1
I.PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia saat ini memiliki cadangan minyak bumi sebesar 7998 MMSTB dan terbukti 4303 MMSTB dengan potensial sebesar 3695 MMSTB PT Media Data Riset, status Februari 2010 dalam
Setiawan 2010. Dengan tingkat produksi minyak 357 juta barel per tahun, minyak bumi Indonesia diprediksi akan habis dalam waktu 10 tahun. Berdasarkan data kementrian energi dan sumber daya
mineral status Mei 2010 cadangan minyak bumi Indonesia sebesar 8.2 miliar barel.
Sistem pertanian yang semakin maju meningkatkan kebutuhan energi didalamnya. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya penggunaan alat dan mesin pertanian, penggunaan mesin proses
produksi hasil pertanian yang semakin modern, pupuk dan pestisida serta bahan kimia lainnya. Teh Camelia sinensis L. merupakan salah satu hasil pertanian dari sub sektor perkebunan yang
menghasilkan devisa bagi negara sebesar 94.6 juta atau 0.22 dari total devisa yang berasal dari non migas. Dalam proses pengolahan teh, aspek efisiensi penggunaan energi tidak dapat dipisahkan dari setiap
kegiatannya, sebab akan berpengaruh pada kemampuan kompetisi harga di pasar global. PT perkebunan nusantara IX Persero, merupakan salah satu perusahaan yang berstatus sebagai
badan usaha milik negara BUMN yang bisa menghasilkan keuntungan bagi negara. PT perkebunan nusantara IX memiliki komoditi usaha diantaranya teh, karet, kakao, kopi, dan pala. Kenaikan biaya
variabel produksi, semakin mempersulit posisi perkebunan dan industri teh sehingga PT perkebunan nusantara IX mencari solusi bentuk energi yang lebih murah dan melakukan penghematan energi.
Peranan komoditas teh dalam perekonomian di Indonesia cukup strategis. Industri teh Indonesia pada tahun 1999 diperkirakan menyerap sekitar 300.000 pekerja dan menghidupi sekitar 1,2 juta jiwa.
Selain itu, secara nasional industri teh menyumbang Produk Domestik Bruto PDB sekitar Rp 1,2 triliun 0,3 dari total PDB nonmigas dan menyumbang devisa bersih sekitar 110 juta dollar AS per tahun. Dari
aspek lingkungan, usaha budidaya dan pengolahan teh termasuk jenis usaha yang mendukung konservasi tanah dan air ATI, 2000. Indonesia merupakan negara produsen teh curah pada urutan ke lima di dunia
setelah India, Cina, Sri Lanka, dan Kenya. Pada tahun 2002 total produksi teh Indonesia mencapai 172.790 ton atau 5,7 persen dari total produksi teh dunia yang mencapai 3.062.632 ton International Tea
CommitteeITC, 2003. Sebagian besar produksi teh Indonesia 65 ditujukan untuk pasar ekspor. Volume ekspor teh Indonesia sebagian besar 94 masih dalam bentuk teh curah lihat Tabel 1.
Selain sebagai produsen, Indonesia juga merupakan negara eksportir teh curah pada urutan kelima di dunia dari segi volume setelah Sri Lanka, Kenya, Cina, dan India. Perkembangan ekspor teh
Indonesia terus menurun selama sembilan tahun terakhir, yaitu dari jumlah 123.900 ton pada tahun 1993 menjadi hanya 100.200 ton pada tahun 2002, atau rata-rata menurun sebesar 2,1 persen per tahun.
Keadaan tersebut menyebabkan pangsa volume ekspor teh curah Indonesia di pasar dunia menurun dari 10,8 persen pada tahun 1993 menjadi hanya tujuh persen pada tahun 2002 ITC, 2003.
Pertumbuhan ekspor teh Indonesia jauh di bawah pertumbuhan ekspor teh dunia. Masalah tersebut disebabkan karena 1 komposisi produk teh yang diekspor Indonesia kurang mengikuti
kebutuhan pasar; 2 negara-negara tujuan ekspor teh Indonesia kurang ditujukan ke negara-negara pengimpor teh yang memiliki pertumbuhan impor teh tinggi; dan 3 daya saing teh Indonesia di pasar
teh dunia yang masih lemah.
2
Tabel 1. Produksi teh Indonesia ton, 1995 - 2009 Tahun
Teh 1995
111,082 1996
132,000 1997
121,000 1998
132,682 1999
126,442 2000
123,120 2001
126,708 2002
120,421 2003
127,523 2004
125,514 2005
128,154 2006
115,436 2007
116,501 2008
114,689 2009
112,761 Sumber: Badan Pusat Statistik
Catatan : 1. Termasuk produksi yang menggunakan bahan mentah dari perkebunan rakyat
. Angka sementara
Permintaan energi dunia diperkirakan masih didominasi oleh minyak bumi mengingat bahwa jenis energi ini relatif sudah memiliki pasar dan infrastruktur yang memadai di berbagai belahan dunia.
Namun demikian, untuk memenuhi kebutuhan minyak tersebut diperlukan investasi yang sangat besar dengan kecenderungan harga yang terus meningkat. Data konsumsi energi sektor industri dapat dilihat
pada Tabel 2.
