Konstruksi Pemberitaan Ledakan Bom Vihara Ekayana Pada Kompas.Com Dan Republika Online

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I.)

Oleh:

ADE NUR AFIFAH

NIM: 109051000228

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i Ade Nur Afifah

Konstruksi Pemberitaan Ledakan Bom Vihara Ekayana pada Kompas.com dan Republika Online.

Pada dasarnya, media massa adalah tempat mengonstruksi realitas. Media massa menonjolkan satu sisi untuk mengabaikan sisi lainnya. Hal ini didasarkan pada ideologi dan juga sudut pandang yang dianut oleh masing-masing media. Untuk itu, media massa yang satu dengan yang lain pasti memiliki berbedaan dalam mengemas sebuah berita. Tak terkecuali berita ledakan bom di Vihara Ekayana. Masing-masing media memiliki sudut pandang tersendiri dalam menyajikan berita tersebut.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis menggunakan konsep analisis framing model Robert N. Entmant. Hasil dari penelitian ini bersifat deskriptif. Yaitu memberikan gambaran bagaimana Kompas.com dan Republika Online mengonstruksi berita peristiwa ledakan bom di Vihara Ekayana dengan perangkat framing Robert N. Entmant. Yaitu problem identification, causal interpretation, moral evaluation, dan treatment recommendation. Penelitian dengan menggunakan pendekatana kualitatif bersifat memahami fakta dan bukan menjelaskan fakta. Karena pendekatan ini digunakan untuk menganalisa data yang ada dan bukan untuk mencari data frekuensi.

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana Kompas.com dan Republika Online dalam mengonstruksi berita pada peristiwa ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana. Melalui wawancara dan observasi diketahui proses produksi dan cara kedua media massa online tersebut membingkai berita. Selain itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan bingkai pada Kompas.com dan Republika Online. Terdapat banyak aspek yang memengaruhi berita yang ditampilkan kedua media massa online tersebut.

Subyek penelitian ini adalah redaksi Kompas.com dan Republika Online. Dalam hal ini peneliti mewawancarai kedua redaktur pelaksana dari kedua media massa online tersebut. Wawancara yang dilakukan terkait pemberitaan ledakan bom Vihara Ekayana pada kedua media. Redaktur pelaksana memiliki tugas sebagai orang yang mengatur perputaran berita yang masuk dan keluar. Bagaimana berita itu seharusnya dibuat dan aspek apa saja yang perlu ditonjolkan. Semuanya tidak terlepas dari peran redaktur pelaksana.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keduanya menganggap kasus ledakan bom adalah peristiwa kriminal. Penyebab terjadinya ledakan adalah aksi teror yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Republika Online menganggap peristiwa ini adalah ulah oknum yang ingin merusak hubungan antara Islam dengan Budha. Peritiwa yang terjadi pada bulan Ramadhan ini pun dianggap telah mencoreng kesucian bulan Ramadhan. Kompas.com mengangkat isu Rohingya dengan menjadikan salah satu kaum minoritas Rohingya sebagai narasumber. Dlam berita tersebut dijelaskan bagaimana kekhawatiran etnis Rohingya setelah kasus ledakan yang dianggap sebagai aksi balas dendam dan solidaritas terhadap Rohingya tersebut.

Ada beberapa perbedaan pembingkaian dalam berita yang dimunculkan oleh Kompas.com dan Republika Online. Perbedaan tersebut terletak pada pemilihan kata, judul serta narasumber. Republika Online sebagai media bernafaskan Islam selalu mengutamakan kepentingan umat Islam dan memilih narasumber yang memiliki pemikiran Islam. Sementara Kompas.com sebagai media nasional dengan ideologi humanisme lebih menonjolkan isu-isu kemanusiaan. Seperti mengangkat isu etnis Rohingya dalam peristiwa ledakan bom di Vihara Ekayana.


(6)

ii

Alhamdulillahi Rabbil’alamin, Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat, rahmat, kekuatan dan atas izin yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah berupa skripsi yang berjudul

Konstruksi Pemberitaan Ledakan Bom Vihara Ekayana pada Kompas.com dan Republika Online.. Penulisan skripsi ini merupakan prasyarat guna meraih gelar Sarjana Komunikasi Islam pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Selama proses penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, dukungan, serta bimbingan baik secara moril maupun secara akademis dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Arief Subhan M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Suparto, M. Ed, M.A, selaku Wakil Dekan I, Drs. Jumroni, selaku Wakil Dekan II, Drs. Wahidin Saputra M.A, selaku Wakil Dekan III.

2. Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) serta Dra. Umi Musyarofah, M.A, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).

3. Dr. Arief Subhan M.A, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan, motivasi dan bimbingan kepada penulis dengan penuh kesabaran, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.


(7)

iii

(FIDKOM) yang telah menyediakan sumber bacaan dan juga referensi pendukung skripsi ini.

5. Seluruh dosen fakultas ilmu dakwah dan ilmu komunikasi (FIDKOM) atas ilmu pengetahuan dan pencerahan yang telah diberikan dan segenap staf TU yang telah memberikan pelayanan dengan baik kepada peneliti.

6. Kompas.com dan Republika Online selaku media massa yang dijadikan subjek penelitian skripsi ini. Khususnya untuk Agustinus Wisnubrata dan M.Irwan Arief Yanto selaku redaktur pelaksana di masing-masing media yang dengan senang hati meluangkan waktunya guna melakukan wawancara dengan peneliti

7. Kedua orangtua tercinta. Bapak Agus Suparno yang tidak pernah lelah memberi nasihat, semangat dan do’a. Ibu Siti Rofiqoh, sebagai ibu sekaligus sahabat yang setia mendengar keluh kesah dan tidak pernah lelah mengajarkan kesabaran kepada anakmu ini (peneliti).

8. Keluarga besar Ibu Fatimatuz zahra dan juga Bapak Dachmad yang selalu menjadi rumah yang penuh dengan kehangatan dan kebahagiaan.

9. Adik-adikku tersayang, Khasani Fahmi, Salsa Amelia Farcha dan Muhammad Arbi Iftikhar. Senyum kalian adalah sumber semangat dan alasan untuk senantiasa menjadi lebih baik. Terima kasih atas do’a dan semangatnya.

10.Orang-orang terdekat yang tidak pernah lelah memberi semangat dan berbagi kebahagiaan. Galing Faizar Rahman, terima kasih untuk doa dan


(8)

iv

11.Keluarga besar RDK FM beserta Keluarga Babo Talk Indonesia, Andri, Wiwit, Zaldy, Ditya, Dora, Iit, Sandika, Mumpuni, Bela, dan masih banyak lagi. Terima kasih sudah memberikan banyak pelajaran berharga sekaligus tempat berbagi canda. Terima kasih do’anya. Akhirnya skripsi yang kita anggap sebagai wajib militer ini selesai dengan baik.

12.Teman-teman KPI angkatan 2009, Wulan, Fitri, Dewi, Ovi, Agus, Iskandar, Arif, Lina, Mega, Puni, Hakin, Tata, Aisyah, Rayando, Soleh, Halili, dan seluruh sahabat KPI G.

13. Keluarga KKN Spartan, Teman-teman Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) sebagai rumah kedua di perantauan. Sahabat-sahabat terbaik, Rani, Ananda, Leli, Lintang, Ibriza, Deu, Puji dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas segala bantuannya kepada penulis. Serta emua pihak dan teman-teman yang telah mendukung, membantu dan mendoakan yang tidak bisa disebutkan satu persatu

Akhir kata, semoga Allah membalas semua kebaikan bagi mereka semua. Semoga karya tulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan bermanfaat baik dari segi akademis maupun dari segi praktis. Mohon maaf jika terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Jakarta, 14 Desember 2013


(9)

v LEMBAR PERNYATAAN

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah...7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian...8

F. Kerangka Teori...9

G. Metodologi Penelitian...9

H. Tinjauan Pustaka...11

BAB II KAJIAN TEORI A. Konstruksi Realitas Media ... 14

B. Framing Media...21

C. Media Massa...37

D. Terorisme……….42

\BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Kompas.com ... 45

1. Sejarah Kompas.com...45

2. Manajemen dan Redaksi Kompas.com ... 49

B. Profil Republika Online ... 51

1. Sejarah Republika Online...51

2. Visi dan Misi Republika Online...52

C. Manajemen dan Redaksi Republika Online ... 54

BAB IV HASIL PENEMUAN A. Framing Kompas.com dan Republika Online...55

1. Framing Kompas.com ...56

A. Framing Kompas.com tanggal 5 Agustus 2013...56

B. Framing Kompas.com tanggal 5 Agustus 2013...60

C. Framing Kompas.com tanggal 6 Agustus 2013...64

D. Framing Kompas.com tanggal 6 Agustus 2013...68

2. Framing Republika Online...71

A. Framing Republika Online tanggal 5 Agustus 2013...71

B. Framing Republika Online tanggal 5 Agustus 2013...74

C. Framing Republika Online tanggal 6 Agustus 2013...78

D. Framing Republika Online tanggal 6 Agustus 2013...81


(10)

vi

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 98

LAMPIRAN


(11)

vii

2. Tabel II.2. Perangkat Framing Robert N. Entmant ... 30

3. Tabel II.3. Perangkat Framing William A. Gamson dan Andre Modigliani ... 33

4. Tabel IV.1. Pemberitaan Kompas.com dan Republika Online ... 50

5. Tabel IV.2. Pemberitaan Kompas.com Tanggal 5 Agustus 2013 ... 51

6. Tabel IV.3. Framing Kompas.com Tanggal 5 Agustus 2012 (Teks pertama)...55

7. Tabel IV.4. Pemberitaan Kompas.com Tanggal 5 Agustus 2013...55

8. Tabel IV.5. Framing Kompas.com Tanggal 5 Agustus 2013 (Teks kedua)...59

9. Tabel IV.6. Pemberitaan Kompas.com Tanggal 6 Agustus 2013...59

10.Tabel IV.7. Framing Kompas.com Tanggal 6 Agustus 2013 (Teks Kegita)...63

11.Tabel IV.8 Pemberitaan Kompas.com Tanggal 6 Agustus 2013...63

12.Tabel IV.9. Framing Kompas.com Tanggal 6 Agustus 2013 (Teks Keempat)...66

13.Tabel IV.10. Pemberitaan Republika Online Tanggal 5 Agustus 2013...66

14.Tabel IV.11. Framing Republika Online Tanggal 5 Agustus 2013 (Teks Pertama).68 15.Tabel IV.12. Pemberitaan Republika Online Tanggal 5 Agustus 2013...69

16.Tabel IV.13.Framing Republika Online Tanggal 5 Agustus 2013 (Teks Kedua)....73

17.Tabel IV.14. Pemberitaan Republika Online Tanggal 6 Agustus 2013...73

18.Tabel IV.15. Framing Republika Online Tanggal 6 Agustus 2013 (Teks Ketiga)...76

19.Tabel IV.16. Pemberitaan Republika Online Tanggal 6 Agustus 2013...76

20.Tabel IV.17.Framing Republika Online Tanggal 6 Agustus 2013 (Teks Keempat).80 21.Tabel IV.18. Perbedaan Framing Kompas.com dan Republika Online...81


(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya bulan Agustus 2013 masyarakat dihebohkan dengan peristiwa meledaknya bom di sebuah rumah ibadah. Bom meledak di Vihara Ekayana yang terletak di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 4 Agustus 2013, tepat 3 hari menjelang hari raya Idul Fitri. Dalam peristiwa tersebut terjadi dua kali ledakan. Ledakan yang pertama terjadi pukul 19.00 WIB, sedangkan ledakan kedua terjadi pada pukul 22.00 WIB. Dari hasil olah tempat kejadi perkara oleh pihak kepolisian, ditemukan barang bukti bahan peledak dan secarik kertas yang bertuliskan “Kami menjawab jeritan Rohingya”.

Penemuan barang bukti tersebut pun menuai berbagai macam reaksi dari berbagai pihak. Beberapa pihak menganggap bahwa ledakan bom berkekuatan rendah dengan pesan yang tertulis pada kertas tersebut hanyalah teror yang dilakukan oleh pihak yang menginginkan adanya keretakan hubungan antara umat Islam dengan Budha. Ledakan bom yang terjadi di bulan Ramadhan ini pun dianggap tidak ada hubunganya sama sekali dengan konflik Rohingya. Namun, beberapa media massa lainnya menghubungkan permasalahan ini dengan kasus

Sebelumnya kita tahu bahwa Rohingya merupakan kaum muslim minoritas Myanmar yang saat ini tengah menjadi perbincangan hangat


(13)

dunia. Mulai dari kasus pembunuhan, penganiayaan, pengusiran dan berbagai tindak kekerasan oleh umat Budha setempat. Etnis Rohingya berasal dari daerah Arakan, sebuah provinsi di Myanmar. Mereka merupakan percampuran pedagang Arab, Moor, Turki, Moghlus, Asia Tengah dengan warga setempat. Melalui perdagangan para pedagang menyebarkan agama Islam hingga wilayah tersebut menjadi basis umat muslim terbesar di Myanmar.

Penderitaan Rohingya dimulai sejak 1784. Saat itu kerajaan Budha berkoalisi utnuk menyerang wilayah Arakan untuk menguasai dan menjadikan wilayah tersebut ke dalam daerah kekuasaan kerajaan Budha. Berbagai macam penindasan dan juga kekerasan yang dialami oleh etnis Rohingya membuat mereka melarikan diri dan kemudian menyebar ke berbagai tempat di Myanmar. Selama ratusan tahun kaum Rohingya mendapat perlakuan semena-mena tersebut. Isu Rohingya kembali muncul ke permukaan setelah tahun 2012. Saat itu terjadi penyerangan yang dilakukan oleh sejumlah umat Budha. Penyerangan terjadi di dalam bus, dan dalam peristiwa tersebut 9 muslim Rohingya terbunuh.1

Kekerasan yang dilakukan oleh umat Budha terhadap etnis Rohingya merupakan bentuk kekhawatiran akan populasi Rohingya yang berkembang dengan pesat. Para Biksu dan umat Budha Myanmar menganggap bahwa populasi umat muslim Rohingya menjadi ancaman serius bagi keberadaan Myanmar sebagai negara Budha. Hal ini diungkapkan dalam majalah Time edisi Juli tahun 2013. Dalam artikel yang ditulis oleh Hannah Beech

1

Aulia Akbar, www.okezone.com/Sejarah-Masyarakat-Rohingya, diakses 20 Oktober 2013 pada pukul 14.30 WIB


(14)

tersebut dijelaskan bahwa etnis Rohingnya di Myanmar merupakan ancaman yang serius bagi umat Budha di Myanmar terutama bagi para biksu.

“The radical monk sees Muslims, who make up at least 5% of Burma’s estimated 60 milion people, as a threat to the country and its culture. “Muslims are breeding so fast and they are stealing our women, raping them”, he tells me. “They would like to occupy our country, but I won’t let them. We

must keep Myanmar Buddhist.””2

Kutipan artikel tersebut menjelaskan bahwa para biksu di Myanmar merasa terancam dengan keberadaan etnis Rohingnya. Mengingat populasi etnis Rohingya berkembang dengan pesat di Myanmar. Baik sebagai ancaman bagi negara maupun ancaman bagi budaya. Apa yang dilakukan oleh para biksu merupakan bentuk perlawanan terhadap apa yang telah dilakukan oleh etnis Rohingya. Rohingya dianggap telah melakukan penculikan dan pemerkosaan terhadap para wanita di Myanmar.

Berbagai macam pemberitaan yang berkaitan dengan umat muslim Rohingya tentu menjadi hal yang dianggap penting dalam sebuah pemberitaan media. Mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia tentu memiliki ikatan persaudaraan, yakni saudara seiman dengan kaum Rohingya. Hal tersebut menjadikan konflik Rohingya ini memilik news value yang tinggi karena adanya unsur proximity atau unsur kedekatan. Salah satunya adalah berita tentang ledakan bom di Vihara Ekayana pada bulan Agustus 2013 yang dikaitkan dengan isu konflik

2


(15)

Rohingya. Berbagai media pun tak luput memberitakan hal tersebut kepada masyarakat dengan sudut pandang dan ideologinya masing-masing.

Namun, tidak semua media massa mengangkat isu Rohingya dalam pemberitaan kasus ledakan bom di Vihara Ekayana. Beberapa media massa mengonstruksi berita tersebut dengan beragam isu. Mulai dari aksi terorisme sampai dengan keterkaitan aksi tersebut dengan bulan Ramadhan. Terorisme sendiri bukan merupakan hal baru yang di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, telah banyak aksi-aksi teror yang terjadi dengan mengatasnamakan agama.

Di Indonesia sendiri dalam satu tahun terakhir telah terjadi 14 aksi penangkapan teroris oleh Densus 88. Dimulai pada 5 Januari 2013 lalu terjadi penangkapan teroris di daerah Manggenae, Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat, yang menewaskan 5 terduga teroris. Kemudian aksi serupa terjadi pada 2 Mei 2013 di Bendungan Hilir, Jakarta. Dalam aksi penggerebekan ini 2 orang ditangkap. Enam hari kemudian, tanggal 8 Mei 2013 di Kebumen aksi penangkapan teroris menewaskan 3 orang. Pada hari yang sama aksi serupa juga terjadi di Bandung, Batang dan juga Kendal. Pada tanggal 10 Mei 2013 terjadi tiga aksi penggrebekan di Lampung. Dalam aksi ini 4 orang anggota jaringan Abu Roban yang sebelumnya beraksi di Jawa dan Poso ditangkap. Di Purwokerto dan Solo, penggrebekan terjadi pada tanggal 14 Mei 2013. Dalam aksi ini 2 orang anggota jaringan Badri Hartono tertangkap. 10 Juni 2013 di Poso 1 orang ditangkap dan 1 orang tewas dalam penggrebekan. Disusul tanggal 22 Juli 2013 dengan ditangkapnya 2 orang serta 2 lainnya tewas di daerah Tulungagung Jawa Timur. Tanggal 18 Agustus 2013, Densus 88


(16)

melakukan penggrebekan di Tasikmalaya. Dalam aksi ini 1 orang yang diduga anggota jaringan penembak polisi di Tangerang Selatan ditangkap. Kemudian pada tanggal 18 Oktober 2013, 3 Anggota Jaringan penyerangan Brimob di Loki, Seram, Malkuku (2005) ditangkap. Tanggal 18 Desember, 2 orang yang diduga anggota jaringan kelompok Santoso dan pelaku teror Poso ditangkap. Akhir tahun 2013 penggrebekan kembali terjadi di Kampung sawah, Ciputat, Tangsel. Dalam peristiwa ini 6 orang yang diduga anggota jaringan Abu Roban (diduga pelaku pengeboman Vihara) tewas, sementara 1 anggota Densus 88 tertembak di bagian kaki.3

Dalam buku Terorisme karangan Adjie S. ,Msc, dijelaskan bahwa terdapat dua hal yang dijadikan sebagai modus operandi para pelaku teror. Pertama, aksi teror yang dilakukan oleh teroris memiliki tujuan akhir memaksa pemerintah menyerah dan mengikuti permainan mereka. Kemudian yang kedua adalah membangkitkan kepanikan masyarakat. Terorisme memiliki pengaruh yang kuat terhadap masyarakat, terutama jika dipublikasikan secara berlebihan oleh media massa.4

Dalam memublikasikan sebuah berita pada dasarnya media didasarkan kepada ideologi mereka. Cara pandang media massa dipengaruhi oleh berbagai macam aspek. Misalnya dalam memandang terorisme, masing-masing media massa memiliki cara pandang tersendiri. Mereka mengedit, menyusun narasi, memilih judul dengan menonjolkan aspek tertentu serta mengabaikan aspek lainnya.

3“Teroris Ancaman Nyata, Polisi Fokus pada Pemulihan Trauma Warga,” Kompas,

2 Januari 2013

4


(17)

Dalam hal ini media menjadi jembatan antara masyarakat dengan dunia. Secara rutin media massa memberikan informasi tentang peristiwa-peristiwa penting yang tengah atau telah terjadi.

Perbedaan-perbedaan yang terjadi pada media massa tersebut bukanlah sesuatu yang tidak disengaja dan tanpa maksud. Perbedaan penyajian yang juga dikenal dengan nama framing media ini adalah sesuatu yang telah disetujui oleh pihak-pihak media itu sendiri. Banyak hal yang memengaruhi penyajian berita dalam media massa ke masyarakat. Wartawan sebagai orang pertama dalam produksi berita tentu cukup berperan dalam memengaruhi isi berita. Namun selain wartawan, ternyata ada juga pihak yang lebih berhak dalam menentukan isi berita dan memilih apa saja yang harus, boleh, atau tidak boleh dimuat dalam berita tersebut. Mereka adalah jajaran redaksi dan tentunya pemilik modal yang memiliki kuasa penuh terhadap media itu.5

Menurut Aart van Zoest, sebuah teks tak pernah lepas dari ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi. Sedangkan menurut Eriyanto, teks, percakapan, dan lainya adalah bentuk dari praktek ideologi atau pencerminan ideologi tertentu.6

Banyaknya media massa yang memberitakan kasus ledakan bom di Vihara Ekayana, membuat peneliti memilih dua media massa yang akan diteliti sebagai objek penelitian. Peneliti memilih media massa online yang saat ini tengah populer di era globalisasi dan konvergensi media seperti sekarang ini. Kedua media massa tersebut adalah iKompas.com dan Republika Online.

5

Eriyanto, Analisis Framing, (Yogyakarta: Lkis,2007) , h.68.

6

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing (Bandung :PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.61.


(18)

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti mengangkat judul penelitian

“Konstruksi Pemberitaan Ledakan Bom Vihara Ekayana pada Kompas.com

dan Republika Online.”

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, penulis membatasi masalah penelitian ini dengan mengambil masing-masing empat teks pada dua media yang berbeda. Teks tersebut merupakan berita yang muncul pada Kompas.com dan Republika Online dalam dua hari (tanggal 5 dan 6 Agustus 2013) yang terkait dengan peristiwa ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Kompas.com dan Republika Online mengonstruksi atau membingkai pemberitaan ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana dengan teknik analisis framing Roberth N. Entmant?

2. Bagaimana perbedaan bingkai yang digunakan oleh Kompas.com dan Republika Online dalam pemberitaanya terkait peristiwa ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekayana pada bulan Agustus 2013?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1.) Untuk mengetahui bagaimana bingkai berita ledakan bom yang terjadi di Vihara Ekaya yang terjadi pada bulan Agustus 2013 pada Kompas.com dan Republika Online


(19)

2.) Untuk mengetahui bagaimana perbedaan bingkai berita peristiwa ledakan bom di Vihara Ekayana pada Kompas.com dan Republika Online.

E. Manfaat Penelitian

A. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan positif bagi pengembangan keilmuan, khususnya di bidang komunikasi. Tak hanya itu, penulis juga berharap penelitian ini dapat menambah ragam penelitian metode analisis framing. Diharapkan pula riset ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi, data, serta referensi bagi Mahasiswa di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, khususnya jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI).

B. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dua pihak: 1.) Kompas.com dan Republika Online

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat dan memberi kontribusi pemikiran kepada institusi terkait yaitu Kompas.com dan Republika Online, khususnya dalam membingkai atau mengonstruksi suatu realitas.

2.) Konsumen media

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang bagaimana media mengemas dan menyajikan peristiwa melalui cara pandang dan konstruksi yang dibangun oleh media massa.


(20)

F. Kerangka Teori 1. Konstruksi Realitas

Konstruksi realitas digambarkan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interakasi, dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami secara subjektif. Hal ini dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann dalam buku yang berjudul The Social Contruction of Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge (1966).7

Mereka mengartikan realitas sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas yang diakui memiliki keberadaan yang tidak bergantung pada kehendak kita sendiri. Sementara, pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan memiliki karakteristik spesifik.

G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian kualitatif, yaitu konstruktivisme. Dalam penelitian kualitatif data yang dihasilkan deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang dan pelaku yang diamati.8 Bogdan dan Taylor (1975) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat teramati.9 Penelitian kualitatif merupakan suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental

7

Burhan Bungin,, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media

Massa, Iklan Televisi, dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger & Tomas Luckmann (Jakarta: Kencana, 2011), h.11.

8

Moh. Kasiram , Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif (Yogyakarta: UIN-Maliki Press,2010),h.175

9


(21)

bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa, serta peristilahannya.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah redaksi dari dua media yang berbeda yakni, Kompas.com dan Republika Online. Sedangkan objek penelitiannya adalah pemberitaan meledaknya bom di Vihara Ekayana pada bulan Agustus 2013.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:

1. Wawancara (interview), wawancara adalah sebuah proses memperoleh keterangan dalam penelitian dengan cara melakukan tanya jawab antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai sebagai narasumber.10 Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara mendalam dengan Agustinus Wisnubrata selaku redaktur pelaksana Kompas.com dan juga M. Irwan Arif Yanto selaku redaktur pelaksana Republika Online. Peneliti memilih kedua narasumber tersebut karena dalam media massa, redaktur pelaksana merupakan pihak yang membawahi editor sebagai orang yang mengatur berita yang masuk sebelum di sajikan kepada masyarakat.

2. Studi kepustakaan (Library Research), peneliti melakukan pengumpulan data-data yang berkaitan dengan penelitian ini melalui literatur dan sumber bacaan berupa buku-buku dan majalah yang relevan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian.

10


(22)

3. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis framing untuk menganalisis data. Framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media massa saat mengkonstruksi mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna atau menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektif media.11 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konsep analisis framing Roberth N. Entmant dengan komponen-komponennya adalah, problem identification causal interpretation, moral evaluation dan Treatment recommendation.

H. Tinjauan Pustaka

Analisis ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku yang membahas tentang analisis framing dan toleransi beragama. Diantaranya adalah penelitian-penelitian berikut:

1. Skripsi karya Wawan Darmawan, mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang lulus tahun 2010 dengan

judul “Analisis Framing Pemberitaan Tarekat Tijaniyah di Majalah

Alkisah”.Skripsi ini membahas mengenai pemberitaan Tarekat Tijaniyah pada majalah Alkisah. Teknik framing yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah konsep framing Roberth N. Entman.

2. Skripsi karya Nur Azizah, mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2009 dengan judul

“Analisis Framing berita Poligami KH. Abdullah Gymnastiar pada situs

11

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana ,Analisis Semiotik, dan Analisis Framing(Bandung: Remaja Rosdakarya,2006),hlm162


(23)

detik.com dan eramuslim.com”. dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik framing Roberth N. Entman.

3. Skripsi karya Ririn Restu Utami, mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2010 dengan

judul “Analisis Framing Pemberitaan Gayus Tambunan di Republika dan

Media Indonesia periode November 2010”. Peneliti menggunakan teknik framing Robert N. Entman dalam menganalisa pembingkaian berita tersebut.

4. Skripsi karya Dede Nugraha, Mahasiswa konsentrasi Jurnalistik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010 dengan judul “Konstruksi Pemberitaan Program Nuklir Iran (Analisis Framing pada Harian Republika dan Media Indonesia)”. Penelitian ini menjelaskan perbandingan-perbandingan pembingkaian berita dengan menggunakan teknik framing Zongdan pan dan Gerald M. Kosicki. Penulis memilih beberapa penelitian tersebut sebagai acuan karena ada beberapa persamaan. Tiga penelitian pertama memiliki persamaan perangkat penelitian yang digunakan dalam penelitian, yakni menggunakan framing model Robert N. Entman. Sedangkan penelitian karya Dede Nugraha memiliki persamaan jenis penelitian, yakni menggunakan dua objek penelitian sebagai perbandingan atau komparasi. Namun tentunya terdapat beberapa perbedaan antara skripsi tersebut dengan skripsi peneliti. Perbedaan terletak pada media massa yang dijadikan objek penelitian, kasus yang diangkat dan tentunya hasil temuan serta analisa data.


(24)

H. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan, pada bab ini memaparkan latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Kajian teori, bab ini menjelaskan secara rinci tentang teori konstruksi realitas, model framing, dan media massa online

BAB III : Gambaran Umum, bab ini berisi profil dari Kompas.com dan Republika Online, Visi dan Misi, serta Struktur Organisasi kedua media massa tersebut.

BAB IV : Temuan dan Analisis Data , Bab ini berisi temuan dan analisis framing terhadap pemberitaan Kompas.com dan Republika Online dalam peristiwa ledakan bomVihara Ekayana pada bulan Agustus tahun 2013.

BAB V : Penutupan, bab ini adalah bab terakhir yang berisikan mengenai kesimpulan dan saran penulis.


(25)

14

KAJIAN TEORI

A. Konstruksi realitas media massa

Sejalan dengan perkembangan zaman manusia terlihat semakin membutuhkan informasi untuk meningkatkan kualitas hidupnya. John Tebbel berpendapat bahwa sudah merupakan bagian dari kebutuhan manusia akan informasi baik untuk diri sendiri, keluarga dan untuk usaha bisnisnya.1 Tidak dapat dipungkiri, informasi tersebut sebagian besar dapat diperoleh khalayak dengan memilih alat komunikasi masa yaitu media massa yang sesuai dengan kebutuhanya. Media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan.2 Orang sering kali tidak menyadari efek yang ditimbulkan setelah menggunakan media massa.

