2.4.1 Maloklusi Klas I Angle
Maloklusi Klas I memiliki hubungan molar satu yang sama dengan oklusi normal, dimana cusp mesiobukal dari molar satu permanen rahang atas beroklusi
pada groove bukal yang terletak di antara cusp mesial dan distal bukal molar satu permanen rahang bawah Gambar 14. Maloklusi Klas I pada umumnya memiliki gigi
yang normal dari arah anteroposterior yang dikombinasi dengan adanya suatu penyimpangan antara ukuran gigi dengan panjang lengkung rahang. Penyimpangan
yang biasa terjadi adalah crowded, dan untuk kasus diastema antar gigi jarang ditemukan. Pasien maloklusi Klas I dengan crowded memiliki gigi yang lebih besar
dengan panjang lengkung gigi yang lebih kecil serta memiliki lebar lengkung yang lebih kecil. Gigitan silang anterior dan posterior juga dapat ditemukan pada pasien
dengan maloklusi Klas I.
1,26
Dewey mengemukakan suatu modifikasi dari klasifikasi maloklusi Angle yang membagi Klas I menjadi lima tipe, yaitu
27
: a.
Tipe 1 : Maloklusi Klas I dengan crowded pada gigi anterior b.
Tipe 2 : Klas I dengan protusi pada gigi insisivus maksila c.
Tipe 3 : Maloklusi Klas I dengan gigitan terbalik anterior d.
Tipe 4 : Relasi molar Klas I dengan gigitan terbalik posterior e.
Tipe 5 : Molar permanen telah terjadi pergeseran ke arah mesial karena pencabutan dini pada molar satu desidui atau molar dua desidui.
Gambar 14. Maloklusi Klas I Angle
3
2.4.2 Maloklusi Klas II Angle
Maloklusi Klas II memiliki hubungan lengkung gigi yang tidak normal dengan posisi gigi molar satu mandibula berada lebih ke distal dari gigi molar satu
maksila Gambar 15. Angle membagi maloklusi Klas II menjadi maloklusi Klas II divisi 1, maloklusi Klas II divisi 2, dan maloklusi Klas II subdivisi
1,26
Maloklusi Klas II Angle subdivisi memiliki karakteristik Klas II maloklusi pada satu sisi dan Klas I oklusi pada sisi yang berlawanan. Klas II subdivisi dapat
mencakup asimetri skeletal, asimetri dentoalveolar atau kombinasi dari keduanya. Maloklusi Klas II subdivisi memiliki hubungan yang asimetri antara sisi kanan dan
kiri, sehingga klinisi harus mampu menentukan penyebab utama dari asimetri ini guna untuk memberikan perawatan yang terbaik. Pada penelitian Cassidy dkk.,
melaporkan bahwa 50 dari dari 98 subjek penelitian dengan maloklusi Klas II subdivisi menunjukkan pergeseran midline mandibula terhadap midline wajah.
Artinya, maloklusi Klas II subdivisi lebih banyak disertai dengan asimetri mandibula. Pada umumnya faktor skeletal sebagai penyebab dan terlihat
deviasi dagu ke sisi Klas II. Faktor utama yang berkontribusi pada maloklusi Klas II subdivisi adalah defisiensi pada mandibula karena terjadi pengurangan pada tinggi
ramus atau panjang mandibula pada sisi Klas II. Selain itu, Alavi dkk., menyatakan bahwa faktor utama yang berkontribusi untuk terjadinya hubungan asimetri ini adalah
komponen dentoalveolar.
28,29
Gambar 15. Maloklusi Klas II Angle
3,8
2.4.2.1 Maloklusi Klas II Angle Divisi 1
Maloklusi Klas II divisi 1 memiliki gigi rahang bawah dengan posisi lebih distal dari gigi rahang atas. Protusi gigi insisivus atas umum ditemukan pada
maloklusi ini, sehingga akan menghasilkan overjet lebih besar dari normal Gambar 16. Insisivus atas sering dijumpai penambahan inklinasi ke labial, ini
menyebabkan mahkota insisivus rentan terjadi fraktur. Hubungan molar satu permanen pada maloklusi ini menunjukkan cusp distobukal dari gigi molar satu atas
beroklusi pada bukal groove dari molar satu permanen bawah dan ujung mahkota kaninus maksila beroklusi di dekat permukaan mesial dari kaninus mandibula. Pasien
dengan maloklusi ini dapat atau tidak memiliki gigi crowded dan memiliki variasi dalam derajat dari overbite, dari openbite hingga deep overbite. Rata-rata pada
individu dengan maloklusi Klas II divisi 1 memiliki lebar lengkung maksila yang lebih sempit dibanding dengan individu dengan oklusi normal.
26
Gambar 16. Maloklusi Klas II Angle divisi 1
26
2.4.2.2 Maloklusi Klas II Angle Divisi 2
Pada maloklusi Klas II divisi 2, inklinasi insisivus sentralis atas lebih ke lingual Gambar 17. Hal ini yang menunjukkan perbedaan dengan maloklusi Klas II
divisi 1 dimana terdapat inklinasi labial yang besar. Jumlah dari insisivus maksila dengan inklinasi ke lingual bervariasi antara keempat gigi insisivus rahang atas.
Posisi dari insisivus dengan inklinasi ke lingual akan menghasilkan nilai overjet yang
kecil hingga sedang. Oleh karena inklinasi insisivus yang lebih ke lingual, maka overbite akan ditemukan lebih dalam dari biasanya. Collum angle antara panjang axis
dari mahkota dengan panjang axis dari akar pada insisivus sentralis maksila memiliki derajat lebih besar pada pasien maloklusi Klas II divisi 2 dibandingkan dengan
kelompok oklusi normal. Pasien dengan maloklusi Klas II divisi 2 yang memiliki derajat collum angle yang besar pada umumnya memiliki overbite yang lebih besar
dari normal. Lengkung maksila dan mandibula pada pasien dengan maloklusi ini lebih sempit dibandingkan dengan oklusi normal.
26
Gambar 17. Maloklusi Klas II Angle divisi 2
26
2.4.3 Maloklusi Klas III Angle
Posisi gigi pada rahang bawah berada lebih mesial dari gigi rahang atas dan umunya terlihat gigitan terbalik anterior terdapat pada maloklusi Klas III Angle. Cusp
mesiobukal dari molar satu rahang atas beroklusi pada embrasure di antara molar satu dan molar dua rahang bawah Gambar 18. Lengkung gigi maksila cenderung terjadi
crowded dibanding mandibula. Lebar lengkung maksila lebih sempit dibanding oklusi normal. Sempitnya lengkung gigi maksila dan adanya penyimpangan anteroposterior
pada lengkung sering dihubungkan dengan adannya gigitan terbalik posterior.
26
Dewey memodifikasi klasifikasi maloklusi Klas III Angle menjadi tiga tipe, yaitu
27
:
a. Tipe 1 : Lengkung gigi atas dan bawah ketika dilihat secara terpisah
menunjukkan deretan yang normal. Tetapi, ketika lengkung dioklusikan akan menunjukkan insisivus yang edge to edge.
b. Tipe 2 : Insisivus mandibula mengalami crowded dan memiliki hubungan
lingual terhadap insisivus maksila. c.
Tipe 3 : Insisivus maksila mengalami crowded dan memiliki hubungan gigitan terbalik terhadap anterior mandibula.
Gambar 18. Maloklusi Klas III Angle
3,8
Kerangka Teori
Asimetri Dental
Asimetri Skeletal
Asimetri Fungsional
Asimetri Muskular
Asimetri Dentokraniofasial
Asimetri Lengkung Gigi
Maloklusi Angle
Maloklusi Klas I Angle
Maloklusi Klas II Angle
Maloklusi Klas III Angle
Diagnosis Pemeriksaan
Klinis Pemeriksaan
Radiografi Analisis Model
Studi Fotografi
Kerangka Konsep
Mahasiswa FKG USU : - Maloklusi Klas II Angle
- Maloklusi Klas III Angle
Asimetri Lengkung Gigi
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk melihat gambaran asimetri lengkung gigi pada mahasiswa FKG USU dengan maloklusi Klas II Angle
dan maloklusi Klas III Angle.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Alumni No.2 Universitas Sumatera
Utara, Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga bulan Maret 2015.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Sampel pada penelitian menggunakan model studi dari
penelitian sebelumnya di klinik ortodonti RSGMP FKG USU pada tahun 2013 dan sampel baru yang dikumpulkan dengan metode purposive sampling dengan
memenuhi kriteria inklusi yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk penyeleksian sampel adalah
sebagai berikut:
3.3.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: