Sikap Bahasa Indonesia Siswa Kelas XI IPA SMA An-Najah Sukamulya Rumpin Bogor
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
NURUL RAHMADINI NIM 1111013000004
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
i
terhadap Bahasa Indonesia Studi kasus Pada Siswa kelas XI IPA SMA An-Najah Sukamulya Rumpin Bogor”. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016. Pembimbing: Dr. Nuryani, M.A
Sikap bahasa dikaitkan dengan motivasi belajar suatu bahasa. Pada hakikatnya, sikap bahasa adalah kesopanan bereaksi terhadap suatu keadaan. Dengan demikian, sikap bahasa menunjuk pada sikap mental dan sikap perilaku dalam berbahasa. Sikap bahasa dapat diamati antara lain melalui perilaku berbahasa atau perilaku bertutur. Oleh karena itu, siswa harus memiliki sikap dalam berbahasa sebagai wujud rasa bangga dan cintanya terhadap bahasa Indonesia.
Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana sikap bahasa siswa terhadap bahasa Indonesia pada siswa kelas XI IPA SMA An-Najah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sikap bahasa siswa kelas XI IPA SMA An-Najah terhadap bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap bahasa siswa kelas XI IPA SMA An-Najah Sukamulya Rumpin Bogor terhadap bahasa Indonesia. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA An-Najah. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yakni penyelesaian masalah dengan memaparkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampil sebagaimana adanya. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA An-Najah yang berjumlah 40 orang. Metode pengumpulan data adalah angket dan wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukan sikap bahasa siswa kelas XI IPA SMA An-Najah masuk ke dalam kategori positif. Kategori positif dipengaruhi oleh faktor kekuatan dan kebanggaan bahasa yang berupa sikap selalu menggunakan bahasa Indonesia ketika berdiskusi di dalam kelas.
(7)
ii
towards Indonesian Student Case Study On High School Students in grade XI IPA An-Najah Sukamulya Rumpin Bogor". Education Indonesian Language and Literature, Faculty of Science and Teaching of MT, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, in 2016. Supervisor: Dr. Nuryani, M.A
The attitude of the language associated with the motivation to learn a language. In essence, the attitude of the language is a courtesy to react to a situation. Thus, the attitude of the language refers to the mental attitude and behavioral attitudes in the language. Language attitudes can be observed among others through spoken language behavior or behavior. Therefore, students must have an attitude in the language as a form of pride and love for Indonesian.
The problems studied are how the attitude of students towards Indonesian language in class XI SMA An-Najah. The purpose of this study was to describe the attitude of the language class XI IPA SMA An-Najah against Indonesian. This study aimed to describe the attitude of the language class XI IPA SMA An-Najah Sukamulya Rumpin against Indonesian Bogor. The subjects of this study were students of class XI IPA SMA An-Najah. The method used is descriptive qualitative, ie, solving problems by describing the state of the object of study is based on the facts as they appear. Subjects in this study were students of class XI SMA An-Najah totaling 40 people. Methods of data collection are questionnaires and interviews.
These results indicate the attitude of the language class XI IPA SMA An-Najah into the positive category. Category positively influenced by the strength and pride that the form of language always use Indonesian attitude when discussing in the classroom.
(8)
iii
Alhamdulillah segala puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan taufik, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa Allah berikan kepada nabi Muhammad Saw, keluarga, para sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Adapun penulisan skripsi ini diajukan untuk mendapatkan gelar sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima saran, petunjuk, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Makyun Subuki, M.Hum. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu mengarahkan dan memberikan semangat.
3. Dr. Nuryani sebagai Dosen Pembimbing yang dengan sabar telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan ilmunya kepada penulis.
4. Dr. Hindun, M.Pd dan DRA Mahmudah Fitriyah Z.A, M.Pd selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk skripsi penulis, yang sudah banyak meluangkan waktu untuk proses menjadi lebih baik skripsi penulis.
5. Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
6. Pimpinan dan staf perpustakaan fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan dan perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Kepala sekolah SMA An-Najah Ibu Nok Siti Maesaroh yang telah memberikan izin dan kesempatan penulis untuk melaksanakan penelitian.
8. Guru Bahasa Indonesia ibu Ida Farida dan ibu Dian Novitasari, S.Pd yang telah memberikan banyak cerita tentang pelajaran dan cara pembelajaran Bahasa Indonesia, sehingga dengan mudah penulis mengumpulkan data.
(9)
iv Terimakasih mamah dan bapak.
10.Untuk ibu mertua saya ibu Husnah yang sudah sangat sabar mengurus anak saya ketika saya berangkat ke kampus, dan sudah menganggap saya seperti anak sendiri. Terimakasih Umi.
11.Untuk Suami tersayang Nasrudin, S.E yang sudah mensuport dan membantu saya dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih ayah, akhirnya aku lulus, dan bisa menjaga anak kita dengan baik.
12.Untuk semua keluarga yang telah mensuport saya, adik-adik saya semua yang telah membantu pembuatan skripsi ini.
13.Teman-teman mahasiswa FITK angkatan 2011 khususnya mahasiswa PBSI kelas A (Indah Margarina, S.Pd, Fikri Ayu Putri, S.Pd, dan Anisah, S.Pd akhirnya saya menyusul kalian teman-teman) yang telah membantu penulis dengan berbagai pendapat dan tenaganya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang tak bisa disebutkan satu per satu, karena telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Ungkapan kata memang takkan cukup untuk kebaikan kalian semua. Semoga Allah SWT memberikan balasan dengan segala kebaikan dan pahala yang berlipat.
Penulis mengakui dan menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi isi, susunan kalimat dan sistematika penulisannya. Maka dari itu, penulis berharap ada kritik dan saran yang membangun demi perbaikan selanjutnya agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan sebelumnya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat menjadi masukan yang positif dalam rangka meningkatkan mutu pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di negeri ini.
Bogor, 04 Maret 2016 Penulis,
(10)
v
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 3
C. Rumusan Masalah ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II KAJIAN TEORI A. Sikap ... 5
B. Bahasa ... 7
C. Sikap Bahasa ... 9
1. Kebanggan dan Kekuatan Bahasa ... 12
2. Latar Belakang Sejarah Bangsa ... 13
3. Faktor-faktor Sosial Tradisional ... 13
4. Sistem Internal Bahasa ……… 14
D. Pembelajaran Bahasa ... 15
E. Penelitian Yang Relevan ... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 21
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21
C. Subjek Penelitian ... 22
(11)
vi
G. Teknik Analisis Data ... 25
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sejarah SMA An-Najah ... 26
1. Profil Sekolah ... 26
2. Tujuan Sekolah ... 26
3. Visi ... 27
4. Misi ... 27
5. Program Pembiasan ... 27
6. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 27
7. Fasilitas ... 27
8. Struktur Organisasi SMA An-Najah ... 28
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 28
1. Angket ... 29
2. Data Persentase Item Tentang Sikap Bahasa ... 30
C. Analisis Hasil Penelitian ... 44
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Bahasa Siswa Kelas XI IPA SMA An-Najah ... 44
a. Kebanggan dan Kekuatan Bahasa ... 44
b. Latar Belakang Sejarah Bangsa ... 46
c. Faktor-faktor Sosial dan Tradisional ... 47
d. Sistem Internal Bahasa ... 48
2. Wawancara ... 48
BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 50
B. Implikasi ... 51
C. Saran ... 51
(12)
1 A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang dalam kehidupan mereka setiap harinya. Baik untuk komunikasi antar teman, murid dengan guru, maupun sebaliknya. Komunikasi yang berupa pembicaraan itu dapat dilakukan secara langsung, melalui telepon, sms, atau melalui surat. Pembicaraan secara langsung juga dapat terjadi dalam pembelajaran, salah satunya pembelajaran bahasa Indonesia.
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan, dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk, dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan dengan baik, penutur dan petutur harus menguasai bahasanya. Ragam berbahasa terbagi menjadi dua, yaitu bahasa tulisan dan bahasa lisan.bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Contoh bahasa tulis seperti bahasa undang-undang, catatan, surat, majalah dan lain sebagainya. Ciri dari bahasa tulisan adalah dengan menggunakan ejaan yang disempurnakan.
Bahasa lisan merupakan bahasa primer. Contoh bahasa lisan seperti bahasa dalam percakapan, berpidato, berdiskusi, dan lain sebagainya. Bahasa lisan lebih ekspresif karena mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. bahasa lisan terbagi menjadi dua, yaitu bahasa lisan formal dan bahasa lisan nonformal. Komunikasi dalam bahasa lisan terjadi secara langsung atau bertatap muka sehingga terikat oleh kondisi, waktu, dan situasi.
Belajar bahasa Indonesia sama dengan belajar sejarah budaya Indonesia. Selain belajar menggunaka bahasa Indonesia siswa juga belajar berkomunikasi dengan santun sesuai dengan budaya Indonesia. Melalui pembelajaran bahasa, secara tidak langsung ditumbuhkan rasa bangga
(13)
menggunakan bahasa Indonesia sehingga tumbuh penghargaan akan pentingnya nilai-nilai yang terkandung dalam bahasa Indonesia.
Pada arus globalisasi seperti sekarang ini tentu saja akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Pengaruh itu akan terlihat pada bidang pendidikan dan kebudayaan, salah satu yang akan dihadapi dunia pendidikan adalah masalah identitas bangsa. Ketika membicarakan identitas bangsa tentunya berbicara kebudayaan, dan ketika berbicara kebudayaan, jelas berbicara persoalan bahasa. Pengaruh arus globalisasi dapat terlihat dari sikap yang lebih mengutamakan bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia.