Efek media massa dapat menumbukan beberapa perubahan dalam kehidupan manusia. Perubahan-perubahan dalam masyarakat di dunia ini merupakan gejala normal yang pengaruhnya menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lainya berkat adanya komunikasi yang modern.3 Media massa merupakan alat komunikasi massa. Dalam bahasa Doviat (1967)

teknologi mutakhir ini telah menciptakan apa yang disebut “publik dunia”.4

Media massa dapat berupa surat kabar, video, CD-ROM, komputer, Televisi,

1

John Tebbel, Karir Jurnalistik, Penyadur: Dean Party Rahayu Ningsih (Semarang: Dahara Price, 2003), h.1.

2

Asmuni Syukur, Dasar-dasar Strategi Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h.163

3

Seojono Seokamto, Sosiologi Pengantar (Jakarta: PT Rajawali Pers, 1987), h.30.

4

Jalaludin Rachmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2004), cet ke-21, h.186


(26)

radio dan sebagainya.5Menurut Kurt Lang dan gladys Engel Lang, media massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu. Media massa membangun citra publik tentang figur-figur politik. Media secara konstan menghadirkan objek-objek yang menunjukan apa yang hendak dipertimbangkanya, diketahui dan dirasakan individu-individu dalam masyarakat.6

Menurut Hafied Cangara seorang ilmuwan media massa, ia menyebutkan bahwa media massa mempunyai lima ciri khas yang dapat diketahui.7

1. Media massa bersifat melembaga. Maksudnya orang yang mengelola media massa terdiri dari banyak orang dan terstruktur, yakni dari yang bertugas mengumpulkan berita, pengelolaan sampai pada penerbitan berita atau informasi kepada khalayak.

2. Bersifat satu arah. Media massa memberikan komunikasi satu arah kepada khalayak.

3. Meluas dan serempak. Artinya media massa dapat memberikan informasi dengan jangkauan yang luas dan dapat diterima secara berbarengan oleh khalayak (berita tv, portal media online).

4. Memakai peralatan mekanis seperti radio, televisi, surat kabar baik cetak maupun online.

5

Lynn H Turner, Pengantar Teori Komunikasi dan Aplikasi (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h.41.

6

Warner J.Saverin dan James Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan dalam Media Massa (Jakarta: Pranada Media Group,2007), h.264.

7

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasii (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.126.


(27)

5. Bersifat terbuka. Media massa dapat diterima oleh siapa saja, dimana saja dan kapan saja tanpa harus dikhususkan bahwa berita atau informasi ini untuk jenis kelamin atau suku tertentu.

Media massa itu sendiri mempunyai efek bagi khalayak. Efek penting yang menandai penggunaan media massa oleh khalayak adalah munculnya kesadaran dan pengetahuan mengenai suatau topik atau persoalan. Munculnya kesadaran dan pengetahuan tersebut sering tidak disadari masyarakat sebagai suatu akibat yang memang diinginkan kalangan media massa melalui penyajian suatu topik tertentu hasil dari konstruksi atas realitas. Menurut Alexis S. Tan fungsi media massa adalah memberi informasi, mendidik, mempengaruhi dan memberikan hiburan.8

Media massa adalah alat untuk mengonstruksi realitas menurut pandangan konstruktivis. Sedangkan istilah konstruksi atas realitas diperkenalkan oleh sosiolog: Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A treatise in the Sociological of Knowledge (1996). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus menerus realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.9 Asal-usul kontruksi sosial dari filsafat konstruktivis. Konstruktivis adalah suatau paham yang memandang bahwa realias atau peristiwa ialah hasil konstruksi manusia. Paham ini digunakan untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi hubungan sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di

8

Nurudin, Komunikasi Massa (Yogyakarta: Cespur,2004), h.63.

9

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger& Thomas Luckman (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2008), h.13.


(28)

sekitarnya. Konstruktivisme memandang bahwa realitas adalah hasil individu, kemudian membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya atau ia pahami. Dan konstruktivisme macam inilah yang oleh Berger dan Luckman disebut dengan konstruksi sosial. Konstruksi sosial umumnya terjadi pada pemberitaan media massa.

Menurut Berger dan Luckmann tentang teori dan pendekatan kontruksi sosial, realitas terjadi melalui tiga proses sosial, yaitu Objektivasi Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia yang dilembagakan atau mengalami proses institusional. Secara objektif yang berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas objektif sendiri terdiri dari realitas simbolis dan realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sedangkan realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.

Dalam Proses internalisasi, realitas yang dipahami sesuai dengan pemahaman tiap individu terhadap realitas yang terjadi. Dalam proses ini terjadi dialektika antara realitas objektif dan ideologi individual. Ideologi setiap individu satu dengan yang lain tentu memiliki perbedaan. Perbedaan ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang melatarbelakanginya, misalnya faktor agama. Orang yang bergama Islam akan memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat sesuatu. Tentunya ini dikarenakan adanya perbedaan ajaran di dalam masing-masing agama. Selain faktor agama ada pula faktor latar belakang sosial budaya, suku, usia, jenis kelamin, dan lain-lain.


(29)

Setelah melalui proses objektivasi dan internalisasi, proses yang terkahir adalah proses eksternalisasi. Pada tahapan ini realitas yang telah dipahami oleh wartawan kemudian dikonstruksi ulang oleh lembaga tempat wartawan itu bekerja. Pada proses ini, realitas yang telah dipahami oleh individu, dalam hal ini wartawan melalui proses internalisasi bertemu dengan ideologi dan sudut pandang media massa10

Dapat disimpulkan bahwa realitas sosial menurut Berger dan Luckman ialah realitas yang terbentuk karena pemahaman akan suatu peristiwa secara objektif kemudian peristiwa itu dimaknai oleh pikiran tiap-tiap individu dalam hal ini wartawan dan realitas akan suatu peristiwa yang telah dipahamai oleh wartawan yang dirangkum dalam sebuah tulisan mengalami konstruksi ketika diserahkan ke lembaga pers tempat wartawan tersebut bekerja.

Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengonstruksi realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media dalam mengonstruksi berbagai realitas yang dipilihnya. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan.

Isi media adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat menjalankan realitas, namun juga bisa menentukan bentuk seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut. Akibatnya media massa

10

Burhan Bungin, Konstruksi Sosial: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen Serta Kritik Terhadap Peter L. Berger& Thomas Luckman (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2008), h.15.


(30)

mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikanya. Setiap upaya menceritakan sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun, pada hakikatnya ialah usaha untuk mengonstruksikan realitas.11

Dengan kata lain konstruksi atas realitas yang berlangsung di media massa dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Dimana berita yang sudah dikontruksi oleh wartawan dikonstruksi ulang oleh redaksi melalui rapat redaksi. Sedangkan berita dari realitas yang telah dikonstruksi oleh lembaga media melalui rapat redaksi, kemudian harus diproses lagi oleh sistem politik dimana media masa tempat wartawan itu berada.

Dalam paradigma konstruktivisme, informasi atau berita yang disampaikan kepada masyarakat terlebih dahulu melalui proses konstruksi realitas oleh rapat redaksi. Paradigma konstruktivisme memandang bahwa berita yang disampaikan oleh media massa pada dasarnya merupakan hasil konstruksi realitas dari sebuah peristiwa. Tugas wartawan, sesuai dengan ideologi media massa bersangkutan, menceritakan kembali suatu peristiwa kepada publik menurut versi sekaligus merupakan sudut pandang wartawan tersebut. Dengan demikian, berita yang ada di media massa dan sampai kepada publik adalah realitas yang sama sekali baru dan berbeda dari realitas yang ada sebagai hasil dari upaya wartawan dalam mengonstruksi realitas. Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur terpenting. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi.12Oleh karena itu, realitas bersifat subjektif

11

Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.88.

12

Ibnu Hamad, Kontruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis (Jakarta: Granit, 2004), h.12.


(31)

karena ia dihadirkan oleh konsep subjektifitas wartawan yang mengonstruksi realitas berdasarkan sudut pandang tertentu.

Setelah realitas dipahami secara subjektif oleh wartawan media massa, selanjutnya konstruksi berita yang dibangun oleh wartawan tidak terlepas dari pengaruh redaksi. Sebagai sebuah institusi, media massa memiliki proses manajemen produksi dalam hal ini proses kerja manajemen redaksional. Proses kerja itu mulai dari wartawan yang meliput atau mencari peristiwa di lapangan, proses editing oleh redaktur bidang dan seterusnya oleh redaktur pelaksana dan sampai akhirnya diseleksi apakah berita itu layak diterbitkan atau tidak serta penentuan halaman di mana berita itu didiskusikan dalam rapat redaksi.

Dari proses kerja manajemen redaksi ini bisa dilihat bahwa berita tidak sepenuhnya merupakan cerminan dari realitas, melainkan hasil konstruksi yang dibangun oleh redaksi dalam hal ini adalah institusi tempat wartawan bekerja. Menurut pandangan konstrukstivis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir, karena dihadirkan oleh subjektifitas wartawan.13 Realitas atas peristiwa sangant berbeda-beda, tergantung dari pemahanan subjektif wartawan yang meliput.

Sedangkan dalam padangan positivisme ada fakta yang riil dan diatur oleh kaidah-kaidah tertentu yang berlaku secara universal.14 Artinya, fakta atau realitas telah hadir sebelum wartawan melakukan peliputan. Dengan demikian realitas yang bersifat objektif, tugas wartawan hanya mengambil realitas tersebut dan memberitakanya di media massa sesuai dengan realitas

13

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta:Lkis, 2002), h. 22.

14Ibid,


(32)

yang sesungguhnya. Berita adalan cermin dan refleksi dari kenyataan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam pandangan positivisme media berperan sebagai saluran penyebaran informasi. Sarana bagaimana pesan dari sumber realitas yang objektif kepada khalayak. Media tidak berperan dalam membentuk realitas, sebaliknya media hanya menampilkan atau menggambarkan suatu peristiwa secara netral dan apa adanya.

Konstruksi realitas media massa sendiri merupakan bagian dari agenda setting media. Maxwell McCombus dan Donald Shaw menjelaskan agenda seting sebagai upaya media memberitakan peristiwa kepada masyarakat “Kita menilai penting oleh apa saja yang dinilai penting oleh media sehingga diberitakan kepada publik”.

Walter Lippman menerangkan agenda seting ialah media massa yang menjadi perantara dunia luar dan gambaran di kepala seseorang. Maksudnya media alat perantara yang menghubungkan peristiwa kepada opini pengonsumsi media dalam hal ini pembaca, pendengar dan penonton.15

B. Framing Media

Kehadiran surat kabar merupakan pengembangan suatu kegiatan yang sudah lama berlangsung. Surat kabar pada masa awal ditandai oleh wujud yang tetap, bersifat komersial (dijual secara bebas), memiliki beragam tujuan (memberi informasi, mencatat, menyajikan hiburan, dan desas-desus), bersifat umum dan terbuka.

15

Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala Erdiyana, Komunikasi massa: Suatu Pengantar


(33)

Surat kabar lahir di abad tujuh belas di mana sudah terdapat pemisahan yang jelas antara surat kabar pemerintah dan surat kabar komersial. Namun, surat kabar pemerintah lebih sering dijadikan alat penguasa saat itu. Hal ini berbeda dengan surat kabar komersial.

Sejak awal perkembanganya surat kabar telah menjadi lawan yang nyata atau musuh penguasa. Citra pers yang dominan dalam sejarah selalu dikaitkan dengan pemberian hukum bagi para pengusaha percetakan, penyunting dan wartawan, perjuangan untuk memperoleh kebebasan pemberitaan, berbagai kegiatan surat kabar memperjuangkan kemerdekaan, demokrasi dan hak kelas pekerja, serta peran yang dimainkan pers bawah tanah di bawah penindasaan kekuasaan asing atau pemerintah diktator.

Dennis McQuail bahkan memandang media massa merupakan alat kekuasaan yang paling efektif digunakan dalam kerangka penyampaian pesan politik terhadap khalayak karena media massa. Media massa dianggap dapat menarik dan mengarahkan perhatian. Hal ini erat kaitannya dengan pengalihan isu yang sering kali dilakukan oleh media massa. Pengalihan isu dilakukan untuk membuat khalayak melupakan isu sebelumnya dan lebih fokus kepada isu yang disajikan oleh media. Contoh pengalihan isu yang pernah dilakukan oleh pemerintah dengan dimediasi oleh media massa adalah kasus Century. Ketika kasus ini sudah memuncak dan mulai mengganggu stabilitas pemerintahan, maka pemerintah mulai melakukan blow-up isu baru yaitu kasus terorisme di daerah-daerah atau menggunakan isu NII.

Kemudian yang kedua adalah membujuk pendapat dan anggapan. Media dipandang sebagai suatu alat super power yang dapat memengaruhi


(34)

dan menggiring opini publik. Selain itu, media juga tidak terlepas dari kapitalisme ekonomi dan politik. Contohnya MNC Group yang memiliki banyak saluran media massa dimanfaatkan oleh Harry Tanoe selaku pemilik modal gencar melakukan promosi baik melalui iklan atau liputan langsung kegiatan partainya. Pemberitaan tentang Hanura yang terus-menerus dalam menyampaikan pesan-pesan politiknya tentu akan membuat khalayak bersikap positif terhadap partai tersebut.

Peran media yang ketiga adalah memengaruhi sikap atau perilaku. Hal ini erat kaitannya dengan poin sebelumnya. Ketika media berhasil membujuk pendapat dan anggapan terhadap sesuatu, maka proses selanjutnya adalahh sikap yang diambil oleh khalayak. Contohnya ketika khalayak disuguhkan dengan iklan pasangan Wiranto dan Harry Tanoe setiap hari di layar kaca dalam menyampaikan pesan politiknya, masyarakat akan terpengaruh dan tahan selanjutnya adalah memilih mereka dalam Pemilu.

Selanjutnya adalah memberikan status serta legitimasi. Hal ini sering ditemukan di Indonesia terutama dalam ranah hukum dan politik. Misalnya saja banyak media massa yang memberikann status tersangka kepada beberapa orang yang diperiksa oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Padahal KPK secara resmi belum menetapkan status terhadap pihak yang diperiksa. Contoh lainnya adalah pemberian label pada pihak-pihak tertentu.

Selanjutnya adalah mendefinisikan dan membujuk persepsi realitas. Contohnya adalah media dalam mendefinisikan kecantikan. Cantik erat kaitannya dengan wanita kurus dengan kulit putih, rambut hitam, dan panjang. Padahal sebelumnya tidak ada definisi yang mutlak tentang


(35)

kecantikan. Namun, media massa membentuk realitas ini melalui berbagai iklan maupun konten acara yang disajikan. Hal ini berdampak pada keinginan wanita untuk berlomba-lomba menjadi putih dan langsing.16

Sejarah juga mencatat adanya kemajuan yang pesat dan menyeluruh dalam rangka mewujudkan kebebasan cara kerja pers. Kemajuan itu kadangkala menimbulkan sistem pengendalian yang lebih ketat terhadap pers. Pembatasan hukum menggantikan tindak kekerasan, termasuk penerapan beban fiskal. Dewasa ini, institusionalisasi pers dalam sistem pasar berfungsi sebagai alat pengendali sehingga surat kabar modern sebagai badan usaha besar justru menjadi lebih lemah dalam menghadapi semakin banyak tekanan dan campur tangan.

Lebih dari itu, penyampaian sebuah berita ternyata menyimpan subjektivitas wartawan.17 Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita akan dinilai apa adanya. Berita akan dipandang penuh dengan kebenaran, cermin dari realitas. Namun, berbeda dengan kalangan tertentu yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideologi atau latar belakang seorang penulis. Seorang penulis pasti akan memasukan ide-ide mereka dalam analisis terhadp data-data yang diperoleh di lapangan. Misalnya, analisis tentang isu kerusuhan di Kendal yang melibatkan FPI. Wartawan atau media massa yang memiliki ideologi agamis akan menulis deng analisis yang dibumbui ideologinya. Demikian pula dengan penulis atau

16

Denis Mc Quail, Teori Komunikasi Massa (Jakarta: Erlangga, 1987), h.81

17

Eriyanto, Analisis Framing: Kontruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta:Lkis, 2002), h.22.


(36)

wartawan yang memiliki latar belakang nasionalis. Meskipun keduanya memiliki data-data yang sama, tapi hasil analisis keduanya pasti akan memiliki cita rasa berita yang tentu berbeda.

Oleh karena itu, diperlukan sebuah analisis tersendiri terhadap isi berita sehingga akan diketahui latar belakang seorang penulis dalam menulis berita. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap pembaca itu sendiri. Dr. Willard G. Bleyer mendefinisikan berita sebagai segala sesuatu yang hangat dan menarik perhatian sejumlah pembaca dan berita yang terbaik adalah berita yang menarik perhatian bagi jumlah pembaca yang paling besar (Wonohito, 1960:2).18 Dengan mengetahui cara wartawan atau media massa mengemas berita diharapkan pembaca akan lebih memahami mengapa seorang penilis media massa menulis berita dengan gaya yang berbeda. Pembaca tidak akan fanatik terhadap salah satu institusi pers dengan alasan ideologi. Artinya masyarakat akan lebih dewasa terhadap pers. Kegiatan

media membingkai atau mengonstruksi realitas dikenal dengan “Framing

media”.19

Secara bahasa framing berasal dari bahasa Inggris yang berarti bingkai. Sedangkan jika digabung dengan “media” berarti bingkai media. Framing media menurut peneliti ialah bingkaian media terhadap suatu peristiwa yang terjadi. Melalui sebuah frame media dapat dengan bebas

18

Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik : Seputar Organisasi, Produk dan Kode Etik

(Bandung: Nuansa, 2004), h.103.

19

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta; Lkis, 2002) h.3.


(37)

menuangkan pandanganya melalui berita, baik berupa gambar maupun tulisan terhadap peristiwa yang diberitakan (mengonstruksi realitas).

Gagasan mengenai framing untuk melihat bagaimana media massa dan publik memandang realitas sosial pada dasarnya dipelopori oleh Batterson pada tahun 1995 yang memaknai framing sebagai struktur konseptual yang mengorgasisasi pandangan politik, kebijakan dan wacana serta menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas.20 Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Erving Goffman pada tahun 1974 yang mengartikan frame sebagai kepingan-kepingan prilaku yang membimbing individu dalam membaca realitas. Realitas dimaknai dan dikonstruksi sesuai sudut pandang wartawan yang meliput realitas itu. Hasilnya, pemberittan dengan realitas dengan mewawancarai orang, aktor, kelompok tertentu yang terkait dengan suatu realitas untuk kemudian ditulis oleh wartawan.

Untuk mengetahui bingkaian suatu media diperlukan metode analisis framing. Analisis framing dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana suatau realitas dibingkai oleh media.21 Realitas sosial dikonstruksi dengan makna tertentu. Hasilnya pemberitaan media hasil wawancara dengan aktor, kelompok tertentu. Analisi framing merupakan salah satu alternatif model analisis mengungkap rahasia dibalik sebuah perbedaan bahkan pertentangan media dalam mengungkapkan fakta. Analisis

20

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing ((Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.162.

21

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta; Lkis, 2002) h.3.


(38)

framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Analisis framing menanyakan mengapa peristiwa X diberitakan, mengapa peristiwa lain diberitakan, kenapa sisi atau angel tertentu ditonjolkan sedangkan sisi yang lain dalam realitas tidak ditonjolkan dan mengapa menampilkan sumber berita X dan bukan sumber berita yang lain untuk diwawancarai.22 Hal-hal tersebut mendasari bagaimana media membentuk dan mengonstruksi realitas. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dikonstruksi dengan bingkai dan makna tertentu. Ada dua esensi utama dari analisis framing yaitu pertama bagaimana peristiwa dimaknai. Hal ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan bagian mana yang tidak diliput. Kedua, bagaimana fakta ditulis. Aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, kalimat dan gambar untuk mendukung suatu gagasan.23

Melalui penggunaan bahasa, para wartawan mampu menciptakan, memelihara dan mengembangkan suatu realitas atau peristiwa. Ini menjadi hukum standar media massa untuk menarik minat pembaca (media cetak dan media online), penonton televisi dan pendengar radio terhadap suatu peristiwa. Media sendiri ialah perangkat alat penyebaran informasi. Proses pembentukan dan konstruksi atau realitas ialah adanya bagian tertentu dari realitas yang ditonjolkan agar mudah dipahami. Akibatnya khalayak lebih mengingat aspek-aspek tertentu yang ditonjolkan oleh media. Karena media massa secara tidak langsung mengubah definisi realitas yang menjadi definisi media kepada khalayak. Sebuah media massa bisa membuat khalayak

22

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2006), h.252.

23

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing ((Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.162.


(39)

mendukung gagasan beritanya dengan simpati terhadap suatu realitas atau justru sebaliknya. Media massa juga bisa mendukung gagasan beritanya dengan bersimpati atau juga membenci (menolak) terhadap suatu realitas yang diberitakan.

Berita yang muncul disebuah media sering kali dianggap sebagai suatu kebenaran yang berdasarkan fakta. Padahal setiap media mengemas atau membingkai realitas yang ada sesuai dengan kepentingan-kepentingan media tersebut. Kepentingan itu bisa berupa ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama. Tidak ada satupun media yang bersikap netral atau tidak berpihak terhadap suatu realitas.24

Eriyanto menyebutkan ada dua dimensi yang memengaruhi konsep framing, yaitu25:

a. Psikologis

Framing ialah upaya atau strategi wartawan untuk menekankan dan membuat pesan menjadi lebih bermakna agar menarik perhatian khalayk. Oleh sebab itu peristiwa yang sama bisa dimaknai dan dibingkai secara berbeda oleh orang yang berbeda sebab setiap individu memiliki pemahaman yang berbeda terhadap sesuatu.

b. Sosiologisi

Pada tahap ini frame digunakan untuk melihat media termasuk wartawan sebagai pihak yang membuat berita secara bersama-sama.

24

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.162.

25

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 82.


(40)

Artinya konstruksi realitas dari pemahaman wartawan diubah lagi sesuai dengan ideologi media massa tempat ia bekerja.

Framing dipakai oleh media untuk mengonstruksi realitas. Menyeleksi isu tertentu dan meniadakan isu lainya untuk diberitakan. Pembingakaian atau realitas dilakukan dengan wacana pengulangan, pemakaian gambar untuk mendukung dan mempertegas gagasan media tersebut dalam memandang realitas, pemakaian simbol tertentu utnuk menggambarkan realitas (orang atau kelompok). Semua itu dilakukan agar menarik pembaca atau khalayak untuk mengatahui pemberitaan yang dilakukan oleh media massa tersebut. Dengan memiliki jumlah pembaca yang banyak, akan ada banyak pihak yang tertarik untuk memasang iklan. Hal ini tentu saja akan banyak menguntungkan media massa yang bersangkutan.

Media melihat dua aspek penting dalam membingkai sebuah berita yang menjadi dasar bagaimana sebuah realitas dari peristiwa itu dikonstruksi dan akhirnya ditulis sesuai dengan kepentingan media tersebut. Dua hal tersebut adalah26:

a. Memilih fakta atau realitas

Fakta dipilih berdasarkan sudut pandang atau pemahaman wartawan. Dalam melihat fakta selalu terkandung dua kemungkinan, yakni apa yang dipilih dan apa yang dibuang. Penegasan gagasan dari realitas yang diberitakan dilakukan dengan memilih sudut pandang tertentu seperti opini aktor atau kelompok tertentu terhadap realitas, menuliskan fakta

26

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, danPolitik Media (Yogyakarta: LKiS, 2007), H.81.


(41)

tertentu dari realitas untuk diberitakan dan menghilangkan fakta tertentu karena bertentangan dengan ideologi media itu terhadap realitas peristiwa dan menyusun atau membingkai fakta atas realitas agar berbeda dari media lainya.

b. Menulis fakta

Hal ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan akan realitas dari peristiwa itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan foto untuk mempertegas, memperkuat pesan atau pandangan media massa tersebut terhadap realitas. Bagaimana fakta yang dipilih ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu seperti penempatan berita yang mencolok (headline: berita utama diletakan paling awal dengan porsi yang cukup banyak pada media cetak maupun online) dan pengulangan isu dari realitas yang diberitakan. Pada akhirnya setiap media memiliki bingkaian atau frame tersendiri mengenai peristiwa untuk diberitakan. Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Karena itu, framing menolong khalayak untuk memroses informasi ke dalam kategori yang dikenal, kata-kata kunci dan citra tertentu. Khalayak bukan disediakan informasi yang rumit, melainkan informasi yang mudah dipahami dari hasil konstruksi realitas media.

Bisa disimpulkan, framing menyediakan perangkat-perangkat untuk membantu wartawan menentukan berita atas peristiwa atau mengonstruksi peristiwa dan struktur tertentu dari sebuah realitas. Dalam rangka ini realitas yang didefinisikan menurut pandangan wartawan,


(42)

selanjutnya melalui proses manajemen redaksional (redaktur pelaksana dan rapat redaksi), sehingga ia menjadi realitas yang bermakna dan dekat dengan masyarakat atau khalayak yang menjadi penerima dari hasil konstruksi realitas tersebut.

1. Robert N. Entmant

Entmant memberikan definisi tersendiri terhadap framing sebagai “seleksi dari berbagai aspek realitas yang diterima dan membuat peristiwa

itu lebih menonjol dalam suatu teks komunikasi”. Dengan demikian,

framing lebih memberi penekanan pada definisi masalah, penafsiran tentang sebab akibat, penilaian moral dan tawaran penyelesaian terhadap masalah yang disajikan. Sejalan dengan definisi yang diberikan, Entmant memberikan dua hal penting yang bisa membedakan konsep framing dengan berbagai konsep lainya seperti agenda setting dalam penekanan kajian efek media, yaitu seleksi dan penonjolan.

Selanjutnya Entmant melihat framing dalam dua hal dimensi besar yakni seleksi isu dan penekanan isu atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik dan lebih diingat oleh khalayak.27

Tabel II.1

Dimensi Framing Robert N. Entmant

27

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, IdeologidanPolitik Media (Yogyakarta: LKiS, 2007), h.221.


(43)

Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta. Bagian mana dari fakta diberitakan dan bagian mana yang tidak perlu diberitakan. Tidak semua fakta dari peristiwa diberitakan, karena wartawan dan media memiliki pemahaman dan ideologi tersendiri.

Penonjolan Aspek Tertentu dari Isu

Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta. Bagaimana fakta itu ditulis dengan kata, kalimat dan gambar untuk memperkuat gagasan media terhadap realitas.

Kemudian Entmant menulis cara untuk mengidentifikasi realitas yang dikonstruksi oleh media atau mengelompokan analisis framing media ke dalam empat aspek, yaitu: pertama, Problem identification. Hal pertama yang dilakukan untuk mengetahui faming media terhadap realitas adalah mengetahui terlebih dahulu sumber masalah dari realitas yang diberitakan oleh media. Bagaimana suatu peristiwa dipahami oleh wartawan dan media. Kedua ialah Causal interpretation, yakni mengetahui penyebab masalah tersebut menurut perspektif bingkaian media. Apa, mengapa dan siapa yang menjadi penyebab atau sorotan masalah dari realitas pemberitaaan. Ketiga moral evaluation, pada bagian ini menurut Entmant, bagaimana media memberi atau menjelaskan pesan moral yang terkandung dalam perspektif pemberitaanya. Bagaimana media memandang citra dari aktor, kelompok dalam pemberitaanya.


(44)

Keempat, Treatment Recomendation. Bagian terakhir dari cara yang ditawarkan Entmant dalam mengetahui bingkaian media terhadap peristiwa adalah bagaimana suatu media memberitahukan gagasanya terhadap peristiwa yakni memberikan jalan penyelesaian masalah dari peristiwa yang diberitakan. Penyelesaian itu tergantung bagaimana peristiwa dilihat dan siapa yang dianggap sebagai penyebab masalah28. Berikut tabel model analisis framning oleh Robert N. Entmant.

Tabel II.2

Perangkat Framing Robert N. Entmant

Problem identification

(menentukan masalah penelitian)

Bagaimana suatu peritiwa/isu dilihat? Sebagai apa atau sebagai masalah apa?

Causal interpretation

(memperkirakan sumber masalah)

Peristiwa itu terjadi karena apa? Siapa yang dianggap menyebabkan masalah?

Moral Evaluation (membuat keputusan moral)

Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Treatment Recommendation

(Menekankan penyelesaian)

Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk menyelesaikan masalah?

Tabel Analisi Framing Robert N. Entmant

Sumber: Eriyanto “Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media”. Hal.223.

28

Alex Sobur, Analisis Tek s Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.186.


