commit to user
21
3. Otonomi Daerah
Dalam literatur Belanda otonomi berarti pemerintahan sendiri zelfregering yang oleh Van Vollenhoven dibagi atas zelfwetgeving
membuat undang-undang sendiri, zelfuitvoering melaksanakan sendiri, zelfrechtspraak mengadili sendiri dan zelfpolitie menindaki sendiri. Namun
demikian, walaupun otonomi itu sebagai self government, self sufficiency dan actual independency, keotonomian tersebut tetap berada pada batas yang tidak
melampaui wewenang pemerintah pusat yang menyerahkan urusan kepada daerah. Secara etimologis, otonomi daerah berasal dari bahasa latin autos
artinya sendiri dan nomos artinya aturan. Pendapat lain memberi arti otonomi sebagai zel welgeving atau pengundangan sendiri, mengatur dan memerintah
sendiri. S. Pamudji menyebutkan bahwa otonomi daerah dalam pengertiannya
lebih cenderung pada pendekatan politik, yaitu keterbatasan luas wilayah, pengelompokan etnis, jumlah penduduk dan lebih potensi sumber daya pada
daerah kabupatenkota telah menempatkannya sebagai suatu lingkungan pemerintahan yang secara mutlak tidak memiliki potensi separatis dan tidak
membuka peluang bagi berkembangnya federalisme. Perkembangan otonomi yang secara bertahap, mengarah pada
kemandirian dan peningkatan kualitas partisipasi politik masyarakat, akan dapat tetap terkendali di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, sehingga masalah otonomi mempunyai makna kebebasan dan
kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Pengertian otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
commit to user
22
tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa daerah berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memberikan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada
daerah. Hal tersebut diperkuat dengan Ketetapan MPR RI Nomor XVMPR1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan,
Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa dasar pembentukan dan pengakuan bagi
daerah otonom, yaitu satuan pemerintahan territorial lebih rendah dari negara mempunyai hak mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tertentu sebagai
urusan rumah tangganya straatrehtelijke decentralisatie. Berdasarkan Pasal 18 beserta paham yang terkandung di dalamnya, maka penjelasan yang
memuat keterangan atau bersifat daerah administratif belaka, merupakan sesuatu yang berlebihan. Menyadari makna dan maksud dari Pasal 18, maka
semua Undang-Undang tentang atau berkaitan dengan pemerintahan daerah hanya mengatur mengenai pemerintahan otonomidaerah otonom.
Mengacu ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan
yang dalam penyelenggaraan pemerintah menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan daerah menyelenggarakan otonomi
daerah. Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
commit to user
23
landasan kuat untuk menyelenggarakan otonomi dengan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah.
Sebagai realisasi Pasal 18 UUD 1945, maka dalam Sidang Umum Majelis Permusyaratan Rakyat pada tanggal 7 Mei 1999 telah membentuk
Ketetapan MPR Nomor XVMPR1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
Yang Berkeadilan Serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketetapan MPR Nomor
XVMPR1998 sebagaimana dimaksud lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah lembaran Negara Tahun
1999 Nomor 60, Tambahan lembaran Negara Nomor 3839 juncto Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan
dasar hukum dari penyelenggaraan pemerintahan daerah. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah Lembaran Negara Tahun
1974 Nomor 38, Tambahan lembaran Negara Nomor 3037 yang tidak sesuai lagi dengan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah dan perkembangan
keadaan. Sebagaimana diketahui prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan
otonomi daerah adalah dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok negara dan dalam membina kestabilan politik
serta kesatuan bangsa, maka hubungan yang serasi antara pemerintahan pusat dan daerah atas dasar keutuhan negara kesatuan, diarahkan pada pelaksanaan
otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersarna-sama
dengan asas dekonsentrasi. Memperhatikan pengalaman penyelenggaraan otonomi daerah pada
masa lampau yang meganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban dari
pada hak, maka dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
commit to user
24
Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemberian otonomi kepada daerah kabupaten dan
daerah kota berdasarkan kepada asas desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab.
Kewenangan otonomi luas dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan
semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta
kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan daerah. Di samping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang
utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Makna otonomi nyata
seperti tersebut dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembang di daerah.
Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai
konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam tugas dan kewajiban yang harus di pikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi daerah, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan
pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta dalam rangka menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagir Manan menyebutkan bahwa penyelenggaraan negara mempunyai peranan penting dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa,
oleh karena itu dalam Penjelasan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
commit to user
25
Tahun 1995 yang menyatakan bahwa yang sangat penting dalam pemerintahan dan hidupnya negara adalah semangat penyelenggaraan negara
tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal sehingga penyelenggaraan negara tidak dapat berjalan semestinya. Hal ini terjadi
selama hampir 33 tiga puluh tiga tahun yaitu adanya pemusatan kekuasaan, wewenang Presiden sebagai mandataris MPR dalam pemerintahan Orde Baru
yang non demokratis. Pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab tidak hanya berdampak negatif di bidang politik, namun juga di bidang
otonomi dan moneter yaitu telah terjadinya penyelenggaraan negara yang menguntungkan kelompok tertentu yang memberi peluang tumbuhnya
korupsi, kolusi dan nepotisme. Korupsi, kolusi dan nepotisme itu tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara saja, tetapi antar penyelenggara negara
dengan pihak lain, seperti keluarga kroni-kroninya dan para penguasa sehingga merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara yang
akhirnya akan membahayakan negara. Dari tuntutan reformasi diperlukan kesamaan visi, misi dan persepsi
dari seluruh penyelenggaraan negara. Kesamaan visi, misi dan persepsi tersebut harus sejalan dengan tuntutan hati nurani rakyat yang menghendaki
terwujudnya penyelenggaraan negara yang mampu menjalankan fungsi dengan penuh tanggung jawab yang dilaksanakan secara efektif dan efisien
bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme sebagaimana diamanatkan dalam Ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor XVMPR1998 tentang
Penyelenggaraan otonomi Daerah, pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk terselenggaranya negara yang bersih dari korupsi, kolusi dan
nepotisme sebagaimana dirumuskan dalam Ketetapan MPR Republik Indonesia Nomor XVMPR1998 tentang Penyelenggaraan otonomi Daerah,
pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan Sumber Daya Nasional Yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut berkaitan langsung atau tidak
commit to user
26
langsung dengan penegakan hukum terhadap pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme terutama yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan
pejabat lain yang memiliki fungsi strategis. Dalam kaitannya dengan tujuan tersebut, maka dikeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan negara Yang Bersih dan bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme pada tanggal 18 Mei 1999 Lembaran negara Tahun 1999 Nomor
75 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851. Adapun sasaran pokok dalam Undang-Undang tersebut adalah para penyelenggara negara yang meliputi
pejabat negara danatau pejabat lain yang memiliki fungsi strategis. Undang-Undang tersebut mengatur pula kewajiban para penyelenggara
negara antara lain mengumumkan dan melaporkan harta kekayaan sebelum dan setelah menjabat. Sedangkan ketentuan sanksi dalam Undang-Undang
tersebut berlaku bagi penyelenggara negara, masyarakat dan komisi pemeriksa sebagai upaya preventif dan represif serta berfungsi sebagai jaminan atas
diatasinya asas-asas umum penyelenggaraan negara, hak dan kewajiban penyelenggara negara dan ketentuan lain, sehingga dapat ditentukan
memperkuat kelembagaan, moralitas, individu dan sosial. Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan asas
desentralisasi, dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan. Asas desentralisasi secara utuh dan bulat dilaksanakan di kabupaten dan kota. Ketentuan asas
desentralisasi di Kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat dilaksanakan sesuai dengan Pasal 1 huruf d dan e Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah Daerah adalah penyelenggara
pemerintahan daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi, sedangkan asas desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintah oleh pemerintah daerah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
commit to user
27
Dapat dilihat bahwa tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan
di daerah terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan pada masyarakat, serta untuk meningkatkan stabilitas politik tampak adanya
keserasian antara kepentingan-kepentingan teknis administratif dengan kepentingan-kepentingan politik yang melekat pada otonomi daerah. Otonomi
daerah memberi wewenang daerah untuk mengatur daerahnya berdasarkan prakarsa sendiri yang ditetapkan atas dasar aspirasi masyarakat daerah yang
bersangkutan. Atas dasar pemikiran tentang otonomi yang luas, nyata dan
bertanggungjawab, maka prinsip-prinsip otonomi daerah yang terdapat dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah juncto Undang-Undang Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah terdapat 8 delapan yaitu :
a Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah;
b Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggungjawab;
c Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan kota, sedangkan otonomi daerah propinsi merupakan
otonomi terbatas; d Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara,
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah;
e Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi
wilayah administratif. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibuat oleh pihak pemerintah atau pihak lain seperti badan otorita kawasan
pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industrri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan pariwisata dan semacamnya berlaku
ketentuan peraturan daerah otonom;
commit to user
28
f Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan
maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan; g Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam
kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur;
h Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintahan dan kepala daerah, tetapi juga pemerintah dan daerah kepada
desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan. Prinsip otonomi yang seluas-luasnya memberikan arti bahwa daerah
diberikan kewenangan untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah pusat yaitu politik luar
negeri, pertahanan dan keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional serta agama. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk
memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab berarti identik dengan adanya suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan,
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya yang telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai
dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya
harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi daerah yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dan tujuan nasional.
Sebagai bagian dari salah satu penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat dalam penyelenggaraan
otonomi daerah memanfaatkan potensi dan kekayaan daerah yang dimilikinya
commit to user
29
dengan menerbitkan Keputusan Bupati Kuningan Nomor: 430KPTS.213- DISPARBUD209 tanggal 7 Juli 2009 tentang Penunjukkan Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan sebagai Pengelola Objek dan Daya Tarik Wisata OTDW Talagaremis, Paniis, Bumi Perkemahan dan Jalur
Pendakian Palutungan, Bumi Perkemahan dan Jalur Pendakian Cibunar, Balongdalem, dan Bumi Perkemahan Cibeureum Dalam Kabupaten
Kuningan.
4. Organisasi Pemerintah Daerah