Tinjauan Tentang Teori Pelaksanaan Hukum Peraturan Daerah

commit to user 36 d. Mempertegas fungsi lini dan staff e. Menyusun pola organisasi sesuai kebutuhan nyata; f. Menyusun pengembangan jabatan fungsional, sehingga dapat mengatasi kekurangan pada jabatan structural g. Kejelasan beban tugas masing-masing satuan organisasi dan mewadahi fungsi yang berkembang; dan h. Memperjelas tata laksana atau mekanisme kerja dan lain-lain Asisten Administrasi Propinsi Jawa Tengah, 2000: 5.

6. Tinjauan Tentang Teori Pelaksanaan Hukum Peraturan Daerah

Hukum merupakan salah satu sarana untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban dalam hidup bersama warga masyarakat di dalam masyarakat. Hukum akan tumbuh dan berkembang bila masyarakat menyadari makna kehidupan hukum dalam kehidupan. Sedangkan tujuan hukum sendiri adalah untuk mencapai kedamaian didalam masyarakat Soerjono Soekanto,1986:13, Disamping itu, hukum juga dituntut untuk memenuhi nilai-nilai dasar hukum yang meliputi keadilan, kegunaan kemanfaatan dan kepastian hukum Gustav Radbragh dalam Satjipto Rahardjo, 1982: 20-21. Hukum dalam pemahaman ini merupakan peraturan perundang-undangan termasuk didalamnya adalah peraturan daerah tentu saja dituntut pula untuk memenuhi nilai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum walaupun kadang-kadang bila salah satu nilai tersebut tercapai nilai yang lain menjadi terabaikan. Agar hukum termasuk didalamnya peraturan daerah dapat mencapai tujuan tersebut maka hukum tersebut harus dapat berproses secara fungsional dalam masyarakat. Menyangkut berfungsinya hukum dalam masyarakat maka hukum Perda tersebut harus benar-benar dapat berlaku secara efiektif. Berkaitan dengan kebijakan disentralisasi yang syarat dengan kepentingan politik lokal saat ini maka peraturan daerah sebagai produk kebijakan publik dan sebagai instruman yuridis dalam penyelenggaraan otonomi daerah agar pelaksanaannya dapat berlaku secara efektif perlu dilakukan kajian secara commit to user 37 akademik dalam rangka menemukan format maupun formulasi yang tepat khususnya berkaian dengan penegakan hukumnya. Hukum merupakan bagian dari sistem sosial oleh sebab itu agar hukum termasuk didalamnya peraturan daerah harus benar-benar dapat berlaku dan didayagunakan oleh warga masyarakat dalam arti hukum peraturan daerah tersebut benar-benar berlaku secara yuridis yaitu benar-benar telah mememuhi persyratan yuridis kemudian berlaku pula secara filosofis yang berarti hukum peraturan daerah tersebut sesuai dengan pandangan hidup atau nilai-nilai masyarakat yang bersangutan. Disamping itu hukum juga dituntut untuk dapat berlaku secara sosiologis dalam arti dapat diberlakukan dan benar-benar berlaku dimasyarakat. Untuk dapat bekerjanya sistem hukum sebagaii suatu proses, maka semua komponen harus berada di dalam proses interaksi satu sama lain dan dengan demikian membentuk totalitas yang dinamakan sistem hukum komponen-komponen sistem hukum itu menurut Friedman adalah komponen struktural, kultural dan substantif L.H. Friedman, 1969: 1003-1004 Komponen struktural, ialah kelembagaan vang diciptakan oleh sistem hukum itu dalam berbagai macam fungsinya dalam rangka mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut. Salah satu dari lembaga-lembaga semacam itu adalah peradilan. Dari komponen struktural ini kita dapat mengenai jenis- jenis pengadilan yang diciptakan oleh sistem hukum, seperti pengadilan negeri, pengadilan administratif, pengadilan militer dan pengadilan agama. Komponen kultural, ialah nilai-nilai dan sikap-sikap yang merupakan pengikat sistem itu serta menentukan tempat sistem itu ditengah-tengah kultur bangsa sebagai keseluruhan. Komponen kultural misalnya akan menentukan kapan dan mengapa serta dimana rakyat itu datang kepada hukum atau pemerintah atau pergi menghindar dari keduanya. Kultur hukum ini sering pula disebut sebagi bensinya motor keadilan. commit to user 38 Komponen substantif, ialah semua output dari sistem hukum. Kedalam pengertian ini dimasukkan norma-norma atau peraturan-peraturan doktrin- doktrin, keputusan-keputusan, sejauh mana semua itu digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur. Proses bekerjanya hukum di masyarakat ialah dengan membentuk struktur pilihan-pillhan pada subyek hukum, melalui aturan-aturan serta sarana-sarana untuk rnengusahakan konformitas. Proses berjalan dengan cara. menetapkan kaidah yang harus dipatuhi dan perumusan tugas-tugas penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan positif dan negatif sesuai dengan apakah ada keputusan atau pelanggaran terhadap kaidah-kaidah hukum. Berdasarkan fungsi hukum baik sebagai sarana rekayasa sosial maupun sebagai kontrol sosial, maka setiap peraturan yang dibuat, diciptakan adalah dijalankan sesuai dengan tujuan dan makna yang dikandungnya. Warga masyarakat atau individu sebagai pihak yang dituju oleh suatu peraturan wajib mentaati Satjipto Rahardjo, 1977: 118. Hukum sebagai sarana institusional untuk menegakkan tertib masyarakat, maka hukum selalu berupaya mempositifkan kaedah-kaedah dan menyiarkannya agar diketahui oleh umum serta berupaya pula mengembangkan sarana-sarana pemaksa sanksi dan aparat pelaksananya guna menjamin ditaatinya kaedah-kaedah positif. Hal ini berkaitan dengan keefektipan hukum. Efektifitas hukum bila dilakukan dengan badan-badan penegak hukumnya, maka menurut G.G. Howards dan R.S. Surnmers ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu G.G. Howards dan R.S. Summers, 1965:46-47 a. Undang-undnag harus dicanangkan dengan baik Kaedah-kaedah yang bekerja mematuhi tingkah laku itu harus ditulis dengan jelas dan dapat dipahami dengan penuh kepastian b. Mereka bekerja sebagai pelaksanaan hukum harus menunaikan tugasnya dengan baik dan harus menafsirkan peraturan tersebut secara seragam dan sedapat mungkin senafas dengan bunyi penafsiran yang mungkin dicoba dilakukan oleh warga masyarakat yang terkena. c. Aparat penegak hukum harus bekerja tanpa jemu untuk menyidik dan menuntut pelanggar-pelanggar commit to user 39 Dalam kaitannya fungsi hukum sebagai saran rekayasa sosial maka hukum-hukum sebagai produk kebijakan publik, harus bisa menentukan corak hidup masyarakat. Namun ini bukanlah hal yang mudah, sebab banyak faktor yang mempengaruhinya di samping bahwa dalam setiap individu tersebut akan tergantung pada pilihan-pilihan secara rasional untuk taat atau tidak taat kepada ketentuan hukum yang berlaku Peraturan Daerah. Mereka akan selalu memilih aktivitas yang menguntungkan baginya di dalam “arena of choice” menurut tingkah laku rasional yang paling baik. Perilaku rasional ini paling tidak bisa berorientasi pada perilaku kebiasaan habitual behavior nilai-nilai etnik dan kebutuhan-kebutuhan individu periksa Weeber dalam Graham Kinlock, tanpa tahun: 139-141 Agar hukum Perda bisa berfungsi sebagaimana sarana rekayasa sosial bagi masyarakat maka dapat dipakai pula pendekatan dengan mengambil teori Robert Seldman 1978 yang menyatakan bahwa bekerjanya hukum dalam masyarakat itu melibatkan tiga komponen dasar yakni pembuat bukti Undang-undang birokrat pelaksana dan pemegang peran Teori Seidman Hil dapat digambarkan sebagai berikut: Dari garnbar tersebut dapat diketahui bahwa setiap anggota masyarakat sebagai pemegang peran perilakunya ditentukan pola peranan yang diharapkan daripadanya. Namun, bekerjanya harapan itu tidak saja ditentukan oleh peraturan saja melainkan juga ditentukan oleh faktor-faktor lainnya termasuk faktor yang ikut menentukan bagaimana respon yang diberikan oleh Kekuatan Pengaruh Pembuat Undang-Undang PERDA Pelaksana Kekuatan Pengaruh Pemegang Peran Kekuatan Pengaruh commit to user 40 pernegang peran ialah: a. Sanksi-sanksi yang terdapat di dalamnya b. Aktivitas dari lembaga-lembaga badan-badan pelaksana hukum c. Seluruh kekuatan sosial politik dan lainnya yang bekerja atas diri pemegang peran. Perilaku individu yang diatur dalam Perda tentu saja tidak juga lepas dari tingkat pengetahuan, sikapnya terhadap Peraturan Daerah, sehingga kemudian menimbulkan niat untuk berperilaku. Felshboen dan Ajzen telah menggambarkan model hubungan antara pengetahuan sikap niat dan perilaku sebagai berikut: Penjelasan konsep dalarn kotak-kotak tersebut adalah sebagai beriku. : Keyakinan akan akibat perilaku adalah komponen yang berisikan aspek pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud di sini tidak sama dengan fakta sebenarnya. Jadi yang dimaksud adalah opini tentang sesuatu hal yang belum tentu sesuai dengan kenyataan. Sikap terhadap perilaku adalah setiap yang berbentuk apakah positif atau negatif tergantung pada segi positif atau negatifnya komponen pengetahuan. Keyakinan normatif akan akibat perilaku adalah komponen pengetahuan tentang sesuatu yang merupakan pandangan orang-orang yang berpengaruh terhadap kehidupan seseorang. Norma subyektif tentang perilaku adalah berisi yang dibuat individu setelah mempertimbangkan pandanggan orang-orang yang berpengaruh yang mempengaruhi normatif tentang perilaku. Keyakinan akan perilaku Sikap terhadap perilaku Keyakinan normative akan akibat perilaku Norma subyektif tentang perilaku Niat untuk melakukan perilaku commit to user 41 Niat untuk melakukan perilaku adalah berisikan niat untuk melakukan suatu perilaku. Secara teoritis terbentuknya niat tersebut ditentukan oleh interaksi antara kedua komponen yang mendahuluinya yaitu sikap terhadap perilaku dan norma subyektif tentang perilaku individu Feisbhein dan Ajzen, 1975: 33 Tingkat kepatuhan hukum seseorang dalam arti kapan seseorang berperilaku menurut hukum atau tidak, apakah orang itu menyadari atau kurang menyadari akan perbuatannya yang melanggar hukum banyak pula ditentukan oleh kondisi-kondisi tertentu. adalah tidak mudah untuk mengatakan atau mengukur bahwa seseorang itu tidak taat hukum. Pada saat tertentu orang berperilaku sesuai dengn apa yang diyakininya sebagai hal yang wajar, seakan-akan dia mempunyai cara tersendiri untuk membuat perilaku yang masuk akan. Menurut H. Obbes dan Freud bahwa pada dasarnya perilaku individu manusia dalah egositis dan karenanya cenderung memuaskan kepentingannya snediri Jangkung Karyanto, 19989: 2 Akibat dari sifat manusia yang cederung ingin memuaskan kepentingannya sendiri maka ia sering menimbulkan benturan-benturan dengan pihak lain yang apabila hal ini dibiarkan terus berlangsung akan menciptakan penyimpangan sosial. Dalam hal ini pernama huukm perda sebagai upaya pembentukan perilaku sosial dalam diri seseorang untuk mampu berbagi kepentingan denganorang lain diperlukan. Apabila perilaku individu manusia yang cederung untuk mementingkan diri sendiri tersebutn terlepas dari pengendalian hukum dengan mengambil sebagai bentuk deviasi yang “Sosially disapproved”, maka tindakan-tindakan tersebut jelas akan menganggu integrasi sosial secara keseluruhan. Menurut Paul Scholten kepatuhan hukum adalah keadaan atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau hukum yang diharapkan ada. Dalam hal ini yang ditekankan adalah nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang fungsi hukum, apa yang hendak dijalankan oleh hukum di dalam masyarakat Paul Scholten, 1982: 28 commit to user 42 Ketaatan yang rendah terhadap hukum juga dimungkinkan karena warga masyarakat tidak mengetahui atau kurang memahami norma-norma tersebut, sehingga mereka sama sekali tidak mengetahui akan manfaatnya untuk mematuhi norma tersebut. Menurut pendapat Gastra van Loon efektifnya suatu perundang-undangan secara sederhana berarti tujuannya tercapai. Hal ini sangat bergantung berbagai faktor, antara lain tingkat pengetahuan tersebut akan pelembagaan dari undang-undang pada bagian-bagian masyarakat sesuai dengan ruang lingkup undang-undang tadi Soerjono Soekanto, 1989: 84 Untuk mengukur tingkat ketaatan hukum bagi masyarakat dpaat dikemukakan indicator yang dikemukakan oleh B. Kutchinskt 1993 yaitu sebagai berikut : Soerjono Soekanto, 1982: 32 a. Pengetahuan tentang peraturan law awareness b. Pengetahuan tentang isi peraturan law acquations c. Sikap cukum law attitude d. Perilaku hukum lehal behavior Berdasarkan teori dimuka dapat dikatakan bahwa seseorang anggota masyarakat patuh atau tidak terhadap kebijakan Pemerintah yang ditungkan dalam Peraturan Daerah bergantung dari keempat faktor tersebut. Pengkajian tentang kaitan antara pengetahuan, sikap dan perilaku telah banyak dilakukan oleh para ahli sosial. Para ahli yang mengkaji antara sikap, pengetahuan dan perilaku tersebut dalam, satu kegiatan lazimnya sebagai sebagai berikut : Adanya pengetahuan manfaat suatu hal akan menyebabkan orang mempunyai sikap positif hal tersebut. Selanjutnya sikap positif akan mempengaruhi niat untuk ikut serta dalam kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut. Adanya niat untuk melakukan sesueatu kegiatan akhirnya akan sangat menentukan apakah kegiatan tersebut betul-betul dilakukan, kegiatan yang sudah dilakukan itu disebut perilaku. commit to user 43

B. Kerangka Pemikiran