(45)

2. Murray Edelman

Menurut Edelman, apa yang kita ketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung pada bagaimana kita membingkai dan mengonstruksi/menafsirkan realitas. Realitas yang sama bisa jadi akan mengahasilkan realitas yang berbeda ketika realitas tersebut dibingkai atau dikonstruksi dengan cara yang berbeda. Misalnya, perang bisa disebut sebagai perjuangan suci dapat juga disebut sabagai agresi. Pilihan mana yang diambil tidak hanya berkaitan dengan pilihan kata semata, tetapi mengahadirkan realitas sendiri ketika hadir di tengah khalayak. Khalayak didikte untuk memahami realitas dengan cara tertentu atau dengan bingkai tertentu.29

3. William A. Gamson dan Andre Modigliani

Framing sebagai cara bercerita atau gususan ide yang tersusun dan berkaitan dengan konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana.30 Konsep framing mengacu pada perspektif dramaturgi yang dipelopori oleh Erving Goffman. Dramaturgi adalah sebuah kerangka analisis dari presentasi simbol yang memiliki efek persuasif.31 Bisa disimpulkan bahwa dramaturgi bertujuan untuk mengubah atau memengaruhi kepercayaan, sikap, dan perilaku seseorang sehingga bertindak seseuai dengan apa yang diharapkan oleh media massa kepada pembaca.

29

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: Lkis, 2002), h.155.

30

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), h.192

31

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: Lkis,2002), h.95.


(46)

Keberadaan di suatu package terlihat dari adanya gagasan sentral yang kemudian didukung oleh perangkat-perangkat wacana seperti kata, kalimat, pemakaian gambar atau grafik tertentu, proposisi dan sebagainya. Semua elemen dan struktur wacana tersebut mengarah pada ide tertentu yang mendukung ide sentral dari suatu berita.32

Dalam pandangan Gamson, framing dipahami sebagai seperangkat gagasan atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami dan memaknai suatu isu. Ide sentral ini, akan didukung oleh perangkat wacana lain sehingga antara satu bagian wacana dengan bagian lain saling mendukung. Ada dua perangkat bagaimana ide sentral ini diterjemahkan dalam teks berita. Pertama, framing device (perangkat framing). Perangkat framing ini ditandai dengan pemakaian kata, kalimat, grafik/gambar, dan metafora tertentu. Kedua, reasoning devices (perangkat penalaran). Perangkat ini berhubungan dengan kohesi dan koherensi dari teks tersebut yang merujuk pada gagasan tertentu. Sebuah gagasan tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagsan itu juga selalu ditandai oleh dasar pembenaran tertentu, alasan tertentu dan sebagainya.33

32

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media (Yogyakarta: Lkis,2002), h.224.

33Ibid


(47)

Tabel II.3

Perangkat Framing William A. Gamson dan Andre Modigliani Frame

Central organizing idea for making sense of relevant events, sugegesting what is at issues

Framing Devices (Perangkat framing)

Reasoning Devices (Perangkat penalaran) Methapors

Perumpamaan atau pengandaian

Roots

Analisis kausal atau sebab akibat

Catchprases

Frase yang menarik, kontras, menonjol dalam suatu wacana. Ini umumnya berupa jargon atau slogan

Appeals to principle

Premis dasar, kalim-klaim moral

Exemplar

mengaitkan bingkai dengan contoh, uraian (bisa teori, perbandingan) yang memperjelas bingkai.

Consequences

Efek atau konsekuensi yang didapat dari bingkai

Depiction

Penggambaran atau pelukisan suatu isu yang bersifat konotatif. Depiction ini umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu.

Visual Images

Gambar, grafik, citra yang

mendukung bingkai secara

keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik untuk menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan

4. Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki

Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsep dari framing yang saling berkaitan. Pertama dalam konsep psikologi. Framing dalam konsep ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukan dalam


(48)

skema tertentu. Kedua, konsep sosiologis. Konsep ini lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Bingkai dipahami sebagai proses bagaimana seseorang menglasifikasikan, mengorganisasikan, dan menfsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya.

Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagi ke dalam empat struktur besar. Pertama, stuktur sintaksis yang berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa ke dalam susunan umum berita. Struktur semantik ini dapat diamati dari berbagai bagan berita (lead yang dipakai, latar, headline, kutipan yang diambil, dan sebagainya). Kedua, struktur skrip yang berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik yang berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangan atas peristiwa ke dalam kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Keempat, struktur retoris yang berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita, bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik, dan gambar yang dipakai bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga menekankan arti tertentu kepada pembaca.

C. Media Massa

Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis. Dua fungsi media massa


(49)

adalah alat komunikasi dan sarana untuk menyebarkan suatu informasi kepada masyarakat luas. Media massa terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Media massa cetak: buku, majalah, surat kabar atau Koran, tabloid.

2. Media massa elektronik: Internet, Radio, Televisi.

Menurut para ahli sejarah, media massa telah ada sejak masa pra sejarah sebelum manusia mengenal tulisan dengan cara melukis di dinding batu yang terdapat di goa. Abad ke-2 mulai muncul kertas dan terus berkembang sampai menghasilkan buku, Koran, majalah dan tabloid. Media massa berperan penting dalam kehidupan manusia, karena dengan media massa setiap orang mendapatkan suatu informasi yang terus berkembang.

Memasuki era media massa baru yang dikenal dengan sebutan internet, para ahli media massa pun membedakan antara internet dengan media massa lainya. Keduanya dibedakan dengan sebutan media massa lama dan media massa baru.

1. Media Online

Online adalah terhubung, terkoneksi, aktif dan siap untuk beroperasi, dapat berkomunikasi dengan atau dikontrol oleh computer. Online juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana sebuah device (komputer) terhubung dengan device lainya melalui jaringan internet.

Online merupakan salah satu bentuk media massa sebagai alat komunikasi massa. Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasi


(50)

kan melalui media massa pada sejumlah orang. Media komunikasi yang termasuk media massa yaitu radio, koran ,televisi, serta surat kabar dan majalah.34

Sedangkan media Online sendiri adalah sebutan umum untuk bentuk media yang berbasis telekomunikasi dan multimedia (komputerdan internet). Di dalamnya terdapat portal, website (situs web), radio-online, TV-Online, dan lainya, dengan karakteristik masing-masing sesuai dengan fasilitas yang memungkinkan user untuk memanfaatkanya. Salah satu desain media online yang sangat sering diaplikasikan dalam praktik jurnalistik modern dewasa ini adalah berupa situs berita. Situs berita atau portal informasi sesuai dengan namanya merupakan pintu gerbang informasi yang memungkinkan seseorang bias mengakses informasi dimana pun dan kapan pun selama mereka terhubung dengan internet. Selain itu media online juga sangat memungkinkan penggunanya untuk melakukan komunikasi dua arah dengan memberikan tanggapan secara langsung melalui komentar pembaca atau kolom komentar yang telah disediakan oleh media tersebut.

Dalam sebuah blog dijelaskan bahwa karakteristik yang dimiliki media online adalah sebagai berikut:

1. Kecepatan (Aktualisasi) Informasi.

Kejadian atau peristiwa yang terjadi di lapangan dapat langsung diunggah kedalam situs media online secara cepat. Periode

34

Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar,


(51)

pemberitaanya berbeda dengan media cetak yang memiliki biasanya hadir harian, mingguan atau bahkan bulanan. Di media online berita ditampilkan dengan cepat .Bukan dengan hitungan hari atau minggu tapi dengan hitungan menit. Serta dengan jangkauan yang luas dan dalam waktu yang bersamaan.

2. Adanya pembaharuan Informasi (updating).

Pada media online informasi disampaikan secara terus-menerus karena adanya pembaharuan (updating). Hal ini membuat media online tidak memiliki waktu khusus dalam menyajikan berita (prime time). Penyajian informasi pada media online dilakukan secara terus-menerus sehingga berita dapat dilihat kapan saja dan dimana saja tergantung kebutuhan pengguna.

3. Interaktifitas.

Salah satu keunggulan yang dimiliki oleh media online yang paling membedakanya dengan media lainya adalah adanya fungsi interaktif. Model komunikasi yang digunakan media konvensional biasanya bersifat searah. Berbeda dengan media online yang bersifat dua arah. Dalam hal ini pengguna bias memberikan feedback melalui kolom komentar atau di wadah yang telah disediakan oleh media tersebut.

4. Personalisasi

Pembaca atau pengguna semakin otonom dalam menentukan informasi mana yang mereka butuhkan. Media online memberikan peluang kepada setiap pembaca untuk menikmati informasi apa yang mereka butuhkan atau apa yang relevan bagi mereka. Disini terjadi


(52)

selektivitas informasi dan sensor berada di tangan pengguna (self control).

5. Kapasitas Muatan Dapat Diperbesar

Informasi yang termuat bias dikatakan tanpa batas karena didukung oleh media penyimpanan data yang ada di sever computer dan system global. Informasi yang pernah muncul akan tetap tersimpan dan dapat ditambah kapan saja. Dan pengguna pun dapat mencari dan membukanya kapan saja melalui mesin pencari (search engine).

6. Terhubung dengan Sumber Lain (Hyperlink)

Setiap data dan informasi yang disajikan dapat dihubungkan dengan sumber lain yang juga berkaitan dengan informasi tersebut atau dari sumber-sumber luar. Karakter hyperlink ini juga membuat para pengakses bias berhubungan dengan pengakses lainya ketika masuk kesebuah situs media online dan menggunakan fasilitas yang sama dalam media tersebut. Misalnya dengan chatroom, e-mail atau games.

7. Kepraktisan dan Kenyamanan Bagi Pengguna

Pengguna media online terkadang merasa kurang nyaman dan praktis dalam menggunakan media yang satu ini. Ketika hendak mengakses produk jurnalistik secara online, seseorang harus duduk di depan komputer atau membaca teks di layar sempit pesawat seluler atau PDA (Personal Data Assistant). Meski bukan suatu yang mustahil di masa


(53)

yang akan datang ditemukan device baru yang akan memberikan kenyamanan yang lebih baik untuk mengakse sinformasi secara online.35

D. Terorisme

Terorisme lahir sejak ribuan tahun silam dan telah menjadi legenda dunia. Dalam sejarah Yunani kuno, Xenophon (430-349 BC) menggunakan pcychological warfare, sebagai usaha untuk memperlemah lawan. Teror digunakann oleh suatu kelompok untuk melawan rezim, yang lahir sejak adanya kekuasaan atau wewenang dalam peradaban manusia.36

Terorisme dipahami sebagai suatu mahzab/aliran kepercayaan melalui pemaksaan kehendak guna menyuarakan pesan, asas dengan cara melakukan tindakan illegal yang menjurus kea rah kekerasan, kebrutalan bahkan pembunuhan. Sedangkan teroris adalah pelaku atau pelaksana bentuk-bentuk terorisme, baik oleh individu, golongan ataupun kelompok dengan cara tindak kekerasan sampai pembunuhan, disertai penggunaan senjata, mulai dari sistem konvensional hingga modern.37

Secara umum terdapat tiga kategori dalam kelompok teroris yang beroperasi di seluruh dunia hingga saat ini.

1. Nonstate-supported group

Merupakan kelompok kecil yang memiliki kepentingan khusu seperti kelompok antiaborsi, antikorupsi danlain sebagainya. Dalam aksinya mereka mem blow-up permasalahan tersebut dengan melakukan pembakaran, penyanderaan, atau pun aksi lain yang membahayakan

35

Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 122.

36

Adjie S, Terorisme (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), h. 1

37Ibid,


(54)

individu atau kepentingan umum. Kelompok ini memiliki kemampuan terbatas dan tidak dilengkapi dengan infrastruktur yang yang memadai. Mereka juga tidak memiliki kontak atau dukungan dengan pihak luar, dan anggota mereka serinkali tertangkap akibat pelatihan dan ketrampilan yang kurang. Namun, kelompok ini sangat mungkin untuk bergabung atau paling tidak sudah memiliki kesemoatan untuk menjalin hubungan dengan kelompok lain untuk menaikkan peringkat atau statusnya.

2. State-sponsored groups

Kelompok ini memperoleh pelatihan, senjata dan keperluan logistik serta dukungan administrasi dari negara asing, seperti Cuba, Syiria, Iran, Libya, atau negara-negara di Blok Barat (pada masa perang dingin). Menurut pengamat Amerika Serikat, kelompok teroris dengan kategori ini, dinyatakan bertanggung jawab terhadap 70% insiden internasional teroris., yang ditargetkan kepada warga negara atau kepentingan Amerika Serikat di seluruh dunia saat ini. Negara sponsor akan selalu menganjurkan kelompok tersebut untuk melakukan pemerasan, perdagangan barang atau obat terlarang, perampokan bank, dan apapun aksi lain yang memungkinkan perolehan dana yang diperlukan.

3. State-directed group

Merupakan suatu negara yang memendukung kelompok teroris secara langsung. Kelompok ini beroperasi di negara-negara Blok Timur dan negara lainnya, seperti Libya yang telah melakukan pembunuhan akibat ketidaksesuaian dengan orang yang meninggalkan kewarganegaraanya, di seluruh dunia. Korea Utara bahkan menggunakan


(55)

sebuah tim state directed, dalam pembunuhan tahun 1983 terhadapp beberapa pejabat Korea Selatan yang berkunjung ke Rangoon. 38

38


(56)

45

BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Profil Kompas.com 1. Sejarah Kompas.com

Kompas.com dibentuk pada tahun 1995 dengan nama Kompas Online. Kompas Online pada awalnya hanya berperan sebagai edisi internet dari Harian Kompas. Kemudian tahun 1998 Kompas Online bertransformasi menjadi Kompas.com dengan berfokus pada pengembangan isi, desain, dan strategi pemasaran yang baru. Kompas.com pun memulai langkahnya sebagai portal berita terpercaya di Indonesia.

Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 2008 Kompas.com tampil dengan perubahan penampilan yang yang signifikan. Mengusung ide “Reborn”, Kompas.com membawa logo, tata letak, hingga konsep baru di dalamnya. Menjadi lebih kaya, lebih segar, lebih elegan dan tentunya tetap mengedepankan unsur user-friendly dan advertiser-friendly. Sinergi ini menjadikan Kompas.com sebagai sumber informasi lengkap yang tidak hanya menghadirkan berita dalam bentuk teks, namun juga gambar, video, hingga live streaming. Perubahan ini pun mendorong bertambahnya pengunjung aktif Kompas.com di awal tahun 2008 yang mencapai 20 juta pembaca aktif per bulan dengan total 40 juta page views/impression per bulan. Saat ini, Kompas.com telah mencapai 120 juta page view per bulan.


(57)

Pada tahun tersebut juga mulai ditampilkan channel-channel atau kanal-kanal di halaman depan Kompas.com. Kanal-kanal ini didesain sesuai dengan tema berita dan membuat setiap pengelompokan berita memiliki karakter. Kanal-kanal tersebut antara lain adalah:

Kompas Female : Memuat informasi seputar dunia wanita: tips-tips seputar karier, kehamilan, trik keuangan serta informasi belanja.  Kompas Bola : Tempat akurat untuk mengetahui update skor,

berita seputar tim dan pertandingan sepak bola.

Kompas Health : Berisi tips-tips dan artikel tentang kesehatan, informasi medis terbaru, beserta fitur informasi kesehatan interaktif.  Kompas Tekno : Mengulas gadget-gadget terbaru di pasaran,

menampilkan review produk dan beragam berita teknologi.

Entertainment : Menyajikan berita-berita selebriti, ulasan film, musik dan hiburan dalam dan luar negeri.

Otomotif : Menampilkan berita-berita seputar kendaraan, trend mobil dan motor terbaru serta tips-tips merawat kendaraan.  Kompas Propert : Memuat direktori lengkap properti dan artikel

tentang rumah, apartemen serta tempat tinggal.

Kompas Image : Menyajikan foto-foto berita berkualitas dalam resolusi tinggi hasil pilihan editor foto Kompas.com.

Kompas Karier : Kanal yang tak hanya berfungsi sebagai direktori lowongan kerja, namun juga sebagai one-stop career solution bagi para pencari kerja maupun karyawan.


(58)

Kompas.com juga telah menciptakan komunitas menulis dengan konsep citizen journalism dalam Kompasiana. Setiap anggota Kompasiana dapat mewartakan peristiwa, menyampaikan pendapat dan gagasan serta menyalurkan aspirasi dalam bentuk tulisan, gambar ataupun rekaman audio dan video. Kompasiana juga melibatkan kalangan jurnalis Kompas Gramedia dan para tokoh masyarakat, pengamat serta pakar dari berbagai bidang, keahlian dan disiplin ilmu untuk ikut berbagi informasi, pendapat dan gagasan. Kompasiana, yang setiap hari melahirkan 300 hingga 400 tulisan telah berhasil membangun komunitas jurnalisme warga yang mencapai 50.000 anggota.

Sebagai portal berita yang mengikuti perkembangan teknologi terkini, kini selain bisa diakses melalui handphone atau dapat diunduh sebagai aplikasi gratis di smartphone BlackBerry, Kompas.com juga tampil dalam format iPad dan akan terus tumbuh mengikuti teknologi yang ada.

Pada tahun 2013, Kompas.com kembali melakukan perubahan yaitu, tampilan halaman yang lebih rapi dan bersih, fitur baru yang lebih personal dan sekaligus menambahkan teknologi baru yaitu Responsive Web Design. Responsive Web Design di halaman baru Kompas.com memungkinkan pembaca dapat menikmati Kompas.com di berbagai format seperti desktop PC, tablet hingga smartphone dalam satu desain halaman. Setiap orang memiliki preferensi dan kebutuhan berita yang berbeda. Kompas.com mencoba memahami kebutuhan pembaca yang beragam dengan menghadirkan fitur personalisasi. Jadi, pembaca dapat dengan mudah memilih sendiri berita apa yang ingin mereka baca.


(59)

Tahun 2013 merupakan tahun perubahan identitas bagi Kompas.com. Perubahan tidak hanya bisa dinikmati pada halaman muka Kompas.com, tetapi juga logo.

Logo Kompas.com

Perbedaan sudut rotasi di antara kedua segitiga diartikan sebagai kebebasan dalam memilih pandangan & pendapat bagi pembacanya. Sementara, 3 (tiga) warna dasar & masing-masing turunannya dimaksudkan untuk menggambarkan beragamnya individu pembaca Kompas.com. Logo Type pada Kompas.com merupakan perpaduan dari dua unsur, yaitu tulisan Kompas yang menjadi simbol historis serta merupakan bagian dari grup

Kompas Gramedia dan “.com” yang merupakan identitas bisnis perusahaan

sekaligus alamat URL dari portal berita digital ini. Sedangkan untuk tagline, Kompas.com mengusung tagline “Rayakan Perbedaan” sebagai wujud semangat menghargai perbedaan dan keberagaman dalam memenuhi kebutuhan berita berbagai pembacanya.


(60)

2. Manajemen dan Redaksi Kompas.com

Management

Taufik Hidayat Mihardja (Director / Content General Manager)

Edi Taslim (Director)

Dhanang Radityo (GM Digital Advertising)

Pepih Nugraha (Kompasiana Manager)

Tri Wahono (News Managing Director)

Agustinus Wisnubrata (NewsAssistant Managing Editor)

J. Heru Margianto (News Assistant Managing Editor)

Eberhard Nove Ojong (Digital Media Business Advisor)

M. Trinovita (GM HR & GA)

Murfi Abbas Hatumena (IT Assistant Manager)

Ihwan Santoso (IT Assistant Manager)

Riki Kurniadi (Creative Manager)

Romi Dandiawan (Creative Assistant Manager)

Marine Novita (Kompas Karier Manager)

Lim Nelly (Grazera Manager)

Santi Rahayu (Digital Advertising Assitant Manager)

V. Roro Sekar Wening (Digital Advertising Assitant Manager)

Tommy Anugroho (Business Development Manager & Marketing Communication Manager)

Holly Emaria (Finance Assitant Manager)


(1)

(2)

(3)

Berita terkait ledakan bom di Vihara Ekayana pada Republika Online


(4)

(5)

(6)