14
2.1.7 Peran klorofil dalam fotosintesis
Klorofil merupakan salah satu komponen penting dalam pertumbuhan tanaman yang umumnya terdiri dari klorofil a dan b. Klorofil merupakan molekul
organik yang kompleks. Molekul klorofil teridiri atas dua bagian yaitu kepala porfirin dan rantai hidrokarbon yang panjang atau ekor fitol. Porfirin adalah
tetrapirol siklik yang terdiri dari empat nitrogen yang mengikat cincin pirol yang dihubungkan dengan empat rantai metana disebut porfin Hopkins 2004. Rumus
empiris klorofil a dan b adalah C
55
H
72
O
5
N
4
Mg dan C
55
H
70
O
6
N
4
Mg. Perbedaan kedua rumus tersebut terletak pada cincin ketiga, yaitu pada posisi tersebut
klorofil a memiliki gugus metil -CH
3
sedangkan klorofil b memiliki gugus aldehid -CHO.
Fotosintesis merupakan suatu proses metabolisme dalam tanaman untuk membentuk karbohidrat yang menggunakan CO
2
dari udara bebas dan air dari dalam tanah dengan bantuan cahaya matahari dan klorofil. Proses reaksi
fotosintesis dalam tumbuhan tingkat tinggi terdapat dua tahapan: 1 reaksi terang, dan 2 reaksi gelap. Peran klorofil pada tahap reaksi terang yaitu fotosistem I dan
fotosistem II yang menyangkut penyerapan energi matahari oleh klorofil pada panjang gelombang 700 nm, penyerapan energi matahari di fotosistem II pada
panjang gelombang sekitar 680 nm. Fotosistem II mengandung lebih banyak klorofil b dari pada fotosistem I. Pusat reaksi klorofil pada fotosistem II disebut
P
680
. Fotosistem I merupakan suatu partikel yang disusun oleh sekitar 200 molekul klorofil a, 50 klorofil b sampai 200 pigmen karotinoid dan satu molekul matahari
disebut P
700
Salisbury Ross 1995. Proses fotosintesis yang tidak lengkap tidak akan terjadi pada kondisi yang
gelap. Namun jika hal itu terjadi, disebabkan oleh enzim. Enzim ini tidak sensitif terhadap cahaya tetapi sensitif terhadap suhu. Proses reduksi karbondioksida pada
karbohidrat melibatkan banyak reaksi enzim. Enzim-enzim yang berperan dalam fotosintesis yang terjadi di dalam kloroplas berhubungan dengan siklus karbon
dan air terlarut pada stroma kloroplas. Salah satu enzim yang terdapat dalam daun dengan konsentrasi tinggi yaitu ribulosa bifosfat karboksilase atau disingkat
rubisco.
15
2.2 Kebutuhan Ternak Ruminansia terhadap Mineral 2.2.1 Fungsi mineral Ca dan P pada ternak ruminansia
Kekurangan nutrien secara umum merupakan salah satu faktor pembatas paling penting dalam industri peternakan. Kekurangan energi dan protein yang
cukup sering dijadikan alasan utama terhadap menurunnya produksi ternak. Namun, beberapa peneliti telah mengamati bahwa ternak kondisi ruminansia
kadang-kadang juga memburuk karena pemberian pakan yang berlebihan. Menurut McDowell dan Valle 2000 ketidakseimbangan mineral kurang atau
lebih di dalam tanah dan hijauan memiliki peran penting yang lama terhadap rendahnya produksi dan masalah reproduksi diantara ternak ruminansia di daerah
tropis. Serangan penyakit, bulu rontok, kehilangan pigmen bulu, penyakit kulit, keguguran abortus, diare, anemia, hilang nafsu makan, tulang abnormal, tetany,
dan fertilitas rendah merupakan gejala klinis yang disebabkan kekurangan mineral.
Secara umum mineral dipergunakan dalam memelihara, pertumbuhan, dan pergantian sel–sel dan jaringan yang rusak dalam tubuh ternak Chase Sniffen
1998. Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan mineral dibagi atas mineral makro, mikro dan trace element. Mineral makro antara lain kalsium Ca, magnesium
Mg, fosfor P, kalium K, sulfur S, natrium Na dan klor Cl. Mineral ini dibutuhkan dalam jumlah yang cukup, namun seringkali terjadi defisiensi yang
nantinya berakibat fatal pada ternak. Kebutuhan
mineral untuk
ternak diperoleh
dari kuantitas
dan ketersediaannya bioavailability. Bioavailability mineral adalah mineral yang
siap diserap dan dimanfaatkan oleh ternak. Mineral tersedia yang dimaksud adalah mineral yang terlarut dalam rumen sehingga siap diserap oleh usus.
Kalsium Ca adalah mineral yang paling banyak dibutuhkan di dalam tubuh. Secara kuantitatif fungsi utama kalsium adalah pada pembentukan tulang.
Tulang tidak saja berfungsi untuk menunjang struktur komponen tubuh tetapi juga mempunyai fungsi fisiologis penting dalam jaringan dalam menyediakan kalsium
untuk mempertahankan sistem homeostasis tubuh Piliang 2001. Fungsi lain dari kalsium yaitu untuk perkembangan gigi, produksi air susu, transmisi impuls saraf,
pemeliharaan eksitabilitas urat daging yang normal bersama-sama dengan K dan
16
Na, regulasi denyut jantung, geraka-gerakan urat daging, pembekuan darah dan mengaktifkan serta menstabilkan beberapa enzim Parakkasi 1999. Defisiensi
kalsium pada ternak dapat menyebabkan riketsia, osteoporosis, osteomalasia, pertumbuhan
terlambat, hipertropi
kelenjar parathiroid,
dan milk
fever Underwood 1981. Level kritis kebutuhan Ca bagi ternak ruminansia secara
umum yaitu 0,3 dari bahan kering pakan McDowell 1997. Mineral P sangat penting peran biokimia dan fiologisnya. Fosfor dideposit
dalam tulang dalam bentuk kalsium-hidroksi appetite [Ca
10
PO
4 6
OH
2
]. Fosfor merupakan komponen dari fosfolipid yang mempengaruhi permiabilitas sel; juga
merupakan komponen dari meilin pembungkus urat saraf; banyak transfer energi dalam sel yang melibatkan ikatan fosfat yang kaya energi dalam ATP; fosfor
memegang peran dalam sistem buffer dari darah; mengaktifkan beberapa vitamin B tiamin, niasin, piridoksin, riboflavin, biotin, dan asam pantotenik untuk
membentuk koenzim yang dibutuhkan dalam proses fosforilasi awal, fosfor juga merupakan bagian dari matrik DNA dan RNA Parakkasi 1999.
Fungsi fosfor antara lain untuk pembentukan dan pemeliharaan tulang dan gigi, sekresi normal air susu, aktivator enzim–enzim dan metabolisme asam amino
Piliang 2001. Defisien Fosfor pada ternak dapat menyebabkan riketsia, sifat memakan makanan yang aneh–aneh pica appetite, menurunkan reproduksi dan
ukuran tubuh kecil Underwood 1981. Durand dan Kawashima 1980 menyatakan bahwa, didalam rumen mineral
dipergunakan untuk berbagai aktifitas antara lain untuk pembentukan sel, aktivitas selulolitik dan pertumbuhan mikroba. Disamping itu, mineral juga dipergunakan
dalam mengatur tekanan osmotik, buffering capacity, potensial reduksi dan kelarutan di dalam rumen.
2.2.2 Legum pohon sebagai sumber mineral