KEBUTUHAN ENERGI PADA PROSES PRODUKSI TEH HITAM DI

36 Pada tahap pengolahan, konsumsi terbesar adalah pada tahap pelayuan. Seperti telah dipaparkan sebelumnya, konsumsi energi pada keseluruhan proses produksi teh hitam di kebun Jolotigo 46.53 adalah dari tahap ini. Kebun Jolotigo menggunakan kayu bakar sebagai sumber panas proses pelayuan karena keberlimpahan kayu dari replanting teh sebagai pengganti IDO industrial diesel oil.

B. KEBUTUHAN ENERGI PADA PROSES PRODUKSI TEH HITAM DI

PERKEBUNAN JOLOTIGO, PEKALONGAN Tabel 15. Penggunaan sumber energi pada tahapan produksi teh MJkg teh kering Tahap E.manusia E.listrik E.BBM E.Bahan bakar padat E.pupuk E.pestisida Produksi pucuk 3.578708 7.192791 0.868428 Pengangkutan 0.02166 - 3.4789 - - - Pengolahan teh 0.12995 0.65417 41.3984 Persentase konsumsi setiap sumber energi 6.5

1.4 6.06

72 12.5 1.51

1. Pupuk

Penggunaan pupuk dalam pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman belum menghasilkan, dan pemeliharaan tanaman menghasilkan bertujuan untuk meningkatkan daya dukung tanah terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman teh. Pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, Kieserite, KCl, Rockphospate, ZA, Supermes, dan Bifolan. Setiap kilogram teh hitam membutuhkan energi tidak langsung dari pupuk sebesar 7.192791 MJ data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-3. Penggunaan pupuk terbesar adalah pada tahap pemeliharaan tanaman menghasilkan sebesar 5.444157 MJkg teh kering. Penggunaan pupuk ini lebih kecil daripada penggunaan pupuk di perkebunan Goalpara Mulyawan, 1997, Ciater Kartikasari, 2002, Gedeh Somantri, 2002, dan teh Nusamba Cianjur Nasution, 1992. Konsumsi pupuk di Jolotigo mengikuti standar yang ditetapkan direksi PTPN IX persero. Akan tetapi, penggunaan pupuk dapat berubah sewaktu-waktu tergantung kondisi di lapangan seperti cuaca dan serangan hamapenyakit pada saat tahun budidaya.

2. Pestisida

Penggunaan pestisida di perkebunan Jolotigo meliputi penggunaan herbisida, insektisida, dan fungisida. Pestisida digunakan untuk mencegah dan memberantas hama serta penyakit pada masa budidaya teh sejak pembibitan hingga pemeliharaan tanaman menghasilkan. Standar yang telah ditetapkan dapat berubah tergantung seberapa besar kondisi serangan hama dan penyakit pada tiap tahap dan periodenya masing-masing. 37 Kebutuhan pestisida adalah sebesar 0.868428 MJkg teh kering atau sebesar 1.5 dari total kebutuhan energi pada proses produksi teh hitam di kebun Jolotigo data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-2. Konsumsi terbesar pestisida adalah pada tahap pembibitan teh.

3. Tenaga manusia

Penggunaan tenaga manusia sangat penting dalam proses produksi teh hitam sejak pembibitan hingga pengemasan. Pada tahap budidaya, tenaga manusia sangat diperlukan karena di Kebun Jolotigo tidak menggunakan alat dan mesin canggih seperti alat petik teh. Sedangkan pada pengolahan teh, tenaga manusia berperan baik sebagai operator alat dan mesin maupun sebagai tenaga transportasi dari satu tahap ke tahap selanjutnya. Secara keseluruhan, konsumsi energi pada proses produksi teh di kebun Jolotigo adalah 3.730307 MJkg teh kering atau 6.5 data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-4. Tahap pemetikan membutuhkan tenaga manusia terbesar dari keseluruhan proses, yaitu 1.87508 MJkg teh kering atau 50.2. Hal ini dikarenakan pada tahap pemetikan hanya digunakan tenaga manusia tanpa mesin petik. Produktivitas rata-rata pemetikan di kebun Jolotigo adalah 21 kgHOK.

