13
b. Proses Pemilihan Konsentrasi Bahan Pengisi
Bahan pengisi yang ditambahkan adalah maltodekstrin MD. Maltodekstrin ditambahkan dalam bentuk serbuk halus pada sari buah sayuran yang telah disaring padatan terlarutnya dan
segera diaduk menggunakan homogenizer agar terbentuk campuran yang merata. Penambahan bahan pengisi ini dilakukan pada tiga konsentrasi yaitu, 8, 10, dan 12. Jumlah bahan pengisi
yang ditambahkan akan berpengaruh pada beberapa karakter mutu produk serbuk minuman yang dihasilkan nantinya. Penambahan bahan pengisi yang jumlahnya kurang atau terlalu banyak dapat
menyebabkan penurunan kualitas warna, aroma, flavor, serta kelarutan dari serbuk minuman yang dihasilkan. Oleh karena itu bahan pengisi ditambahkan pada beberapa konsentrasi untuk melihat
pada konsentrasi berapa dihasilkan mutu serbuk minuman sayuran yang terbaik. Tujuan dari tahap ini adalah mendapatkan data jumlah penambahan bahan pengisi yang menghasilkan serbuk terbaik
melalui analisis kadar air dan kelarutan serta penerimaan konsumen melalui uji rating hedonik.
Setelah tahap pengeringan maka akan diperoleh tiga jenis serbuk yang menjadi basis bahan baku minuman sayuran, yaitu serbuk brokoli, serbuk bayam, dan serbuk wortel. Tiap jenis serbuk
terdiri dari tiga konsentrasi bahan pengisi yang berbeda, yaitu maltodekstrin 8, 10, dan 12, sehingga terdapat sembilan perlakuan yang dianalisis tahap awal ini. Pemilihan konsentrasi bahan
pengisi awalnya dipilih berdasarkan mutu kadar air dan kelarutan serbuk, dan pada tahap selanjutnya serbuk minuman sayuran diuji organoleptik untuk mendapatkan nilai penerimaan
konsumen. Setelah kedua tahap ini akan diperoleh serbuk-serbuk terpilih baik berdasarkan mutu kadar air dan kelarutan serta penerimaan konsumen. Serbuk-serbuk terpilih akan dibandingkan dan
dipilih lagi mana serbuk yang lebih baik dengan titik berat pemilihan terletak pada hasil uji organoleptik. Alasannya adalah untuk mendapatkan serbuk minuman sayuran yang paling dapat
diterima oleh konsumen.
Sampel yang diuji organoleptik adalah berupa serbuk minuman yang telah direhidrasi dengan rasio bahan dan pelarut yang sama untuk tiap sampel yaitu 1 gram serbuk untuk 10 ml air. Rasio
perbandingan jumlah serbuk dan air tersebut menjadi standar untuk seluruh proses rehidrasi produk sebelum diujikan kepada panelis. Berdasarkan rasio tersebut juga dapat dibentuk suatu
takaran saji dimana untuk membuat 200 ml satu kali penyajian jus sayuran akan dibutuhkan 20 g serbuk. Dalam uji organoleptik sejumlah 15 ml jus pada disajikan kepada panelis untuk dinilai
atribut warna, rasa, aroma, dan keseluruhan dari jus tersebut. Uji organoleptik dilakukan tiga kali pada waktu yang berbeda dimana setiap pengujian yang dilakukan adalah untuk menguji masing-
masing basis serbuk minuman sayuran yaitu serbuk brokoli, serbuk bayam, dan serbuk wortel. Data penerimaan produk yang telah diperoleh selanjutnya diolah menggunakan metode Anova
untuk melihat apakah ada perbedaan nyata pada atribut masing-masing serbuk yang memiliki konsentrasi bahan pengisi yang berbeda.
