nyata. Penurunan pH tanah seiring dengan bertambahnya dosis pupuk yang diberikan. Nilai pH tanah setelah tanaman dipanen menurun 5,15 P0,05
dibandingkan pH tanah setelah tanaman diberi pupuk pada awal penelitian. Penurunan pH tersebut dikarenakan adanya aktivitas mikroba tanah. Aktivitas
mikroba tanah menghasilkan asam-asam organik di dalam tanah. Meningkatnya jumlah asam-asam organik di dalam tanah biasanya diikuti oleh penurunan pH
Elfiati 2008. Penurunan pH dapat mengakibatkan terjadinya pelarutan P yang terikat oleh Ca dan menyebabkan terbebasnya asam sulfat dan nitrat pada oksidasi
kemoautrotrof sulfur dan ammonium berturut-turut oleh bakteri Thiobacillus sp. dan Nitrosomonas sp. Alexander 1978. Ion fosfat valensi satu lebih segera
terserap dari larutan hara dengan nilai pH 5,5 sampai 6,5 Salisbury Ross 1995.
4.3 Pertumbuhan kembali regrowth dan komposisi kimia Indigofera sp.
Jumlah dan bobot cabang serta diameter batang merupakan parameter pertumbuhan
tanaman. Pertumbuhan
berarti pertambahan
ukuran baik
pertambahan panjang, volume, luas atau pun massa misalnya tinggi tanaman, diameter batang dan luas daun Salisbury Ross 1995. Pengaruh pemberian
pupuk sipramin Saritana terhadap jumlah dan bobot cabang diperlihatkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap jumlah cabang tanaman Indigofera sp.
Dosis Pupuk
Jumlah cabang Periode Tanam I
Periode Tanam II 30 hsp
15 hsp rata-rata
30 hsp 15 hsp
rata-rata 7±2
7±3 7±2
15±1 16±1
16±1
ab
10 7±3
9±3 8±3
14±4 22±3
18±4
a
20 7±2
6±2 7±2
17±4 11±2
14±3
b
40 10±2
7±3 9±2
17±2 20±2
18±2
a
Rataan 8±2
7±1 16±3
17±2
Keterangan:
a,b
pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05 hsp = hari sebelum panen waktu pemberian pupuk
tidak termasuk jumlah cabang pada periode tanam I
Perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk sipramin Saritana tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah cabang pada periode
tanam I Tabel 12. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian pupuk belum
memberikan pengaruh pada tanaman, sebab pupuk organik memberikan pengaruhnya
dalam waktu
yang relatif
lama. Perlakuan
dosis pupuk
memperlihatkan perbedaan yang nyata P0,05 terhadap jumlah cabang pada periode tanam II pada pemupukan 15 hsp. Jumlah cabang pada tanaman yang
diberi pupuk dengan dosis 10 dan 40 memiliki jumlah cabang yang nyata P0,05 lebih tinggi dari pemupukan dengan dosis 20 dan kontrol 0.
Jumlah cabang pada periode tanam II 37,64 lebih tinggi P0,05 dibandingkan periode tanam I. Hal tersebut karena dilakukan defoliasi pemotongan pada
tanaman. Periode tanam II merupakan kelanjutan dari periode tanam I setelah tanaman didefoliasi. Keadaan tanaman pada awal periode tanam II telah
mengalami defoliasi, dengan interval defoliasi 60 hari, intensitas defoliasi 100 cm dari permukaan tanah pada batang utama dan 10 cm dari pangkal percabangan
pada cabang tanaman. Jumlah cabang merupakan salah satu bagian yang menunjukkan pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman pada fase vegetatif
dan sangat dipengaruhi oleh kemampuan tanaman tersebut untuk menyerap hara Salisbury Rose 1995. Defoliasi pada tanaman memberikan keuntungan
diantaranya adalah meningkatkan hasil panen Zhu et al. 2000. Perlakuan waktu pemberian pupuk menunjukkan perbedaan yang nyata
terhadap bobot cabang P0,05 pada periode tanam I, namun tidak ada perbedaan yang nyata pada periode tanam II Tabel 13. Pemberian pupuk yang dilakukan
saat 30 hari sebelum tanaman dipanen menghasilkan cabang yang lebih banyak dari pada tanaman yang diberi pupuk pada 15 hsp P0,05. Hal ini di karenakan
pupuk organik memberikan efek yang lama, sehingga tanaman yang diberikan pupuk 30 hsp memiliki kesempatan yang lebih lama menggunakan unsur hara.
Dosis pemberian pupuk tidak memperlihatkan perbedaan pada periode tanam I dan memberikan perbedaan yang sangat nyata pada periode tanam II P0,01.
Pemberian pupuk dengan dosis sampai 20 tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan kontrol 0, pemberian pupuk dengan dosis 40 nyata
meningkatkan bobot cabang sampai 36 dibandingkan kontrol. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dosis pupuk sipramin Saritana 40 mampu menyediakan
unsur hara tanah pada tanaman.
Tabel 13 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap bobot cabang tanaman Indigofera sp. BK
Dosis Pupuk
Bobot Cabang gtanaman Periode Tanam I
Periode Tanam II 30 hsp
15 hsp rata-rata
30 hsp 15 hsp
rata-rata 7,55±3,38
7,47±4,09 7,51±3,74
4,22±1,16 3,72±1,04
3,97±0,36
B
10 13,33±4,67
8,44±1,81 10,88±3,24
4,33±0,69 3,54±0,38
3,93±0,56
B
20 12,54±2,89
6,37±3,62 9,45±3,25
5,97±1,76 4,85±0,52
5,41±0,79
B
40 8,45±1,07
6,44±1,04 7,44±1,06
9,01±1,52 7,26±1,66
8,13±1,24
A
Rataan 10,47±2,89
p
7,18±0,98
q
5,88±1,28 4,84±0,90
Keterangan:
A,B,C
pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P0,01
p,q
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05 hsp = hari sebelum panen waktu pemberian pupuk
tidak termasuk jumlah cabang pada periode tanam I
Pertambahan jumlah cabang tidak selamanya diikuti oleh pertambahan bobot cabang Tabel 13. Pertumbuhan tanaman dari periode tanam I sebelum
defoliasi I ke periode tanam II setelah defoliasi I salah satunya ditandai dengan meningkatnya jumlah cabang. Hal tersebut selayaknya diikuti oleh pertambahan
bobot cabang, akan tetapi bobot cabang tanaman Indigofera sp. yang diberi pupuk sipramin Saritana pada periode tanam II lebih rendah 27,88 P0,05
dibandingkan periode tanam I. Hal tersebut dikarenakan tanaman sudah mengalami dofoliasi I. Tanaman menggunakan simpanan hasil fotosisntesis
fotosintat pada awal pertumbuhan kembali regrowth untuk membentuk cabang yang banyak supaya cepat memproduksi daun sehingga bisa mempercepat
fotosintesis untuk menyediakan makanan bagi tanaman. Dosis pupuk 0-20 belum mampu mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman sehingga tanaman juga
mendistribusi simpanan fotosintat pada akar untuk akuisisi akar mencari unsur hara dan simbiosis dengan mikroorganisme tanah lainnya untuk menjaga
keseimbangan ekosistem tanah dan tanaman. Keterbatasan simpanan fotosintat tersebut menyebabkan tanaman mengalami keterbatasan energi untuk tumbuh
kembali setelah didefoliasi sehingga cabang tanaman yang terbentuk memiliki ukuran yang kecil. Akibatnya, bobot cabang menjadi rendah meskipun jumlahnya
banyak. Pemberian pupuk sipramin Saritana dengan dosis 40 memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dosis lainnya terhadap pertambahan jumlah cabang
dan bobot cabang. Pertambahan jumlah cabang dari periode tanam I ke periode tanam II pada tanaman Indigofera sp. yang diberi pupuk sipramin Saritana dengan
dosis 40 diikuti pertambahan bobot cabang yang juga cenderung meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian pupuk sipramin Saritana dengan dosis 40
mampu mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman Indigofera sp. untuk pertumbuhan kembali regrowth. Berbeda halnya dengan perlakuan dosis pupuk,
waktu pemberian pupuk sipramin Saritana cenderung berbeda nyata P=0,05 terhadap bobot cabang tanaman pada periode tanam II.
Tabel 14 Pengaruh aplikasi pupuk sipramin Saritana terhadap diameter batang tanaman Indigofera sp.