Seseorang yang menguasai dua bahasa biasa disebut bilingual (dalam bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan) sedangkan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut kedwibahasawan). Sebagai seorang yang terlibat dengan penggunaan dua bahasa dan juga dengan dua budaya, seorang dwibahasawan tentu tidak terlepas dari akibat penggunaan dua bahasa. Salah satu akibatnya adalah tumpang tindih antara dua sistem bahasa yag dipakai atau digunakannya dari unsur bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Ini dapat terjadi karena kurang penguasaan bahasa kedua oleh penutur atau bahkan karena kebiasaan.
Dalam masyarakat dwibahasa seperti masyarakat kita, pemilihan ragam bahasa itu berjalin pula dengan pemilihan bahasa yang akan kita pakai. Dalam suatu peristiwa kita memilih apakah menggunakan Bahasa Indonesia atau bahasa daerah.
Pada kenyataan yang kita lihat sering masyarakat menganggap bahwa bahasa Indonesia adalah salah satu bahasa yang harus digunakan di lingkungan formal atau hanya dalam kalangan-kalangan tertentu yang kedengarannya akan janggal jika digunakan dalam kehidupan sehari-hari khususnya siswa SMA An-Najah mereka menganggap bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa formal yang hanya dipakai oleh kalangan tertentu saja. Padahal bahasa Indonesia lazim digunakan oleh siapa saja (masyarakat Indonesia). Namun, kenyataan yang terjadi di SMA An-Najah
(14)
bahwa siswa lebih suka menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa pengantar sehari-hari.
SMA An-Najah adalah salah satu contoh masyarakat yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang menggunakan dua bahasa sekaligus sebagai alat untuk berkomunikasi atau sering disebut sebagai dwibahasawan yang biasanya menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Meskipun ada kecenderungan siswa menggunakan dua bahasa dalam kehidupan sehari-hari, namun bahasa Indonesia juga dipakai dalam lingkungan formal. Mengingat siswa SMA An-Najah terdiri dari beragam suku (Jawa dan Betawi) ternyata mereka masih menghargai bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi.
Dalam berinteraksi di lingkungan sekolah, hampir sebagian besar siswa tidak memperhatikan kaidah bahasa Indonesia. Hal ini terjadi kemungkinan karena mereka merasa sebagai masyarakat yang masih tinggal di daerah yang masih kental dengan adat dan norma yang terdapat di daerah tersebut yaitu bahasa Sunda dan norma-norma adat yang masih melekat di kehidupan masyarakat desa tersebut mereka tidak perlu memperhatikan penggunaan bahasa Indonesia mereka sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia karena mereka berprinsip, yang penting dapat dimengerti.
Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin meneliti sikap bahasa pada siswa An-Najah khususnya kelas XI IPA SMA An-Najah.
B. Identifikasi Masalah
1. Kecendrungan memakai bahasa Sunda, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
2. Di lingkungan seluruh siswa tidak memperhatikan kaidah bahasa Indonesia.
3. Kurangnya penguasaan bahasa kedua oleh penutur atau bahkan karena kebiasaan.
(15)
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sikap bahasa siswa terhadap bahasa Indonesia pada siswa kelas XI IPA SMA An-Najah?
D. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Sikap bahasa siswa terhadap bahasa Indonesia pada siswa kelas XI IPA SMA An-Najah di dalam kelas.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sikap bahasa siswakelas XI IPA SMA An-Najah terhadap bahasa Indonesia.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak di bawah ini:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini bermanfaat untuk:
a. Penulis, sebagaimana penulis memperoleh ilmu baru.
b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ragam bahasa yang digunakan. Sejalan dengan perkembangan zaman, bahasa selalu berubah dan berkembanng karena adanya pengaruh dari bahasa lain yang akan memunculkan sikap bahasa. Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk guru dan siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai hal-hal yag berkaitan dengan sikap bahasa.
b. Bagi sekolah, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan refleksi dan memperkaya informasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia dalam berbicara.
c. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan sikap bahasa.
(16)
d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah untuk mengurangi negatifnya masalahnya sikap bahasa.
(17)
BAB II KAJIAN TEORI
Pada bab kajian teori akan dijelaskan landasan teori yang mendukung penelitian sikap bahasa siswa. Teori yang akan dijelaskan antara lain mengenai sikap, bahasa, sikap bahasa, serta pembelajaran bahasa. Pada bab ini juga disajikan hasil penelitian dari laporan penelitian yang relevan.
A. Sikap
Secara historis, istilah sikap (attitude) digunakan pertama kali oleh Herbert Spencer di tahun 1862 yang pada saat itu diartikan olehnya sebagai status mental seseorang.1 Maka dari itu, bagaimana mental seseorang ditentukan oleh bagaimana mereka bersikap. Ketika sikap itu positif maka mental pun akan menjadi positif dan terlihat menjadi lebih tenang. Namun sebaliknya, jika sikap menunjukkan sikap negatif maka dampak dari sikap tersebut adalah mental yang menjadi tidak tenang dan terlihat emosi.
Menurut pandangan ini, sikap mempersiapkan seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus dengan suatu cara tertentu. Kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan untuk potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang mengehendaki adanya respons.2 Terlepas dengan teori di atas menunjukkan bahwa sikap adalah apa yang keluar dari jiwa seseorang ketika mendapatkan respon. Contohnya adalah, ketika seseorang senang melihat seekor hewan seperti kucing, maka sikap yang keluar adalah menjadi baik terhadap hewan tersebut, ingin memeliharanya, memberi makan, dan sebagainya. Beda dengan seseorang yang membenci atau tidak suka terhadap kucing itu, bisa saja mereka akan acuh dan tidak peduli terhadap kucing tersebut, bahkan bisa saja ada yang mengusirnya agar tidak dekat-dekat dengannya.
1
Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2011, hlm. 3
2
Ibid, hlm. 5
(18)
Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah berupa perasaan mendukung atau tidak mendukung.3 Ketika melihat acara pertunjukkan pemilihan bintang misalnya, akan ada saja orang yang suka atau tidak suka. Kedua sikap orang tersebut akan berbeda, orang yang suka dengan salah satu bintang akan memberikan support dengan cara mengirim sms, selalu memujinya misalnya, lalu bagaimana dengan yang tidak suka? Dia akan mengejek, atau bahkan tidak akan melihatnya sama sekali ketika si bintang tersebut tampil.
Pengertian attitude itu dapat kita terjemahkan dengan sikap terhadap objek tertentu,yang dapat merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai oleh kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan sikap yang objek tadi itu. Jadi attitude itu tepat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan beraksi terhadap suatu hal. Attitude itu senantiasa terarahkan terhadap suatu hal, suatu objek. Tidak ada attitude tanpa objeknya.4 Ketika ada sikap maka disitulah terdapat objek yang bisa dinilai atau diamati. Ketika objek berbuat aneh maka sikap seseorang pun akan menjadi aneh. Begitupun sebaliknya, ketika objek menjadi lebih baik atau lebih ramah, maka seseorang itu pula akan menajadi baik atau ramah pula.
Setidak-tidaknya terdapat dua pandangan yang saling berkompetisi dalam kaitannya dengan sikap. Pandangan pertama diikuti oleh kaum mentalis yang memandang sikap sebagai suatu keadaan kesiapan mental, suatu variabel antara yang menjembatani suatu stimulus tertentu dikenakan pada seseorang dengan respon terhadap stimulus itu.5
Sikap dapat dikatakan suatu reaksi emosional terhadap suatu objek psikologis. Reaksi yang timbul bisa bersifat positif atau negatif. Sikap juga dapat berupasuasana batin seseorang. Seseorang yang menyetujui terhadap suatu objek akan menunjukkan sikap mendukung atau sebaliknya. Sikap bersifat kompleks, karena pembentukannya melibatkan semua aspek kepribadian, yaitu kognisi, afeksi, dan konasi secara utuh. Pada komponen
3
Ibid, hlm. 4 4
Gerungan, Psikologi Sosiologi. (Bandung: Eresco. 1988), hlm. 149
5
(19)
kognisi tercakup keyakinan akan suatu objek, komponen afeksi tercakup perasaan-perasaan emosional yang berkaitan dengan keyakinan kognisi, sedangkan komponen konasi merupakan kecenderungan bertindak yang meliputikesiapan merespon suatu objek sikap. Dengan demikian sikap terhadap sesuatumenunjukkan besarnya nilai keyakinan dan hasil evaluasi tentang objek sikap, yang akhirnya melahirkan suatu keputusan senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, menerima atau menolak terhadap keberadaan objek sikap.
Dalam bahasa Indonesia kata sikap dapat mengacu pada bentuk tubuh, posisi berdiri yang tegak, perilaku atau gerak-gerik, dan perbuatan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan pandangan (pendirian, keyakinan, atau pendapat) sebagai reaksi atas adanya suatu hal atau kejadian. Sesungguhnya, sikap itu adalah fenomena kejiwaan, yang biasanya termanisfestasi dalam bentuk tindakan atau perilaku.6
Sikap itu diwarnai pula oleh sikap menghormati, bertanggung jawab, dan ikut memiliki bahasa itu. Sikap bertanggung jawab akan melahirkan kemauan baik secara pribadi maupun kelompok untuk membina dan mengembangkan bahasanya.7 Orang yang mempunyai sikap yang baik (positif) terhadap apa yang dilihatnya atau disukainya, dia akan merasa bertanggung jawab. Seperti kelompok diskusi, seseorang yang ditunjuk sebagai ketua, dia akan melakukan sikap yang baik karena merasa ada tanggung jawab dalam dirinya.