3. Penambahan Gula dan Asam S
erbuk minuman yang mendapatkan penerimaan panelis tertinggi dipilih untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Sesuai dengan salah satu tujuan awal dilakukannya penelitian ini untuk
menciptakan serbuk minuman sayuran yang disukai konsumen, maka perlu dilakukan uji coba penambahan BTP untuk meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk. Pengujian
penambahan BTP dilakukan hanya pada salah satu serbuk minuman yaitu serbuk bayam. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada serbuk adalah gula dan asam sitrat. Bahan tambahan ini
dipilih karena sudah terbukti dapat meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk dan aman dikonsumsi dalam jumlah yang lazim. Uji coba dilakukan untuk menentukan jumlah
penambahan pemanis dan pengasam yang paling disukai konsumen melalui uji hedonik, yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Persentase yang terlihat pada tabel adalah berdasarkan
perbandingan berat kering antara bahan yang ditambahkan dan serbuk sayuran bb. Data yang diperoleh nanti akan menjadi patokan set value untuk jumlah penambahan bahan tambahan yang
ditambahkan pada formulasi akhir produk.
14
Tabel 2 . Uji penambahan pemanis dan pengasam pada serbuk bayam
Formula Gula
Asam sitrat 30
40 0.2
0.4 0.6
T1
T2
T3
P1
P2
P3
4. Formulasi Produk
Setelah melakukan tahap awal berupa serangkaian uji rating hedonik untuk mendapatkan produk terbaik, selanjutnya dilakukan formulasi produk dengan mencampur bahan baku berupa
serbuk minuman terpilih dari ketiga jenis sayuran dan sejumlah bahan tambahan yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Formulasi produk dilakukan berdasarkan rancangan acak
lengkap menggunakan program Design Expert 6.0
®
. Dari hasil rancang acak lengkap yang dapat dilihat pada Gambar 3 dipilih 5 rancangan formulasi berdasarkan data hasil uji organoleptik pada
tahap awal penentuan basis serbuk terbaik. Tidak semua formula hasil rancangan program DX6 dipilih karena dari analisis sebelumnya telah diperoleh data yang menjadi patokan formulasi mana
yang dapat diabaikan. Selama formulasi semua bahan baik bahan baku maupun bahan tambahan dicampur dengan cara drymix campur kering sesuai rancangan formulasi terpilih. Daftar lengkap
formulasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Gambar 3 . Hasil rancang acak lengkap dari program Design Expert 6
Tabel 3 . Formula serbuk minuman sayuran yang diuji organoleptik
Rasio Campuran Jus Total: 100 Bahan
Tambahan Brokoli 15
Bayam 40 Wortel 45
Brokoli 22.5 Bayam 25
Wortel 52.5 Brokoli 15
Bayam 25 Wortel 60
Brokoli 15 Bayam 32.5
Wortel 52.5 Brokoli 30
Bayam 40 Wortel 30
Gula 30 F1
F2 F3
F4 F5
Asam 0.2 Gula 30
F6 F7
F8 F9
F10 Asam 0.1
Penentuan formula terbaik yang akan menjadi formula produk akhir dari serbuk minuman sayuran ini dilakukan dengan metode uji organoleptik rating hedonik pula. Uji organoleptik tidak
dilakukan sekaligus pada seluruh formula produk, melainkan dibagi menjadi dua kali yaitu
15
pengujian formula serbuk F1-F5 dan pengujian formula serbuk F6-F10. Serbuk dari masing- masing formula dilarutkan menggunakan air dengan perbandingan yang sama yaitu 1 g serbuk
untuk 10 ml air. Sejumlah 15 ml minuman sayuran yang telah dilarutkan diletakkan pada gelas sampel dan disajikan kepada panelis untuk dinilai atribut warna, aroma, rasa, dan keseluruhannya.
Data penerimaan yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan metode Anova untuk melihat adakah perbedaan nyata dari masing-masing formula terhadap mutu sensori dari minuman sayuran
yang dihasilkan. C. Metode Analisis
Berikut ini adalah sejumlah analisis yang dilakukan dalam proses pengembangan dan formulasi serbuk minuman sayuran, dengan titik berat analisis yang dilakukan adalah serangkaian
uji organoleptik.
a. Uji Organoleptik Rating Hedonik
Pada penelitian ini uji organoleptik merupakan metode pengujian utama yang digunakan dalam pemilihan basis serbuk, penentuan jumlah bahan tambahan, dan pemilihan formula produk
akhir. Tujuan dari uji rating hedonik adalah untuk melihat penerimaan dan kesukaan konsumen terhadap produk serbuk minuman sayuran. Jumlah panelis yang digunakan adalah 30 - 50 orang
panelis tidak terlatih. Sampel yang diujikan adalah serbuk minuman sayuran yang telah direhidrasi. Proses rehidrasi dilakukan dengan cara melarutkan serbuk pada air dengan
perbandingan 1:10. Sebanyak 60 g serbuk dilarutkan pada 600 ml air dan diaduk hingga larut. Serbuk minuman dikatakan telah larut apabila telah terlihat tidak terdapat endapan dan gumpalan
serbuk, serta terlihat homogen baik warna dan kekeruhannya. Produk disajikan dengan cara menyiapkan sekitar 15 ml sampel minuman sayuran yang telah dilarutkan sebelumnya pada gelas
sampel, yang ditandai dengan 3 digit kode acak. Panelis diminta untuk mencicipi dan mengevaluasi sampel minuman sayuran tersebut dan memberikan penilaian dengan menggunakan
skala hedonik 7 poin: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netralbiasa saja, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka Meilgaard 1999.
b. Uji Kelarutan
Kelarutan merupakan karakteristik mutu yang penting pada produk berupa serbuk. Walaupun merupakan karakteristik yang penting, hingga kini tidak ada metode standar untuk pengujian
produk rehidrasi. Oleh karena itu umumnya pengujian mutu rehidrasi dari produk seperti ini adalah dengan menggunakan metode yang dirancang sendiri dan distandarisasi terlebih dahulu
agar data yang diperoleh dapat dibandingkan. Uji kelarutan pada serbuk minuman ini dilakukan dengan metode yang berbeda dari metode yang biasa digunakan pada uji kelarutan produk sejenis.
Pada umumnya dalam menguji kelarutan dari produk serbuk, peneliti mengadopsi uji kelarutan yang memanfaatkan alat berupa sentrifus berkecepatan tinggi dan pelarut dalam jumlah banyak.
Namun metode yang digunakan pada produk ini dilakukan lebih sederhana dan mensimulasikan proses kelarutan serbuk tersebut seperti pada saat akan dikonsumsi oleh konsumen.
Uji kelarutan pada serbuk minuman sayuran ini dilakukan dengan metode pengadukan manual yang telah distandarisasi sederhana sebelumnya. Standardisasi dilakukan dengan cara
mengaduk suatu larutan di dalam gelas kecil menggunakan sendok teh, dan menghitung jumlah adukan yang dilakukan selama 1 menit sehingga diperoleh angka adukan rata-rata per menit.
Metode yang digunakan ini dibuat seolah mengaduk biasa dengan menggunakan sendok seperti saat mempersiapkan minuman untuk disajikan. Perbandingan antara serbuk dan air dalam uji
kelarutan ini adalah 1:10, yang artinya untuk melarutkan 1 gram serbuk dibutuhkan 10 ml air. Sebanyak 3 gram sampel serbuk sayuran diletakkan pada gelas kecil dengan volume 80 ml lebar
4.5 cm, tinggi 7 cm dan ditambahkan 30 ml air. Sampel lalu diaduk hingga larut seluruhnya dengan kecepatan adukan yang telah distandarisasi yaitu 130 adukanmenit. Serbuk dinyatakan
telah larut apabila terbentuk dispersi yang homogen baik dari segi warna, dan kekeruhan larutan.
16
Pengujian kelarutan serbuk dilakukan sebanyak 4 kali ulangan. Waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan masing-masing sampel lalu dibandingkan sehingga terpilihlah sampel yang memiliki
mutu rehidrasi baik.
c. Analisis Kadar Air Metode Oven AOAC 2007
Kadar air dari serbuk minuman sayuran diukur dengan cara pengeringan menggunakan metode oven. Sebanyak 4 gram serbuk yang akan dianalisis diletakkan pada cawan yang
sebelumnya telah dikeringkan pada suhu 105
o
C selama 3 jam. Cawan beserta isinya kemudian dikeringkan pada oven pada suhu dan waktu yang sama, lalu didinginkan pada desikator hingga
beratnya cenderung konstan dan ditimbang. Pengukuran kadar air dihitung berdasarkan berat awal cawan beserta isi yang belum dikeringkan dengan berat setelah dilakukan pengeringan.