4. Bahan bakar minyak

Bahan bakar minyak yang digunakan di perkebunan Jolotigo adalah solar. Solar digunakan untuk kebutuhan pengangkutan pucuk dan bahan bakar generator pembangkit tenaga listrik. Kebutuhan energi secara keseluruhan dari bahan bakar minyak pada proses produksi adalah sebesar 3.4789 MJkg teh kering data dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-8. Nilai tersebut setara dengan 6.06 dari total konsumsi energi pada produksi teh yang digunakan sebagai sumber energi armada angkut. Nilai ini lebih besar daripada proses pengangkutan pucuk di PTPN VIII Goalpara yang hanya 1.16 MJ kg teh kering serta Perkebunan teh Nusamba, Cianjur sebesar 3.02 MJkg teh kering. Konsumsi energi yang besar ini dikarenakan jarak tempuh kendaraan angkut teh yang cukup panjang yaitu sekitar 150 km setiap hari. Lokasi kebun yang cukup jauh dari pabrik serta medan yang sulit membuat konsumsi BBM cukup tinggi setiap harinya yaitu 103.95 liter solar untuk armada angkut sebanyak 7 buah truk. Kebutuhan solar untuk tenaga generator cukup tinggi yaitu 22.5233705 MJkg teh kering. Berbeda dengan kebun lain yang menggunakan listrik dari PLN, kebun Jolotigo masih menggunakan generator untuk proses produksi teh, penerangan, dan operasional kantor. Total penggunaan solar untuk tiga buah generator berdaya 285KVA rata-rata setiap hari adalah 673 liter dengan efisisensi teknis rata-rata generator adalah 29 data dan perhitungan terdapat pada Lampiran 13.

5. Bahan bakar padat

Bahan bakar padat yang digunakan untuk proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam ortodox di perkebunan Jolotigo adalah berupa kayu teh. Kayu tersebut merupakan biomass yang diperoleh dari kebun sendiri hasil dari replanting. Bahan bakar padat berupa kayu digunakan sebagai sumber energi untuk memanaskan udara pada tahap pelayuan dan pengeringan, dimana bentuk energi panas yang dihasilkan digunakan untuk menguapkan air dari dari daun dan bubuk teh. Kayu-kayu tersebut sebelumnya telah diperkecil dengan cara dipotong dengan gergaji mesin dan kemudian dikeringkan secara alami sebelum dimasukan ke ruang bakar untuk dibakar secara konvensional, dimana ruang bakar dipasang fire bar 38 roster sebagai tempat pembakaran. Udara primer dialirkan melalui bagian bawah fire bar dan dihisap oleh induced draught fan ID fan. Kebutuhan energi total dari bahan bakar padat pada proses pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam adalah sebesar 41.39844 MJkg teh keringdata dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-7. Dari jumlah tersebut penggunaan energi dari bahan bakar padat terbesar terjadi pada tahap pelayuan sebesar 26.2346 MJkg teh kering dengan rasio bahan bakar padat 1.45. Selain itu bahan bakar padat digunakan pada tahap pengeringan sebesar 15.16384 MJkg teh kering. Total penggunaan bahan bakar padat adalah 72 dari keseluruhan konsumsi energi dan merupakan masukan energi terbesar. Jika dibandingkan dengan perkebunan Cisaruni, maka penggunaan bahan bakar kayu untuk pelayuan sangat berbeda jauh. Di kebun Cisaruni hanya membutuhkan 3.9433 MJkg teh kering dengan rasio bahan bakar padat 0.2. Jumlah bahan bakar padat yang dibutuhkan selain dipengaruhi oleh proses itu sendiri juga dipengaruhi oleh kandungan air dalam pucuk, tebal hamparan pucuk, kelambaban udara luar dan temperatur udara panas yang keluar dari heat exchanger. Di kebun Cisaruni, bahan bakar kayu tidak digunakan setiap hari, sedangkan di Jolotigo dilakukan setiap hari. Hal ini karena kelembaban udara di Cisaruni sudah cukup untuk tidak menggunakan udara panas pada pelayuan. Jenis kayu yang digunakan di kebun Cisaruni adalah campuran antara kayu teh, karet, albasiah, mahoni, dan jati yang menghasilkan kalor lebih tinggi daripada kayu teh saja seperti yang digunakan di kebun Jolotigo. Pada saat penelitian dilakukan, keadaan cuaca di perkebunan Jolotigo sedang musim hujan sehingga cuaca cukup lembab dan kandungan air dalam pucuk tinggi. Hal ini mengakibatkan harus digunakan burner untuk memanaskan udara pelayuan. Diperlukan banyak kayu untuk memanaskan udara hingga outlet 27°C di setiap palung dengan inlet 100°C saat keluar heat exchanger. Kelembaban udara lingkungan pada saat pelayuan sekitar 91. Dibandingkan dengan pelayuan, pengeringan memerlukan lebih sedikit bahan bakar padat. Rasio bahan bakar padatnya adalah 0.83, artinya untuk mengeringkan 1kg teh dibutuhkan 0.83 kg kayu. Kelembaban udara lingkungan pengeringan sekitar 78 mengakibatkan mudah untuk menjaga suhu tetap stabil dengan inlet sekitar 110°C. Sebagai perkebunan yang sama-sama menggunakan bahan bakar kayu padat untuk pengeringan, kebun Cisaruni lebih banyak mengkonsumsi bahan bakar kayu. Hal ini dikarenakan proses pengeringan di kebun Cisaruni lebih lama serta mesin lebih banyak berkaitan dengan kapasitas pabrik yang lebih besar pula dibanding Jolotigo. Selain faktor lingkungan seperti kelembaban dan keadaan teh itu sendiri, faktor kebersihan alat juga menentukan banyaknya bahan bakar yang digunakan. Di dalam burner terdapat pipa-pipa udara sebagai heat exchanger . Jika pipa-pipa ini tidak dibersihkan secara rutin maka akan ada banyak abu yang akan menghambat laju perpindahan panas. Semakin lama laju perpindahan panas maka akan semakin banyak bahan bakar yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang diinginkan. Proses pembersihan burner pengeringan dilakukan seminggu sekali, sedangkan pada burner pelayuan sebulan sekali padahal kedua mesin ini digunakan setiap hari. Penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar padat untuk pengolahan pucuk teh menjadi teh hitam ortodoks di PTPN IX kebun Jolotigo adalah upaya untuk mengatasi krisis energi khususnya bahan bakar minyak fosil. Hal ini disebabkan karena seiring dengan naiknya biaya produksi untuk 39 mengolah pucuk teh menjadi teh hitam di pabrik apabila masih menggunakan bahan bakar minyak. Selain itu juga bahan bakar padat merupakan biomass hasil limbah perkebunan yang berpotensi menjadi sumber energi yang murah, tersedia setempat tidak perlu impor, dan adanya keuntungan terhadap pembangunan dan lingkungan.

6. Listrik

Kebutuhan energi listrik untuk pabrik, penerangan, dan kantor di kebun Jolotigo dipenuhi dari dua buah generator pembangkit listrik berdaya 285 KVA dan satu generator lagi berdaya 265 KVA. Penggunaan pembangkit listrik tenaga air untuk membantu proses pengolahan di pabrik sudah tidak dapat dilakukan lagi karena debit sumber air yang semakin mengecil. Pada penelitian ini, energi listrik yang diaudit adalah energi listrik yang digunakan pada proses pengolahan teh di pabrik yang meliputi motor listrik-motor listrik penggerak peralatan dan mesin pengolahan. adapun mesin dan alat yang digunakan pada saat penelitian adalah palung pelayuan,open top roller, rotorvane, press cap roller, fan, RRB, two stage drier, heat exchanger, bubble tray, crusher, chota shfifter, drag rool, vibro mess, vibro blank, konveyor, peti miring, dan tea bulker. jumlah dan spesifikasi terdapat pada Lampiran ke- 5. Untuk penerangan pabrik tidak dilakukan perhitungan karena ketidakpastian dalam penggunaanya. Penggunaan energi listrik dalam proses produksi teh adalah 0.654172 MJkg teh kering atau sebesar 1.14 dari keseluruhan energi yang digunakandata dan perhitungan terdapat pada Lampiran ke-9. Penggunaan energi listrik terbesar adalah pada proses pelayuan sebesar 0.47747 MJkg teh kering. Hal ini disebabkan karena proses pelayuan memerlukan waktu yang lama sekitar 15 jam proses dan sebagian besar alatmesin pada bagian tersebut yaitu blower palung pelayuan digerakan oleh motor listrik. Effisiensi teknis motor listrik rata-rata sebagai tenaga penggerak peralatan dan mesin rendah. Pada proses penggilingan adalah 27, sortasi 7, dan pengemasan 8 Lampiran 12.

C. EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DAN PELUANG KONSERVASI