Penggunaan energi secara efisien merupakan salah satu usaha penghematan energi yang termasuk pola konservasi energi, karena hasilnya dapat segera dirasakan pada waktu yang relatif singkat. Selain itu
konservasi energi di sektor industri dalam hal ini termasuk industri perkebunan akan mengurangi biaya produksi sehingga akan memperkuat daya saing produk. Di Indonesia, konservasi energi dirasakan perlu
karena penggunaan energi di Indonesia tergolong tinggi. Menurut riset yang yang dilakukan oleh PT Energy Management Indonesia EMI, angka elastisitas energi di Indonesia mencapai 1,84. Artinya, untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 1 saja, maka pasokan energi harus naik 1,84. Kalau pertumbuhan ekonomi Indonesia katakanlah 6, maka diperlukan tambahan pasokan energi sebesar 11.
Masih menurut EMI, dengan angka elastisitas tersebut Indonesia termasuk negara paling boros energi di ASEAN. Indonesia cukup tertinggal dalam hal konservasi dan penghematan energi. Negara tetangga lain
di bawah angka tersebut misalnya Malaysia, angka elastisitasnya 1,69. Thailand 1,16, Singapura 1,1. Jepang, angka elastisitasnya hanya 0,1. Untuk beberapa negara Eropa, angka elastisitas energinya malah
minus. Artinya, saat ekonomi tumbuh, laju konsumsi energinya justru menurun. Ini menunjukkan upaya konservasi dan diversifikasi energi berjalan sangat baik.
Dari sisi angka intensitas energi, untuk meningkatkan GDP sebesar 1 juta dollas AS Indonesia membutuhkan tambahan energi sebesar 482 TOE. Sementara rata-rata intensitas energi lima negara
tetangga di kawasan ASEAN hanya sekitar 358 TOE. Bahkan angka intensitas energi Jepang hanya 92 TOE. Tingginya angka elastisitas dan intensitas energi menurut banyak kalangan mengindikasikan
rendahnya daya saing industri kita karena terjadi inefisiensi energi.
3
Sumber:Bank Dunia, Indikator Pembangungan Dunia Maret 2011
Gambar 1. Penggunaan energi per kapita Gambar tersebut merupakan penggunaan energi primer Indonesia setara minyak dalam
kilogram, per kapita. Tabel 2. Konsumsi energi pada sektor industri BOE
Tahun Biomass
Coal Briket
Gas Kerosene
ADO IDO
Fuel oil
LPG Listrik
Total 2000
58981 36.060
85 86.826
4219 37.171
8008 25.581
1.073 1073
72281 2001
55186 37.021
78 81.861
4160 39.458
7735 26.680
972 972
68053 2002
52305 38.698
83 80.508
3955 38.828
7311 25.596
1.093 1093
64664 2003
50167 68.264
77 89.912
3980 37.398
6358 20.756
808 808
61313 2004
46917 55.344
80 85.076
4012 42.986
5862 21.859
1.101 1101
57892 2005
43920 65.744
94 86.277
3851 39.929
4843 15.617
1.131 1131
53745 2006
46676 89.043
94 82.845
3394 35.027
2627 16.154
1.453 1453
54150 2007
42108 121.904
89 79.723
3352 33.787
1422 13.856
1.242 1242
48124 2008
44235 159.696
157 90.845
2676 35.371
849 9.961
1.124 1124
48884
Catatan: Sumber energi yang digunakan pada industri produk teh Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan 2010, pada pengolahan teh hitam di
perkebunan Cisaruni, pengggunaan energi adalah sebesar 33.62 MJkg teh kering dengan rincian energi bahan bakar padat 31.59 MJkg, 1.98 MJkg untuk energi listrik, dan 0.056 MJkg untuk tenaga manusia.
Di Perkebunan Goalpara, menurut Mulyawan 2010, penggunaan energi total adalah sebesar 63.8655 MJkg teh kering. Dalam penggunaanya, ada sebagian dari energi yang digunakan terbuang sehingga
mengakibatkan pemborosan energi dan membawa dampak terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya perhitungan energi dalam proses produksi teh sehingga penghematan energi dapat dilaksanakan
dengan baik. Perkebunan teh Jolotigo merupakan salah satu perkebunan yang membudidayakan dan mengolah teh hitam yang dalam prosesnya tentulah digunakan energi. Audit energi sangat diperlukan
sebab belum pernah dilakukan audit energi di perkebunan tersebut.
Audit energi merupakan suatu langkah awal dalam pelaksanaan program konservasi energi. Audit energi dapat dilakukan dengan cara-cara yang sederhana hingga tingkat yang lebih rinci dan lengkap.
Audit energi juga dilakukan untuk mengetahui kemungkinan perbaikan-perbaikan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi. Selain itu audit energi dapat membantu memberikan
gambaran tentang penggunaan energi pada tiap proses yang meliputi jumlah, jenis sumber energi, aliran energi dan biaya energi serta mengidentifikasi terjadinya pemborosan energi, sehingga mempermudah
penentuan strategi yang tepat untuk meningkatkan efisiensi produksi.
4
B. TUJUAN