praktisi jurnalisme wartawan harus menjaga independensi terhadap narasumber berita; 5 jurnalisme harus menjadi pemantau kekuasaan; 6
jurnalisme harus menyediakan forum kritik maupun dukungan masyarakat; 7 jurnalisme memberitakan hal yang penting menjadi
menarik dan relevan; 8 jurnalisme menyiarkan berita komprehensif dan proporsional; 9 mengikuti hari nurani. Untuk bisa memenuhi nilai berita
dan layak berita, sebuah peristiwa tidak harus memenuhi semua unsur di atas. Ia bisa memenuhi semua unsur, tetapi juga bisa hanya memenuhi
beberapa unsur. Hal ini biasanya sesuai dengan hak prerogatif penerbitan pers dalam menentukan kebijakan redaksionalnya untuk menentukan
unsur-unsur tersebut. Konstruksi realitas terjadi ketika wartawan atau media melakukan
proses pembingkaian framing berita setelah nilai berita news values dan layak berita news worthy dipenuhi. Wartawan tidak melakukan
pembingkaian dalam keseluruhan teks berita. Hanya di beberapa bagian saja dalam struktur berita yang dibingkai dan selanjutnya menentukan
wacana yang dikonstruksi oleh wartawan.
I.6.3 Analisis Framing
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 Sobur, 2004: 161. Mulanya frame dimaknai sebagai
struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana serta yang menyediakan
kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Tetapi akhir-akhir
Universitas Sumatera Utara
ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan
aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media. Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa.
Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan
menulis berita. Cara pandang tersebut yang pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan bagian mana
yang dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut Sobur, 2004: 162.
Menurut Imawan dalam Sobur 2004: 162 pada dasarnya framing
adalah pendekatan yang digunakan untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Untuk melihat bagaimana cara media memaknai,
memahami dan membingkai kasus atau peristiwa yang diberitakan. Sebab media bukanlah cerminan realitas yang memberitakan apa adanya. Namun,
media mengkonstruksi realitas sedemikian rupa, ada fakta-fakta yang diangkat ke permukaan, ada kelompok-kelompok yang diangkat dan
dijatuhkan, ada berita yang dianggap penting dan tidak penting. Karenanya, berita menjadi manipulatif dan bertujuan untuk mendominasi
keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar atau tak terelakkan.
Membuat frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas dan membuatnya lebih menonjol dalam suatu teks
yan dikomunikasikan sedemikian rupa hingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral dan
merekomendasi penanganannya Entman, 1993:52.
Framing secara esensial, menurut Robert M. Entman meliputi
penyeleksian dan penonjolan. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa fungsi frames adalah mendefinisikan masalah, mendiagnosis penyebab, memberikan penilaian moral dan menawarkan penyelesaian
masalah dengan tujuan memberi penekanan tertentu terhadap apa yang diwacanakan.
Definisi lain tentang framing dikemukakan oleh Gamson dan Modgliani. Mereka berpendapat bahwa frame adalah cara bercerita yang
menghadirkan konstruksi makna atas peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana Gamson dan Modigliani, 1989:3.
I.6.4 Homoseksualitas