Kadar air :
�1−�2 �1
� 100 Keterangan :
W1 = Berat sampel sebelum dikeringkan W2 = Berat sampel setelah dikeringkan
d. Analisis Kadar Abu Latimer, Horwitz 2005
Kadar abu pada suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dari bahan tersebut. Pengabuan juga merupakan tahapan persiapan sampel yang harus dilakukan pada analisis mineral.
Prosedur analisis kadar abu yang pertama adalah, cawan porselain yang dipersiapkan untuk pengabuan contoh dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan
ditimbang A. Sampel dengan bobot tertentu B dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di
dalam tanur listrik pada suhu 400-600
o
C selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang
C. Kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Kadar Abu bb =
�−� �
� 100 Kadar Abu bk =
����� ��� �� 100
−����� ��� ��
Ketereangan : bk = basis kering
bb = bais basah
e. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl AOAC 2007
Analisis protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Metode penentuan dengan metode ini meliputi tahap dekstrusi, distilasi, dan titrasi. Tahap destruksi dilakukan untuk mengubah protein
dalam bahan menjadi garam amonium sulfat. Pada tahap destilasi, garam ini direaksikan dengan basa dan amonia diuapkan untuk diserap dalam larutan asam borat. Jumlah nitrogen yang
terkandung dapat ditentukan dengan tahap titrasi dengan HCl.
Sebanyak 100 - 250 mg sampel dimasukan kedalam labu Kjeldahl 30ml, kemudian ditambahkan 1,9 gram K
2
SO
4
, Kjeltab 40 mg jenis HgO dan 2,5 ml H
2
SO
4
pekat. Sampel didihkan sampai cairan berwarna jernih sekitar 1 jam; didinginkan dan dipindahkan ke alat
destilasi. Lalu dibilas dengan air sebanyak 5 sampai 6 kali dengan akuades 20 ml dan air bilasan tersebut juga dimasukkan dalam wadah yang terdapat dibawah kondensor dengan ujung
kondensor terendam di dalamnya. Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 10
17
sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan Erlenmeyer 125 ml berisi larutan H
3
BO
3
dan 3 tetes indikator campuran metil merah 0,2 dalam alkohol dan metilen biru 0,2 dalam alkohol dengan perbandingan 2:1 yang diletakkan dibawah kondensor. Destilasi
dilakukan sampai diperoleh kira-kira 15 ml destilat yang bercampur dengan H
3
BO
3
dan indikator dalam Erlenmeyer. Distilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau
menjadi merah. Volume titran dibaca dan dicatat. Penetapan blanko dilakukan dengan prosedur yang sama, akan tetapi sampel diganti dengan akuades. Hal yang sama juga dilakukan terhadap
blanko. Persentase kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Nitrogen =
� ��� � � ��� � �� � 14,007� �� ����� ������ �
� 100 Kadar Protein bb = N x faktor konversi
Kadar protein bk = kadar protein bb
100 - kadar air bb x 100
faktor konversi = 6,25
f. Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet AOAC 2007
Sampel sebanyak 5 gram W
1
ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring serta dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah
ditimbang berat tetapnya W
2
dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Pelarut
heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam
labu lemak. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi, pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan
sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan ke dalam oven pada suhu 105
o
C selama 5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan ke dalam desikator selama 20-30 menit sampai beratnya konstan W
3
. Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar lemak bb =
�3−�2 �1
� 100 Kadar lemak bk =
kadar lemak bb 100 - kadar air bb
x 100 Keterangan :
W
1
W = Berat sampel gram
2
W = Berat labu lemak tanpa lemak gram
3
= Berat labu lemak dengan lemak gram
g. Analisis Kadar Karbohidrat AOAC 2007
Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100 dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein sehingga kadar karbohidrat
tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Persentase kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
18
Kadar Karbohidrat = 100 - kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein
h. Pengukuran pH AOAC 1995
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebanyak 6 gram sampel dihomogenkan pada 60 ml air, lalu didiamkan sekitar 15 menit. Sampel tersebut lalu diukur
dengan pH meter yang telah di kalibrasi menggunakan buffer pH 4 dan pH 7. Pengkuran pH terhadap sampel jus sayuran dilakukan secara duplo.
i. Pengukuran Total Padatan Terlarut Zoecklien et al. 1995
Hasil pengukuran total padatan terlarut akan dinyatakan dalam satuan brix, yang menunjukkan jumlah gram sukrosa dalam 100 gram larutan. Pengukuran total padatan terlarut
dilakukan dengan menggunakan hand refractometer, yang dikalibrasikan menggunakan larutan sukrosa dengan derajat brix 32 dan diperkirakan memiliki ketepatan hingga 0.1
o
brix.
j. Pengukuran Warna
Warna suatu bahan pangan adalah sifat fisik yang sangat penting berkaitan dengan daya tarik konsumen, dan juga dapat menunjukkan mutu dari bahan pangan tersebut. Tujuan dari pengukuran
warna yang dilakukan adalah untuk mengidentifikasi secara akurat warna yang terlihat pada sampel jus, sehingga dapat dibandingkan dan ditingkatkan warnanya apabila diperlukan. Pengujian
warna secara objektif dapat dilakukan dengan menggunakan instrument Chromameter CR-300. Data pengkuran warna menggunakan chromameter dapat berupa nilai absolute maupun nilai
selisih dengan warna standar. Data nilai absolute dapat ditampilkan dalam skala Yxy CIE 1931, Lab CIE 1976, LCH
o
Pengukuran warna dilakukan dengan skala CIE Lab. Skala CIE Lab telah direkomendasikan oleh CIE sejak tahun 1976 karena skala warnanya yang seragam. Parameter L
menunjukkan tingkat kecerahan suatu produk. Nilai L berkisar antara 0 sampai 100, dimana nilai 0 menunjukkan warna hitam, sedangkan nilai 100 menunjukkan warna putih. Nilai a dan b
memiliki kriteria nilai positif dan negatif. Nilai a positif menunjukkan warna merah, sedangkan nilai a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai b positif menunjukkan warna kuning, sedangkan
nilai b negatif menunjukkan warna biru HunterLab 2008. , ataupun Hunter Lab Anonym 1997. Sampel yang akan diukur
warnanya dengan menggunakan chromameter adalah serbuk minuman sayuran dengan formula terbaik berdasarkan seleksi uji organoleptik yang telah dilarutkan menjadi jus sayuran. Jus sayuran
diletakkan pada wadah bening khusus untuk alat chromameter dan dilakukan proses pengukuran photoscopic pada masing-masing sampel secara duplo.
Nilai hue h dapat dikalkulasikan dengan rumus: h = tan
-1
b a
Hasil perhitungan nilai hue adalah dalam derajat, yaitu 0
o
untuk warna kemerahan, 180
o
untuk warna kehijauan, dan 270
o
untuk warna kebiruan.
k. Analisis Kadar Vitamin C
Sayuran dan buah-buahan telah diketahui memiliki kandungan vitamin yang tinggi. Salah satu vitamin yang asupannya dibutuhkan dalam jumlah cukup besar tiap harinya untuk membantu
menjaga daya tahan tubuh adalah vitamin C. Analisis vitamin C pada serbuk minuman sayuran dilakukan dengan metode direct titration. Larutan indikator pati dibuat dengan cara melarutkan 0.5
g pti murni pada 50 ml air distilasi pada penangas air dan larutan iodine dibuat dengan melarutkan 5 g KI, 0.268 g KIO
3
dan 30 ml asam sulfat pada 500 ml aquades. Standar vitamin C yang digunakan adalah sebanyak 0.250 g asam askorbat yang dilarutkan ada 250 ml air. Titrasi sampel
dilakukan dengan menyiapkan sebanyak 25 ml sampel jus sayuran diletakkan pada gelas erlenmeyer dan ditambahkan beberapa tetes indikator pati. Sampel lalu dititrasi menggukan larutan
19
Iodine dan dilakukan pengulangan hingga diperoleh minimal 2 data yang hasilnya tidak jauh berbeda. Kadar vitamin C pada sampel kemudian dibandingkan dengan kadar vitamin C standar
yang sebelumnya telah disiapkan. Analisis dilakukan duplo.
20
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN