Suatu putusan hakim sewaktu-waktu akan menjadi putusan yang berkekuatan hukum tetap. Apabila sudah diperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap, maka hubungan hukum tersebut telah
ditetapkan untuk selama-lamanya dan karenanya sudah tidak dapat diubah lagi, maksudnya ditaati secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa.
41
Pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan tersebut.
Dengan demikian, maka selesailah perkaranya tanpa mendapat bantuan dari pengadilan dalam melaksanakan putusan tersebut. Namun, bukan tidak mungkin,
pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan hakim secara sukarela sehingga diperlukan bantuan dari pengadilan untuk melaksanakan putusan tersebut secara paksa. Pihak yang dimenangkan
dalam putusan dapat memohon pelaksanaan putusan eksekusi kepada pengadilan yang akan
melaksanakannya secara paksa.
42
Sedangkan menurut M. Yahya Harahap, pada prinsipnya, eksekusi merupakan tindakan paksa menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, apabila pihak yang kalah
Tergugat tidak mau menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela.
43
C. Asas-asas eksekusi
Dalam hal ini, peneliti lebih condong pada pendapat yang diberikan oleh M. Yahya Harahap, karena maksud dijatuhkannya
putusan adalah untuk menyelesaikan sengketa dan menetapkan hukumnya. Selain itu juga untuk menjamin hakmelindungi kepentingan pihak yang memenangkan sengketa. Jadi, sebagai realisasinya
eksekusinya harus dilaksanakan secara paksa.
41
Subekti, Hukum Acara Perdata, Jakarta: BPHN-Binacipta, 1989, hal. 130.
42
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2002, hal. 239
43
M. Yahya Harahap, Op. cit, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
Menurut M. Yahya Harahap, asas-asas eksekusi meliputi:
44
1. Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Tidak semua putusan pengadilan dapat dieksekusi. Hal tersebut mempunyai arti bahwa tidak terhadap semua putusan dengan sendirinya melekat kekuatan pelaksanaan. Pada prinsipnya,
hanya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap in kracht van gewijsde yang dapat “dijalankan”. Hal tersebut dikarenakan hanya dalam putusan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap terkandung wujud hubungan hukum yang tetap fixed dan pasti antara pihak yang berperkara. Dalam hal ini, hubungan hukum tersebut harus ditaati dan dipenuhi oleh pihak yang
dihukum pihak Tergugat dengan cara menjalankan putusan tersebut secara “sukarela” dan apabila enggan menjalankan secara “sukarela”, hubungan hukum yang ditetapkan dalam putusan
harus dilaksanakan “dengan paksa” dengan bantuan “kekuatan hukum”.
2. Putusan tidak dijalankan secara sukarela.
Dalam hal ini, eksekusi merupakan konsekuensi hukum atas adanya keengganan Tergugat untuk menjalankan pemenuhan putusan secara sukarela. Artinya, apabila pihak Tergugat bersedia
menaati dan menjalankan putusan secara sukarela, tindakan eksekusi tidak diperlukan.
3. Putusan yang dapat dieksekusi bersifat kondemnator.
Hanya putusan yang bersifat kondemnator yang bisa dieksekusi, yaitu putusan yang amar atau diktumnya mengandung unsur “penghukuman”. Penghukuman tersebut dapat dirumuskan dalam
kalimat :
a. Menghukum atau memerintahkan “menyerahkan” suatu barang.
b. Menghukum atau memerintahkan “pengosongan” sebidang tanah atau rumah.
c. Menghukum atau memerintahkan “melakukan” suatu perbuatan tertentu.
d. Menghukum atau memerintahkan “penghentian” suatu perbuatan atau keadaan.
e. Menghukum atau memerintahkan melakukan “pembayaran” sejumlah uang.
44
Ibid, hal. 6
Universitas Sumatera Utara
Apabila salah satu ciri tersebut terdapat dalam amar putusan, maka putusan tersebut bersifat kondemnator.
4. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.
D. Macam-macam eksekusi