dapat memengaruhi pikiran khalayak dan membentuk citra tertentu. Missal, menyebut kelompok Gerakan Aceh Merdeka GAM dengan
sebutan kelompok separatis. Media massa, pada dasarnya tidak mereproduksi tetapi
menentukan realitas melalui kata-kata tertentu. Pemaknaan terhadap realitas dilakukan media melalui pemilihan dan pendefinisian fakta, selain
penggunaan bahasa dalam menuliskan berita. Proses pemilihan fakta didasarkan pada asumsi bahwa wartawan
memiliki sense of news serta perspektif dalam melihat peristiwa, sehingga dapat menentukan apa yang dipilih dan apa yang dibuang. Proses ini
dengan sendirinya akan mengakibatkan penghilangan atas bagian tertentu dari realitas serta penonjolan pada bagian lain Saripudin dan Hasan,
2003:20.
II.3 Analisis Framing
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955 Sobur, 2001: 161. Mulanya frame dimaknai sebagai
struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana serta yang menyediakan
kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Tetapi akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam literatur ilmu
komunikasi untuk menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.
Universitas Sumatera Utara
Framing secara sederhana adalah membingkai sebuah peristiwa. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau
cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang tersebut yang pada akhirnya menentukan
fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan bagian mana yang dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut Sobur,
2001: 162.
Menurut Robert M Entman, framing dijalankan media dengan
melakukan dua hal: “seleksi isu” dan “penonjolan atau penekanan aspek- aspek tertentu dari realitasisu”. Media menyeleksi isu tertentu dan
mengabaikan isu yang lain, dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan berbagai strategi wacana, antara lain penempatan yang mencolok
menempatkan di headline, baik di depan atau di belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan,
pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orangperistiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplikasi dan
lain-lain. Poses ini, menurut Entman melibatkan reporter di lapangan, gatekeeper redaktur di desk bersangkutan, redaktur pelaksana, wakil
pemimpin redaksi dan pemimpin redaksi, hingga pihak-pihak lain. Analisis framing termasuk ke dalam paradigma konstruksionis.
Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya Eriyanto, 2002: 13.
Membuat frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas dan membuatnya lebih menonjol dalam suatu teks
yan dikomunikasikan sedemikian rupa hingga mempromosikan sebuah
Universitas Sumatera Utara
definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral dan merekomendasi penanganannya Entman, 1993:52.
Framing secara esensial, menurut Robert M. Entman meliputi penyeleksian dan penonjolan. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa fungsi frame adalah mendefinisikan masalah, mendiagnosis penyebab, memberikan penilaian moral dan menawarkan penyelesaian
masalah dengan tujuan memberi penekanan tertentu terhadap apa yang diwacanakan.
Definisi lain tentang framing dikemukakan oleh Gamson dan Modgliani. Mereka berpendapat bahwa frame adalah cara bercerita yang
menghadirkan konstruksi makna atas peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana Gamson dan Modigliani, 1989: 3. Gamson
mengandaikan wacana media terdiri dari sejumlah package interpretif yang mengandung konstruksi makna tentang objek wacana. Package
adalah gugusan ide-ide yang memberi petunjuk mengenai isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan dengan wacana yang
terbentuk. Package adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk memaknai pesan yang disampaikan serta untuk
menafsirkan pesan yang ia terima. Package tersebut dibayangkan sebagai struktur data yang
mengorganisir sejumlah informasi sehingga dapat mengindikasikan posisi atau kecendrungan politik dan yang membantu komunikator untuk
menjelaskan makna-makna di balik isu atau peristiwa yang sedang
Universitas Sumatera Utara
dibicarakan. Keberadaan package dalam suatu wacana berita ditunjukkan oleh keberadaan ide yang didukung oleh perangkat wacana seperti
metaphor, depiction, catchphrase, exemplars dan virsual image. Semuanya mengarah pada ide atau pandangan tertentu, masing-masing
kelompok berusaha menarik dukungan publik. Dengan mempertajam kemasan package tertentu dari sebuah isu politik, mereka dapat
mengklaim bahwa opini publik yang berkembang mendukung kepentingan mereka, atau sesuai dengan kebenaran versi mereka.
Pan dan Kosicki 1991: 5-7 menyatakan framing dapat dipelajari sebagai suatu strategi untuk memproses dan mengkonstruksi wacana berita
atau sebagai karakteristik wacana itu sendiri. Proses framing berkaitan erat dengan rutinitas dan konvensi profesional jurnalistik. Proses framing tidak
dapat dipisahkan dari strategi pengolahan dan penyajian informasi dalam presentasi media. Dengan kata lain, proses framing merupakan bagian
integral dari proses redaksional media massa. Dominasi sebuah frame dalam wacana berita bagaimanapun berkaitan dengan proses produksi
berita yang melibatkan unsur-unsur seperti reporter, redaktur dan lain-lain. Dalam konteks ini, seperti dijelaskan oleh Gamson, pekerja media
menuangkan gagasannya, menggunakan gaya bahasanya sendiri serta memfrase dan mengutip sumber berita tertentu. Di saat yang sama, mereka
membuat retorika-retorika yang menyiratkan keberpihakan dan kecenderungan tertentu Gamson dan Modigliani, 1989:3. Berdasarkan
hal-hal tersebut, framing yang berbeda akan menghasilkan berita yang
Universitas Sumatera Utara
berbeda pula apabila wartawan memiliki frame yang berbeda dalam memandang suatu peristiwa dan menuliskan pandangannya itu ke dalam
sebuah berita atau artikel. Analisis framing sebagai pengembangan lebih lanjut dari analisis
wacana, banyak meminjam perangkat operasional analisis wacana. Pan dan Kosicki mengklasifikasikan perangkat framing ke dalam empat
kategori yaitu struktur, sintaksis, struktur skrip, struktur tematik dan struktur retoris.
