Apabila salah satu ciri tersebut terdapat dalam amar putusan, maka putusan tersebut bersifat kondemnator.
4. Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri.
D. Macam-macam eksekusi
Menurut Soedikno Mertokusumo, eksekusi dibagi menjadi 3, yaitu:
45
1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang.
Eksekusi ini diatur dalam Pasal 196 HIR Pasal 208 Rbg.
Apabila seseorang enggan untuk dengan sukarela memenuhi isi putusan, maka ia dihukum untuk membayar sejumlah uang. Jika sebelum putusan dijatuhkan sudah dilakukan sita jaminan, maka
sita jaminan tersebut sesudah dinyatakan sah dan berharga menjadi sita eksekusi, selanjutnya eksekusi dilakukan dengan cara melelang barang-barang pihak yang dikalahkan, sampai
mencukupi jumlah yang harus dibayar menurut putusan hakim dan ditambah semua biaya yang ada kaitannya dengan pelaksanaan putusan tersebut.
Apabila sebelumnya belum dilakukan sita jaminan, maka eksekusi dilanjutkan dengan menyita sekian banyak barang-barang bergerak tidak tetap dan jika tidak cukup juga, maka turut disita
pula barang-barang tidak bergerak tetap kepunyaan pihak yang kalah sampai mencukupi untuk membayar jumlah uang yang harus dibayar menurut putusan beserta biaya pelaksanaan putusan
tersebut.
2. Eksekusi untuk menghukum agar melakukan suatu perbuatan Pasal 225 HIRPasal 259 Rbg.
Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi suatu prestasi yang berupa perbuatan. Akan tetapi pihak yang dimenangkan dapat meminta kepada Hakim agar kepentingan yang akan diperolehnya
dihitung dengan uang.
45
Sudikno Mertokusumo, Op. cit, 240-241.
Universitas Sumatera Utara
Eksekusi yang diatur dalam Pasal 225 HIR ini, mengatur mengenai beberapa hal mengadili perkara yang istimewa, yaitu sebagai berikut:
a. Apabila seseorang yang dihukum akan melakukan suatu perbuatan tidak melakukan
perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan oleh Hakim, maka bolehlah pihak yang dimenangkan dalam putusan hakim itu meminta kepada Pengadilan Negeri dengan
pertolongan keluarganya, baik dengan surat maupun dengan lisan agar kepentingan yang akan didapatnya, bila keputusan itu dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukan
dengan ketentuan, bila permintaan itu dilakukan dengan lisan, maka hal itu harus dicatat. b.
Ketua mengumumkan perkara itu dalam persidangan Pengadilan Negeri sesudah diperiksa atau dipanggil orang yang berutang itu dengan patut, maka sesuai dengan pendapat
Pengadilan Negeri, permintaan itu ditolak atau dinilai hanya perbuatan yang diperintahkan, tetapi yang tiada dilakukan itu, sejumlah yang dikehendaki si peminta atau sejumlah yang
kurang daripada itu, dalam hal jumlah itu ditetapkan, maka orang yang berutang itu dihukum akan membayar jumlah itu.
3. Eksekusi riil.
Eksekusi riil merupakan pelaksanaan prestasi kepada kreditur oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi riil adalah pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama
seperti apabila dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang bersangkutan. Dengan eksekusi riil maka yang berhaklah yang menerima prestasi.
Eksekusi riil ini tidak diatur dalam HIR tetapi diatur dalam Pasal 1033 Rv, yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap. Apabila orang yang dihukum
untuk mengosongkan benda tetap tidak mau memenuhi surat perintah hakim, maka Majelis Hakim akan memerintahkan dengan surat kepada Jurusita supaya dengan bantuan Panitera
Pengadilan dan kalau perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara, agar barang tetap itu dikosongkan oleh orang yang dihukum beserta keluarganya. HIR hanya mengenal eksekusi riil
dalam penjualan lelang Pasal 200 ayat 11 HIRPasal 218 ayat 2 Rbg.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan menurut M. Yahya Harahap, eksekusi dibagi menjadi 2 macam, yaitu sebagai berikut:
46
a. Eksekusi pembayaran uang.
b. Eksekusi riil.
Dalam hal ini, Yahya Harahap tidak memasukkan eksekusi untuk melakukan suatu perbuatan, karena eksekusi riil termasuk didalamnya adalah melakukan atau tidak melakukan suatu
perbuatan tertentu, menyerahkan suatu barang, dan pengosongan sebidang tanah.
E. Tata cara eksekusi Mengenai tata cara eksekusi, HIRRbg memberi peraturan-peraturan sebagai berikut :
1. Pemohon eksekusi yang menang perkara mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan
Negeri agar putusan itu dijalankandilaksanakan dan pengajuan permohonan terjadi karena yang
kalah tidak mau melaksanakan secara sukarela.
2. Atas dasar permohonan itu, Ketua Pengadilan Negeri memanggil pihak yang kalah untuk
dilakukan “teguran” aanmaning agar ia memenuhi putusan dalam waktu 8 hari. Pasal 196
HIR207 RBg.
3. Jika tetap tidak mau, Ketua Pengadilan Negeri karena jabatan dengan “penetapan” memberi
perintah agar disita barang bergerak dan kalau tidak cukup disita barang tetap sejumlah nilai
dalam putusan Pasal 197 HIR208 RBg. Kondisi ini yang disebut sita eksekutorialsita eksekusi.
46
M. Yahya Harahap, Op. cit, hal. 40 65
Universitas Sumatera Utara
4. Eksekusi selesai jika dapat dilaksanakan sesuai putusanjumlah nilai sita sudah sama dengan
bunyi amar dan dapat dilaksanakan berupa benda barang yang disita. Jika masih belum cukup dan juga bila tidak mungkin dilaksanakan berupa benda tetap bersama-sama, maka kemudian
benda barang yang disita tersebut dijual lelang bersama serempak barang tetap dan tidak tetap melalui Kantor Lelang Negeri setelah lebih dulu diumumkan 2 kali surat kabar setempat yang
berselang 15 hari. Hasil penjualan lelang setelah dikurangi biaya-biaya dan sebagainya, diberikan pada yang menang kreditur dan kalau masih lebih, kelebihan hasil lelang itu dikembalikan pada
debitur termohon eksekusi.
Jika hal melaksanakan putusan itu harus dilakukan seluruh atau sebagian obyek perkara berada di luar daerah hukum Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara tersebut minta
bantuan dengan penetapan kepada Pengadilan Negeri yang berwenang di situ. Sedangkan untuk lelang tidak akan dilakukan, bila putusan itu dapat dieksekusi riil.
F. Eksekusi yang tidak dapat dijalankan