Dosis Pupuk
Diameter Batang mm Periode Tanam I
Periode Tanam II 30 hsp
15 hsp rata-rata
30 hsp 15 hsp
rata-rata 9,80±0,44
9,77±0,59 9,78±0,46
28,00±3,00 25,67±0,58
26,83±1,79 10
10,13±0,90 10,13±0,12
10,13±0,58 27,67±5,13
30,33±2,52 29,00±3,82
20 9,53±1,07
10,53±1,53 10,03±1,30
28,00±1,00 31,33±4,16
29,67±2,58 40
9,77±0,40 9,47±0,55
9,62±0,46 26,33±1,53
28,00±2,65 27,17±2,09
Rataan 9,81±0,70
9,98±0,69 27,50±2,66
28,83±2,48
Keterangan: hsp = hari sebelum panen waktu pemberian pupuk
Diameter batang merupakan salah satu parameter dari pengukuran pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan pada tanaman dapat diartikan sebagai
pertambahan ukuran yang dapat diukur ke satu atau dua arah seperti panjang misalnya tinggi batang, volume misalnya diameter batang, atau luas misalnya
luas daun Salisbury Ross 1995. Pengukuran diameter batang dilakukan pada ketinggian 5 cm dari permukaan tanah dengan menggunakan jangka sorong. Hasil
analisis ragam diameter batang tanaman Indigofera sp. selama penelitian tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata Tabel 14. Hal tersebut dikarenakan
pertumbuhan tanaman yang cepat diarahkan pada pertumbuhan organ-organ vegetatif tanaman seperti daun dan cabang. Diameter batang pada periode tanam
II lebih besar P0,05 48,02 dibandingkan periode tanam I. Pertambahan diameter batang dari periode tanam I ke periode tanam II memperlihatkan bahwa
tanaman tumbuh dengan baik. Bintil akar berperan dalam penambatan gas nitrogen N
2
pada tanaman, terutama pada tanaman leguminosa Salisbury Ross 1995. Hasil analisis ragam
terhadap jumlah bintil akar diperlihatkan pada Tabel 15. Perbedaan waktu pemberian pupuk memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah bintil
akar P0,05. Pemupukan yang dilakukan 30 hsp menghasilkan jumlah bintil akar yang lebih banyak dibandingkan dengan yang dilakukan 15 hsp. Hal tersebut
dikarenakan tanah yang diberikan pupuk 15 hsp lebih lebih banyak mengandung unsur hara terutama N dibandingkan tanaman yang dipupuk 30 hsp. Semakin
banyak jumlah bintil akar mengindikasikan semakin banyak kebutuhan tanaman terhadap unsur N.
Tabel 15 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap jumlah dan bobot bintil akar tanaman Indigofera sp.
Dosis Pupuk
Jumlah bintil akar butir Bobot bintil akar gBK
30 hsp 15 hsp
rata-rata 30 hsp
15 hsp rata-rata
435217-554 250147-360
343
A
0,96±0,27 0,75±0,47
0,86±0,15
A
10 568503-650
320142-545 444
A
1,09±0,26 0,62±0,29
0,85±0,34
A
20 273165-386
15333-248 213
AB
0,50±0,30 0,44±0,07
0,47±0,04
AB
40 519-134
130-27 33
B
0,20±0,32 0,02±0,02
0,11±0,13
B
Rataan 332
p
184
q
0,69±0,29 0,46±0,21
Keterangan:
p,q
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05
A,B,C
pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P0,01 hsp = hari sebelum panen waktu pemberian pupuk
Penambahan pupuk sipramin Saritana dengan dosis sampai 20 panen tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata dengan kontrol terhadap jumlah
bintil akar Tabel 15. Penambahan pupuk sipramin sampai 40 menurunkan jumlah bintil akar secara nyata P0,01 sampai 28,94 pada pemberian 30 hsp
dan 32,2 pada 15 hsp dibandingkan dengan kontrol. Pemberian pupuk dengan dosis 40 menyebabkan kebutuhan N tanaman tercukupi sehingga tanaman tidak
perlu membentuk bintil akar untuk menangkap N
2
. Penambahan pupuk N akan meningkatkan ketersedian N untuk sementara waktu Lubis Kumagai 2007 dan
penambatan N
2
menurun sejalan dengan jumlah nitrogen yang diserap Salisbury Ross 1995. Tanaman yang diberi pupuk dengan dosis 0-20 belum tercukupi
kebutuhannya terhadap N sehingga tanaman berusaha mencukupi kebutuhan N dengan cara bersimbiosis dengan bakteri penambat N membentuk bintil akar.
Akibatnya tanaman yang dipupuk sipramin Saritana dengan dosis 0-20 memiliki jumlah binti akar yang nyata P0,01 lebih banyak dibandingkan tanaman yang
dipupuk dengan dosis 40.