B. Bahasa
Penguasaan terhadap bahasa, melebihi atribut apa pun, serta membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Untuk memahami kemanusiaan kita, orang harus memahami atau mengetahui bahasa yang menjadikan kita sebagai manusia. Hanya dengan mempelajari bahasa anak dapat menjadi manusia. Oleh karena itu, menurut kepercayaan ini kita semua
menjadi “manusia” karena kita setidak-tidaknya menguasai (mengetahui) sebuah bahasa.8
6
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 149-150
7
Mansoer Pateda, Sosiolinguistik, (Bandung: Angkasa, 1994), hlm. 25
8
(20)
Sebagai alat untuk berkomunikasi, bahasa harus mampu menampung perasaan dan pikiran pemakainya, serta mampu menimbulkan adanya saling mengerti antara penutur dengan pendengar atau antara penulis dengan pembacanya.9 Bahasa sebagai alat komunikasi harus mudah dipahami oleh pembaca maupun penulis, oleh penutur maupun pendengar. Jika bahasa tidak dapat dipahami oleh satu sama lain, maka komunikasi akan menjadi salah, hingga akhirnya ada kesalah pahaman antara pendengar dan penutur, pembaca dan penulis.
Merupakan serangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar, berarti hanya manusia yang dalam keadaan sadarlah yang dapat menghasilkan bunyi yang disebut bahasa. Semua bunyi yang tidak dihasilkan oleh alat ucap manusia, tidak dapat disebut bahasa, walaupun bunyi tersebut dapat dipakai untuk berkomunikasi. Bunyi peluit, tambur, kentongan, dan sebagainya, tidak dapat disebut bahasa. Isyarat komunikasi yang berwujud bahasa itu telah dimiliki oleh masyarakat pemakainya sejak ia dijumpai. Asal mula bahasa tersebut tidak dapat ditentukan, orang tidak dapat lagi menentukan bagaimana bahasa itu terjadi. bahasa itu tidak diciptakan oleh seseorang atau oleh kelompok orang. Bahasa itu sudah ada di sana dan dipergunakan oleh masyarakatnya sebagai salah satu isyarat komunikasi.10 Semua yang hidup di dunia ini pasti menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Hewan, manusia, kendaraan, dan sebagainya. Manusialah memiliki bahasa yang sempurna, beda dengan yang lain hanya menggunakan isyarat atau hanya dengan suara tanpa harus merangkai huruf-huruf seperti manusia.
Bahasa itu merupakan suatu gejala alamiah dan manusiawi. Pertama-tama kita harus melihat bahasa sebagai satu gejala alamiah. Semua kita tahu bahwa salah satu gejala alam yang manusiawi yang terdapat pada sebuah paguyuban atau masyarakat, suku, atau bangsa ialah pemilikan satu isyarat komunikasi yang disebut bahasa.11
Dalam masyarakat kita (Indonesia), kata bahasa sering dipergunakan dalam berbagai konteks dan berbagai makna.Ada berbicara tentang bahasa warna, bahasa bunga, bahasa komputer, bahasa diplomasi, bahasa militer, bahasa politik, dan sebagainya. Di samping itu dalam kalangan terbatas, terutama dalam kalangan orang yang mendalami seluk beluk bahasa, ada sejumlah sebutan bahasa, seperti bahasa lisan, bahasa tulisan, dan bahasa tutur. Di sini yang dimaksudkan dengan bahasa adalah sistem lambang bunyi
9
Kusno Budi Santoso, Problematika Bahasa Indonesia: Sebuah Analisis Praktis Bahasa Baku, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 1
10
Ibid, hlm. 1
11
Jos Daniel Parera, Kajian Linguistik Umum Historis Komparatif dan Tipologi Struktural, (Jakarta: Erlangga, 199), hlm. 6
(21)
yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. 12
Bahasa sebagai suatu sistem komunikasi adalah suatu bagian, atau subsistem, dari sistem kebudayaan. bahasa terlibat dalam semua aspek kebudayaan, paling sedikit dengan cara mempunyai nama atau istilah bagi unsur-unsur dari semua aspek kebudayaan itu. Lebih penting dari itu, kebudayaan manusia tidak akan dapat terjadi tanpa bahasa; bahasalah faktor yang memungkinkan terbentuknya kebudayaan.13
Seseorang dikatakan terampil berbahasa Indonesia apabila ia telah menguasai sistem Bahasa Indonesia secara keseluruhan. Keterampilan berbahasa yang lengkap mencakup empat keterampilan, yaitu mendengarkan atau memahami bahasa lisan, berbicara, membaca atau memahami bahasa tulisan, dan menulis atau menggunakan bahasa secara tertulis.
C. Sikap bahasa
Sikap bahasa dikaitkan dengan motivasi belajar suatu bahasa. Pada hakikatnya, sikap bahasa adalah kesopanan bereaksi terhadap suatu keadaan.Dengan demikian, sikap bahasa menunjuk pada sikap mental dan sikap perilaku dalam berbahasa. Sikap bahasa dapat diamati antara lain melalui perilaku berbahasa atau perilaku bertutur.14
Menurut KBBI sikap bahasa merupakan posisi mental atau perasaan
terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain. Sikap bahasa (language
attitude) yaitu posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa orang lain.15
Sikap merupakan bagian dari sikap bahasa yang bertalian erat dengan psikologi dan penggunaan bahasa-bahasa. Setiap masyarakat pasti akan berinteraksi dengan sesuatu yang ada di sekitar lingkungannya, baik terhadap manusia, peristiwa, norma-norma, gejala sosial maupun aktivitas-aktivitas
12
Ahmad HP dan Alek Abdullah, Linguistik Umum, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 3
13
P.W.J. Nababan, Sosiolinguistik Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), hlm. 50
14
Aslinda dan Leni Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm. 10
15
Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 221
(22)
tertentu. Hal ini terjadi karena sikap terhadap sesuatu saja (masyarakat indonesia).
Sikap bahasa dari seorang pemakai bahasa atau masyarakat bahasa baik yang dwibahasawan maupun yang multibahasawan akan berwujud berupa perasaan bangga atau mengejek, menolak atau sekaligus menerima suatu bahasa tertentu atau masyarakat pemakai bahasa tertentu, baik terhadap bahasa yang dikuasai oleh setiap individu maupun oleh anggota masyarakat. Hal itu ada hubungannya dengan status bahasa dalam masyarakat, termasuk di dalamnya status politik dan ekonomi. Demikian juga penggunaan bahasa diasosiasikan dengan kehidupan kelompok masyarakat tertentu, sering bersifat stereotip karena bahasa bukan saja merupakan alat komunikasi melainkan juga menjadi identitas sosial.
Menurut Anderson dalam buku Abdul Chaer membagi sikap atas dua macam.(1) sikap kebahasaan, dan (2) sikap nonkebahasaan, seperti sikap politik, sikap sosial, sikap estetis, dan sikap keagamaan. Kedua jenis sikap ini (kebahasaan dan nonkebahasaan) dapat menyangkut keyakinan atau kognisi mengenai bahasa. Maka dengan demikian, menurut Anderson, sikap bahasa adalah tata keyakinan atau kognisi yang relatif berjangka panjang, sebagia mengenai bahasa, mengenai objek bahasa, yang memberikan kecenderungan kepada seseorang untuk bereaksi dengan cara tertentu yang disenanginya. Namun, perlu diperhatikan karena sikap itu bisa positif (kalau dinilai baik atau disukai) dan bisa negatif (kalau dinilai tidak baik atau tidak disukai), maka sikap terhadap bahasa pun demikian.16
Walker menyatakan, tekanan sosiolinguistik suatu masyarakat Bahasa
merupakan faktor-faktor yang membentuk sikap bahasa. Tekanan tersebut dapat
termasuk faktor eksternal, antara lain (a) kontak dengan bahasa nasional, (b)
pendidikan, (c) pekerjaan atau status ekonomi, (d) emigrasi; maupun faktor
internal yang antara lain, (a) identitas etnik, (b) pemakaian bahasa Jawa, (c)
ikatan dengan budaya tradisi (upaya ritual,upacara seremonial), (d) daya budaya
tradisional (kesenian tradisi). Sikap positif terhadap bahasa tertentu akan
mempertinggi keberhasilan belajar bahasa itu. Sikap positif itu merupakan
16
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Sebuah Perkenalan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm. 151
(23)
kontributor utama bagi keberhasilan belajar bahasa. Karsana mengungkapkan
bahwa sikap positifadalah
Sikap positif terhadap suatu bahasa dapat dilihat dalam perilakunya
terhadap sesuatu bahasa itu, ditunjukkan antara lain jika seseorang lebih
banyak menggunakan bahasa tersebut sebagai alat komunikasi dalam
berbagai situasi dan kondisi pembicaraan, memiliki tingkat penguasaan
yang relatif tinggi terhadap bahasa tersebut, tidak banyak terpengaruh
oleh dialek-dialek lain yang akan merusak keberadaan bahasa tersebut
dalam dirinya dan juga turut memperjuangkan bahasa tersebut dari
hal-hal yang merugikan.
Selain faktor positif, Chaer mengungkapkan bahwa sikap negatif
terhadap suatu bahasa bisa terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang
sudah tidak lagi mempunyai rasa bangga terhadap bahasanya, serta mengalihkan
bahasa lain yang bukan miliknya. Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan
hilangnya rasa bangga terhadap bahasa sendiri, dan menumbuhkan pada bahasa
lain, antara lain faktor politik, ras, etnik, gengsi, dan sebagainya.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sikap bahasa. Pada kebanyakan studi, kebanggan atau kekuatan bahasa, latar belakang historis yang terkait dengan bahasa dan penggunanya, perubahan sosial yang ditemukan dalam masyarakat, dan pengalaman dalam belajar bahasa yang paling sering menjadi faktor yang mempengaruhi dalam sikap terhadap penggunaan bahasa.17 Dalam kehidupan sehari-hari banyak yang mempengaruhi sikap bahasa seseorang, contohnya adalah kebanggaannya terhadap bahasa Indonesia. Seseorang dikatakan bangga atau kuatnya menggunakan bahasa Indonesia adalah ketika kesehariannya selalu menggunakan bahasa Indonesia. Faktor di dalam kelas pun sangat berpengaruh ketika belajar bahasa Indonesia dengan guru, dan berinteraksi dengan teman.
17
Made Iwan Indrawan Jendra, Sosiolinguistik: The Study of Societities’ Language, (Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010), hlm. 109
(24)
1. Kebanggan dan kekuatan bahasa
Di banyak Negara di seluruh dunia, antusiasme untuk mempelajari bahasa Inggis adalah lazim. Beberapa orang berasumsi bahwa mempelajari bahasa asing (bahasa Inggris, misalnya) akan berkorelasi dengan menolak loyalitas nasional dari para pembelajar bahasa. Namun, para cendekiawan telah mempelajari bahwa antusiasme dalam mempelajari sebuah bahasa asing tidak selalu berkaitan dengan perilaku negatif terhadap rasa nasionalisme atau kebudayaan dari pembelajar bahasa. Sebuah penelitian pada anak berkebangsaan Jepang yang mempelajari bahasa Inggris misalnya, membuktikan bahwa meskipun para pembelajar bahasa menunjukkan ketertarikan yang besar terhadap kebudayaan Barat begitu juga bahasanya yang dipelajari, mereka tetap berpegang teguh pada identitas kebangsaan Jepangnya dan lolalitas bahasanya.
Namun sejak jumlah pengguna bahasa Inggris di seluruh dunia begitu banyak, para pembicara bahasa asing lainnya melihat situasi ini sebagai tekanan dari kelompok yang dominan (pendukung bahasa Inggris). Meskipun begitu, pemerintah dari sebuah Negara mungkin menganggap hal itu diperlukan untuk mengeluarkan beberapa regulasi untuk melindungi bahasa rakyatnya dari dominasi bahasa Inggris.Situasi ini bisa ditemukan di Negara Perancis seperti yang digambarkan dalam baris yang mengikutinya.
Pemerintah di Paris melarang bahasa Inggris dalam mengiklankan dan mengatur sejumlah film berbahasa Inggris yang mungkin ditayangkan dalam Negara. Para pejabat tingkatkcabinet, menteri kebudayaan dan komunikasi, bertanggungjawab untuk mengawasi kesejahteraan dari bahasa nasional.18
Karena jumlah pengguna bahasa Inggris di seluruh dunia begitu besar, penutur bahasa lain melihat situasi sebagai tekanan dari kelompok dominan (pendukung Inggris). Dengan demikian, pemerintah suatu negara mungkin menganggap perlu untuk melepaskan beberapa peraturan untuk melindungi
18
(25)
bahasa rakyatnya dari dominasi Inggris. Situasi ini dapat ditemukan di Perancis seperti yang dijelaskan dalam baris berikut.
2. Latar Belakang Sejarah Bangsa
Beberapa orang berkebangsaan Timur Tengah mungkin tidak ingin memperlajari bahasa Inggris karena mereka belajar dari sejarah mereka bahwa orang Barat adalah kolonialis. Pandangan itu mungkin diperkuat dengan beberapa perselisihan kontemporer yang rumit antara budaya Barat dan Arab (Muslim).
Penderitaan yang diakibatkan oleh bom atom yang dijatuhkan pada Negara mereka di masa lalu, beberapa orang Jepang di masa kini mungkin tidak ingin menganggap bahasa Inggris sebagai bahsa global yang penting yang perlu untuk dipelajari. Meskipun begitu, keduanya orang Timur Tengah dan Jepang berpengangan pada perilaku negatif terhadap bahasa Inggris sebagai bahasa internasional karena beberapa latar belakang sejarahnya. Perilaku yang sama mungkin ditemukan diantara beberapa orang Indonesia saat mereka berpikir adalah salah mempelajari bahasa Belanda dan Jepang karena bahasa itu berhubungan dengan penjajahan Negara mereka di masa lalu.
3. Faktor-Faktor Sosial dan Tradisional
Dalam masyarakat, situasi diglosia ditemukan pada variasi bahasa yang lebih tinggi, biasanya dianggap sebagai bentuk yang lebih baik daripada variasi bahasa yang lebih rendah. Kutipan di bawah menggambarkan hal ini.
Dimana rakyat memiliki variasi linguistik dalam hubungan diglosia, perilaku biasanya adalah bahasa Tingkat Tinggi lebih murni dan baik daripada bahasa Tingkat Rendah.Tentu saja, fungsi pemersatu dan pemisah kemungkinan besar terpenuhi oleh bahasa Tingkat Rendah.19
Dalam masyarakat dengan poliglosia tradisional, perilaku negatif mungkin didemonstrasikan terhadap penggunaan bahasa yang berhubungan dengan kelas yang lebih tinggi, khususnya jika dianggap sebagai alat untuk
19
(26)
mengendalikan atau menurunkan tingkatan orang lain. Beberapa orang bersuku Bali misalnya, mungkin saja menolak untuk menggunakan variasi yang lebih tinggi (alus) dari bahasa asli mereka sendiri saat berbicara pada
orang yang secara tradisional „lebih tinggi‟ khususnya saat orang
membahasanya dalam tanggapan yang bervariasi dalam variasi yang lebih rendah bagi mereka. Namun, jika disglosia tradisional semacam itu atau situasi poliglosia menghilang, reaksi positif terhadap sistem mungkin muncul. Demikian, untuk memelihara tradisi masyarakat yang percaya bahawa hal itu perlu untuk dipelajari dan menggunakan variasi bahasa yang lebih tinggi begitu pula yang lebih rendah.20
4. Sistem Internal bahasa
Orang sering kali menunjukkan perilaku positif dalam mempelajari sebuah bahasa karena tata bahasa, pelafalan, dan kosa kata secara relatif mudah. Sebagai sistem nominal berbasis gender dari bahasa adalah sulit untuk mempelajari bahasa Inggris, daripada bahasa Perancis dan Jerman. Perilaku negatif mungkin juga ditemukan terhadap orang yang mempelajari bahasa Cina dengan pelafalan suara yang rumit dan yang berhubungan dengan sistem ejaan.
Situasi diglosia atau poliglosia mungkin juga penting. Demikian meskipun orang bersuku Jawa memiliki lebih banyak orang yang memakai bahasanya, namun bahasa ini tidak dipilih untuk menjadi bahasa Indonesia nasional, untuk itu bahasa itu diklasifikasikan lebih tinggi (kromo, inggil), tengah (kromo), dan variasi yang lebih bawah (ngoko) hal itu tidaklah mudah untuk digunakan oleh pembicara bahasa lainnya secara umum.21 Diglosia adalah suatu situasi bahasa di mana terdapat pembagian fungsional atas variasi-variasi bahasa atau bahasa-bahasa yang ada di masyarakat. Yang dimaksud ialah bahwa terdapat perbedaan antara ragam formal atau resmi dan tidak resmi atau non-formal. Contohnya, misalkan di Indonesia terdapat perbedaan antara bahasa tulis dan bahasa lisan. Di Indonesia juga ada perbedaan ragam bahasa Indonesia, ragam bahasa tulis digunakan dalam
20
Ibid, hlm.111
21
(27)
situasi formal seperti di dalam pendidikan; sedangkan ragam bahasa lisandigunakan dalam sistuasi nonformal seperti dalam pembicaraan dengan teman karib, dan sebagainya.
D. Pembelajaran bahasa
Dalam setiap proses pendidikan peserta didik merupakan komponen masukan yang mempunyai kedudukan sentral. Tidak ada proses pendidikan yang berlangsung tanpa kehadiran peserta didik. Ketika memasuki proses pembelajara di sekolah, peserta didik mempunyai latar belakang tertentu, yang menetukan keberhasilannya dalam mengikuti proses belajar. 22
Rombepanjung mengungkapkan bahwa pembelajaran (learning) berarti
belajar di bawah pengawasan guru. Pernyataan tersebut kemudiandikuatkan oleh
Brown yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah penguasaan atau
pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuahketerampilan dengan
belajar, pengalaman, atau instruksi. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai
pengalaman belajar yang dialami oleh siswa dalam proses menguasai tujuan
khusus pembelajaran.
Tarigan menyatakan bahwa melalui pembelajaran bahasa siswa diarahkan untuk menghargai dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar.
Kata belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Dalam bahasa sederhana kata belajar dimaknai sebagai menuju ke arah yang lebih baik dengan cara sistematis. Bruner (dalam Iskandarwassid) mengemukakan proses belajar yang terdiri atas tiga tahapan, yaitu tahap informasi, transformasi, dan evaluasi. Melalui pembelajaran bahasa siswa diarahkan untuk menghargai dan mengembangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar.23
22
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 127
23
(28)
Belajar juga memainkan peran penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa yang lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar. Berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.24
Penelusuran dalam kamus-kamus kontemporer menunjukkan bahwa pembelajaran adalah penguasaan atau pemerolehan pengetahuan tentang suatu subjek atau sebuah keterampilan dengan belajar, pengalaman, atau intruksi. 25 ketika seseorang sudah belajar, maka harus ada perubahan sikap atau mental untuk terjun ke lapangan seperti menjadi guru. Bertambahnya pengetahuan maka bertambah pula keterampilannya.
Tujuan utama kajian pembelajaran bahasa adalah untuk mengetahui hasil pembelajaran itu, mengetahui kekurangan-kekurangan dalam metode dan teknik pembelajaran, untuk kemudian mengatasinya, demi tercapainya hasil pembelajaran yang lebih baik. Oleh karena itu, objek atau materi yang dikaji meliputi mulai dari metode yang digunakan dalam suatu kegiatan belajar mengajar (KBM) terhadap hasil belajar, perbandingan hasil belajar melalui dua metode belajar yang berbeda, pengaruh suatu aspek terhadap hasil belajar, hubungan (korelasi) antara dua hasil kegiatan belajar, dan sebagainya.26
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang dipelajari oleh siswa berupa keadaan alam, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, manusia, atau hal-hal yang dijadikan bahan belajar. Pembelajaran merupakan suatu proses pemerolehan ilmu pengetahuan, baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun tidak. Pembelajaran bahasa
24
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 199, hlm. 57
25
H. Douglas Brown, Prinsip Pembelajaran, dan Pengajaran Bahasa, Edisi Kelima, (Jakarta: Pearson Education, 2008), hlm. 8
26
Abdul Chaer, Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian, dan Pemelajaran, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 153
(29)
merupakan proses pemerolehan bahasa, diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi antara satu dengan yang lain sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.27
Banyak faktor yang menetukan keberhasilan dalam belajar (termasuk belajar bahasa). Faktor-faktor itu antara lain:
1. Kualitas guru 2. Kurikulum 3. Bahan ajar
4. Minat dan motivasi siswa 5. Tingkat intelegensi siswa 6. Sarana dan fasilitas belajar 7. Lingkunga sekolah
8. Perhatian orang tua (keluarga) 9. Latar belakang sosial budaya, dan 10.Lingkungan tempat tinggal. 28
Pembelajaran merupakan suatu proses pemerolehan ilmu pengetahuan, baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun tidak. Pembelajaran bahasa merupakan proses pemerolehan bahasa, diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi antara satu dengan yang lain sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
E. Penelitian yang Relevan.
1. Dalam jurnal yang berjudul “Sikap Bahasa Siswa Terhadap Bahasa Indonesia: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja” oleh K.Devi Kalfika Anggria Wardani, M. Gosong, G. Artawan. Dalam jurnalnya, Penelitian studi kasus ini bertujuan untuk mendeskripsikan sikap bahasa yang ditunjukkan oleh siswa SMA Negeri 1 Singaraja terhadap bahasa Indonesia dilihat dari (1) aspek konatif, (2) afektif, (3) kognitif, dan (4) faktor yang menyebabkan kecenderungan sikap bahasa tersebut. Subjek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Singaraja tahun ajaran
27
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm.7
28
(30)
2012/2013. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, samaran terbanding, angket, dan wawancara. Analisis data observasi dan wawancara dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan/verifikasi. Analisis data samaran terbanding dan kuesioner secara umum melalui empat tahap, yaitu penggolongan, pengkonversian, penghitungan frekuensi, dan menentukan kecenderungan sikap bahasa siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap bahasa siswa SMA Negeri 1 Singaraja terhadap bahasa Indonesia dilihat dari (1) aspek konatifnya berada pada kategori negatif, (2) aspek afektifnya berada pada kategori positif, dan (3) aspek kognitifnya berada pada kategori netral. (4) Faktor-faktor yang menyebabkan kecenderungan sikap bahasa tersebut adalah faktor internal dan eksternal. Berdasarkan temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa siswa SMAN 1 Singaraja cenderung memiliki sikap bahasa yang bersifat menjadi tiga, yaitu sikap positif, negatif, dan netral terhadap bahasa Indonesia, yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.29
2. Dalam jurnalyang berjudul “Sikap Bahasa Siswa Kelas VII SMP Darma Bangsa dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran” oleh Laili Apriana, Karomani Karomani, dan Wini Tarmini Masalah dalam penelitian ini adalah sikap bahasa siswa kelas VII SMP Darma Bangsa Tahun Pelajaran 2012/2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. Penelitian ini memiliki tujuan mendeskripsikan sikap bahasa siswa kelas VII SMP Darma Bangsa dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yakni penyelesaian masalah dengan memaparkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampil sebagaimana adanya. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Darma Bangsa tahun pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 34 siswa yang tersebar dalam dua kelas. Hasil
29
K.Devi Kalfika Anggria Wardani, M. Gosong, G. Artawan. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan bahasa dan Sastra Indonesia (Volume 2 Tahun 2013)
(31)
penelitian menunjukkan bahwa sikap bahasa siswa kelas VII SMP Darma Bangsa Tahun Pelajaran 2012/2013 terhadap pemakaian bahasa Indonesia masuk dalam kategori sangat baik atau positif.
3. Dalam jurnal Sikap Bahasa Siswa SMPN 2 Simanindo di Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Terhadap Bahasa Indonesia, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penulis mengacu pada faktor-faktor sikap bahasa yang ditulis oleh Garvin dan Mathiot. Dalam tekhnik pengumpulan data ia menggunakan amgket. Setelah data terkumpul dan semua jawaban telah dirangkum, maka ia menarik kesimpulan. Ia menyimpulkan dari setiap faktor yang diamati. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan skripsi yang saya buat, mulai dari metode, juga pengumpulan data, tetapi dalam jurnal ini tidak ada wawancara.30
Persamaan dari penelitian ini dengan ketiga jurnal diatas adalah sama-sama mendeskripsikan sikap bahasa siswa. Jurnal yang pertama, melakukan penelitian melalui aspek, sehingga positif atau negatifnya bahasa siswa dilihat dari ketiga aspek tersebut. Tetapi, untuk metode penelitian di SMA Singaraja ini, sama dengan penelitian yang saya buat. Karena pengumpulan datanya melalui metode observasi, wawancara, dan kuisioner. Untuk jurnal yang kedua yaitu hampir sama dengan penelitian yang saya buat, dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, sehingga peneliti langsung turun ke lapangan untuk meneliti melalui penyebaran kuisioner, sehingga setelah itu bisa memastikan bahwa sikap bahasa siswa adalah positif atau negatif. Untuk jurnal yang ketiga persamannya adalah metode dan pengumpulan data. Setelah data terkumpul lalu dihitung dengan rumus yang sudah ada, setelah itu penulis baru bisa menentukan apakah negatif atau positif sikap bahasa siswa tersebut.
Perbedannya dari ketiga jurnal tersebut adalah, tidak menggunakan wawancara, teori yang digunakan juga berbeda. Dalam skripsi sikap bahasa ini menggunakan teori Made Iwan Indrawan Jendra yaitu empat faktor yang
30
Afrita Sidabariba, Sikap Bahasa Siswa SMPN 2 Simanindo di Simarmata Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Terhadap Bahasa Indonesia, Volume 3.
(32)
mempengaruhi sikap bahasa. Meskipun hasilnya sama-sama positif tetapi isi dan bahasan dari skripsi ini berbeda, skripsi ini juga tidak menggunakan aspek apapun dalam pengkategorian positif atau negatifnya.
(33)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.31
Sementara itu, menurut Kirk dan Miller, penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristiwanya.32
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai
instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap
melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.33
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA An-Najah Bogor yang beralamat di Jalan Raya LAPAN Kampung Cikoleang RT. 01/04 Desa Sukamulya Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2015 sampai dengan bulan Januari tahun pelajaran 2016/2017.
C. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA An-Najah. Peneliti akan menyebar angket ke seluruh siswa kelas XI IPA yang berjumlah 40 siswa. Terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan.
31
S. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 36
32
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitiam Sosial dan Pendidikan, teori aplikasi, (Jakarta: Bumi Aksara), 2006, hlm. 92
33
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 222
(34)
D. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan penelitian adalah menggunakan metode deskripsi kualitatif. Penelitian kualitatif, dengan diperolehnya data (berupa kata atau tindakan). Analisis isi pada penelitian kualitatif lebih penting daripada simbol atau atribut seperti pada penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif memerlukan ketajaman analisis, objektivitas, sistematik, dan sistemik, sehingga diperoleh ketepatan dalam interpretasi.34
Penelitian deskriptif tidak memberikan perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya.35
Penelitian kualitatif berlatar alamiah atau naturalistik. Oleh karena makna, pemahaman, proses, dan pola yang hendak ditemukan merupakan makna apa adanya sebagaimana yang dihayati oleh subjek atau komunitas yang diteliti, maka konteks atau latar penelitian harus dibiarkan sebagaimana adanya. Sebagaimana layaknya sebelum peneliti datang ke tempat penelitian itu. Inilah makna latar yang alamiah, sewajarnya atau naturalistik.36
Metode ini digunakan oleh peneliti dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana sikap bahasa siswa kelas XI IPA baik di dalam maupun di luar SMA An-Najah.
E. Instrumen Penelitian.
Dalam angket penelitian kualitatif instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Namun, untuk mendukung dan memperkuat data, peneliti menyebarkan angket dan melakukan wawancara.
Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, instrumen yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah pernyataan-pernyataan berupa angket, yang kemudian diberikan kepada objek penelitian, yaitu siswa yang peneliti pilih untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Selain angket, peneliti juga
34
S. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 36
35
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya), hlm. 73
36
Nusa Putra, Metode Penelitian Kualitatif Pendidikan, (Jakarta: Rajawali pers, 2013), hlm. 65
(35)
menggunakan instrumen wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada guru Bahasa Indonesia untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang bagaimana sikap bahasa siswa di SMA An-Najah.
F. Teknik Pengumpulan Data
Adapaun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara dan angket.
1. Angket
Hadeli menyatakan angket adalah satu teknik pengumpulan data yang berbentuk kumpulan pertanyaan.37 Menurut Burhan, angket tersebut disebarkan kepada responden untuk diminta jawaban mereka. Setelah angket itu terkumpul, biasanya dilanjutkan dengan proses editing, koding, dan tabulasi. Dari hasil tabulasi tersebut antara lain bisa disajikan bentuk tabel. Di tabel itulah tercermin berbagai gambaran tentang para responden yang telah diteliti. Gambaran yang tertuang dalam tabel tersebut merupakan cerminan dari keadaan nyata yang terbesar di tengah
masyarakat. Ia merupakan hasil “meringkas” kenyataan para responden
yang terbesar di masyarakat.38
Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara memberikan daftar pernyataan dan kemudian responden diminta untuk memberikan tanggapan terhadap pernyataan tersebut, apakah ya atau tidak dalam angket yang diberikan kepada seluruh siswa Kelas XI IPA SMA An-Najah
2. Wawancara
Untuk mencapai tingkat pemahaman sedemikian itu tentunya memerlukan cara penggalian data yang handal. Di sinilah letak relevansi metode atau teknik wawancara mendalam.39
37
Hadeli, Metode Penelitian Kependidikan, (Jakarta: Quantum Teaching, 2006) hlm.75
38
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 64
39
(36)
Wawancara adalah semacam dialog atau tanya jawab antara pewawancara dengan responden dengan tujuan memperoleh jawaban-jawaban yang dikehendaki.40
Pewawancara dianjurkan agar bertindak sebagai seorang yang netral, tidak memihak pada satu konflik pendapat. Walaupun netral, pewawancara hendaknya senantiasa mendorong, tetapi jangan sampai mempengaruhi yang diwawancarai.41
Pada penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan guru Bahasa Indonesia untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran Bahasa Indonesia dan bagaimana sikap bahasa siswa SMA An-Najah.
1. Tabel Sebaran Kisi-kisi
Penyusunan Instrumen Skala Sikap Berbahasa
G. Teknik Analisis Data
Penulis melakukan teknik analisis data angket dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
40
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 141 41
Ibid, hlm. 141
Indikator sikap bahasa Deskriptor Sikap Positif Jumlah 1. Kebanggaan dan Kekuatan Bahasa 1,2,3,4,5 5
2. Latar Belakang Sejarah Bangsa 6,7,8,9,10 5
3. Faktor Sosial dan Tradisional 11,12,13,14,15 5
4. Sistem Internal Bahasa 16,17,18,19,20 5
Jumlah Soal 20
P =
�(37)
Keterangan :
F = Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N = Number of Cases (jumlah frekuensi atau banyaknya individu) P = Angka persentase42
42
Anas Sudjino, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm.43
(38)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sejarah SMA An-Najah
1. Profil sekolah
SMA An-Najah merupakan salah satu unit dari Yayasan Keluarga Besar An-Najah Education Center yang dipimpin oleh Ustzh. Hj. Dra. Maisaroh Madsuni. Sma An-Najah terletak di wilayah perbatasan antara Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang. Lokasinya strategis, sehingga mudah dijangkau dengan transportasi umum maupun kendaraan pribadi. Sarana-prasarana ditata secara menarik dan cukup reprsentatif untuk kegiatan proses pembelajaran. System manajemen kependidikan digarap secara serius sehingga mampu meningkatkan etos kerja yang lebih peduli terhadap perkembangan peserta didik. Peserta didik yang berminat belajar di SMA An-Najah juga kategori bernilai dan berakhlak baik. Inilah yang menjadikan SMA An-Najah sebagai salah satu sekolah pilihan bagi calon siswa dan orang tua di antara sekian sekolah di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang. Keberadaan seperti ini tidak datang dengan sendirinya, melainkan melalui proses panjang dan penuh perjuangan. Kerja keras dan kerja sama dari semua elemen menjadikan SMA An-Najah dapat survive hingga saat ini.
2. Tujuan sekolah
a. Terbentuknya struktur organisasi dan mekanisme kerja yang jelas. b. Terwujudnya pengelolaan administrasi sekolah yang trasnparan
dan akuntabel berbasis IT.
c. Meningkatnya prestasi akademik maupun non akademik di tingkat Kabupaten, Provinsi dan Nasional.
d. Bertambahnya jumlah lulusan SMA An-Najah diberbagai perguruan tinggi berkualitas.
e. Terciptanya kehidupan warga SMA An-Najah yang religious melalui perilaku yang tawadhu dan bersahaja.
(39)
3. Visi
Sebagai mediator untuk menyampaikan wahyu Allah SWT, serta ajaran Rasulullah SAW. Guna mendidik dan membentuk khalifah yang intelek dan bertaqwa dimuka bumi.
4. Misi
a. Menjadikan SMAIT An-Najah sebagai Lembaga Pendidikan Islam Modern guna menghasilkan kader-kader muslim terdidik dan potenial dimasa depan.
b. Menempatkan Lembaga Pendidikan Islam An-Najah sebagai mediator untuk pengabdian dan ilmu yang bermanfaat.
5. Program Pembiasaan.
a. Tadarus dan shalat Dhuha bersama. b. Shlata Dzuhur berjamaah.
c. Shalat Jum‟at.
d. Keputrian dan keputraan. e. Imam shalat Dzuhur berjamaah. 6. Kegiatan Ekstrakurikuler
a. Pramuka. b. Qiroah. c. Teater. d. Futsal. e. Basket. f. Volley. g. Pencak Silat. 7. Fasilitas
a. Ruang kelas dilengkapi dengan LCD, b. Lab bahasa,
c. Lab Komputer, d. Perpustakaan, e. Masjid, f. Aula,
(40)
h. Lapangan volley, i. Lapangan basket.
STRUKTUR ORGANISASI
SMA AN-NAJAH TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Pendiri : Dra. Hj. Maisraoh Madsuni
Ketua Yayasan : H. Arief Budiman, S.H., L.Lm. Kepala Sekolah : Nok Siti Maesaroh, M.Si. Wk. Kurikulum dan Humas : Jaenuddin, S.H.I.
Wk. Kesiswaan : Hj. Ida Paridah, S.Pd. Operator Sekolah : Syahrial, S.E.
Bendahara Sekolah : Siti Muspiroh dan Septi Pridayanti BP/Biro Konsultasi Studi : Kholifa Damaya, S.Pd.
Pembina OSIS : Imam Fauzi, S,Pd.
Pembina Rohis : Arif Maulana
B. Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan menyebarkan angket. Angket terdiri dari 20 butir pernyataan yang penulis berikan kepada responden yaitu siswa kelas XI IPA SMA AN-Najah. Adapun pertanyaan yang termuat dalam angket tersebut menjadi data yang dapat diolah sehingga dapat diketahui jumlah responden yang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan penulis di setiap masing-masing butir pertanyaan.
Penulis juga melakukan wawancara dengan guru bahasa Indonesia SMA An-Najah. Temuan penelitian melalui wawancara dengan tujuan untuk mengetahui proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah tersebut. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dapat diketahui informasi yang berkaitan dengan sikap bahasa siswa. Adapun temuan penelitian tersebut yang telah penulis uraikan sebagai berikut:
(41)
1. Angket
Pada BAB III telah penulis kemukakan bahwa teknik pengumpulan data yang digunakan dalam laporan penelitian ini adalah dengan angket dan wawancara. Angket disusun berdasarkan pokok penelitian yang diteliti. Angket dibuat terdiri atas dari 20 pernyataan yang keseluruhannya merupakan pernyataan positif.
Dalam pengolahan data, penulis mengambil pola perhitungan statistik dalam bentuk persentase, artinya setiap data dipersentasekan setelah ditabulasikan dalam bentuk frekuensi untuk setiap jawaban. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyeleksi data. Data yang disebarkan kepada siswa berjumlah 40 angket.
Langkah selanjutnya adalah mengolah data dan menggunakan tabulasi frekuensi. Frekuensi tersebut dinyatakan dalam bentuk persentase, sehingga kecenderungan setiap jawaban dapat diketahui dengan kemungkinan yang telah disediakan. Dengan begitu berarti setiap pernyataan menggunakan satu tabel yang langsung dibuat frekuensi dan persentasenya.
Data yang terkumpul diolah menjadi tabel distribusi frekuensi dengan menggunakan rumus:
P = x 100 % Keterangan :
P : Persentase untuk setiap kategori jawaban F : Frekuensi jawaban
N : Jumlah seluruh sampel atau objek penelitian
Data tersebut dapat dilihat dalam bentuk tabel masing-masing pertanyaan berikut ini:
(42)
Data Persentase Item tentang Sikap bahasa Siswa kelas XI IPA di SMA An-Najah
Tabel 4.1
Saat membuat status di sosial media lebih suka menulis dengan bahasa Indonesia dibandingkan bahasa asing.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 36 90%
b. Tidak 4 10%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.1, sebanyak 90% siswa lebih suka membuat status di sosial media dengan bahasa Indonesia dibandingkan bahasa asing, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 90%. Siswa yang lebih suka menulis
dengan bahasa asing sebanyak 10% yang berarti hanya empat siswa. Empat siswa lebih suka menggunakan bahasa asing ketika membuat status di sosial media menurut mereka, mereka bisa mempraktikkan apa yang sudah mereka dapat ketika belajar bahasa asing contohnya seperti bahasa Inggris. Alasan mereka lebih suka menggunakan bahasa asing adalah hanya untuk memanfaatkan sarana yang ada, seperti adanya google translate, dan juga mereka memanfaatkan apa yang sudah mereka pelajari di sekolah, contohnya mereka belajar bahasa asing seperti bahasa Arab dan Inggris.
Siswa di SMA An-Najah menggunakan bahasa asing ketika update di sosial media bukan berarti mereka bangga menggunakan bahasa asing, tetapi hanya senang, dan juga memanfaatkan apa yang sudah dipelajari di sekolah, juga agar orang asing tau bahwa orang Indonesia bisa dan mahir berbahasa asing.
(43)
Tabel 4.2
Siswa selalu menggunakan bahasa Indonesia di dalam kelas dengan teman sebaya daripada bahasa daerah/asing.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 39 97,5%
b. Tidak 1 2,5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.2, sebanyak 97,5% siswa selalu menggunakan bahasa Indonesia di dalam kelas denga teman sebaya daripada bahasa daerah/asing, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 97,5%. Siswa hanya 1
yang tidak selalu menggunakan bahasa indoenesia di dalam kelas dengan teman sebaya daripada bahasa daerah/asing.
1 siswa memilih tidak karena dia lebih sering menggunakan bahasa daerah di dalam kelas. Tiga puluh Sembilan anak lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia, karena guru bahasa Indonesia menganjurkan anak-anaknya untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia. 1 siswa yang menggunakan bahasa daerah karena dia ada lawan bicaranya, atau juga ketika meminjam alat tulis dia lebih memilih menggunakan bahasa daerah karena dianggapnya komunikasi dengan bahasa daerah tersebut lebih cepat dan lebih mudah. Tetapi untuk keseluruhan siswa kelas XI IPA SMA An-Najah lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia.
Tabel 4.3
Di masyarakat umum siswa lebih suka berbicara bahasa Indonesia daripada bahasa asing.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 39 97,5%
b. Tidak 1 2,5%
(44)
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.3, sebanyak 97,5% siswa lebih suka berbicara bahasa Indonesia daripada bahasa asing ketika di masyarakat umum, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 97,5%. Siswa yang lebih suka
berbahasa asing di masyarakat umum sebanyak 2,5% atau sebanyak 1 orang.
Rata-rata siswa yang memilih menggunakan bahasa daerah karena faktor lingkungan. Anak yang lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia di rumahnya menunjukkan bahwa mereka lebih terbiasa menggunakan bahasa Indonesia ketika berada dalam rumah maupun di luar rumah, menandakan juga lawan bicara yang lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia. Tetapi anak yang menggunakan bahasa daerah, dia selalu menggunakan bahasa daerah ketika komunikasi dengan temannya di rumah, meskipun di dalam rumah juga menggunakan bahasa Indonesia. bahasa daerah digunakan menandakan komunikasi yang akrab dengan sesama di luar rumah.
Tabel 4.4
Siswa selalu menggunakan bahasa Indonesia ketika berdiskusi di dalam kelas
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 40 100%
b. Tidak - -
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.4, sebanyak 100% siswa selalu menggunakan bahasa Indonesia ketika berdiskusi di dalam kelas, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 100%. Siswa yang menggunakan bahasa
daerah/asing saat berdiskusi 0% atau tidak ada.
Menurut seorang siswa, menggunakan bahasa Indonesia ketika pelajaran bahasa Indonesia berlangsung itu wajib, apalagi ketika
(45)
berdiskusi. Jadi, seluruh siswa setuju dan semuanya menjawab “Ya”. Kalaupun ada yang menggunakan bahasa daerah itu bukan ketika berdiskusi di dalam kelas.
Tabel 4.5
Siswa lebih suka membaca buku bacaan yang berbahasa Indonesia.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 40 100%
b. Tidak - -
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.5, sebanyak 100% siswa lebih suka membaca buku bacaan yang berbahasa indonesia, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% =
100%. Siswa yang menyukai bacaan bahasa asing 0% atau tidak ada. Semua siswa lebih suka membaca buku bacaan yang berbahasa Indonesia karena membaca buku bacaan bahasa Indonesia lebih cepat paham dibandingkan menggunakan buku bacaan bahasa asing. Ketika membaca buku bacaan asing mereka merasa sulit karena harus mengerti kosakata bahasa Inggris dibandingkan membaca buku bahasa Indonesia.
Tabel 4.6 Siswa tidak tertarik belajar bahasa Belanda
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 28 70%
b. Tidak 12 30%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.6, sebanyak 70% siswa tidak tertarik belajar bahasa Belanda, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 70%. Siswa yang tertarik
(46)
Mereka beralasan bahwa belajar bahasa Inggris saja yang lumayan mudah masih sulit untuk dimengerti, apalagi jika harus ditambah dengan bahasa Belanda yang mereka saja masih asing mendengar bahasa Belanda. Dan beberapa anak tidak tertarik dengan bahasa Belanda karena memang mereka tidak pernah mendengar bahasa Belanda itu sendiri juga rasa tidak tertarik yang amat besar sehingga mereka menjawab tidak. Tetapi jika ada kartun atau film yang berbahasa Belanda kemungkinan besar mereka bisa tertarik karena adanya translate bahasa Indonesia.
Tabel 4.7
Siswa tidak setuju bahasa Jepang menjadi salah satu mata pelajaran bahasa yang wajib dipelajari.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 24 60%
b. Tidak 16 40%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.7, sebanyak 60% siswa tidak setuju bahasa jepang menjadi salah satu mata pelajaran bahasa yang wajib dipelajari, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 60%. Siswa yang setuju sebanyak
40% atau sebanyak enam belas siswa.
Ada yang beralasan bahwa anak itu memang benar-benar tidak suka dengan bahasa Jepang. Ada juga anak yang beralasan bahwa untuk mata pelajaran dia tidak terlalu suka dan tidak setuju, tetapi kalau untuk ekstrakurikuler dia setuju. Ada juga siswa yang beranggapan bahwa dia tidak setuju, dan juga bahasa Jepang itu sulit, lebih baik belajar bahasa Arab daripada bahasa asing.
(47)
Tabel 4.8
Siswa lebih suka belajar bahasa Rusia daripada bahasa Jepang karena Jepang pernah menjajah Indonesia.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 4 10%
b. Tidak 36 90%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.8, sebanyak 90% siswa lebih suka belajar bahasa Jepang daripada bahasa Rusia, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 90%.
Siswa yang lebih suka belajar bahasa Rusia sebanyak 10% atau sebanyak empat siswa.
Dari tiga belas siswa yang diwawancarai, semuanya menjawab tidak, mereka ikut merasakan bagaimana masyarakat Indonesia ketika dijajah oleh Jepang, bagaimana kejamnya Jepang terhadap Indonesia, mereka lebih memilih belajar bahasa Rusia, meskipun ada juga yang bingung karena bahasa Rusia dan Jepang masih sama-sama asing. Meskipun Jepang menjajah atau tidak, jika memang mereka tidak tertarik dengan bahasa Jepang mereka tidak mau belajar bahasa Jepang. Sebagai rakyat Indonesia ikut merasakan penderitaan rakyat Indonesia zaman dulu. Bukan berarti mereka benci terhadap Jepang, tetapi karena ikut merasakan saja ketika zaman dulu bagaimana Jepang menjajah Indonesia.
Tabel 4.9
Siswa percaya lama-kelamaan bahasa Indonesia dapat menggantikan bahasa asing.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 25 62,5%
b. Tidak 15 37,5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada
(48)
tabel 4.9, sebanyak 62,5% siswa percaya lama kelamaan bahasa Indonesia dapat menggantikan bahasa asing, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 62,5%. Siswa yang tidak percaya bahasa
Indonesia dapat menggantikan bahasa asing sebanyak 37,5% atau sebanyak lima belas siswa.
Ada anak yang tidak percaya bahwa bahasa Indonesia bisa menggantikan bahasa asing, mereka melihat keadaan warga Indonesia masih banyak yang suka malas-malasan, ada anak yang di dalam kelas tidak selalu menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara, karena asal-usul anak tersebut berasal dari sunda yang rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah, tetapi jika dengan guru ia selalu menggunakan bahasa Indonesia. Dikarenakan anak itu ada teman sebaya nya yang rumahnya tidak terlalu jauh juga, akhirnya mereka berdua memutuskan untuk berbicara dengan bahasa daerah.
Tabel 4.10
Siswa tidak suka bahasa Belanda menjadi salah satu ekstrakurikuler di sekolah.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 26 65%
b. Tidak 14 35%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.10, sebanyak 65% siswa tidak suka bahasa Belanda menjadi salah satu ekstrakulikuler di sekolah, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 65%. Siswa yang suka bahasa Belanda menjadi
ekstrakurikuler di sekolah sebanyak 35% atau sebanyak empat belas siswa.
Bahasa Belanda dan Jepang masih terlalu asing untuk siswa, maka dari itu mereka sangat tidak tertarik untuk belajar bahasa Jepang maupun Belanda, ada anak yang benar-benar tidak tertarik dengan Jepang, dari segi film, anime nya pun mereka tidak tertarik. Mereka bilang adalah
(49)
belajar bahasa Inggris saja susah apalagi ditambah dengan belajar bahasa Belanda dan Jepang.
Tabel 4.11
Siswa lebih suka film berbahasa Indonesia daripada bahasa Korea.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 38 95%
b. Tidak 2 5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.11, sebanyak 95% siswa lebih suka film berbahasa Indonesia daripada bahasa korea, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100%
= 95%. Siswa yang lebih menyukai film berbahasa korea dibandingkan dengan bahasa Indonesia sebanyak 5% atau sebanyak dua siswa.
Siswa yang lebih menyukai Film berbahasa Korea karena dia memang sudah menyukai bahasa Korea dan juga budayanya, untuk film berbahasa Korea dikarenakan ada translate di dalamnya maka dua siswa ini tertarik dengan film berbahasa Korea.
Tabel 4.12
Siswa lebih suka film berbahasa Indonesia daripada bahasa India.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 36 90%
b. Tidak 4 10%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.12, sebanyak 90% siswa lebih suka film berbahasa Indonesia daripada bahasa india, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100%
= 90%. Siswa yang lebih menyukai film berbahasa india dibandingkan dengan bahasa Indonesia sebanyak 10% atau sebanyak empat siswa.
(50)
4 anak menjawab tidak, karena mereka menyukai film berbahasa India, dengan alasan ada translate di dalam filmnya. Jadi ia suka dengan film berbahasa India.
Tabel 4.13
Siswa lebih suka belajar bahasa Indonesia daripada bahasa Korea, meskipun budaya Korea sudah berkembang di Indonesia.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 37 92,5%
b. Tidak 3 7,5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.13, sebanyak 92,5% siswa lebih suka belajar bahasa Indonesia daripada bahasa korea, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100%
= 92,5%. Siswa yang lebih menyukai film bahasa korea dibandingkan dengan bahasa Indonesia sebanyak 7,5% atau sebanyak 3 siswa.
Anak yang menjawab tidak dengan alasan, bahwa kita harus tetap mencintai dan melestarikan budaya Indonesia agar lebih banyak dikenal di luar negeri, jangan sampai harus ada negara yang mengaku karya seni Indonesia. Intinya adalah, boleh menikmati budaya-budaya negara luar tetapi selaku warga Indonesia harus tetap mencintai dan menjaga Budaya Bangsa Indonesia.
Tabel 4.14
Siswa marah jika bahasa Indonesia diakui oleh bangsa asing
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 39 97,5%
b. Tidak 1 2,5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.14, sebanyak 97,5% siswa marah jika bahasa Indonesia diakui
(51)
oleh Bangsa asing, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% =
97,5%. Siswa yang tidak marah jika bahasa Indonesia diakui oleh bangsa asing sebanyak 2,5% atau sebanyak 1 siswa.
Satu siswa yang menjawab tidak karena dia merasa bangsa Indonesia masih banyak yang malas-malasan dan tidak serius ketika belajar bahasa Indonesia. Sehingga anak tersebut pesimis jika harus marah ketika bahasa Indonesia diakui oleh bahasa asing.
Tabel 4.15
Siswa senang bahasa Indonesia dijadikan bahasa yang wajib dipelajari di sekolah Australia
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 40 100%
b. Tidak - -
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.15, sebanyak 100% siswa senang bahasa Indonesia dijadikan bahasa yang wajib dipelajari di sekolah Australia, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 100%. Siswa yang tidak senang
bahasa yang wajib dipelajari di sekolah Australia sebanyak 0% atau tidak ada.
Empat puluh siswa mengakui senang jika bahasa Indonesia dijadikan bahasa yang wajib dipelajari di sekolah Australia, sehingga mereka bangga, merasa bahwa bahasa Indonesia menjadi universal dikenal oleh bangsa asing. Mereka merasa adil karena bahasa Inggris di Indonesia dipelajari dan di luar negeri bahasa Indonesia diperkenalkan juga.
(52)
Tabel 4.16
Siswa senang belajar bahasa Indonesia karena mudah dipelajari
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 39 97,5%
b. Tidak 1 2,5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.16, sebanyak 97,5% siswa senang belajar bahasa Indonesia karena mudah dipahami, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% =
97,5%. Siswa yang tidak suka belajar bahasa Indonesia sebanyak 2,5% atau sebanyak 1 siswa.
Satu anak beranggapan bahwa bahasa Indonesia itu susah untuk dipelajari, tetapi karena bahasa Indonesia adalah bahasa negaranya, maka ia bertekad untuk selalu membanggakan bahasa Indonesia. Karena terlalu banyak struktur-struktur kalimat sehingga ia beranggapan bahwa bahasa Indonesia itu susah.
Tabel 4.17
Mempelajari bahasa Indonesia lebih mudah daripada bahasa asing
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 38 95%
b. Tidak 2 5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.17, sebanyak 95% siswa beranggapan bahwa mempelajari bahasa Indonesia lebih mudah daripada bahasa asing, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 95%. Siswa yang beranggapan bahasa asing
lebih mudah dibandingkan bahasa Indonesia sebanyak 5% atau sebanyak dua siswa.
(53)
Anak yang sama menjawab bahwa lebih mudah belajar bahasa asing (Inggris) daripada bahasa Indonesia. Beberapa anak masih beranggapan bahwa bahasa Indonesia itu sulit tidak seperti bahasa asing. Sulitnya adalah didalam pola kalimat dan terlalu banyak struktur yang membuat merka sedikit bingung. Untuk bahasa asing mereka hanya tertarik pada bahasa Arab dan bahasa Inggris saja.
Tabel 4.18
Pola kalimat bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari daripada bahasa asing.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 38 95%
b. Tidak 2 5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.18, sebanyak 95% siswa beranggapan pola kalimat bahasa Indonesia lebih mudah dipelajari daripada bahasa asing, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 95%. Siswa yang beranggapan pola
kalimat bahasa asing lebih mudah dibandingkan bahasa Indonesia sebanyak 5% atau sebanyak dua siswa.
Rata-rata anak yang menjawab ya, adalah anak-anak yang menyukai pelajaran bahasa Indonesia, sedangkan yang menjawab tidak dikarenakan mereka lebih suka belajar bahasa Inggris karena dianggap lebih mudah.
Tabel 4.19
Penulisan kosakata dalam bahasa Indonesia lebih mudah daripada bahasa asing lainnya
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 38 95%
b. Tidak 2 5%
(54)
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.19, sebanyak 95% siswa beranggapan penulisan kosakata dalam bahasa Indonesia lebih mudah daripada bahasa asing. Hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 95%. Siswa yang beranggapan
penulisan kosakata dalam bahasa asing lebih mudah daripada bahasa Indonesia sebanyak 5% atau sebanyak dua siswa.
Siswa yang menjawab ya adalah orang-orang yang biasa berbicara menggunakan bahasa Indonesia ketika berkomunikasi dengan teman-temannya, menurut salah satu siswa dengan sering berbicara bahasa Indonesia, maka mudah juga penulisan kosakata bahasa Indonesia. Siswa yang menjawab tidak adalah anak-anak yang lebih sering berkomunikasi dengan bahasa asing atau bahasa daerah.
Tabel 4.20
Kosakata bahasa Indonesia lebih mudah dihafal dibandingkan kosakata bahasa asing.
No Alternatif Jawaban F P %
1 a. Ya 38 95%
b. Tidak 2 5%
Jumlah 40 100%
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diketahui bahwa sikap bahasa siswa positif. Hal ini dapat dilihat dari persentase yang telah diuraikan pada tabel 4.20, sebanyak 95% siswa beranggapan kosakata bahasa Indonesia lebih mudah dihafal dibandingkan kosakata bahasa asing, hasil persentase tersebut diperoleh dari
x 100% = 95%. Siswa yang
beranggapan kosakata bahasa asing lebih mudah dihafal sebanyak 5% atau sebanyak 2 siswa.
Sama seperti soal sebelumnya, ketika wawancara dengan salah satu siswa, jawabannya adalah karena lebih sering berkomunikasi dengan bahasa Indonesia sehingga merek berpendapat lebih mudah menghafal kosakata bahasa Indonesia. Siswa anak-anak yang menyukai bahasa
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
RIWAYAT HIDUP
Nurul Rahmadini lahir di Jakarta pada tanggal 13 Desember 1993. Anak pertama dari tiga bersaudara ini lahir dari pasangan Bapak Iriyanto dan Ibu Hj. Ida Paridah, S.Pd. Ibu dari Hizbiyah Haya Maulidah ini sekarang bertempat tinggal di Jln. Raya Lapan Cikoleang Rt 10/04 Sukamulya Rumpin Bogor.
Ibu satu orang anak ini menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Rahayu Suradita lulus pada tahun 2005, MTs An-Najah lulus pada tahun 2008, SMA An-Najah lulus pada tahun 2011, kemudian pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan di Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Motto hidupnya adalah jadilah manusia yang bermanfaat bagi orang lain tidak peduli bagaimana keadaan hari esok, yang terpenting adalah selalu berbuat baik dimanapun berada. E-mail [email protected].