D. Pembahasan
Hasil penelitian hubungan antara happiness dengan kualitas hidup pada pasien kanker diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar r = 0.451,
yang berarti ada hubungan positif antara happiness dengan kualitas hidup. Hubungan yang positif menunjukkan bahwa kenaikan skor pada variabel
happiness akan diikuti kenaikan skor pada variabel kualitas hidup. Hubungan antara happiness dengan kualitas hidup ini didukung
pernyataan Myers 2002 yaitu, ciri-ciri individu yang bahagia adalah mampu menghargai dirinya sendiri, tidak mudah menyerah, dan mampu
mengendalikan dirinya. Hal ini membuat individu yang bahagia lebih mampu untuk menerima kondisi kesehatan mereka dan memiliki harapan
hidup yang tinggi Soraki Abolghasemi, 2016. Ketika individu mampu menerima kondisi kesehatannya, mereka akan lebih mampu bertahan dan
tidak putus asa sehingga memiliki kualitas hidup yang lebih positif Michalos et al, 2000.
Koefisien determinasi R
2
diperoleh sebesar 0,204 yang berarti happiness menyumbang 20,4 pengaruh terhadap kualitas hidup subjek
penelitian dari sekian banyak faktor lain yang mempengaruhi kualitas hidup subjek. Menurut Brown 1996, terdapat dua faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu faktor lingkungan dan pribadi. Faktor lingkungan terdiri dari lingkungan makro dan lingkungan
sekitar, sedangkan faktor pribadi terdiri dari faktor biologis dan psikologis.
Universitas Sumatera Utara
Happiness merupakan salah satu faktor psikologis yang berasal dari pribadi yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
Dari analisis data juga didapat kategorisasi happiness dan kualitas hidup subjek. Subjek dengan tingkat happiness yang rendah berjumlah 3
dan tinggi berjumlah 55. Dari kelompok subjek yang berada pada kategori happiness tinggi, hasil pengukuran memperlihatkan bahwa aspek
optimisme memberikan skor lebih tinggi dibanding aspek lainnya pada variabel happiness. Hal ini sejalan dengan penelitian Gustavsson-Lilius et
al 2006 yang menyatakan bahwa pasien kanker yang optimis memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dibandingkan pasien kanker yang
pesimis. Selain itu, rasa optimis yang dimiliki pasien kanker juga dapat meningkatkan kemampuan pasien dalam menjalankan aktivitas sosialnya
terutama menjalin hubungan positif dengan orang lain Carver et al., 2003. Pasien kanker yang memiliki kesehatan psikologis dan kemampuan
aktivitas sosial yang baik merupakan ciri-ciri orang yang bahagia Myers, 2002. Hal ini didukung pula dengan hasil observasi yang peneliti lakukan
di lapangan yaitu, meskipun sedang menjalani kemoterapi, pasien kanker yang menjadi subjek penelitian disini terlihat tidak mengeluh. Kebanyakan
dari mereka juga melaporkan bahwa mereka memiliki keinginan untuk sembuh yang besar dan memiliki banyak hal yang ingin dilakukan
kedepannya. Pada kategorisasi kualitas hidup diketahui bahwa subjek dengan
kualitas hidup yang negatif sebesar 6 dan positif sebesar 57. Besarnya
Universitas Sumatera Utara
emosi positif, seperti kebahagiaan yang dirasakan pasien kanker dapat menjadi faktor untuk menjelaskan hal ini. Soraki Abolghasemi 2016
menyatakan bahwa happiness dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam hal positive thinking, problem solving, dan hope. Kemampuan
tersebut dapat membantu pasien kanker untuk tetap dapat memaknai hidup mereka serta meningkatkan keberfungsian dalam menjalani hidup. Howren
et al 2010 juga menyatakan bahwa pasien yang mengalami emosi negatif sering memiliki kualitas hidup yang lebih rendah diantara cancer survivor
lainnya. Selain itu, Bowling 2005 juga menyatakan bahwa kriteria kualitas
hidup yang positif ditentukan dengan seseorang yang memiliki pandangan psikologis yang positif, memiliki kesejahteraan emosional, kesehatan fisik
dan mental yang baik, kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan, serta memiliki hubungan yang baik dengan teman dan
keluarga. Pernyataan Bowling 2005 tersebut sesuai dengan pernyataan mayoritas pasien kanker yang menjadi subjek pada penelitian ini yang juga
melaporkan bahwa meskipun kondisi kesehatan mereka saat ini tidak sesehat dulu, tapi mereka merasa masih mampu menjalani aktivitas sehari-
hari seperti biasa dan tetap memiliki hubungan yang baik dengan keluarga, teman, dan tetangga.
Kategorisasi happiness dan kualitas hidup pada penelitian ini ditemukan bahwa sangat sedikit subjek yang berada pada kategorisasi
yang rendah atau negatif melainkan mayoritas subjek berada pada kategori
Universitas Sumatera Utara
tinggi atau positif. Hal ini dapat disebabkan metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti, yaitu dengan cara subjek tidak membaca dan
mengisi sendiri skala happiness dan kualitas hidup yang telah disiapkan melainkan peneliti membacakan setiap pernyataan yang ada di skala yang
kemudian dijawab oleh subjek penelitian. Hal ini dapat menimbulkan faking good, dimana subjek berusaha menampilkan kesan yang baik
kepada peneliti. Selain itu, aitem-aitem yang mengandung nilai social desirability yang tinggi juga dapat menjadi penyebab subjek memiliki skor
yang tinggi pada kedua alat ukur tersebut. Hal-hal tersebut merupakan kelemahan pada penelitian ini dan diharapkan pada penelitian-peneiltian
selanjutnya hal tersebut dapat dipertimbangkan. Pada penelitian ini juga dianalisa perbedaan nilai rata-rata subjek
pada variabel happiness dan kualitas hidup yang ditinjau berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada variabel happiness, berdasarkan jenis
kelamindidapatkan skor rata-rata pada subjek laki-laki sebesar 55,52 dan pada subjek perempuan sebesar 55,37. Selisih keduanya adalah sebesar
0,15. Hal ini didukung pernyataan Seligman 2005 yang menyatakan bahwa tingkat emosi rata-rata pria dan wanita tidak jauh berbeda.
Pada variabel kualitas hidup, skor rata-rata pada subjek laki-laki sebesar 52,52 dan pada subjek perempuan sebesar 51,88. Selisih keduanya
adalah sebesar 0,64. Dapat dilihat dari hasil tersebut bahwa skor rata-rata kualitas hidup laki-laki dan perempuan secara signifikan tidak terlalu
berbeda. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Giesinger et al 2009
Universitas Sumatera Utara
yang menyebutkan bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas hidup pada pasien kanker laki-laki maupun perempuan.
Berdasarkan usia, pada variabel happiness didapatkan skor rata-rata subjek pada kelompok tahap perkembangan dewasa awal adalah sebesar
58,70 dan pada dewasa madya sebesar 52,68. Selisih keduanya adalah sebesar 6,02. Meskipun tidak terlalu besar, terlihat bahwa nilai happiness
pada subjek dewasa awal lebih tinggi dibandingkan subjek pada kelompok tahap perkembangan dewasa madya. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Seligman 2005 yaitu, intensitas emosi yang dirasakan seseorang baik positif maupun negatif akan semakin berkurang seiring
dengan bertambahnya usia. Pada variabel kualitas hidup didapatkan skor rata-rata subjek pada
kelompok tahap perkembangan dewasa awal adalah sebesar 57,17 dan pada dewasa madya sebesar 47,82. Selisih keduanya adalah sebesar 9,35.
Dari hasil tersebut terlihat bahwa nilai kualitas hidup pada subjek dewasa awal lebih tinggi dibandingkan subjek pada dewasa madya. Hal ini sejalan
dengan penelitian Pereira Canavarro 2011 yang menyatakan bahwa kualitas hidup individu pada kelompok usia dewasa awal lebih tinggi
dibandingkan individu dewasa madya. Berdasarkan hasil observasi peneliti di lapangan, pasien kanker
yang menjadi subjek penelitian disini menanggapi pernyataan –
pernyataan yang terdapat pada skala dengan kooperatif meskipun sedang menjalani pengobatan kemoterapi. Bukan hanya menanggapi pernyataan
Universitas Sumatera Utara
dengan jawaban sangat tidak setuju sampai sangat setuju, subjek juga menjelasakan alasan dibalik jawaban yang mereka berikan. Meskipun
tidak banyak, ada juga subjek yang sampai meneteskan air mata ketika menjelaskan bagaimana perasaan mereka mengenai penyakit yang mereka
alami tersebut. Penjelasan-penjelasan yang diberikan subjek juga memperlihatkan bahwa mereka memiliki keinginan yang besar untuk
sembuh.
Universitas Sumatera Utara
65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan