Penalaran Moral Pada Remaja

saudara-saudara, teman-teman, guru-guru dan sebagainya Gunarsa Gunarsa, 2003.

5. Penalaran Moral Pada Remaja

Köhlberg dalam Santrock, 2002 menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan pada perspektif kognitif terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap. Köhlberg percaya bahwa ketiga tingkatan dan keenam tahapan moral tersebut terjadi dalam suatu urutan dan berkaitan dengan usia. Pada saat bayi, mereka tidak mempunyai hierarki nilai dan suara hati, dalam artian bahwa perilakunya tidak dibimbing norma-norma moral. Bayi akan mempelajari kode moral dari orang tua dan lingkungan sosialnya serta belajar pentingnya mengikuti kode-kode moral. Karena tidak memiliki norma yang pasti tentang benar-salah, maka bayi menilai benar atau salahnya suatu tindakan menurut kesenangan atau kesakitan yang ditimbulkannya dan bukan menurut baik atau buruknya efek suatu tindakan terhadap orang-orang lain. Bayi menganggap suatu tindakan salah hanya bila ia sendiri mengalami akibat buruknya. Santrock, 2002. Perkembangan moral pada masa kanak-kanak masih dalam tingkat rendah. Ini karena perkembangan intelektual anak belum mencapai titik di mana ia dapat mempelajari dan menerapkan prinsip-prinsip abstrak tentang benar-salah, dan baik-buruk. Anak-anak ini juga tidak mempunyai dorongan untuk mengikuti aturan-aturan ataupun norma-norma karena tidak mengerti manfaatnya sebagai Universitas Sumatera Utara anggota kelompok sosial. Oleh karenanya anak harus belajar berperilaku moral dalam berbagai situasi yang khusus. Anak hanya belajar bagaimana bertindak tanpa mengetahui mengapa dia melakukan tindakan tersebut. Köhlberg Hurlock, 1999 memperinci, bahwa sebelum anak-anak usia 9 sembilan tahun mereka kebanyakan berpikir tentang dilema moral dengan cara pra-konvensional. Ini berarti individu pada tingkat pra-konvensional belum sampai pada pemahaman yang sesungguhnya mengenai kepatuhan terhadap konvensi atau aturan-aturan masyarakat. Dalam tahap pertama, anak-anak berorientasi patuh dan hukuman, ia menilai benar-salahnya perbuatan berdasarkan akibat-akibat fisik dari perubahan itu. Dalam tahap kedua anak-anak mulai menyesuaikan diri dengan harapan sosial agar memperoleh pujian. Konsep benar-salah yang ada pada tingkat prakonvensional masih bersifat umum, konsep-konsep moral yang digeneralisasikan yang mencerminkan nilai moral anak tidak statis. Ini akan berubah dengan bertambah luasnya lingkup sosial anak Hurlock, 1999. Pada masa remaja, konsep moral remaja tidak lagi sesempit sebelumnya. Kode moralnya sudah terbentuk meskipun masih akan berubah bila ada tekanan sosial yang kuat. Remaja akan menemukan bahwa kelompok sosial terlibat dalam berbagai tingkat kesungguhan pada berbagai macam perbuatan. Pengetahuan ini kemudian akan digabungkan dalam konsep moral. Bila perubahan terjadi, remaja berpikir dengan cara-cara yang lebih konvensional, artinya mereka melakukan dan mematuhi sesuatu sesuai dengan aturan-aturan, harapan-harapan, dan konvensi masyarakat atau penguasa Hurlock, 1999. Universitas Sumatera Utara Pada awal masa dewasa, sejumlah kecil orang berpikir dengan cara paska- konvensional. Mereka memahami aturan-aturan masyarakat atau penguasa, tetapi penerimaannya didasarkan atas penerimaan prinsip-prinsip moral yang mendasari aturan-aturan tersebut. Dengan kata lain individu pada tingkat paska-konvensional akan membuat keputusan moral dengan lebih mengutamakan prinsip-prinsip moral dari pada konvensi atau aturan-aturan masyarakat dan penguasa Hurlock, 1999. Hurlock 1999 menyatakan selama masa pertengahan dan akhir anak- anak, orang tua lebih mudah menerapkan nilai moral dan disiplin dibandingkan selama masa remaja. Pada masa pertengahan dan akhir anak-anak, perkembangan kognitif anak sudah semakin matang sehingga memungkinkan orang tua untuk bermusyawarah dengan mereka tentang penolakan penyimpangan dan pengendalian perilaku mereka. Namun pada masa remaja, penalaran anak-anak menjadi lebih canggih, dan mereka cenderung kurang dapat menerima disiplin orang tua, menuntut kemandirian lebih tegas, yang akhirnya menimbulkan kesulitan bagi hubungan antara orang tua dengan remaja itu sendiri. Köhlberg dan Gilligan dalam Monks, 2002 mengemukakan bahwa pada masa remaja seseorang mempunyai kemampuan kognitif untuk berpindah dari tingkat konvensional ke tingkat paska-konvensional. Tetapi dalam perluasannya penalaran ini pengalaman lain juga masuk dalam kehidupan mereka. Interaksi yang semakin luas, pengalaman hidup bersama orang lain, serta peristiwa dan situasi-situasi yang mereka alami akan menumbuhkan perasaan dan kepekaan mereka terhadap realitas. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penalaran moral pada remaja merupakan kemampuan kognitif yang berpindah dari tingkat konvensional ke tingkat paska konvensional yang dipengaruhi oleh nilai-nilai moral yang berasal dari pengalaman-pengalaman lingkungan, hasil dari mengatasi konflik terhadap perubahan yang muncul dalam perkembangan moral remaja dan interaksi yang semakin luas seperti pengalaman hidup bersama dengan orang lain serta peristiwa dan situasi-situasi yang mereka alami sehari-hari, yang akhirnya akan menumbuhkan perasaan dan kepekaan mereka terhadap realitas.

C. Konflik 1. Pengertian Konflik