Perbedaan waktu pemberian pupuk memperlihatkan kecenderungan berbeda terhadap bobot bintil akar P=0,07 Tabel 15. Bobot bintil akar yang pada
tanaman yang dipupuk pada 30 hsp cenderung lebih tinggi dibandingkan 15 hsp. Hal tersebut dikarenakan jumlah bintil akar pada tanaman yang diberi pupuk pada
30 hsp lebih tinggi P0,05 dibandingkan 15 hsp. Bobot bintil akar tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah bintil akar, tetapi juga ukuran bintil akar. Bintil akar
yang dihasilkan oleh tanaman Indigofera sp. memiliki ukuran yang bervariasi sebagai akibat dari pemberian pupuk sipramin. Bintil akar memiliki perbedaan
fase dalam perkembangannya mulai dari ukuran kecil yang belum matang dan berwarna putih dengan diameter 1,0-1,5 mm; ukuran medium yang dewasa dan
berwarna merah muda dengan diameter 1,5-2,0 mm dan ukuran besar yang dewasa berwarna merah dengan diameter lebih dari 2,0 mm
Khetmalas Bal 2005. Menurut Salisbury dan Ross 1995 reaksi penambatan N
2
terjadi pada bintil akar dewasa.
Gambar 3 Pengaruh pemberian pupuk sipramin Saritana terhadap ukuran bintil akar Indigofera sp.
Bobot bintil akar dipengaruhi oleh dosis pupuk sipramin Saritana P0,01. Tanaman Indigofera sp. yang diberi pupuk dengan dosis 10 memiliki bobot
bintil akar yang tidak berbeda nyata dengan kontrol dosis 0 sedangkan tanaman yang dipupuk pada konsentarasi 20 memiliki bobot bintil akar yang
nyata P0,01 lebih kecil dari pada dosis 0 dan 10 dan lebih besar P0,01 dari pemupukan pada dosis 40. Bobot bintil akar erat kaitannya dengan ukuran
bintil akar. Semakin besar ukuran bintil akar maka bobotnya semakin besar dan
dewasa. Ukuran bintil akar tanaman yang dipupuk dengan dosis 40 terlihat lebih kecil dibandingkan lainnya. Ukuran bintil akar dapat dilihat pada Gambar 3.
Bagian tanaman yang dikonsumsi ternak pada umumnya adalah bagian daun sehingga akan lebih baik jika rasio daun-cabang semakin tinggi karena semakin
banyak yang dapat dimanfaatkan oleh ternak karena daun lebih palatable daripada bagian cabang tanaman. Rasio daun-cabang merupakan tolak ukur yang baik
untuk menilai kualitas hijauan. Hal tersebut didukung oleh pendapat Shehu et al. 2001 yang menyatakan bahwa rasio daun-cabang pada legum sangat penting
karena daun merupakan organ metabolisme dan kualitas cabang sebagian besar dipengaruhi oleh fungsi strukturnya. Semakin banyak jumlah dari daun pada
cabang, kualitas legum tersebut semakin baik untuk memenuhi hijauan pakan ternak. Penurunan kualitas hijauan dengan meningkatnya umur tanaman terutama
disebabkan peningkatan lignifikasi pada cabang dan peningkatan porsi cabang dibandingkan daun Tjelele 2006.
Tabel 16 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap rasio daun-cabang tanaman Indigofera sp.
Dosis Pupuk
Rasio daun-cabang 30 hsp
15 hsp rata-rata
2,86±0,52 2,93±0,97
2,89±0,74 10
2,16±0,90 2,96±0,56
2,56±0,73 20
2,26±0,57 3,57±0,92
2,91±0,75 40
2,87±0,17 3,43±0,38
3,15±0,27 Rataan
2,53±0,38
q
3,22±0,32
p
Keterangan:
p,q
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05 hsp = hari sebelum panen waktu pemberian pupuk
Hasil analisis rasio daun-cabang tanaman Indigofera sp. diperlihatkan pada Tabel 16. Perlakuan dosis pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
rasio daun-cabang . Perbedaan waktu pemberian pupuk memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap rasio daun-cabang P0,05. Rasio daun-cabang pada
tanaman yang diberi pupuk 15 hsp 12,76 lebih tinggi dari tanaman yang dibandingkan tanaman yang diberi pupuk 30 hsp. Hal tersebut dikarenakan tanah
yang diberi pupuk pada 15 hsp lebih banyak mengandung nutrisi dibandingkan dengan tanah yang diberi pupuk 30 hsp. Banyaknya unsur hara dalam tanah akan
terus memicu tanaman untuk tumbuh dan berkembang, sedangkan kekurangan
unsur hara tanah akan memicu penuaan tanaman. Rendahnya rasio daun-cabang pada tanaman yang diberi pupuk 30 hsp dikarenakan tanaman sudah mengalami
penuaan yang lebih cepat. Percepatan penuaan tanaman berhubungan dengan penurunan nilai nutrisi sebagai hasil dari penurunan porsi daun dan penambahan
porsi cabang Tjelele 2006. Tabel 17 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap produksi daun tanaman Indigofera
sp.
Dosis Pupuk
Produksi Daun gBKtanaman Periode Tanam I
Periode Tanam II 30 hsp
15 hsp rata-rata
30 hsp 15 hsp
rata-rata 15,48±3,84
14,54±3,07 15,01±3,15
17,31±4,18 13,14±4,50
15,23±4,34
B
10 17,87±3,05
17,84±2,26 17,85±2,40
17,36±3,60 17,36±5,46
17,36±4,53
B
20 19,33±2,15
15,83±4,35 17,58±3,62
21,07±0,54 15,98±7,20
18,52±3,87
B
40 20,81±0,83
18,75±2,94 19,78±2,24
29,03±3,73 26,70±2,01
27,86±2,87
A
Rataan 18,37±2,47
16,74±3,16 21,19±3,01
18,29±4,79
Keterangan:
p,q
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05 hsp = hari sebelum panen waktu pemberian pupuk
Hasil analisis ragam terhadap produksi daun diperlihatkan pada Tabel 17. Hasil analisis produksi daun pada periode tanam I tidak menunjukkan adanya
perbedaan nyata pada perlakuan waktu pemberian pupuk, tetapi cenderung berbeda P=0,09 pada dosis pupuk. Hal tersebut dikarenakan pupuk organik
bekerja dalam waktu relatif lama. Pengaruh pemberian pupuk sipramin Saritana terhadap produksi daun Indigofera sp. belum terlihat pada periode tanam I.
Produksi daun pada periode tanam II cenderung lebih tinggi 5,63 P=0,07 dibandingkan dengan produksi pada periode tanam I. Produksi daun pada periode
tanam II menunjukkan adanya perbedaan yang sangat signifikan diantara perlakuan dosis pupuk P0,01 tetapi tidak menunjukkan adanya perbedaan
diantara waktu pemberian pupuk Tabel 17. Pemberian pupuk dengan konsentrasi sampai 20 tidak menunjukkan adanya perbedaan terhadap produksi daun
dibandingkan dengan kontrol. Pemberian pupuk sipramin sampai konsentrasi 40 nyata P0,01 meningkatkan produksi daun sampai 25 dibandingkan kontrol.
Tabel 18 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap produksi tajuk tanaman Indigofera sp.
Dosis Pupuk
Produksi Tajuk Periode Tanam I
Periode Tanam II 30 hsp
15 hsp rata-rata
30 hsp 15 hsp
rata-rata 23,03±6,35
22,01±6,96 22,52±5,98
21,54±5,30 15,54±6,81
18,66±5,86
B
10 31,20±2,52
26,27±4,03 28,73±4,04
21,69±3,80 20,90±5,70
21,30±4,75
B
20 31,87±1,39
22,19±7,97 27,03±7,36
27,04±2,15 19,02±9,68
23,19±5,64
B
40 29,26±1,87
25,18±3,81 27,22±3,50
38,04±4,90 33,95±3,67
36,00±4,29
A
Rataan 28,84±4,03
p
23,92±2,14
q
27,08±4,04 22,35±6,46
Keterangan:
p,q
pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05
A,B,C
pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata P0,01 hsp = hari sebelum panen waktu pemberian pupuk
Dosis pupuk tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata pada periode tanam I tetapi waktu pemberian pupuk memperlihatkan perbedaan yang nyata
P0,05 terhadap produksi tajuk Tabel 18. Pemberian pupuk yang dilakukan 30 hsp menghasilkan produksi tajuk yang lebih tinggi dibandingkan pemupukan yang
dilakukan 15 hsp. Dosis pupuk sipramin Saritana memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata P0,01 terhadap produksi tajuk pada periode tanam II, sedangkan
waktu pemberian pupuk cenderung berbeda P=0,06. Pemberian pupuk sipramin sampai
konsentrasi 20
tidak memperlihatkan
perbedaan yang
nyata dibandingkan dengan kontrol, tetapi pemberian pupuk sampai 40 meningkatkan
produksi tajuk P0,01 sampai 20,6 pada pemupukan yang dilakukan 15 hsp dan 15,23 pada pemupukan yang dilakukan 30 hsp.
Produksi daun dan tajuk pada periode tanam II bergantung pada remobilisasi N dan cadangan karbohidrat non struktural yang disimpan di dalam akar dan
tajuk. Tingkat
remobilisi N
dan cadangan
karbohidrat non
struktural mempengaruhi pertumbuhan kembali regrowth setelah defoliasi Skinner et al.
1999. Produksi tajuk tanaman Indigofera sp. yang diberi pupuk sipramin sampai 40 lebih tinggi dikarenakan memiliki ketersediaan N yang lebih tinggi yang
juga dapat dibuktikan dengan profil daun Gambar 2 dan jumlah bintil akar Tabel 15 yang berbeda dari dosis 0-20. Keadaan tersebut dapat mempercepat
pertumbuhan kembali setelah tanaman didefoliasi. Rendahnya produksi daun dan tajuk tanaman yang diberi pupuk sipramin
dengan dosis 0-20 dikarenakan tanaman tersebut kekurangan nutrien terutama unsur N. Unsur N pada tanaman berperanan penting dalam pertumbuhan vegetatif
tanaman seperti daun, batang dan akar Salisbury Ross 1995. Pembatasan N yang diberikan pada tanah dapat menurunkan penyerapan N dari tanah dan
simpanan N yang disediakan untuk remobilisasi, tetapi meningkatkan porsi N dalam pertumbuhan daun yang diremobilisasi dari akar dan tajuk Millard et al.
1990; Ourry et al. 1990; Thornton Millard 1993; Thornton et al. 1994 karenanya daun yang lebih tua menunjukkan warna kekuningan flourescence.
Peningkatan porsi N untuk regrowth pada kondisi jumlah N tanah, akar dan tajuk tanaman yang terbatas menurunkan laju remobilisasi dan memicu laju
remobilisasi berjalan lambat dan membutuhkan waktu yang lama Millard et al. 1990, Thornton et al. 1994 sehingga pertumbuhan tanaman setelah defoliasi juga
berjalan lambat. Tanaman tidak hanya memperoleh semua bahan penyusunnya dari tanah.
Sebagian besar makanan tanaman berasal dari atmosfer dan melibatkan cahaya. Cahaya memegang peranan penting dalam proses fisiologis tanaman, terutama
fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Intensitas cahaya yang dibutuhkan tumbuhan cukup beragam, ada tanaman yang membutuhkan cahaya matahari
penuh dan ada tanaman yang tidak tahan terhadap cahaya yang berlebih. Proses fotosintesi pada hakikatnya merupakan satu-satunya mekanisme masuknya energi
ke dalam dunia kehidupan. Satu-satunya pengecualian terjadi ada bakteri kemosintetik.
Fotosintesis meliputi
reaksi oksidasi
dan reduksi.
Proses keseluruhannya adalah oksidasi air dan reduksi karbondioksida untuk membentuk
senyawa organik Salisbury Ross 1995. Tabel 19 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap jumlah dan bobot klorofil daun
Indigofera sp.
Dosis Pupuk
Jumlah klorofil total ppm Bobot klorofil mgtanaman
30 hsp 15 hsp
rata-rata 30 hsp
15 hsp rata-rata
163,77±36,58 197,58±58,07
180,68±47,32 5,56±2,33
5,52±1,86 5,54±2,09
10 157,49±30,17
230,92±49,07 194,20±39,62
5,45±0,65 8,21±2,43
6,83±1,54 20
186,47±16,03 185,02±37,38
185,75±26,71 7,52±0,35
6,11±2,73 6,81±1,54
40 174,40±53,18
184,54±29,00 179,47±41,09
8,80±3,15 7,21±1,34
8,01±2,24 Rataan
170,53±33,99 199,52±43,38
6,83±1,62 6,76±2,09
Keterangan: hsp = hari sebelum panen waktu pemberian pupuk
Kadar klorofil merupakan salah satu indikator untuk menilai laju fotosintesis pada daun tanaman. Semakin meningkatnya laju fotosintesis maka
semakin banyak karbohidrat yang terbentuk. Karbohidrat dalam bentuk gula digunakan untuk sintesis klorofil Aarti et al. 2007. Jumlah dan bobot klorofil
total daun Indigofera sp. diperlihatkan pada Tabel 19. Perbedaan dosis dan waktu pemberian pupuk tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah dan bobot klorofil tanaman Indigofera sp. Tabel 19. Hal tersebut dikarenakan tanaman dipelihara di dalam rumah kaca sehingga intensitas
cahaya yang diterima setiap tanaman sama. Klorofil sangat peka terhadap cahaya. Peningkatan penerimaan cahaya akan meningkatkan kadar klorofil, nitrogen dan
densitas stomata tanaman Myrtus communis Mendes et al. 2001. Akan tetapi Aarti et al. 2007 dari hasil penelitiannya terhadap Cucumis sativus menyatakan
bahwa intensitas cahaya yang tinggi akan menghambat biosintesis klorofil, khususnya pada biosintesis 5-aminolevulinat sebagai prekursor klorofil. Menurut
Johnston dan Onwueme 1998 dari hasil penelitiannya terhadap Xanthosoma sagittifolium L. Schott menyatakan bahwa dengan semakin tinggi tingkat naungan
yang diberikan, tanaman akan melakukan adaptasi dengan meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya tiap unit area fotosintetik. Adaptasi yang dilakukan tanaman
adalah dengan meningkatkan jumlah klorofil per unit luas daun. Hal tersebut menjadi bukti bahwa setiap jenis tumbuhan memberi tanggapan yang tidak sama
terhadap intensitas cahaya yang diterima. Komposisi protein merupakan salah satu faktor penting dalam menilai
kualitas pakan. Hijauan dari leguminosa terna dan pohon telah dikenal memiliki kandungan protein yang tinggi sepanjang tahun karena kemampuan tanaman ini
dalam menangkap N dari atmosfer Hove et al. 2001; Ammar et al. 2004. Interaksi dosis dan waktu pemberian pupuk memperlihatkan interaksi yang sangat
nyata terhadap kandungan protein kasar PK P0,01 Tabel 20. Kandungan protein tertinggi P0,01 diperoleh pada tanaman yang diberi pupuk dengan dosis
40 pada waktu pemupukan 30 dan 15 hsp. Pemupukan dengan dosis 10 dan 20 pada 15 hsp memberikan respon yang lebih baik terhadap kandungan protein
kasar dibandingkan 30 hsp. Pemupukan yang dilakukan pada 30 hsp dengan dosis 10-20 tidak berbeda nyata dengan kontrol 0.
Tabel 20 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap komposisi protein kasar BK
Dosis Pupuk Protein kasar
30 hsp 15 hsp
rata-rata 23,94 ± 0,46
C
24,91 ± 0,73
BC
24,42±0,60 10
23,66 ± 1,24
C
26,68 ± 0,46
B
25,17±0,85 20
23,41 ± 1,29
C
25,34 ± 0,39
BC
24,37±0,84 40
31,31 ± 1,04
A
30,79 ± 0,68
A
31,05±0,86 Rataan
25,58 ± 1,01 26,93 ± 0,57
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
sangat nyata P0,01 hsp = hari sebelum panen waktu pemberian pupuk
Komposisi protein tajuk Indigofera sp. pada penelitian berkisar 23,41- 31,31. Nilai tersebut lebih tinggi dari yang dilaporkan Hassen et al. 2007
bahwa komposisi protein tajuk Indigofera sp. daun + cabang dengan diameter 3mm berkisar 8,1-28,7. Hal tersebut dikarenakan pengaruh pemberian pupuk
sipramin Saritana terhadap Indigofera sp.. Penggunaan pupuk sipramin Saritana dengan dosis 40 dapat meningkatkan kandungan protein karena kebutuhan N
tanaman Indigofera sp. tercukupi. Menurut Lubis dan Kumagai 2007 peningkatan suplai N dapat menurunkan materi dinding sel dikarenakan
pembentukan kandungan protein sel dari N dan C. Konsentrasi N yang tinggi menyebabkan kebutuhan C untuk pembentukan protein akan meningkat sehingga
proporsi C untuk dinding sel menurun. Komponen utama pakan yang menentukan laju pencernaan adalah Neutral
detergent fiber NDF dan acids detergent fiber ADF yang merupakan komponen serat kasar. Hijauan pakan dengan kandungan NDF yang rendah 20-
35 biasanya memiliki kecernaan yang tinggi Tjelele 2006. Kandungan NDF tajuk Indigofera sp. berkisar 32,8-65,4 Hassen et al. 2007. Perlakuan dosis
pupuk sipramin Saritana cenderung berbeda P=0,08, tetapi waktu pemberian pupuk tidak berbeda nyata terhadap kandungan NDF. Dosis dan waktu pemberian
pupuk sipramin Saritana tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan ADF tanaman Indigofera sp. Tabel 21. Hal tersebut dikarenakan tanaman Indigofera
sp. dipelihara dalam rumah kaca. Kondisi rumah kaca dengan suhu dan kelembaban yang tinggi serta kurangnya cahaya matahari pada siang hari
mempengaruhi produktivitas tanaman. Suhu yang tinggi memicu akumulasi struktur dinding sel dan mempercepat aktivitas metabolisme yang dapat
menurunkan kandungan isi sel Tjelele 2006. Suhu yang tinggi meningkatkan materi dinding sel, mempercepat lignifikasi dan pencahayaan yang rendah
menurunkan produksi karbohidrat terlarut, kandungan protein kasar dan nilai kecernaan Van Soest et al. 1978; Pearson Ison 1997. Penuaan tanaman dan
temperatur lingkungan mempengaruhi berbagai bagian tanaman yang berbeda Buxton et al. 1995.
Tabel 21 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap kandungan NDF dan ADF BK
Dosis Pupuk
NDF ADF
30 hsp 15 hsp
rata-rata 30 hsp
15 hsp rata-rata
52,30±1,83 54,09±1,76
53,20±1,80 48,05±0,07
49,75±2,04 48,90±1,05
10 52,79±3,87
50,99±1,41 51,89±2,64
51,08±4,54 48,87±1,57
49,97±3,05 20
50,88±1,72 48,58±2,93
49,73±2,32 49,45±1,01
46,91±2,53 48,18±1,77
40 51,11±3,88
48,39±1,21 49,75±2,55
48,00±2,01 47,25±0,31
47,63±1,16 Rataan
51,77±2,82 50,51±1,83
49,15±1,91 48,19±1,61
Keterangan: hsp = hari sebelum panen waktu pemberian pupuk
Kalsium Ca dan fosfor P merupakan nutrisi penting dalam formulasi ransum untuk semua spesies ternak. Walaupun Ca dan P pada umumnya banyak
ditemukan dalam kerangka tubuh, mineral ini memiliki sejumlah fungsi penting dalam jaringan tubuh. Kandungan Ca dan P tajuk Indigofera sp. diperlihatkan
pada Tabel 22. Tabel 22 Pengaruh aplikasi sipramin terhadap kandungan kalsium Ca dan fosfor
P tajuk Indigofera sp. BK
Dosis Pupuk
Kalsium Ca Fosfor P
30 hsp 15 hsp
rata-rata 30 hsp
15 hsp rata-rata
0,68±0,14 0,75±0,15
0,71±0,15 0,10±0,012
ef
0,12±0,004
bcd
0,11±0,008 10
0,62±0,08 0,67±0,23
0,65±0,16 0,08±0,005
f
0,14±0,004
b
0,11±0,004 20
0,72±0,18 0,73±0,05
0,73±0,11 0,11±0,004
de
0,12±0,023
cde
0,11±0,013 40
0,74±0,32 0,65±0,14
0,70±0,23 0,14±0,015
bc
0,16±0,015
a
0,15±0,015 Rataan
0,69±0,18 0,70±0,14
0,11±0,009
q
0,14±0,012
p
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
P0,05 hsp = hari sebelum panen waktu pemberian pupuk
Perlakuan dosis dan waktu pemberian pupuk tidak berbeda nyata terhadap kandungan kalsium Ca tajuk. Kandungan Ca tajuk Indigofera sp. hasil penelitian
berkisar 0,65-0,73. Hasil tersebut lebih rendah dari yang dilaporkan Hassen et al. 2007 bahwa kandungan Ca tajuk Indigofera sp. berkisar 0,99-2,12. Hal
tersebut dikarenakan perbedaan pengambilan cabang pada kedua penelitian.
Materi cabang yang diambil pada penelitian yang dilakukan oleh Hassen et al. 2007 dibatasi pada diameter 3mm, sedangkan pada penelitian ini materi
cabang yang diambil adalah 10 cm dari batang tanaman. Namun demikian, kandungan Ca tanaman Indigofera sp. hasil penelitian masih melebihi level kritis
Ca bagi ternak ruminansia. Menurut McDowell 1997 level kritis Ca bagi ternak ruminansia secara umum adala 0,3 dar bahan kering pakan.
Interaksi dosis dan waktu pemberian pupuk berbeda nyata P0,05 terhadap kandungan fosfor P tajuk Indigofera sp. Pemberian pupuk sipramin
Saritana dengan dosis 40 pada 15 hsp memperlihatkan kandungan P yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya Tabel 22. Kandungan P tajuk Indigofera
sp. hasil penelitian berkisar 0,11-0,15. Nilai tersebut berada pada kisaran level kritis P bagi ternak ruminansia. Nilai kritis P bagi ternak ruminansia secara umum
0,12-0,3 NRC 1996; McDowell 1997. Kandungan P tajuk tanaman Indigofera sp. hasil penelitian sedikit lebih rendah dari yang dikemukakan Hassen et al.
2007 bahwa kandungan P pada tajuk Indigofera sp. berkisar 0,1-0,29. Rendahnya nilai kandungan P hasil penelitian dibandingkan dengan laporan
Hassen et al. 2007 memiliki alasan yang sama dengan rendahnya nilai kandungan Ca. Selain itu perbedaan iklim dan lokasi geografi juga mempengaruhi
kualiras hijauan termasuk kandungan mineral makro. McDowell dan Valley 2000 menyatakan bahwa hijauan yang tumbuh di daerah tropis mengandung
mineral makro lebih rendah dibandingkan di daerah temperate.
4.4 Kecernaan in vitro bahan kering, bahan organik dan protein kasar serta