prestasi, kreditur tidak diberi kemampuan oleh hukum untuk melaksanakan pemenuhan prestasi. Jadi tidak dapat dipaksakan.
3. Verbintenis yang sempurna daya kekuatan hukumnya, Disini
pemenuhan dapat dipaksakan kepada debitur jika ia ingkar secara sukarela melaksanakan kewajiban prestasi. Untuk itu kreditur diberi
hak oleh hukum menjatuhkan sanksi melalui tuntutan eksekusi pelaksanaan perintah eksekusi dan eksekusi riel waktu eksekusi,
ganti rugi serta uang paksa.
11
B. Pelaksanaan Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua pihak saling berjanji melaksanakan sesuatu.
Hal ini adalah baru suatu gambaran saja yang nantinya bersama dilaksanakan atau diwujudkan oleh kedua belah pihak tadi. Sering terjadi didalam
pelaksanaan perjanjian menimbulkan persoalan-persoalan yang pada waktu perjanjian dibentuk belum nampak jelas persoalan tersebut, oleh masing-masing
memberi penafsiran sendiri-sendiri tentang maksud perjanjian yang mereka buat, sehingga menimbulkan perbedaan pendapat maupun pertikaian-pertikaian diantara
para pihak tersebut. Karena itu perlu adanya ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana melaksanakan dan memberi tafsiran pada pelaksanaan suatu perjanjian
itu. Untuk melaksanakan suatu perjanjian lebih dahulu harus ditetapkan
secara tegas dan cermat apa saj isi dari perjanjian tersebut atau dengan kata lain apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihak. Biasanya orang-orang yang
mengadakan suatu perjanjian dengan tidak mengatur atau menetapkan dengan tegas hak dan kewajiban mereka maka perjanjian itu kurang baik.
11
Ibid., hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1138 ayat 1 KUH Perdata menerangkan bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya. Artinya bahwa janji itu mengikat kedua belah pihak. Namun demikian menurut Pasal 1339 KUH Perdata bahwa setiap
perjanjian itu tidak saja hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi untuk segala sesuatu yang menurut sifatnya
perjanjian tersebut diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Menurut Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata mengatur bahwa perjanjian
harus dilakukan dengan itikad baik. Pasal ini merupakan salah satu sendi yang penting dalam hukum perjanjian. Artinya bahwa pelaksanaan perjanjian itu harus
berjalan dengan mengindahkan norma-norma kepatutan kesusilaan. Didalam pelaksanaan perjanjian tersebut idberikan hak atau kekuasaan
untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian berdasarkan undang-undang yang berlaku serta keadilan.
Dari 2 ayat yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata yaitu ayat 1 dan ayat 3 dapat dilihat bahwa ayat 1 adalah sebagai syarat tuntutan kepastian
hukum bahwa perjanjian yang dibuat adalah bebas tetapi sifatnya mengikat. Sedangkan ayat 3 tersebut harus dipandang sebagai suatu “tuntutan keadilan”
yang artinya hukum itu selalu mengejar dua tujuan yaitu menjamin kepastian hukum dan memenuhi tuntutan keadilan.
Tentang bagaimana memberikan tujuan untuk melaksanakan perjanjian itu dapat diambil pedoman Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Semua perjanjian yang sah mengikat para pihak yang membuatnya sebagai
undang-undang Pasal 1338 KUH Perdata. 2.
Jika kata-kata dalam suatu perjanjian cukup jelas maka tidak dibenarkan untuk memberikan penafsiran yang menyimpang dari padanya Pasal 1342
KUH Perdata. 3.
Apabila kata-kata dalam perjanjian dapat menimbulkan penafsiran yang berlainan, maka lebih dahulu harus diteliti apakah yang dimaksud pihak-
pihak sebelum mengikat diri pada perjanjian itu Pasal 1343 KUH Perdata.
4. Jika suatu janji dapat memberikan dua pengertian maka harus dipilih
pengertian yang memungkinkan untuk pelaksanaan perjanjian itu Pasal 1344 KUH Perdata.
5. Jika kata-kata dalam suatu perjanjian dapat menimbulkan dua macam
pengertian maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian Pasal 1345 KUH Perdata.
6. Apabila ada yang meragukan dalam suatu perjanjian maka harus
ditafsirkan menurut apa yang menajdi kebiasaan setempat dimana perjanjian itu dibuat Pasal 1346 KUH Perdata.
7. Hal-hal yang menurut kebiasaan selemanya diperjanjian dianggap secara
diam-diam dimaksudkan dalam persetujuan walaupun tidak dengan tegas dinyatakan Pasal 1347 KUH Perdata.
8. Semua janji yang dibuat dalam suatu perjanjian harus diartikan dalam
hubungan satu sama lain, tetapi janji harus ditafsirkan dalam rangka
Universitas Sumatera Utara
perjanjian seluruhnya Pasal 1348 KUH Perdata. 9.
Jika dalam suatu perjanjian terdapat keragu-raguan maka perjanjian itu harus ditafsirkan atas kerugian orang lain yang telah meminta
diperjanjikan, atau hal dan untuk keuntungan orang telah mengikatkan dirinya untuk itu Pasal 1349 KUH Perdata.
10. Meskipun bagaimana luasnya kata-kata dalam suatu perjanjian disusun,
namun persetujuan itu hanya meliputi hal-hal yang dimaksudkan oleh kedua belah pihak tersebut Pasal 1350 KUH Perdata.
11. Jika seseorang dalam suatu perjanjian menyatakan sesuatu hendak
menjelaskan perikatan, tidaklah ia dianggap mengurangi atau membatasi kekuatan persetujuan atau perjanjiannya untuk hukum dalam hal-hal yang
tidak dinyatakan Pasal 1351 KUH Perdata.
C. Syarat Sahnya Perjanjian