Penggolongan suatu obat kedalam jenis sedatif-hipnotika menunjukkan bahwa kegunaan terapeutik utamanya adalah menyebabkan sedasi dengan
disertai hilangnya rasa cemas atau menyebabkan kantuk. Kecemasan dan gangguan tidur merupakan hal yang biasa terjadi, dan sedatif-hipnotika adalah di
antara jenis obat yang telah diresepkan secara meluas di seluruh dunia Katzung, 2002. Beberapa obat hipnotik dan sedatif, terutama golongan benzodiazepin
digunakan juga untuk indikasi lain, yaitu sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas anticemas dan sebagai penginduksi anestesia Ganiswarna et
al.,1995. Istilah sedatif-hipnotik biasanya digunakan untuk mendeskripsikan efek
bersama joint effect yang ditimbulkan atau medikasi yang menimbulkan efek bersama tersebut. Efek hipnotik lebih bersifat depresan terhadap susunan saraf
pusat daripada sedatif. Obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan respon terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan
kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur fisiologis Rahadian, 2009.
Hipnotika sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat SSP yang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan
tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat kecuali benzodiazepin yaitu hingga hilangnya kesadaran, keadaan anatesi, koma dan mati, bergantung kepada
dosis. Dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respons terhadap merangsangan emosi dan menenangkan. Obat hipnotik menyebabkan kantuk dan
mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis Ganiswarna et al., 1995.
2.6. Mekanisme Kerja Obat
Benzodiazepin bekerja pada asam γ aminobutirat GABA yang merupakan neurotransmiter utama disusunan saraf pusat. Benzodiazepin yang berikatan
dengan reseptor spesifik GABA
A
akan meningkatkan afinitas neurotransmiter inhibisi dengan reseptor GABA. Ikatan ini akan membuka kanal Cl- yang
menyebabkan meningkatnya konduksi ion Cl- sehingga menghasilkan hiperpolarisasi pada membran sel pasca sinap dan saraf pasca sinap menjadi
Universitas Sumatera Utara
resisten untuk dirangsang. Efek resistensi terhadap rangsangan ini diduga sebagai mekanisme efek ansiolitik, sedasi dan antikonvulsi serta relaksasi otot pada
benzodiazepin. Bila 20 reseptor GABA berikatan dengan benzodiazepin akan memberikan efek ansiolitik, 30 – 50 untuk sedasi dan akan tidak sadar bila lebih
dari 60. 60 reseptor GABA
A
terdapat pada ujung saraf post sinaps di sistem saraf pusat SSP. Anatomi distribusi reseptor ini, maka obat ini mempunyai efek
yang minimal di luar SSP. Sebaran terbanyak reseptor GABA ditemukan di korteks serebri, diikuti penurunan jumlahnya di hipothalamus, serebelum,
hipokampus, medula oblongata dan medula spinalis HoweWhitehead, 1992.
Turunan benzodiazepin menekan transmisi sinaptik pada sistem pengaktifan retikula di otak dengan cara mengubah permeabilitas membran sel
sehingga mengurangi rangasangan sel postsinaptik dan terjadi deaktivasi korteks serebral. Turunan benzodiazepin mengikat reseptor khas di otak dan
meningkatkan transmisi sinaptik GABA-ergik gamma-aminobutytic acid dengan cara meningkatkan pengaliran klorida pada membran postsinaptik dan
menurunkan pergantian norepinefrin, katekolamin, serotonin dan lain-lain amin biogenik dalam otak Siswandono Soekardjo, 1995.
Mekanisme kerja obat sedatif-hipnotik pada umumnya dengan meningkatkan aktifitas GABA gamma-amino butric acid,
sebuah neurotransmitter dalam otak. Neurotransmitter adalah sebuah zat kimia yang
diproduksi dan dilepas oleh saraf sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan saraf yang lain. Peningkatan GABA dalam otak menghasilkan rasa kantuk
memfasilitasi tidur atau mempertahankannya Rahardian, 2009. GABA gamma-aminobutyric acid merupakan neurotransmitter inhibitor
utama di sistem saraf pusat mamalia dan terdapat pada hampir 40 saraf. Peran GABA sebagai neurotransmitter inhibitor didukung bahwa banyak penyakit saraf
yang disebabkan karena adanya degenerasi saraf GABAergik, contohnya epilepsi, gangguan tidur, dan tardive dyskinesia. GABA bekerja pada reseptornya yaitu
reseptor GABA Ikawati, 2006. Zat-zat yang meningkatkan kerja GABA seperti benzodiazepin dan barbiturat digunakan untuk mengobati kecemasan dan kejang
atau sebagai sedatif atau relaksan otot Olson, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Reseptor GABA terdapat dalam tipe, yaitu reseptor GABA
A
, GABA
B
, dan GABA
C
. Reseptor GABA
A
dan GABA
C
merupakan keluarga reseptor ionotropik, sedangkan GABA
B
adalah reseptor metabotropik. Reseptor GABA
A
memiliki peranan penting dalam sistem biologis karena dia memiliki tempat ikatan terhadap
obat-obat sedatif hipnotik yaitu golongan barbiturat dan benzodiazepin, suatu golongan obat yang sangat banyak dipakai di dunia kesehatan. Penelitian
menunjukkan bahwa benzodiazepin dapat mempotensiasi penghambatan transmisi sinaptik GABAergik dengan berikatan dengan reseptor GABA
A
. Obat-obat golongan benzodiazepin seperti diazepam, klordiasepoksid, lorazepam, dan
alprazolam, bekerja dengan meningkatkan afinitas reseptor terhadap GABA pada tempat ikatannya sehingga meningkatkan frekuensi pembukaan kanal ion
Ikawati, 2006. Peranan GABA dalam gangguan kecemasan telah dibuktikanoleh manfaat
benzodiazepine sebagai salah satu obat beberapa jenisgangguan kecemasan. Benzodiazepine yang bekerja meningkatkanaktivitas GABA pada reseptor GABA
terbukti dapat mengatasigejala gangguan kecemasan umum bahkan gangguan panik.Beberapa pasien dengan gangguan kecemasan diduga memilikifungsi
reseptor GABA yang abnormal Kaplan Saddock, 1997.
2.7. Biologis Hewan Uji