terlalu panas atau dingin. Faktor tersebut akan semakin mempengaruhi dan dirasakan sebagai pemicu akibat kerja, setelah masa kerja, waktu istirahat yang kurang dan pekerjaan yang monoton (Imania, 2009).

Masa kerja menunjukkan lamanya seseorang terkena paparan di tempat kerja, semakin lama masa kerja maka akan semakin lama terkena paparan di tempat kerja sehingga semakin tinggi resiko terjadinya penyakit akibat kerja. Melakukan pekerjaan yang sama selama bertahun – tahun tanpa ada rotasi pekerjaan menyebabkan pekerjaan tersebut membebani otot dan jaringan lunak yang sama dalam jangka waktu tersebut (Luttman, 2003).

Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan


(18)

3

kaki. Kondisi tersebut juga menyebabkan mengumpulnya darah pada anggota tubuh bagian bawah.

Sikap tubuh dalam bekerja harus merupakan sikap tubuh yang alami, tidak dipaksakan dan tidak canggung, sehingga dicapai efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal dan memberikan kenyamanan waktu bekerja, diusahakan agar semua pekerjaan dilakukan dalam sikap ergonomis harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan ketegangan otot, kelelahan yang berlebihan dan bahaya-bahaya kesehatan lainnya. Bekerja dengan posisi berdiri dan kurangnya gerakan otot pada kaki lebih cepat menimbulkan kelelahan, bila hal ini berlangsung lama akan terjadi gangguan pada organ tubuh lain seperti tengkuk, punggung, pinggang, juga dapat menimbulkan varices pada kaki (Sinaga, 2005).

Pada saat individu berdiri dalam waktu yang lama, tekanan dinding vena akan meningkat karena kerja katup tidak maksimal dan pengaruh gaya gravitasi bumi. Penekanan yang cukup besar, akan menyebabkan dinding vena meregang dan menyebabkan bentuk vena berubah. Bentuk vena lebih mudah berubah sebab vena tidak memiliki otot polos. Perubahan bentuk akan diikuti dengan terganggunya fungsi katup. Bila pekerjaan mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi statis (diam), tapi tetap bergerak. Misalnya dengan berjalan di tempat, agar otot tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung. Hal ini menjadi salah satu pemicu varices. (Ronny, 2009)

Jantet G (1998) yang dikutip oleh Malik (1999) menyatakan bahwa insiden varices tungkai per tahun pada wanita 2,6% dan pria 1,9%. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia dan puncaknya pada usia 30 – 40 tahun. Basuki dkk (1990) yang


(19)

dikutip oleh Malik (1999) pada penelitiannya mendapatkan 1226 penderita varices tungkai dalam periode 1984 – 1989 dan penderita terbanyak usia 20 – 40 tahun sedangkan perbandingan wanita dan pria adalah 9,95 : 1. Sandick NS (1992) yang dikutip oleh Malik (1999) pada penelitiannya mendapatkan 84% kasus dengan predisposisi genetik, kehamilan 30%, berdiri lebih dari 6 jam/hari 19%, pemakaian kontrasespsi oral 18%, kegemukan 15%, paparan sinar ultraviolet 10% dan riwayat tromboplebistis 0,4%.

Kebun Klambir V adalah salah satu kebun PTP Nusantara II yang menangani tembakau. Salah satu proses produksi di kebun tersebut adalah sortasi yang dilakukan didalam bangsal. Bagian sortasi merupakan bagian yang sangat terpenting dalam kelancaran kegiatan di Kebun Klambir V. Semua daun tembakau yang telah dipanen dikirim ke bangsal dan diterima oleh pekerja quality control (QC) yang kemudian memilah-milah daun tembakau tersebut dan menepuk-nepuk daun tembakau untuk mengurangi debu yang ada didaun. Setelah selesai daun-daun tersebut disatukan dalam beberapa ikatan yang kemudian di tumpuk untuk selanjutnya di rapihkan bentuknya yang sudah keriput akibat proses pengeringan. Kemudian daun yang sudah rapi bentuknya disortir berdasarkan kualitas warna daun yang kemudian siap untuk dikirim kebagian fermentasi.

Berdasarkan survey pendahuluan dan pengamatan yang dilakukan kepada pekerja QC tersebut selama proses pekerjaan tersebut mereka bekerja dengan sikap berdiri dari awal bekerja sampai selesai dengan memilah-milah daun tembakau diatas meja kerja yang telah disediakan. Selama berlangsungnya masa pensortiran daun tembakau pekerja bekerja selama 8 jam kerja yang dimulai dari pukul 07.00 – 16.00


(20)

5

WIB. Walaupun diberikan waktu istirahat setiap 2 jam sekali selama 15 menit namun pekerja lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaan daripada istirahat. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa lelah, pegal dan kebas pada bagian tungkai, bila terjadi terus menerus akan mengakibatkan gangguan pembuluh darah vena. Dengan keadaan tungkai yang lelah, pegal dan kebas yang dirasakan pekerja dapat menurunkan produktivitas.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai gambaran gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II tahun 2011.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang diteliti adalah “Bagaimana gambaran gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II tahun 2011”.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II tahun 2011.


(21)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pekerja QC berdasarkan usia.

2. Untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pekerja QC berdasarkan masa kerja.

3. Untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pekerja QC berdasarkan obesitas.

4. Untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pekerja QC berdasarkan paritas/kehamilan.

5. Untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pekerja QC berdasarkan keturunan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Kebun Klambir V PTP Nusantara II dalam menangani dan mencegah timbulnya gangguan pembuluh darah vena pada pekerja QC.

2. Sebagai penambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman, khususnya tentang penyakit gangguan pembuluh darah vena bagi penulis sendiri.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Varices

2.1.1. Definisi Varices

Varises (varices) adalah pembuluh darah balik (vena) yang melebar dan berkelok-kelok akibat gangguan (hambatan) aliran darah. Bila hanya melebar saja disebut venektasi. Ini terjadi lantaran ketidakmampuan katub (klep) vena dalam mengatur aliran darah. Akibatnya aliran darah yang seharusnya mengalir lancar ke arah jantung, mengalami hambatan dan terjadi arus balik sebagian aliran darah dalam pembuluh darah vena, sehingga pembuluh darah vena melebar dan berkelok-kelok. Varices terutama terjadi pada tungkai, bisa terjadi pula pada vulva, skrotum, esophagus bagian distal, dan rektum.

Diperkirakan varices pada ektremitas bawah terjadi pada satu diantara lima orang di dunia. Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita dan orang yang pekerjaannya menuntut untuk berdiri lama.

2.1.2. Etiologi

Varices dibedakan menjadi primer dan sekunder. Namun, penyebab varices vena yang pasti belum diketahui. Penderita dianggap mempunyai kelemahan pada vena yang bersifat herediter, sehingga terbentuk varices yang primer dan spontan. Varices sekunder merupakan gejala sisa thrombosis vena profunda akibat dilatasi vena kolateral dan kerusakan katup vena profunda.


(23)

Faktor penyokong lain : 1. Faktor keturunan

Varices biasanya terjadi saat dewasa akibat perubahan hormon dan bertambahnya berat badan. Ditunjukkan dengan terjadinya penyakit yang sama pada beberapa anggota keluarga dan gambaran varices pada usia remaja, kemungkinan besar disebabkan faktor keturunan.

2. Kehamilan

Meningkatnya hormon progesteron dan bertambahnya berat badan saat hamil yang menyebabkan kaki semakin terbebani, akibatnya aliran darah dari kaki, tungkai, pangkal paha dan perut bagian bawah pun terhambat.

3. Kurang gerak

Gaya hidup perkotaan yang kurang gerak, menyebabkan otot sekitar pembuluh darah vena tidak mampu memompa darah secara maksimal.

4. Faktor berdiri lama

Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan memperparah beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Pada posisi tersebut tekanan vena 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada katup. Bila pekerjaan mengharuskan banyak berdiri, usahakan untuk tidak berdiri dengan posisi statis (diam), tapi tetap bergerak. Misalnya dengan berjalan di tempat, agar otot tungkai dapat terus bekerja memompa darah ke jantung.


(24)

9

5. Obesitas

Hal ini dihubungkan dengan tekanan hidrostatik yang meningkat akibat peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur penyangga vena.

6. Faktor usia

Pada usia lanjut insiden varices akan meningkat. Dinding vena menjadi lemah karena lamina elastic menjadi tipis dan atrofik bersama dengan adanya degenerasi otot polos. Disamping itu akan terdapat atrofi otot betis sehingga tonus otot menurun. 2.1.3. Patofisiologi

Penyebab varices primer adalah kelemahan struktural pada dinding pembuluh darah yang diturunkan. Dilatasi dapat disertai gangguan katup vena, karena daun katup tidak mampu menutup dan menahan aliran refluks. Varices primer cenderung terjadi pada vena-vena permukaan karena kurangnya dukungan dari luar atau kurangnya resistensi jaringan subkutan.

Varices sekunder disebabkan oleh gangguan patologi sistem vena dalam, yang timbul kongenital atau didapat sejak lahir. Hal ini menyebabkan dilatasi vena-vena permukaan, penghubung, atau kolateral. Misalnya, kerusakan katup vena pada sistem vena dalam akan mengganggu aliran darah menuju jantung, resultan statis, dan penimbunan darah menyebabkan hipertensi vena dalam. Jika katup vena penghubung (penyambung) tidak berfungsi dengan baik, maka peningkatan tekanan sirkuit vena dalam akan menyebabkan aliran balik darah ke dalam vena penghubung. Darah vena akan dialirkan ke vena permukaan dari vena dalam. Hal ini merupakan faktor predisposisi timbulnya varices sekunder pada vena-vena permukaan. Pada keadaan


(25)

ini, vena permukaan berfungsi sebagai pembuluh kolateral untuk sistem vena dalam, memirau darah dari daerah yang mati.

Kontraksi Otot

Gambar 1. Patofisiologi varices

Keterangan : biasanya kerusakan diakibatkan karena adanya suatu hambatan aliran darah dan tekanan hidrostatik yang terlalu besar.

Aliran darah v. Supervisialis

Dialirkan ke vena yang lebih besar

Katub vena kedalam v. Darah provunda

Jantung & paru

v. Supervisial v. Provunda

Terjadi kompartemen

otot RUSAK


(26)

11

2.1.4. Gejala terjadinya varices

1. Mula-mula kaki dan tungkai terasa berat, diikuti otot yang mudah pegal, kaku, panas dan sakit di seputar kaki maupun tungkai. Biasanya rasa sakit dirasakan menjelang malam, akibat tidak lancarnya aliran darah.

2. Mudah kram, meski kaki dalam kondisi santai.

3. Muncul pelebaran pembuluh darah rambut yang mirip jaring laba-laba (spider navy).

4. Perubahan warna kulit (pigmentasi) di seputar mata kaki, akibat tidak lancarnya aliran darah. Kadang diikuti dengan luka di sekitar mata kaki yang sulit sembuh.

5. Kaki bengkak (edema) karena adanya pembendungan darah.

6. Perubahan pada pembuluh vena luar, misalnya di betis bagian belakang tampak urat kebiru-biruan dan berkelok-kelok. Keadaan ini merupakan gejala varices kronis.

2.1.5. Pencegahan

1. Makan makanan bergizi dan olahraga teratur.

2. Hindari berdiri terlalu lama. Sedapat mungkin melakukan relaksasi jika dalam aktifitas sehari-hari dituntut berdiri lama.

3. Hindari terlalu lama duduk dengan kaki menyilang. Posisi ini dapat menghambat aliran darah dari tungkai ke arah jantung.

4. Hindari pemakaian pakaian bawah yang terlalu ketat.

5. Jika sedang bepergian jauh, usahakan meluruskan kaki secara berkala dan memijit-mijit tungkai sehabis bepergian.


(27)

6. Gunakan kaos kaki elastis untuk mencegah penekanan pada tungkai.

7. Bagi yang suka sepatu hak tinggi, dapat menggunakannya agar otot sekitar varises berkontraksi dan untuk memperlancar aliran darah

2.2. Ergonomi

Ergonomi atau disebut rancang-bangun faktor manusia adalah studi untuk peningkatan teori dan fisik dalam hal bekerja yang berguna untuk memastikan suatu tempat kerja aman dan produktif. Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dengan demikian ergonomi adalah disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaanya. Disiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi-teknologi buatannya (Wignjosoebroto, 1995).

Menurut Suma’mur (1996), salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja adalah yang berhubungan dengan ergonomi yaitu sikap dan cara kerja, beban kerja yang tidak adekuat, monotonnya pekerjaan, jam kerja yang tidak sesuai dan kerja yang berulang-ulang (Suma’mur, 1996).

Fungsi ergonomi adalah untuk mendesain tempat kerja, stasiun-kerja, peralatan, dan prosedur dari para pekerja supaya tidak sampai pada batas menimbulkan rasa lelah, gelisah, dan luka-luka atau kerugian secara efisien menuju keberhasilan tujuan perusahaan.


(28)

13

Menurut Suma’mur (1996), tujuan utama ergonomi ada 2 (dua), yaitu:

1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pekerjaan dan aktivitas-aktivitas lain, termasuk meningkatkan kenyamanan penggunaan untuk mengurangi kelelahan (penyebab kesalahan) dan meningkatkan produktivitas.

2. Meningkatkan nilai-nilai kualitatif yang dapat diamati dan dirasakan namun sulit diukur, seperti keamanan, mudah diterima oleh pemakai, kepuasan kerja, dan kualitas hidup.

Sikap tubuh dalam bekerja sangat ditentukan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan. Masing-masing posisi kerja mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap tubuh. Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipenaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran dan tata letak peralatan seperti macam gerak, arah dan kekuatan(Suma’mur, 1996).

Sikap tubuh dalam bekerja adalah suatu gambaran tentang posisi badan, kepala dan anggota tubuh (tangan dan kaki) baik dalam hubungan antar bagian-bagian tubuh tersebut maupun letak pusat gravitasinya. Faktor-faktor yang paling berpengaruh meliputi sudut persendian, inklinasi vertikal badan, kepala, tangan dan kaki serta derajat penambahan atau pengurangan bentuk kurva tulang belakang. Faktor-faktor tersebut akan menentukan efisien atau tidaknya sikap tubuh dalam bekerja. Sikap tubuh bisa dikatakan efisien jika :

a. menempatkan tekanan yang seimbang pada bagian-bagian tubuh yang berbeda. b. membutuhkan sedikit usaha otot untuk bertahan.


(29)

2.2.1. Sikap Tubuh Alamiah

Sikap tubuh alamiah yaitu sikap atau postur dalam proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi pergeseran atau penekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh, syaraf, tendon, dan tulang sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak menyebabkan keluhan muskuloskeletal dan sistem tubuh yang lain (Baird dalam Merulalia, 2010).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan adalah :

a. Semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian.

b. Semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil.

c. Tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani, melainkan dapat memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas.

Posisi tubuh yang tidak alamiah dan cara kerja yang tidak ergonomis dalam waktu lama dan terus menerus dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada pekerja antara lain :

a. Rasa sakit pada bagian-bagian tertentu sesuai jenis pekerjaan yang dilakukan seperti pada tangan, kaki, perut, punggung, pinggang dan lain-lain.


(30)

15

b. Menurunnya motivasi dan kenyamanan kerja.

c. Gangguan gerakan pada bagian tubuh tertentu (kesulitan mengerakkan kaki, tangan atau leher/kepala).

d. Dalam waktu lama bisa terjadi perubahan bentuk tubuh (tulang miring, bongkok).

Untuk bisa mencapai efisiensi dan produktivitas kerja yang optimal serta memberikan rasa nyaman pada saat bekerja bisa dilakukan dengan cara :

a. Menghindarkan sikap tubuh yang tidak alamiah. b. Mengusahakan agar beban statis sekecil mungkin.

c. Membuat dan menentukan kriteria serta ukuran baku tentang sarana kerja (meja, kursi, dll.) yang sesuai dengan antropometri pemakainya.

d. Mengupayakan agar sebisa mungkin pekerjaan dilakukan dengan sikap duduk atau kombinasi duduk dan berdiri.

2.2.2. Sikap Kerja Berdiri

Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan mengakibatkan penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki, apalagi jika memakai sepatu dengan bentuk atau ukuran yang tidak sesuai.

Beberapa penelitian telah berusaha untuk mengurangi kelelahan pada tenaga kerja dengan posisi berdiri. Contohnya seperti yang diungkapkan Granjean (1988) dalam Santoso (2004), merekomendasikan bahwa untuk jenis pekerjaan teliti, tinggi meja diatur 10 cm di atas siku. Untuk jenis pekerjaan yang ringan, tinggi meja diatur sejajar dengan tinggi siku. Dan untuk pekerjaan berat, tinggi meja diatur 10 cm di bawah tinggi siku.


(31)

Satu hal yang harus diperhatikan oleh pekerja berdiri adalah sikap kepala. Keadaan kepala harus memberikan kemudahan bagi pelaksanaan pekerjaan. Leher dalam keadaan fleksi atau ekstensi terus menerus menjadi penyebab kelelahan. Sudut penglihatan yang baik untuk sikap berdiri diantara 230-270 ke arah bawah dari garis horizontal.

Pekerjaan dalam waktu lama dengan posisi yang tetap atau sama baik berdiri maupun duduk akan menyebabkan ketidaknyamanan. Sikap kerja berdiri dalam waktu lama akan membuat pekerja selalu berusaha menyeimbangkan posisi tubuhnya sehingga menyebabkan terjadinya beban kerja statis pada otot-otot punggung dan kaki.

Setiap hari kaki bisa dipastikan digunakan untuk beraktivitas. Bahkan pada orang yang hanya berbaring, di kakinya tetap berlangsung proses metabolisme. Saat duduk atau berdiri dalam waktu yang cukup lama, dengan sepatu yang terlalu sempit dan berhak tinggi akan mengganggu aliran darah dan cairan getah bening untuk kembali ke jantung. Akibatnya tidak jarang kita merasakan sepatu yang kita kenakan saat itu semakin sempit, punggung kaki dan jari-jari kaki kita jadi membesar/bengkak.

Pada saat itulah aliran darah terhambat. Sisa-sisa metabolisme (antara asam laktat) tertumpuk di pembuluh tersebut sehingga merasakan kelelahan yang luar biasa. Walau pembuluh balik (vena) memiliki katup yang berfungsi sebagai pintu/sekat, sehingga darah yang mengalir tidak kembali setelah melalui bagian per bagian tapi juga tidak dapat kembali ke jantung karena harus melawan gaya gravitasi bumi. Penimbunan sering kali tidak teratasi dengan baik pada orang-orang yang


(32)

17

memiliki kelemahan pada pembuluh darah balik dan mengakibatkan varises (varicous vein).

Pada orang yang sampai mengalami varices bukan hanya pada ketidakindahan masalahnya, tetapi juga rasa sakit yang ditimbulkan yang mengganggu. Bukan hanya di pembuluh darah balik letak masalahnya tapi juga kelelahan ini dapat mengganggu proses penyaluran darah kaya nutrisi ke kaki. Karena tekanan terlalu tinggi di pembuluh balik dan di sel-sel menyebabkan aliran darah terhambat yang membuat kaki kita semakin lelah.

Gangguan pembuluh darah vena selalu menimbulkan dampak terhadap individu (pekerja) maupun perusahaan.

Dampak yang ditimbulkan terhadap pekerja antara lain : 1. Rasa tidak nyaman.

2. Minder dari segi kosmetik 3. Kehilangan keleluasaan. 4. Kehilangan pekerjaan.

Dampak terhadap perusahaan antara lain : 1. Pekerja mangkir kerja akibat sakit.

2. Hilangnya pekerja yang terampil di bidangnya.

3. Perlunya merekrut kembali karyawan baru untuk menggantikan pekerja yang dinonaktifkan. Tingkat kemahiran pekerja baru belum tentu sama dengan yang dinonaktifkan.

4. Penurunan produktivitas.


(33)

2.3. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian - Usia

- Masa kerja - Obesitas

- Paritas/kehamilan - keturunan

Pekerja QC

Gangguan pembuluh darah vena


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu untuk mengetahui gambaran gangguan pembuluh darah vena pada pekerja quality control di Kebun Klambir V PTP Nusantara II tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kebun Klambir V PTP Nusantara II dengan alasan belum pernah dilakukan penelitian yang sama di tempat tersebut.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian direncanakan pada bulan Mei sampai November 2011.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah semua pekerja QC dengan jumlah 30 orang. 3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah semua anggota populasi yaitu berjumlah 30 orang.


(35)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

1. Observasi untuk melihat gangguan pembuluh darah vena yang diderita oleh pekerja QC. Observasi dilakukan dengan melihat perubahan pembuluh darah vena pada tungkai pekerja yaitu berupa adanya pembuluh darah vena yang terlihat menonjol, berwarna kebiru-biruan dan berkelok-kelok.

2. Wawancara untuk mengetahui usia, masa kerja, jumlah paritas/kehamilan, dan faktor keturunan/riwayat gangguan pembuluh darah vena.

3. Pengukuran Indeks Massa Tubuh pekerja QC. 3.4.2. Data Sekunder

1. Diperoleh dari kantor Direksi PTP Nusantara II yaitu data tentang profil perusahaan.

2. Studi kepustakaan (Library Research)

3.5. Definisi Operasional Variabel

1. Pekerja QC adalah pekerja yang melakukan kegiatan penerimaan, pemilahan dan penyortiran daun tembakau di Kebun Klambir V PTP Nusantara II.

2. Gangguan pembuluh darah vena adalah naiknya pembuluh darah balik (vena) yang terlihat pada tungkai akibat gangguan (hambatan) aliran darah yang dialami oleh pekerja QC.

3. Usia adalah lamanya hidup pekerja QC yang dihitung dari sejak dilahirkan sampai ulang tahun terakhir pada saat penelitian dilakukan.


(36)

21

5. Obesitas adalah berat badan pekerja QC yang melebihi berat badan normal. 6. Paritas atau kehamilan adalah jumlah kehamilan yang mencapai usia viabilitas

(22 minggu) yang pernah dialami oleh pekerja QC.

7. Keturunan adalah gangguan pembuluh darah vena yang diderita juga oleh anggota keluarga pekerja QC.

3.6. Aspek Pengukuran

1. Usia dihitung dalam tahun dan akan diklasifikasikan dalam range 10 tahun agar terlihat variasi usia responden (skala ordinal).

2. Masa kerja dihitung dalam tahun dari pertama kali bekerja sebagai QC (skala ordinal).

3. Obesitas

Berdasarkan definisi operasional maka pengukuran untuk obesitas adalah dengan menggunakan rumus Indeks Masa Tubuh/IMT (Body Mass Index/BMI) :

IMT yang dihubungkan dengan risiko paling rentan terhadap kesehatan adalah antara 22 dan 25.


(37)

Tabel 3.1. Batas ambang IMT untuk Indonesia

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0 Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,5

Normal > 18,5 – 25,0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan > 25,0 – 27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat/obesitas > 27,0 Sumber : Depkes, 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, 1994.

Lampiran 3 menunjukkan nomogram yang memungkinkan sesorang mengetahui nilai IMT-nya (skala ordinal).

4. Kehamilan/paritas dihitung dari banyaknya kehamilan yang mencapai usia viabilitas yang pernah dilalui oleh pekerja QC (skala rasio).

5. Keturunan/riwayat keluarga dilihat dari anggota keluarga (dilihat dari silsilah keluarga sebelum pekerja QC seperti ayah, ibu dan selanjutnya ke atas) yang menderita gangguan pembuluh darah vena (skala nominal).

3.7.Teknik Analisa Data

Hasil yang diperoleh berdasarkan pengamatan terhadap para pekerja akan diolah dan disajikan ke dalam tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisa secara deskriptif untuk menjelaskan gangguan pembuluh darah vena pada tungkai yang dialami oleh pekerja QC.


(38)

23 BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1. Sejarah Singkat PTP Nusantara II

PTP. Nusantara II pada tahun 1869 dikelola oleh Pemerintah Belanda dengan nama perusahaan Deli Maatschappij. Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia perusahaan ini menjadi kekuasaan belanda sepenuhnya, dan merupakan salah satu dari 22 unit perusahaan milik PT. Perusahaan Nusantara II

Pada tahun 1910 perusahaan ini berganti nama menjadi NV.VDM (Verenidg Deli Maatschappijen). Sejak kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda, maka semua usaha-usaha yang dikelola oleh Belanda dialihkan menjadi milik Pemerintahan Indonesia termasuk diantaranya adalah Perusahaan Perkebunan. Kemudian pada tahun 1958 Pemerintahan Republik Indonesia mengambil alih NV. VDM dan diberi nama PPN. BARU (Pusat Perkebunan Negara Baru).

Perusahaan ini menyebar di berbagai wilayah nusantara, maka tahun 1960 PPN. BARU berubah menjadi PPN Cabang Sumatera Utara Unit Sumut-1, hanya berselang setahun yaitu pada tahun 1961. PPN Cabang Unit Sumut -1 berubah menjadi PPN Sumut-1 yang dikhususkan memproduksi tembakau. Akibat dari meningkatnya penjualan tembakau di pasar local maupun luar negeri serta daun tembakau yang dihasilkan berkualitas, pada tahun 1963 PPN Sumut-1 berubah lagi menjadi PPN Tembakau Deli-II. Lima tahun kemudian PPN Tembakau Deli-II berubah nama menjadi PNP IX.


(39)

Pada tahun 1971 pemerintah mengeluarkan Keputusan Menteri Pemerintahan RI Nomor 5/KTP/UM/1974/PNP/IX yang isinya adalah perubahan nama dari PNP IX berubah menjadi PT. Perkebunan Nusantara II. Dan nama inilah yang dipakai sampai sekarang. PTP Nusantara II Klambir Lima memiliki 3 jenis komoditi yaitu: Tembakau, Tebu, dan Kelapa Sawit. Pada pengolahan tembakau dilakukan pada gudang pengolahan yaitu dari daun hijau daun tembakau hasil kebun sendiri diolah menjadi daun tembakau kering setelah proses pemeraman. Produk hasil jadi dari tembakau pada PTP Nusantara II Kebun Klambir Lima adalah daun tembakau kering. Produk hasil tembakau PTP Nusantara II Kebun Klambir Lima diekspor ke luar negeri yaitu Jerman dan Amerika Serikat (AS). Luas HGU (Hak Guna Usaha) PTP Nusantara II Kebun Klambir Lima adalah : 2.050.47 Ha.

Pada PTP Nusantara II Kebun Klambir lima tenaga kerja keseluruhan berjumlah 788 orang dimana pada bagian pensortiran berjumlah 230 orang dan 30 orang quality control selebihnya sebagai tenaga administrasi, manager, kepala dinas tanaman, kepala dinas pengolahan, asisten, mandor, dll. Tenaga kerja masuk pada pukul 07.00 Wib sampai jam 16.00 Wib dan istirahat 1 jam (12.00 – 13.00).

4.1.2. Proses Produksi PTP Nusantara II

Proses produksi tembakau dari mulai pembibitan sampai menjadi daun tembakau kering melewati beberapa tahap. Adapun tahapan tersebut adalah proses penanaman di mulai dari penyemaian benih selama 25 hari, kemudian disiapkan media tanaman yang terdiri dari campuran tanah, pupuk, kompos, pasir dan bahan-bahan lainnya. Kemudian campuran tersebut dipanaskan pada suhu 100°C. setelah itu


(40)

25

media tanam dimasukkan kedalam plat-plat pembibitan. Setelah 40 hari tanaman tembakau siap dipindahkan kekebun tembakau.

Proses pemeliharan tanaman tembakau membutuhkan perawatan berupa pupuk supaya tanaman tembakaunya dapat tumbuh subur dan perawatan kimia yang gunanya untuk memberantas hama atau gulma yang dapat merusak daun tembakau tersebut. Seluruh proses pemeliharaan tanaman ini hingga pengutipan daun tembakau menghabiskan waktu 40 hari.

Setelah umur tembakau cukup untuk dipanen maka dilakukan pemetikan daun tembakau. Daun yang telah dipanen diangkut ke bangsal pengeringan. Pada saat panen, tidak semuanya daun tembakau yang dipetik. Ada dua tingkatan daun yang dipetik, biasanya daun bagian bawah lebih dahulu setelah beberapa hari kemudian daun bagian atas. Tujuh daun keatas disebut dengan daun kaki ½, sedangkan lima daun ke bawah disebut dengan daun pasir.

Proses pengeringan, untuk daun pasir (Z) waktu yang dibutuhkan dalam pengeringan adalah 19 - 22 hari. Sedangkan untuk daun kaki ½ adalah 20 – 22 hari. Dalam proses pengeringan, daun hijau tembakau tidak dikeringkan di bawah sinar matahari langsung tetapi di dalam ruangan tertutup dengan menggunakan asap hasil pembakaran batu bara.

Daun tembakau yang telah kering, diangkut dari bangsal pengeringan ke gudang pensortiran. Selama tembakau berada digudang pensortiran suhu atau temperatur ruangan sangat dijaga, sebab suhu yang tidak stabil mengakibatkan kerusakan pada daun tembakau. Daun tersebut di tepuk-tepuk untuk mengurangi debu


(41)

yang ada di daun. Setelah selesai daun tersebut disatukan dalam beberapa ikatan, yang kemudian di tumpuk. Selanjutnya daun tersebut dirapihkan bentuknya akibat proses pengeringan. Kemudian daun yang telah dirapikan bentuknya disortir/dipilah dan dilakukan pengelompokan yang terdiri dari daun tembakau lelang breman, non lelang breman, dan daun gruis.

Perbedaan ketiga jenis produk jadi terdapat pada tekstur daun tembakau. Untuk menilai tembakau yang berkualitas dilihat dari sisi ketebalan, kelenturan dan warna tembakau. Pengelompokan tembakau ini sangat membutuhkan ketelitian. Setelah daun tembakau dikelompokkan, kemudian dilakukan proses fermentasi agar daun tembakau tersebut layu dan tahan lama. Suhu yang dibutuhkan pada proses ini antara 45 -50°C.

Di dalam gudang ini selain dilakukan pensortiran daun tembakau sesuai dengan jenis dan warna, juga harus dipastikan tidak terdapat lagi daun yang koyak atau robek. Daun tembakau diikat di mana setiap ikatan terdiri dari 40 lembar. Kemudian baru dilakukan pengepakan dan setelah berjumlah 150 pak dilakukan pengebalan dan tidak lupa mencap setiap satu bal tembakau. Maka proses selesai tembakau siap untuk diekspor.

Produksi tembakau Kebun Klambir Lima sebagian besar diekspor ke Jerman, olah karenanya sebutan tembakau hasil jadi kebun ini adalah Lelang Breman. Tembakau produksi Kebun Klambir lima merupakan salah satu produk Indonesia yang sudah dikenal di pasar Internasional karena kualitasnya yang baik.


(42)

27

Tahap-tahap proses tembakau mulai pembibitan sampai diekspor dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut:

Sumber : Profil PTP Nusantara II

Gambar 3. Proses tembakau dari pembibitan sampai ekspor Pembibitan ± 40 Hari

Penanaman ± 70 Hari

Pemetikan

Sortasi 8 jam / hari Stapel D = 30 Hari Stapel C = 21 Hari Stapel B = 12 Hari Stapel A = 8 Hari Saring Ikat Kasar Pengeringan 22 Hari

Saring dan Uji Lab.


(43)

4.2. Distribusi Pekerja Quality Control 4.2.1. Usia

Distribusi usia pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Usia pada tahun 2011

No Usia Jumlah (n) Persentase (%)

1 31 – 40 2 6,67

2 41 – 50 10 33,33

3 51 – 60 15 50,00

4 61 – 70 3 10,00

Jumlah 30 100,00

Pekerja QC berada dalam rentang usia termuda 37 tahun dan yang tertua 68 tahun. Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC berada pada kelompok usia 51 – 60 tahun sebanyak 15 orang (50%) dan frekuensi terkecil berada pada kelompok usia 31 – 40 tahun sebanyak 2 orang (6,67%).

4.2.2. Masa Kerja

Distribusi masa kerja pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Masa Kerja pada tahun 2011

No Masa Kerja ( tahun) Jumlah (n) Persentase (%)

1 5 – 9 2 6,67

2 10 – 14 2 6,67

3 15 – 19 4 13,33

4 ≥ 20 22 73,33


(44)

29

Berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC bekerja dengan masa kerja ≥ 20 tahun sebanyak 22 orang (73,33%) dan frekuensi terkecil telah bekerja dengan masa kerja 5 – 9 tahun dan 10 – 14 tahun, masing-masing sebanyak 2 orang (6,67%). Hal ini menunjukkan bahwa masa kerja responden sudah tergolong lama, artinya para pekerja QC sudah lama bekerja dengan sikap kerja berdiri.

4.2.3. Obesitas

Obesitas adalah kondisi dimana seseorang memiliki berat badan lebih atau kegemukan tingkat berat. Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami obesitas atau tidak, dapat lihat dari hasil pengukuran Indeks Massa Tubuh. Berdasarkan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan pekerja QC maka dapat ditentukan IMT pekerja QC seperti terlihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Obesitas pada tahun 2011

No Kategori IMT Jumlah

(n)

Persentase (%)

1 Normal >18,5–25,0 12 40,00

2 Gemuk Kelebihan berat

badan tingkat ringan > 25,0–27,0 5 16,67 Kelebihan berat

badan tingkat berat (obesitas)

>27,0 13 43,33

Jumlah 30 100,0

Berdasarkan tabel 4.3. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC berada pada kategori gemuk (kelebihan berat badan tingkat berat/obesitas) dengan IMT > 27,0 sebanyak 13 orang (43,33%).


(45)

4.2.4. Kehamilan atau Paritas

Menurut Manuaba (2010) paritas dibagi menjadi 3, yaitu primipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali, multipara (pleuripara) adalah wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali, dan grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari lima kali.

Distribusi kehamilan atau paritas pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Kehamilan/Paritas pada tahun 2011

No Kehamilan/Paritas Jumlah (n) Persentase (%)

1. Primipara (1 kali) 1 3,33

2. Multipara (2-5 kali) 26 86,67

3. Grande multipara (> 5 kali) 3 10,00

Jumlah 30 100,0

Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa frekuensi terbesar pekerja QC berada pada kelompok multipara (2-5 kali kehamilan) sebanyak 26 orang (86,67%) dan frekuensi terkecil berada pada kelompok primipara (1 kali kehamilan) sebanyak 1 orang (3,33%).


(46)

31

4.3. Distribusi Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja Quality Control 4.3.1. Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada Tungkai Pekerja QC

Keluhan yang dialami akibat gangguan pembuluh darah vena pada tungkai pekerja QC sangat beragam dan sering kali dirasakan menggangu karena rasa sakit pada tungkai. Keluhan gangguan pembuluh darah vena yang dialami oleh pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.5. Tabel 4.5. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II

Berdasarkan Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011

No Keluhan Ya Tidak Jumlah

n %

n % n %

1 Rasa pegal 27 90,00 3 10,00 30 100,00

2 Kebas 14 46,67 16 53,33 30 100,00

3 Lelah/mudah capek 26 86,67 4 13,33 30 100,00

4 Terlihat pembuluh darah vena berwarna kebiruan

24 80,00 6 20,00 30 100,00

Berdasarkan tabel 4.5. dapat diketahui bahwa dari 30 orang pekerja QC didapatkan 27 orang (90%) merasakan pegal pada tungkai, 14 orang (46,67%) mengalami kebas, 26 orang (86,67%) merasakan lelah/mudah capek pada tungkai dan sebanyak 24 orang (80%) positif menderita gangguan pembuluh darah vena pada tungkai karena sudah terlihat pembuluh darah vena yang menonjol keluar dan berwarna kebiru-biruan.


(47)

4.3.2. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Usia

Faktor usia sangat mempengaruhi meningkatnya insiden gangguan pembuluh darah vena. Semakin lanjut usia seseorang, maka insiden gangguan pembuluh darah vena akan semakin meningkat. Distribusi pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II berdasarkan usia dan gangguan pembuluh darah vena pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Usia dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011

No Usia

(tahun)

Gangguan pembuluh darah vena Jumlah

Ya Tidak

n % n % n %

1 31 – 40 0 0,00 2 6,67 2 6,67

2 41 – 50 7 23,33 3 10,00 10 33,33

3 51 – 60 14 46,67 1 3,33 15 50,00

4 61 – 70 3 10,00 0 0,00 3 10,00

Jumlah 24 80,00 6 20,0 30 100,00

Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa dari 30 orang pekerja QC terdapat 24 orang (80%) yang mengalami gangguan pembuluh darah vena dan berusia lebih dari 41 tahun. Frekuensi pekerja QC yang mengalami gangguan pembuluh darah vena terbesar berada pada kelompok usia 51 – 60 tahun sebanyak 14 orang (46,67%).


(48)

33

4.3.3. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Masa Kerja Masa kerja merupakan salah satu faktor penyokong terjadinya gangguan pembuluh darah vena. Hal ini berkaitan dengan sikap kerja berdiri secara statis selama 8 jam/hari. Berdiri terlalu lama membuat kaki terlalu berat menahan tubuh dan memperparah beban kerja pembuluh vena dalam mengalirkan darah. Distribusi pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II berdasarkan masa kerja dan gangguan pembuluh darah vena pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Masa Kerja dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011

No Masa Kerja (tahun)

Gangguan pembuluh darah vena

Jumlah

Ya Tidak

n % n % n %

1 5 – 9 2 6,67 0 0,00 2 6,67

2 10 – 14 0 0,00 2 6,67 2 6,67

3 15 – 19 3 10,00 1 3,33 4 13,33

4 ≥ 20 19 63,33 3 10,00 22 73,33

Jumlah 24 80,00 6 20,00 30 100,00

Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa dari 24 orang pekerja QC yang mengalami gangguan pembuluh darah vena, frekuensi terbesar telah bekerja dengan masa kerja ≥ 20 tahun sebanyak 19 orang (63,33%). Namun, berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa pekerja QC dengan masa kerja yang paling singkat selama 5 – 9 tahun juga telah mengalami gangguan pembuluh darah vena sebanyak 2 orang (6,67%).


(49)

4.3.4. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Obesitas Obesitas dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pembuluh darah vena karena adanya tekanan hidrostatik yang meningkat akibat peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur penyangga vena. Distribusi pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II berdasarkan obesitas dan gangguan pembuluh darah vena pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.8.

Tabel 4.8. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Obesitas dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011

No Kategori IMT

Gangguan pembuluh

darah vena Jumlah

Ya Tidak

n % n % n %

1 Normal >18,5-25,0 6 20,00 6 20,00 12 40,00

2 Gemuk

Tingkat

ringan >25,0-27,0 5 16,67 0 0,00 5 16,67 Tingkat

berat (obesitas)

>27,0 13 43,33 0 0,00 13 43,33

Jumlah 24 80,00 6 20,00 30 100,00

Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa keseluruhan pekerja QC yang berada dalam kategori obesitas mengalami gangguan pembuluh darah vena yaitu sebanyak 13 orang (43,33%). Namun, dalam kategori normal terdapat 6 orang (20%) pekerjaa QC juga mengalami gangguan pembuluh darah vena.


(50)

35

4.3.5. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Kehamilan atau paritas

Selama proses kehamilan berat badan bertambah dan mempengaruhi kekuatan pembuluh darah vena dalam memompa darah. Distribusi pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II berdasarkan kehamilan atau paritas dan gangguan pembuluh darah vena pada tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9. Distribusi Pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II Berdasarkan Kehamilan/Paritas dan Gangguan Pembuluh Darah Vena pada tahun 2011

No Kehamilan/Paritas

Gangguan pembuluh darah vena

Jumlah

Ya Tidak

n % n % n %

1 Primipara (1 kali) 1 3,33 0 0,00 1 3,33

2 Multipara (2-5 kali) 20 66,67 6 20,00 26 86,67 3 Grande multipara (> 5

kali) 3 10,00 0 0,00 3 10,00

Jumlah 24 80,00 6 20,00 30 100,00

Berdasarkan tabel 4.8. dapat diketahui bahwa frekuensi pekerja QC terbesar yang mengalami gangguan pembuluh darah vena berada pada kelompok multipara (2-5 kali kehamilan) sebanyak 20 orang (66,67%). Namun, terdapat pekerja dalam kelompok primipara (1 kali kehamilan/paritas) juga sudah mengalami gangguan pembuluh darah vena sebanyak 1 orang (3,33%).

4.3.6. Gangguan Pembuluh Darah Vena Pekerja QC Berdasarkan Keturunan atau Riwayat Keluarga

Berdasarkan wawancara langsung kepada pekerja QC, didapatkan hasil bahwa tidak ada diantara pekerja QC yang memiliki keturunan/riwayat keluarga yang mengalami gangguan pembuluh darah vena.


(51)

36

5.1. Keluhan Gangguan Pembuluh Darah Vena Pada Tungkai Pekerja QC Kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai dengan adanya penurunan kinerja otot, perasaan lelah dan penurunan kesiagaan. Kelelahan kerja dalam suatu industri berkaitan pada tiga gejala yang saling berhubungan yaitu perasaan lelah, perubahan fisiologis dalam tubuh (saraf) dan pada keadaan normal yang disebabkan oleh perubahan kimia setelah bekerja dan menurunnya kapasitas kerja (Sutalaksana dkk, 1979).

Kelelahan kerja yang dialami oleh pekerja QC dipengaruhi oleh sikap kerja yang berdiri secara monoton selama 8 jam perhari sehingga pekerja mengeluhkan rasa pegal, kebas dan lelah/mudah capek pada tungkai pekerja. Kelelahan merupakan suatu keadaan yang berbeda-beda tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh, yang terjadi pada setiap individu yang tidak sanggup lagi melakukan aktivitasnya (Sinaga, 2005)

Dari hasil penelitian terhadap 30 orang pekerja QC diperoleh 27 orang (90%) merasakan pegal, 14 orang (46,67%) mengalami kebas, 26 orang (86,67%) merasakan lelah/mudah capek.

Cheatle dan Scott (1998) dalam Malik (1999) menyatakan penderita insufisisiensi vena kronis (varises tungkai) biasanya mengeluh merasa nyeri, lelah (fatigue), rasa pegal, kaki terasa berat dan bengkak, kejang otot betis terutama pada malam hari, kulit terasa gatal di daerah pergelangan kaki, perasaan tungkai mudah lelah yang semakin terasa bila berdiri agak lama dan berjalan-jalan.


(52)

37

Oleh ILO (1983) dan Suma’mur (1993) salah satu penyebab timbulnya kelelahan kerja adalah sifat kerja yang monoton atau kurang bervariasi, lingkungan kerja (cuaca, cahaya dan kebisingan), faktor mental psikologis, penyakit-penyakit dan gizi (Suma’mur P.K, 1995).

Penyebab terjadinya kelelahan secara fisiologis, yaitu akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam darah, penurunan waktu reaksi. (Khairunnisa, 2001).

Kelelahan terjadi karena berkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, di mana produk-produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan aktivasi otot. Ataupun mungkin bisa dikatakan bahwa produk sisa ini mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.

Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan selalu diikuti oleh reaksi kimia (oksida glukosa) yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas dan asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari pernafasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontiniu. Ini berarti keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dengan proses pemulihan.


(53)

Sikap kerja selama bekerja, membuat timbulnya kelelahan fisik ataupun psikis dengan gejala-gejala yang ditandai yaitu kelelahan otot yang dijumpai paling banyak pada otot-otot kaki, pinggang, leher dan punggung (Nasution H.R, 1998)

Dari pekerjaan yang dilakukannya setiap hari, pekerja QC bekerja berdiri dari awal sampai selesai. Sikap bekerja yang demikian adalah bekerja dengan kerja otot statis. Keadaan peredaran darah otot statis, pembuluh-pembuluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan dalam otot dan dengan demikian peredaran darah dalam otot menjadi berkurang. Otot yang berkontraksi statis tidak mendapat glukose dan oksigen darah sehingga harus menggunakan cadangan-cadangan yang ada, sisa-sisa dari metabolisme tidak dapat diangkut keluar melainkan tertimbun, hal ini mengakibatkan terjadinya nyeri dan kelelahan pada otot. Jadi secara fisiologis kerja otot statis kurang efisien karena lebih cepat menimbulkan kelelahan utama pada pekerja yang bekerja berdiri. Bila berlangsung lama akan menimbulkan gangguan kesehatan lain seperti sakit pinggang, nyeri punggung, varices. (Sinaga, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Workers Rights Consortium (2002) pada PT. Dada-Purwakarta sebanyak 26 orang pekerja yang bekerja dengan sikap berdiri dijumpai 20 orang mengalami sakit pinggang, ketidaknyamanan, kelelahan dan rasa sakit yang sangat pada otot kaki, dan sering mengalami kesemutan, hal ini akibat dari stress ergonomika (Sinaga, 2005).


(54)

39

5.2. Gangguan Pembuluh Darah Vena berdasarkan Usia

Pada penelitian ini, rentang usia pekerja QC berkisar antara 37 – 68 tahun dan frekuensi terbesar berada pada kelompok usia 51 – 60 tahun sebanyak 15 orang (50%). Dengan rentang usia tersebut membuat mereka sangat rentan terhadap berbagai macam penyakit. Termasuk diantaranya gangguan pembuluh darah vena karena insiden gangguan pembuluh darah vena akan meningkat dengan bertambahnya usia.

Faktor usia pada pekerja dapat berpengaruh terhadap timbulnya perasaan lelah, seperti umur tua akan terjadi penurunan kekuatan otot sehingga mudah mengalami kelelahan (Almatsier S, 2004).

Grandjean (1988) mengatakan bahwa kondisi umur berpengaruh terhadap kemampuan kerja fisik atau kekuatan otot seseorang. Kemampuan fisik maksimal seseorang dicapai pada umur antara 25 – 39 tahun dan akan terus menurun seiring dengan bertambahnya umur.

Dari 30 orang pekerja QC, didapatkan hasil 24 orang (80%) diantaranya mengalami gangguan pembuluh darah vena pada tungkai dan berusia > 41 tahun. Insiden gangguan pembuluh darah vena semakin meningkat dengan bertambahnya usia yaitu pekerja QC dalam kelompok usia 41 – 50 tahun sebanyak 7 orang (23,33%), kelompok usia 51 – 60 tahun sebanyak 14 orang (46,47%). Meningkatnya insiden gangguan pembuluh darah vena disebabkan melemahnya dinding vena karena lamina elastic menjadi tipis dan atrofik bersama dengan adanya degenerasi otot polos. Disamping itu akan terdapat atrofi otot betis sehingga tonus otot menurun.


(55)

Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan penelitian Jantet G (1998) bahwa insiden varices meningkat dengan bertambahnya usia dan puncaknya pada usia 30 – 40 tahun. Penelitian lain di Amerika Serikat pada tahun 1994, varices terutama didapatkan pada usia 30 – 50 tahun. Basuki dkk (1990) pada penelitiannya mendapatkan 1226 penderita varices tungkai dalam periode 1984 – 1989 dan penderita terbanyak usia 20 – 40 tahun.

5.3. Gangguan Pembuluh Darah Vena berdasarkan Masa Kerja

Sikap tubuh yang tidak alami selama proses kerja harus dihindari, dimana posisi berdiri sebaiknya diselingi atau dilakukan secara bergantian dengan posisi duduk. Sesuai dengan pendapat Suma’mur (1996) yang menyatakan bahwa posisi kerja yang baik yaitu bergantian antar posisi duduk dan posisi berdiri. Hal ini dapat mengurangi pembebanan statis pada otot-otot kaki pekerja sehingga rasa sakit pada bagian kaki dapat dihindari.

Menurut Anies (2005), ada beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian. Lalu semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindarkan. Seandainya hal ini tidak memungkinkan, hendaknya diusahakan agar beban statis diperkecil. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktivitas.

Dari hasil penelitian 22 orang (73,33%) pekerja QC telah bekerja selama lebih dari 15 tahun dengan sikap kerja berdiri selama 8 jam/hari mengalami gangguan


(56)

41

pembuluh darah vena. Goldman MP (1995) dalam Malik (1999) menyatakan peningkatan tekanan hidrosatik kronis pada pekerjaan yang membutuhkan berdiri lama juga berperan dalam menimbulkan varices. Pada posisi tersebut tekanan vena 10 kali lebih besar, sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada katup.

Penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1994, sekitar seperlima individu normal akan terjadi distensi vena dan inkompetensi katup yang akan menyebabkan refluks aliran darah vena, bila berdiri 5 jam atau lebih dan duduk lama.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja QC yang mengalami gangguan pembuluh darah vena sebanyak 24 orang (80%) dengan masa kerja yang tergolong lama yaitu lebih dari 5 tahun dengan jam kerja setiap hari adalah sama yaitu 8 jam/hari. Hasil penelitian tersebut juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sandick NS (1992) yang pada penelitiannya mendapatkan 19% kasus berdiri lebih dari 6 jam/hari.

Untuk mencegah terjadinya gangguan pembuluh darah vena pada pekerja QC yang bekerja dengan sikap berdiri dapat melakukan relaksasi otot. Selama bekerja, pekerja dapat melakukan beberapa gerakan relaksasi otot seperti menggerakkan jinjit secara ritmis pada kaki, mengubah posisi kaki menekuk secara bergantian sebelum terasa pegal disekitar betis dan apabila memungkinkan duduk dikursi dan bebaskan beban pada tungkai walau hanya 5 menit, karena hal itu sangat berarti pada vena.


(57)

5.4. Gangguan Pembuluh Darah Vena berdasarkan Obesitas

Dari hasil penelitian terdapat 60% pekerja QC atau 18 orang mengalami kegemukan dan 13 orang (43,33%) diantaranya mengalami obesitas atau kelebihan berat badan tingkat berat. Goldman MP (1995) dalam Malik (1999) menyatakan obesitas atau kelebihan berat badan tingkat berat berhubungan dengan tekanan hidrostatik yang meningkat akibat peningkatan volume darah serta kecenderungan jeleknya struktur penyangga vena. Sehingga mengakibatkan kerusakan pada katup atau klep pada pembuluh darah vena yang berfungsi mengatur aliran darah dari dan ke jantung menjadi terhambat. Hal ini mengakibatkan darah berkumpul pada pembuluh darah vena dan lama-kelamaan pembuluh darah vena akan terlihat berwarna kebiru-biruan dan menonjol.

Semua pekerja QC yang berada dalam kategori obesitas sebanyak 13 orang (43,33%) mengalami gangguan pembuluh darah vena. Namun, pada kategori normal terdapat pekerja QC sebanyak 6 orang (20%) sudah mengalami gangguan pembuluh darah vena.

Penekanan pada tungkai pekerja menjadi lebih besar dipengaruhi berat badan pekerja yang berlebih dan posisi kerja yang berdiri. Sehingga kemungkinan terjadinya gangguan pembuluh darah vena pada pekerja QC yang mengalami kegemukan dan obesitas menjadi lebih besar.

Hal ini sesuai dengan penelitian Sandick NS (1992) bahwa 15% kasus varices yang terjadi akibat kegemukan/obesitas. Malik (1999) mendapatkan 13 orang (32,5%) kasus varices dalam keadaan obesitas dan 11 orang (27,5%) kasus varices dalam keadaan normal.


(58)

43

5.5. Gangguan Pembuluh Darah Vena berdasarkan Kehamilan/Paritas

Semua pekerja QC pernah mengalami kehamilan, selama proses kehamilan berat badan bertambah dan mempengaruhi kekuatan pembuluh darah dalam memompa darah. Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang membesar pula, mammae dan alat lain-lain yang memang berfungsi berlebihan dalam kehamilan. Oleh karena itu, pekerja sebaiknya tidak bekerja dalam posisi berdiri selama masa kehamilan.

Menurut McLennan (1993) dalam Sitio (2010) menyatakan pada akhir kehamilan terjadi penekanan vena cava inferior akibat dari uterus yang membesar. Penekanan pada vena cava inferior selanjutnya akan menyebabkan hipertensi vena dan distensi vena tungkai sekunder. Namun, biasanya penekanan pada vena cava inferior tersebut akan hilang setelah proses melahirkan.

Menurut Yuwono (2006) dalam Sitio (2010) faktor risiko dari penyakit vena kronis adalah kehamilan lebih dari dua kali atau multipara. Pada penelitian Besle dalam Malik (1999) didapatkan peningkatan prevalensi varices pada multipara dibandingkan primipara. Menurut studi Framingham (kota di Amerika Serikat, 1998) terdapat peningkatan resiko terjadinya varices sebesar 20 – 30% pada paritas lebih dari 2.

Hasil penelitian mendapati pekerja QC yang mengalami gangguan pembuluh darah vena terbesar berada pada kelompok multipara (2-5 kali kehamilan) sebanyak 20 orang (66,67%). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sandick NS (1992) yang mendapati bahwa 30% kasus varices dikarenakan faktor kehamilan.


(59)

5.6. Gangguan Pembuluh Darah Vena berdasarkan Keturunan

Faktor genetik merupakan faktor yang sangat besar dalam mempengaruhi terjadinya gangguan pembuluh darah vena. Jika telah memiliki keturunan gangguan pembuluh darah vena dan juga bekerja dengan sikap berdiri statis sepanjang hari maka akan semakin mempercepat proses terjadinya gangguan pembuluh darah vena.

Namun berdasarkan hasil penelitian terhadap pekerja QC, ternyata tidak ada yang memiliki riwayat keluarga yang menderita gangguan pembuluh darah vena. Oleh karena itu, gangguan pembuluh darah vena yang terjadi pada pekerja QC dipengaruhi oleh beberapa faktor penyokong, diantaranya usia pekerja QC yang lebih dari 41 tahun dimana faktor usia pada pekerja dapat berpengaruh terhadap timbulnya perasaan lelah, seperti umur tua akan terjadi penurunan kekuatan otot sehingga mudah mengalami kelelahan. Masa kerja pekerja yang sudah bekerja lebih dari 15 tahun dengan posisi kerja berdiri selama 8 jam/hari, pada posisi tersebut tekanan vena lebih besar, sehingga vena akan teregang diluar batas kemampuan elastisitasnya sehingga terjadi inkompetensi pada katup.

Kondisi indeks massa tubuh pekerja yang berada pada keadaan obesitas, sehingga penekanan pada tungkai pekerja menjadi lebih besar dikarenakan berat badan pekerja yang berlebih dan kemungkinan terjadinya gangguan pembuluh darah vena menjadi lebih besar. Jumlah paritas mempengaruhi insiden gangguan pembuluh darah vena karena pada akhir kehamilan terjadi penekanan vena cava inferior akibat dari uterus yang membesar. Penekanan pada vena cava inferior selanjutnya akan menyebabkan hipertensi vena dan distensi vena tungkai sekunder. Namun, biasanya penekanan pada vena cava inferior tersebut akan hilang setelah proses melahirkan.


(60)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian pada pekerja QC di Kebun Klambir V PTP Nusantara II tahun 2011 sebanyak 30 orang, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Pekerja QC yang mengalami gangguan pembuluh darah vena sebanyak 24 orang (80%).

2. Pekerja QC yang mengalami gangguan pembuluh darah vena terbesar berada pada kelompok usia 51 – 60 tahun sebanyak 14 orang (46,67%).

3. Pekerja QC yang mengalami gangguan pembuluh darah vena terbesar telah bekerja selama lebih dari 20 tahun sebanyak 19 orang (63,33%).

4. Pekerja QC berada dalam kategori obesitas sebanyak 13 orang (43,33%) dan seluruhnya mengalami gangguan pembuluh darah vena.

5. Pekerja QC yang mengalami gangguan pembuluh darah vena terbesar berada pada kelompok kelompok multipara (2-5 kali kehamilan) sebanyak 20 orang (66,67%).

6. Pekerja QC yang menderita gangguan pembuluh darah vena tidak memiliki keturunan/riwayat gangguan pembuluh darah vena.

6.2. Saran

1. Pekerja sebaiknya memanfaatkan waktu istirahat selama 15 menit setiap 2 jam untuk relaksasi otot misalnya berjalan-jalan disekitar meja kerja untuk melancarkan peredaran darah atau duduk untuk mengistirahatkan tungkai.


(61)

2. Pekerja yang sudah berusia lanjut sebaiknya tidak bekerja dalam posisi kerja berdiri, melainkan dapat dirotasi ke bagian lain yang posisi kerjanya tidak berdiri.

3. Makan makanan yang bergizi dan mengandung vitamin C dan E karena dapat membantu memperlancar sirkulasi peredaran darah. Jaga berat badan tetap ideal bagi pekerja yang berada dalam kategori IMT gemuk-obesitas.

4. Jika pekerja berada dalam masa kehamilan sebaiknya tidak bekerja dengan posisi berdiri.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2010. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). http://wadas-isbs.com diakses tanggal 1 juli 2011.

... 2011. Varicose Veins. http://www.scribd.com/scribd diakses tanggal 28 juli 2011.

... 2010. Varises Kaki. http://camoki86.wordpress.com/2010/02/18/varises-kaki/ diakses tanggal 1 juli 2011.

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Anies. 2005. Seri Kesehatan Umum: Penyakit Akibat Kerja. Jakarta. PT Elex Media

Komputindo.

Grandjean, E. 1988. Fitting The Task To The Man . London : Taylor and Francis Ltd. 3 rd Edition.Lientje S. (1994). Relation Between Feeling Of Fatigue , Reaction Time And Work Production. J. Human Ergol. Vol. 24.(1) : 129-135

Himawan, S. 1973. Patologi. Jakarta. FK-UI.

Imania, D. R. 2009. Hubungan Antara Masa Kerja Memetik Teh Dengan Kecenderungan Terkena De Quervain’s Tendinitis (Dqt) di Perkebunan Teh Jamus Ngawi. Skripsi Fakultas Ilmu Kesehatan-Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Khairunnisa, I. 2001. Hubungan Shift Kerja Dengan Terjadinya Kelelahan Kerja Pada Operator Telepon di Kantor Daerah Telekomunikasi Medan Tahun 2001, Skripsi, FKM-USU, Medan.

Luttman, A. 2003. Preventing Muskuloskeletal Disorder in the Worplace WHO Library Catalogaving in Publication Data.

Malik, D. A. 1999. Efektivitas Flavonoid Terhadap Infusiensi Vena Kronik Pada Varises Tungkai. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fak. Kedokteran. Universitas Diponegoro-Semarang.

Manuaba,IBG. 2010. Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan BidanEdisi 2. Jakarta:EGC

Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan system Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta. Salemba Medika.


(63)

Nasution, H.R, 1998. Kelelahan Tenaga Kerja Wanita dan Pemberian Musik Pengiring di Andiyanto Batik Yogyakarta, Tesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Nurmianto, E. 1996. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta. Guna Widya.

Ronny, dkk. 2009. Fisiologi Kardiovaskular Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta. EGC

Santoso, G. 2004. Ergonomi, Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Jakarta. Prestas Pustaka.

Sinaga, M. M. 2005. Kesehatan Kerja Pada Pramuniaga. http://repository.usu.ac.id diakses tanggal 01 juli 2011.

Sitio, A. M. 2010. Hubungan Timbulnya Varises pada Tungkai Bawah dengan Jumlah Paritas Ibu Hamil di RSUP H. Adam Malik Medan. Skripsi Fakultas Kedokteran-USU. Medan

Suma’mur PK. 1995. Hyperkes Keselamatan Kerja dan Ergonomi, Jakarta. Dharma Sakti Menara Agung.

... 1996. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. CV. Haji Masagung. Jakarta. Sutalaksana, dkk. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. ITB , Bandung.

Tambusai, M. 2001. Pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Makalah Seminar K3 RS. Persahabatan Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Tim FK-UI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid 2. Jakarta. Media


(64)

Lampiran 1

FORM PENELITIAN

GANGGUAN PEMBULUH DARAH VENA PADA PEKERJA QUALITY CONTROL DI KEBUN KLAMBIR V PTP NUSANTARA II TAHUN 2011

1. Nama :

2. Usia : tahun

3. Masa kerja : tahun

4. Jumlah Kehamilan :

5. Berat badan : kg

6. Tinggi badan : cm

7. Apakah ada riwayat keluarga yang menderita gangguan pembuluh darah vena?

a. Ya b. Tidak Jika ya, siapa?

Keluhan gangguan pembuluh darah vena pada tungkai

Ya Tidak

1. Rasa pegal 2. Kebas

3. Lelah/mudah capek

4. Terlihat pembuluh darah vena berwarna kebiruan


(1)

48 Nasution, H.R, 1998. Kelelahan Tenaga Kerja Wanita dan Pemberian Musik Pengiring di Andiyanto Batik Yogyakarta, Tesis, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Nurmianto, E. 1996. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta. Guna Widya.

Ronny, dkk. 2009. Fisiologi Kardiovaskular Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta. EGC

Santoso, G. 2004. Ergonomi, Manusia, Peralatan dan Lingkungan. Jakarta. Prestas Pustaka.

Sinaga, M. M. 2005. Kesehatan Kerja Pada Pramuniaga. http://repository.usu.ac.id diakses tanggal 01 juli 2011.

Sitio, A. M. 2010. Hubungan Timbulnya Varises pada Tungkai Bawah dengan Jumlah Paritas Ibu Hamil di RSUP H. Adam Malik Medan. Skripsi Fakultas Kedokteran-USU. Medan

Suma’mur PK. 1995. Hyperkes Keselamatan Kerja dan Ergonomi, Jakarta. Dharma Sakti Menara Agung.

... 1996. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. CV. Haji Masagung. Jakarta. Sutalaksana, dkk. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. ITB , Bandung.

Tambusai, M. 2001. Pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja. Makalah Seminar K3 RS. Persahabatan Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Tim FK-UI. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III jilid 2. Jakarta. Media


(2)

Lampiran 1

FORM PENELITIAN

GANGGUAN PEMBULUH DARAH VENA PADA PEKERJA QUALITY CONTROL DI KEBUN KLAMBIR V PTP NUSANTARA II TAHUN 2011

1. Nama :

2. Usia : tahun

3. Masa kerja : tahun 4. Jumlah Kehamilan :

5. Berat badan : kg 6. Tinggi badan : cm

7. Apakah ada riwayat keluarga yang menderita gangguan pembuluh darah vena?

a. Ya b. Tidak Jika ya, siapa?

Keluhan gangguan pembuluh darah vena pada tungkai

Ya Tidak

1. Rasa pegal 2. Kebas

3. Lelah/mudah capek

4. Terlihat pembuluh darah vena berwarna kebiruan


(3)

Lampiran 2. Rekapitulasi Data Sampel

No Umur Masa Kerja Jumlah Kehamilan BB TB Keturunan Pegal Kebas Lelah Kesemutan vena kebiruan

1 43 20 4 53 156 tidak ya tidak ya tidak tidak

2 44 18 2 70 160 tidak ya ya ya ya ya

3 39 20 3 49 156 tidak ya ya ya ya tidak

4 57 44 3 61 152 tidak tidak tidak ya ya ya

5 47 22 1 60 157 tidak ya ya ya ya ya

6 48 5 4 62 156 tidak ya ya ya ya ya

7 46 24 4 70 153 tidak ya ya tidak tidak ya

8 43 14 2 51 158 tidak ya ya ya ya tidak

9 45 15 2 69 149 tidak ya ya ya ya ya

10 51 7 3 60 149 tidak ya tidak ya tidak ya

11 47 17 3 68 152 tidak tidak tidak ya tidak ya

12 59 31 3 57 146 tidak ya ya ya tidak ya

13 51 26 4 49 152 tidak ya tidak ya tidak ya

14 37 12 3 56 144 tidak ya ya ya ya tidak

15 54 30 5 56 148 tidak ya tidak ya tidak ya

16 56 20 7 45 153 tidak ya ya ya tidak ya

17 68 46 8 47 138 tidak ya tidak tidak tidak ya

18 60 46 3 82 139 tidak tidak tidak ya tidak ya

19 52 26 3 86 153 tidak ya ya ya tidak ya

20 62 36 7 69 138 tidak ya tidak tidak tidak ya

21 54 21 2 61 147 tidak ya ya ya tidak ya


(4)

(5)

(6)