Struktur sistaksis mengacu pada pola penyusunan kata atau frase menjadi kalimat. Ini ditandai dengan struktur piramida terbalik dan
pemilihan narasumber. Keberadaan struktur sintaksis dalam sebuah berita menggiring khalayak kepada sebuah perspektif tertentu dalam memandang
sebuah peristiwa. Struktur skrip mengacu pada tahapan-tahapan kegiatan dan
komponen dari sebuah peristiwa. Secara umum, teks berita terdiri dari 5W dan 1H what, who, where, when dan how. Kehadiran struktur skrip
dalam sebuah berita bisa memberi kesan bahwa berita tersebut unit yang relative independen, karena menyajikan informasi yang lengkap dari
sebuah peristiwa, mulai dari awal, klimaks, karakter dan emosi manusia. Struktur tematik adalah susunan hierarki dengan sebuah tema
sebagai inti yang menghubungkan sejumlah subtema, yang pada gilirannya dihubungkan dengan elemen-elemen pendukung. Struktur tematik ini
terdiri dari ringkasan dan bagian utama. Ringkasan biasanya
Universitas Sumatera Utara
dipresentasikan melalui headline, lead, atau kesimpulan. Sedangkan bagian utama merupakan tempat di mana bukti-bukti pendukung disajikan,
baik berupa peristiwa itu sendiri, latar belakang informasi atau kutipan- kutipan.
Struktur retoris menggambarkan pilihan gaya yang dibuat oleh jurnalis sehubungan dengan efek yang mereka harapkan dari sebuah
peristiwa terhadap khalayak. Mereka menggunakan perangkat framing untuk menggambarkan observasi dan interpretasi mereka sebagai sebuah
fakta atau untuk meningkatkan efektivitas sebuah berita. Analisis framing tidak melihat presentasi media sebagai sesuatu
yang bebas nilai. Akan ada selalu ada faktor-faktor yang memengaruhinya. Seperti yang dikemukakan oleh Pan dan Kosicki, “…it accepts both
assumptions of the rule-governed nature of the text formation and the multidimensional conception of news text that will allow for cognitive
shortcuts in both news production and comsumption” Pan dan Kosicki, 1993: 58
Asumsi dasarnya adalah bahwa teks media bukanlah suatu cermin realitas seperti yang diasumsikan secara naïf selama ini; teks media
mengangkat versi-versi realitas yang tergantung pada posisi sosial dan kepentingan serta tujuan-tujuan pihak yang memproduksi teks media
tersebut Fairclough, 1995: 104. Fairclough mengandaikan wacana sebagai representasi fakta, pengaturan pihak yang terlibat, serta relasinya
Universitas Sumatera Utara
senantiasa diiringi beroperasinya ideologi, pemaknaan yang melayani kekuasaan.
Framing media sedikit banyak akan memengaruhi penilaian khalayak terhadap sebuah realitas. Di samping itu, proses framing dapat
menghasilkan gambaran tentang suatu realitas yang berbeda dengan kondisi objektifnya. Hal ini dikarenakan pihak-pihak yang berkompetensi
di media dengan frame masing-masing selalu berusaha memenangkan wacana yang dianggap benar menurut versinya masing-masing.
II. 4 Homoseksualitas
Orientasi seksual digambarkan sebagai objek impuls seksual sesesorang: heteroseksual jenis kelamin berlawanan, homoseksual jenis
kelamin sama atau biseksual kedua jenis kelamin Kaplan, 1997: 207. Istilah “homoseksual” paling sering digunakan untuk menggambarkan
perilaku jelas seseorang, orientasi seksual, dan rasa identitas pribadi atau sosial. Hawkin dalam Kaplan, 1997: 208 menulis bahwa istilah “gay”
dan “lesbian” dimaksudkan pada kombinasi identitas diri sendiri dan identitas sosial; istilah tersebut mencerminkan kenyataan bahwa orang
memiliki suatu perasaan menjadi kelompok sosial yang memiliki label sama.
Homoseksualitas mengacu pada interaksi seksual danatau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin sama. Homoseksual juga
digunakan untuk merujuk pada hubungan intim danatau hubungan seksual di antara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak
Universitas Sumatera Utara
mengidentifikasi diri mereka sebagai gay atau lesbian. Homoseksualitas dapat mengacu pada:
1. Orientasi seksual yang ditandai dengan kesukaan seseorang
dengan orang lain yang mempunyai kelamin sejenis secara biologis atau identitas gender yang sama.
2. Perilaku seksual dengan seseorang dengan gender yang sama
tidak peduli orientasi seksual atau identitas gender. 3.
Identitas seksual atau identifikasi diri, yang mungkin dapat mengacu kepada perilaku homoseksual atau orientasi
homoseksual Dengan demikian maka yang dimaksud dengan homoseksual
mengacu pada orang-orang yang memiliki dorongan impuls, preferensi, perilaku seksual dan ketertarikan secara fisik, emosi dan seksual dengan
orang lain yang memiliki jenis kelamin sama serta orang-orang yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai homoseksual.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN