Optimasi Proses Pengeringan Semprot dan Formulasi Minuman Instan Fungsional Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Teknologi Effervescent.

(1)

SKRIPSI

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN SEMPROT DAN FORMULASI MINUMAN INSTAN FUNGSIONAL EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS

(Garcinia mangostana L) DENGAN TEKNOLOGI EFFERVESCENT

Oleh :

MARCEL PRIYANDI SEGARA F24051456

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Marcel Priyandi Segara. F24051456. Optimasi Proses Pengeringan Semprot dan Formulasi Minuman Instan Fungsional Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Teknologi Effervescent. Di bawah bimbingan Harsi D. Kusumaningrum dan Asep W. Permana. 2010.

Ringkasan

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu primadona buah tropis. Buah ini banyak digemari karena memiliki aroma dan rasa yang unik. Penelitian terkini mengungkapkan bahwa selain memiliki keunikan pada buahnya, kulit manggis terbukti memiliki berbagai macam kandungan senyawa bioaktif. Senyawa-senyawa ini terbukti memiliki efek yang menguntungkan bagi tubuh manusia seperti antioksidan, antimikroba, anti-kanker dan sebagainya. Oleh karena itu, banyak dikembangkan produk dalam bentuk sari kulit manggis dengan bahan baku buah manggis segar. Permasalahan yang muncul dengan menggunakan bahan segar ialah bahan baku yang tidak kontinyu dan daya simpannya pun relatif pendek mengingat buah manggis merupakan buah musiman. Selain itu, produk yang dihasilkan cenderung tidak stabil karena dikemas dalam kondisi berair karena komponen-komponen bioaktif cenderung sangat rentan pada kerusakan. Oleh karena itu, melalui penelitian ini, dikembangkan suatu alternatif berupa produk instan dengan memanfaatkan teknologi pengeringan semprot dan teknologi yang diadaptasi dari bentuk sediaan obat yaitu effervescent.

Pemilihan produk instan berbasis effervescent didasari alasan bahwa effervescent dapat meningkatkan penerimaan senyawa-senyawa obat yang kurang dapat diterima bila dikonsumsi secara langsung. Hal ini merupakan salah satu analogi mengingat bahwa ekstrak kulit manggis memiliki kandungan senyawa-senyawa bioaktif yang secara umum memberikan rasa yang kurang dapat diterima bila dikonsumsi secara langsung. Selain itu, diharapkan dengan menggunakan teknologi effervescent, produk yang dihasilkan dapat diterima lebih baik oleh konsumen karena memiliki efek yang baik untuk kesehatan dan rasa yang enak terutama sensasi bersoda.

Hasil penelitian menunjukkan kondisi proses terbaik dalam mengeringkan ekstrak kulit buah manggis dengan pengeringan semprot ialah dengan suhu inlet 160 oC, suhu outlet 82 ± 2 oC, dengan kecepatan alir 12,14 ml/menit serta bahan pengisi berupa maltodekstrin dextrose equivalent (DE) 15-20 sebanyak 15 % dari total larutan ekstrak. Bubuk yang dihasilkan memiliki kandungan antosianin sebanyak 25,01 ± 5,29 mg/g esktrak terenkapsul kering atau 1,13 ± 0,02 mg/g bubuk kering. Kandungan komponen fenol yang terdapat pada ekstrak ialah sebesar 188,40 ± 0.04 mg/g esktrak terenkapsul kering atau sebesar 8,90 ± 0,00 mg/g bobot kering. Bubuk yang dihasilkan memiliki kapsitas antioksidan setara 428,72 ± 1,65 mg asam askorbat / g esktrak terenkapsul kering. Jumlah komponen bioaktif dari golongan xanthone berupa -mangostin yang terdapat dalam ekstrak ialah sebesar 0,59 ± 0,00 mg/g bubuk kering. Hasil formulasi terpilih memiliki komposisi bubuk esktrak kulit buah manggis, aspartam, natrium bikarbonat, asam sitrat, asam malat, PEG (polietilen glikol) dan sorbitol.


(3)

Marcel Priyandi Segara. F24051456. Spray Drying Process Optimization and Formulation of Mangosteen Pericarp Extract (Garcinia mangostana L.) Effervescent Functional Drink. Supervised by Harsi D. Kusumaningrum and Asep W. Permana. 2010.

Summary

Mangosteen (Garcinia mangostana L.) is one of world most famous tropical fruits by its unique flavors and aromas. Newest researches reveal that within the extract of mangosteen pericarp contains many kinds of bioactive compounds. Some researches have proved that the extract of mangosteen rind had beneficial properties such anti-oxidant, anti-microbial, cancer prevention, etc. Considering the advantages, many food product based on the mangosteen extract, especially “ready to drink product” was developed. Nevertheless, there are problems occurs specially dealing with the stability of the product during storage. Consider as watery based product, the bioactive compounds containing within the product are easily degrading during several periods of storage. To solve that stability problem, this research was conducted to give alternative product which is hopefully more stable during storage. The product which was developed in this research was instant based product by using spray drying technology and adopted the one of pharmaceutical drugs form, the effervescent.

The main reason effervescent based product was chosen because it can deliver the good acceptance of the product to the consumer especially the one which has not pleasant flavor. The extract of mangosteen it self contains a lot of bioactive compound which is usually well-known by its unpleasant taste. In other words, by using effervescent technology, giving the product it self other advantage such easily self-solving and having a good acceptance because of sparkling sensation. Therefore, the product will be able to be consumed conveniently.

Based on the research result, the best condition to spray dry the extract of mangosteen pericarp was by inlet spray dryer temperature 160 oC, outlet temperature 82 ± 2 oC, fluid rate 12.14 ml/minute and added by 15 % of maltodextrin dextrose equivalent 15-20. The powder contain 25,01 ± 5,29 mg/g dry encapsulated extract or 1,13 ± 0,02 mg/g dry matter of anthocyanin, 188,40 ± 0.04 mg/g dry encapsulated extract or 8,9 ± 0,00 mg/g dry matter fenolic compound, and 0,59 ± 0,00 mg/g dry matter of -mangostin, one of most abundant xanthones groups compounds. All this properties are giving a donation to anti-oxidant properties by amount 428.72 ± 1,65 mg equivalent to ascorbic acid/g dry matter.The chosen formulation has composition mangosteen extract powder, aspartame, sodium bicarbonate, citric acid, malic acid, PEG and sorbitol.


(4)

i RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 Maret 1987. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Suwira Segara dan Anita Chandra. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Tunas Jaka Sampurna Bekasi pada tahun 1993-1997, di SD Regina Pacis, Bogor pada tahun 1997-1999, pendidikan lanjut tingkat pertama di SLTP Regina Pacis, Bogor dan pendidikan lanjut tingkat atas di SMU Regina Pacis, Bogor. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur USMI dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan pada tahun 2006.

Selama perkuliahan, penulis aktif di dalam berbagai macam kegiatan kepanitian seperti LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan), BAUR, dan IFOODEX (Indonesian Food Expo). Penulis juga pernah bekerja sebagai asisten Praktikum Kimia Dasar, asisten Praktikum Biokimia dan Kimia Pangan serta asisten Praktikum Analisis Pangan. Selain itu, penulis juga pernah memenangkan beberapa lomba seperti RISTEC (Research in Creativity for Science and Technology) sebagai juara pertama dan Pimnas 2009 (Pekan Karya Ilmiah Mahasiswa) sebagai juara pertama poster.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Insititut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul “ Optimasi Proses Pengeringan Semprot dan Formulasi Minuman Instan Fungsional Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinian mangostana L.) Dengan Teknologi Effervescent” di bawah bimbingan Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrun dan Asep W. Permana, STP, Msi


(5)

ii Kata Pengantar

Ucapan terima kasih terbesar penulis ucapkan kepada Tuhan yang selalu memberikan berkat dan hikmat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Selain itu, rampungnya skripsi ini juga tak luput dari bantuan berbagai pihak, Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu yang selalu memberikan dukungan, doa dan dorongan semangat selama pengerjaan tugas akhir dan penulis skripsi.

2. Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum selaku pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan, arahan dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan dan melakukan tugas akhir.

3. Asep W. Permana, STP, MSi selaku pembimbing tugas akhir yang telah memberikan bantuan dana, arahan dan bimbingan selama mengerjakan tugas akhir dan penulisan skripsi.

4. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, Msi selaku dosen penguji

5. Dase Hunaefi, STP, MFoodST selaku dosen yang telah memberikan informasi mengenai tugas akhir.

6. Keluarga Husada yang telah memberikan dukungan dan tempat bertukar pikiran selama pengerjaan tugas akhir.

7. Teman-teman satu bimbingan Khisia dan Adi atas bantuan dan dukungannya.

8. Teman-teman di lab: Epink, Nene, Fahmi, Galih, Irene, Ceuceu, Doni, Novi, Feri, Yua, Steph, Erin, Yess, Fenny, Arini, Tsani, Yurin, Dyas, Mbak Wiwit, Mba Dian atas canda tawa dan kerjasama selama penelitian. 9. Teman-teman ITP 42: Bli Arya, Chacha, Ester, Dina, Yuni, Marina, Stella, Tere, Beli, Hesti, Rheiner, Glenn, Yusi, Wiwi, dan teman-teman satu angkat lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas kebahagian dan kerjasama selama menempuh pendidikan.

10.Teman-teman ITP 43: Steph GH, Daisy, Wejhe, Stella, Saphie, Cing2, Roni, Lingga, Dewi, Hasti, Widi, Sandra, Richie, Syenny, Mario dan teman-teman angkatan 43 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas dukungan semangat dan kepercayan sebagai praktikan.


(6)

iii 11.Teman-teman ITP 41 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas

bimbingannya selama menempuh pendidikan.

12. Teknisi Balai Besar Pascapanen Cimanggu: Pak Tri, Bu Pia, Pak Danu, Mas Yudi, Pak Heru, Bu Tisna, Teh Ika, Mbak Citra, Bu Dini atas bantuan selama pengerjan tugas akhir.

13.Teknisi Departemen ITP dan Pilot Plan Seafast: Pak Wahid, Pak Gatot, Bu Rubiyah, Pak Sidik, Pak Rojak, Mas Edi, Teh Ida Pak Yahaya, Pak Nur dan Pak Iyas

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas bantuannya sehingga penulis dapat merampungkan penulisan skripsi.

Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini lebih baik. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Maret 2010


(7)

iv DAFTAR ISI

Riwayat Hidup i

Kata Pengantar ii

Daftar isi iv

Daftar Tabel vii

Daftar Gambar viii

Daftar Lampiran ix

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan dan Manfaat 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 3

A. Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) 4

B. Pemanfaatan Kulit Buah Manggis (KBM) 5

C. Pengeringan Semprot 7

D. Formulasi 7

E. Effervescent 8

F. Asam Sitrat 9

G. Asam Malat 10

H. Natrium Bikarbonat 11

I. Maltodekstrin 11

J. Sorbitol 12

K. Aspartam 13

L. Polietilen Glikol 14

III.METODOLOGI 15

A. Bahan 15

B. Alat 15

C. Metode Penelitian 15

1. Persiapan Bahan Baku 16


(8)

v

3. Formulasi 19

a) Formulasi Dasar 19

b) Formulasi Utama 20

D. Metode Analisis 22

1. Rendemen 22

2. Total Padatan 22

3. Pengukuran Warna 22

4. Densitas Kamba 23

5. Kelarutan Dalam Air 23

6. Total Fenol 23

7. Kapasitas Antioksidan 24

8. Total Antosianin 25

9. -Mangostin 25

10.Kadar Air 26

11.Kadar Abu 26

12.Kadar Lemak 27

13.Kadar Protein 27

14.Kadar Karbohidrat 28

15.Nilai pH 28

16.Uji Organoleptik 28

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN 29

A. Kondisi Pengeringan Semprot Optimum 29

1. Rendemen 31

2. Warna 33

3. Antosianin 35

4. Komponen Fenolik 37

5. Karakteristik Bubuk Terbaik 39

a) Kapasitas Antioksidan 39

b) -mangostin 40

c) Kelarutan 40

d) Densitas Kamba 41


(9)

vi

1. Formula Dasar 42

2. Formula Utama 46

3. Karaktersitik Produk Utama 49

V. KESIMPULAN DAN SARAN 51

A. Kesimpulan 51

B. Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 53


(10)

vii DAFTAR TABEL

Tabel 1. Formulasi Dasar effervescent 20

Tabel 2. Formulasi Utama effervescent 21

Tabel 3. Data Proksimat Kulit Buah Manggis Segar dan Tepung 29 Kulit Buah Manggis

Tabel 4 Kondisi Operasional Alat Pengering Semprot 31 Tabel 5. Data Rendemen Bubuk Ekstrak Kulit Buah Manggis 31

Terhadap Tepung Kulit Buah Manggis dan Maltodektrin

Tabel 6. Data Rendemen Bubuk Ekstrak Kulit Buah Manggis 32 Terhadap Total Padatan Ekstrak Kulit Buah Manggis

dengan Maltodekstrin

Tabel 7. Data Warna Bubuk Estrak Kulit Buah Manggis 34 Tabel 8. Komposisi Formula Dasar effervescent 46 Tabel 9. Data Proksimat Produk Effervescent Ekstrak Kulit 50


(11)

viii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kimia Asam Malat 10

Gambar 2. Enkapsulasi dengan Maltodektrin 12

Gambar 3. Struktur Kimia Sorbitol 12

Gambar 4. Struktur Kimia Aspartam 13

Gambar 5. Proses Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis 16

Gambar 6. Proses Ekstraksi Kulit Buah Manggis 17

Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Esktrak Kulit Buah Manggis 19

Gambar 8. Diagram Pembuatan Formula Dasar Minuman Bubuk 20

Effervescent Kulit Buah Manggis

Gambar 9. Diagram Pembuatan Formula Utama Minuman Bubuk 21

Effervescent Kulit Buah M anggis

Gambar 10. Bubuk Esktrak Kulit Buah Manggis Perlakuan 35 Suhu 160oC dengan konsentrasi bahan pengisi 15 %

Gambar 11. Total Antosianin Bubuk Ekstrak Kulit Buah Manggis 36 Gambar 12. Total Fenol Bubuk Ekstak Kulit Buah Manggis 38

Gambar 13. Struktur -mangostin 40

Gambar 14. Nilai Rata-Rata Skor Kesukaan Panelis Terhadap 44 Parameter Rasa Manis Fomulasi Dasar Effervescent

Gambar 15. Nilai Rata-Rata Skor Kesukaan Panelis Terhadap 45 Parameter Rasa Asam Fomulasi Dasar Effervescent

Gambar 16. Nilai Rata-Rata Skor Kesukaan Panelis Terhadap 45 Parameter Secara keseluruhan Fomulasi Dasar Effervescent Gambar 17. Nilai Rata-Rata Skor Kesukaan Panelis Terhadap 47

Parameter Warna Fomulasi Utama Effervescent

Gambar 18. Nilai Rata-Rata Skor Kesukaan Panelis Terhadap 48 Parameter Rasa Fomulasi Utama Effervescent

Gambar 19. Nilai Rata-Rata Skor Kesukaan Panelis Terhadap 49 Penerimaan Keseluruhan Fomulasi Utama Effervescent


(12)

ix DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Presentase Ekstrak dalam Bubuk 58

Lampiran 2. Data Warna 59

Lampiran 3. Data Uji Statistik Warna Parameter L 62 Lampiran 4. Data Uji Statistik Warna Parameter a 63 Lampiran 5. Data Uji Statistik Warna Parameter b 64 Lampiran 6. Data Rendemen Bubuk Ekstrak Kulit Manggis Terhadap 65 Tepung Kulit Buah Manggis dan Maltodekstrin

Lampiran 7. Data Uji Statistik Rendemen Bubuk Esktrak Kulit Buah 66 Manggis Terhadap Tepung Kulit Buah Manggis dan

Maltodekstrin

Lampiran 8. Data Rendemen Bubuk Ekstrak Kulit Manggis Terhadap 67 Tepung Kulit Total Padatan Ekstrak dengan Maltodekstrin Lampiran 9. Data Uji Statistik Bubuk Ekstrak Kulit Manggis Terhadap 68

Tepung Kulit Total Padatan Ekstrak dengan Maltodekstrin Lampiran 10. Data Total Padatan Ekstrak Kulit Manggis dengan 69

Maltodekstrin

Lampiran 11. Data Total Padatan Bubuk Ekstrak Kulit Buah Manggis 71 Lampiran 12. Data Kadar Antosianin Bubuk Ekstrak Kulit Buah Manggis73 Lampiran 13. Data Uji Statistik Kadar Antosinin 75 Lampiran 14. Data Total Fenol Ekstrak dan Bubuk Kulit Buah Manggis 76

Lampiran 15. Data Uji Statistik Total Fenol 78

Lampiran 16. Kurva Standar Analisis Total Fenol, 79 Kurva Standar Analisis -mangostin, Data Kadar

  -mangostin

Lampiran 17. Kurva Standar DPPH, Data analisis DPPH, Data Analisis 80 Kelarutan

Lampiran 18. Data Analisis Densitas Kamba Bubuk Ekstrak Kulit Buah 81 manggis Tanpa Pemadatan, Data Analisis Densitas Kamba Bubuk Ekstrak Kulit Buah Manggis dengan Pemadatan


(13)

x Dasar Effervescent

Lampiran 20. Data Uji Rating Hedonik Formula Effervescent Dasar 83 Parmeter Rasa Manis

Lampiran 21. Data Uji Rating Hedonik Formula Effervescent Dasar 84 Parmeter Rasa Asam

Lampiran 22. Data Uji Rating Hedonik Formula Effervescent Dasar 85 Penerimaan Keseluruhan

Lampiran 23. Data Analisis Statistik Uji Rating Hedonik Formula 86 Effervescent Dasar Parameter Rasa Manis

Lampiran 24. Data Analisis Statistik Uji Organoleptik Formula 87 Effervescent Dasar Parameter Rasa Asam

Lampiran 25. Data Analisis Statistik Uji Organoleptik Formula 88 Effervescent Dasar Penerimaan Keseluruhan

Lampiran 26. Lembar Kuisioner Uji Organleptik Formulasi 89 Effervescent Utama

Lampiran 27. Data Uji Rating Hedonik Formula Effervescent Utama 90 Parameter Warna

Lampiran 28. Data Uji Rating Hedonik Formula Effervescent Utama 91 Parameter Rasa

Lampiran 29. Data Uji Rating Hedonik Formula Effervescent Utama 92 Penerimaan Keseluruhan

Lampiran 30. Data Analisis Statistik Uji Organoleptik Formula 93 Effervescent Utama Parameter Warna

Lampiran 31. Data Analisis statistik Uji Organoleptik Formula 94 Effervescent Utama Parameter Rasa

Lampiran 32. Data Analisis Statistik Uji Organoleptik Formula 95 Effervescent Utama Penerimaan Keseluruhan

Lampiran 33. Kadar Air Formula Effrevescent Terpilih, Kadar Abu 96 Formula Effrevescent Terpilih, Kadar Lemak Formula

Effrevescent Terpilih, Kadar Protein Formula Effrevescent Terpilih, Kadar Karbohidrat by Different Formula


(14)

xi Terpilih

Lampiran 34. Estimasi Biaya Produksi effervescent Formula Dasar 97 4 dan 5


(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu buah tropis yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Pada tahun 2007, produksi manggis Indonesia mencapai 112.722 ton. Masalah utama dari manggis ialah masih rendahnya mutu manggis yang dihasilkan disebabkan akibat penanganan yang kurang baik. Hal ini berakibat pada rendahnya jumlah manggis yang dapat di ekspor dan bersaing di pasar internasional. Data tahun 2006 menunjukkan bahwa hanya 5.697 ton manggis yang dapat di ekspor dari total produksi 72.634 ton sedangkan sisanya dipasarkan di dalam negeri (Anonim, 2008). Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai guna dan nilai jual dari manggis.

Penelitian terkini mengungkapkan bahwa manggis memiliki kelebihan lain disamping rasa dan aromanya yang nikmat yaitu memiliki kandungan senyawa polifenol yang cukup tinggi. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa senyawa polifenol memiliki efek yang baik bagi kesehatan tubuh manusia. Zandernowski et al (2009) mengungkapkan bahwa buah manggis mengandung senyawa fenolik berbentuk asam fenolat yang cukup banyak yaitu mencapai kurang lebih 8000 mg/kg bobot kering sampel dengan senyawa-senyawa polifenol yang terdiri antara lain antosianin, golongan tanin dan golongan xanthone.

Jenis senyawa antosianin yang terdapat pada manggis didominasi oleh Cyanidin-3-sophoroside dan cyanidin-3-glucoside (Palopol et al., 2009) Antosianin dikenal memiliki fungsi biologis yang cukup banyak. Antosianin dapat berfungsi sebagai antioksidan yang cukup kuat. Selain itu, antosianin juga memberikan pengaruh yang baik bagi kesehatan mata dan dapat memicu terjadinya apopotosis pada sel kanker (Ichiyanagi et al., 2007)

Penelitian Yu et al (2007) mengungkapkan bahwa senyawa polifenol golongan xanthone bersifat sebagai antioksidan yang cukup baik. Selain itu, golongan xanthone juga bersifat antimikrobial, anti fungal, memiliki aktivitas


(16)

2 sitotoksik (Jung et al, 2006), memicu apoptosis sel kanker terutama leukemia (Matsumoto et al, 2003), anti tumor, anti inflamasi, anti alergi, dan anti viral (Chaveri et al, 2008).

Melihat khasiatnya yang amat besar, di Amerika Serikat dan Malaysia telah dikembangkan produk sari kulit buah manggis. Akan tetapi, minuman yang diproduksi tidak luput dari masalah. Salah satu masalah yang ditemui ialah penggunaan manggis segar yang memiliki kotinuitas dan daya simpan yang relatif pendek mengingat buah manggis merupakan buah musiman. Masalah lain dari minuman tersebut ialah daya stabilitas yang kurang baik karena senyawa-senyawa polifenol terutama antosianin mudah terdegradasi selama penyimpanan (Ersus dan Yurdel, 2007). Selain itu, adanya suspensi yang tersedimentasi juga merupakan salah satu kelemahan produk komersil yang ada di pasaran dunia.

Melalui penelitian ini dikembangkan suatu alternatif berupa ekstrak kulit buah manggis yang dikeringkan dengan pengeringan semprot. Ekstrak yang dikeringkan dengan pengeringan semprot diharapkan memiliki stabilitas yang lebih baik selama penyimpanan dibandingkan bentuk cair karena memiliki kadar air yang relatif rendah sehingga kerusakan senyawa-senyawa polifenol dapat dikurangi. Selain itu, kondisi ekstrak kering diharapkan akan memudahkan penanganan selama produksi.

Melalui penelitian ini, juga diberikan alternatif produk minuman berbasis bubuk ekstrak kulit buah manggis berupa minuman instan dengan mengadaptasi teknologi farmasi yaitu effervescent. Produk berbasis effervescent memiliki sensasi bersoda yang diharapkan dapat mengurangi rasa-rasa yang tidak menyenangkan pada bubuk kulit buah manggis akibat kandungan senyawa polifenol yang terdapat secara alamiah pada kulit manggis. Dengan menggunakan teknologi effervescent, produk yang dihasilkan diharapkan dapat diterima lebih baik oleh konsumen dengan rasa yang menyenangkan dan efek yang baik bagi tumbuh manusia.


(17)

3 B. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk optimasi suhu dan menentukan konsentrasi bahan pengisi maltodekstrin pada pembuatan bubuk instan ekstrak kulit buah manggis dan formulasi minuman instan effervescent ekstrak kulit buah manggis. Diharapkan dengan penelitian ini, kulit manggis dapat dikembangkan sebagai salah satu sumber pangan fungsional alternatif.


(18)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Manggis (Garcinia mangostana L.) secara taksonomi termasuk divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Thalamiflora, famili Guttiferae dan genus Garacinia. Manggis termasuk buah eksotik yang sangat digemari oleh konsumen karena rasanya yang lezat, bentuk buah yang indah, dan tekstur daging buah yang putih halus. Manggis mendapat julukan Queen of tropical fruit (ratu buah-buahan tropis).

Manggis telah menjadi primadona bagi Indonesia sebagai salah satu penghasil devisa negara. Produksi manggis pada periode tahun 2002-2006 cenderung mengalami peningkatan dari 62.055 ton menjadi 72.634 ton. Sedangkan ekspor manggis berfluktuasi yaitu dari 6.510 ton pada tahun 2002 menjadi 5.697 ton pada tahun 2006. Kontribusi ekspor manggis pada tahun 2006 sebesar 37,5 % dari total ekspor buah-buahan dan 0,5 % dari total produksi nasional (Anonim, 2008).

Pada umumnya masyarakat memanfaatkan tanaman manggis karena buahnya yang menyegarkan dan mengandung gula seperti sukrosa, dekstrosa, dan levulosa. Komposisi bagian buah yang dapat dimakan per 100 gram meliputi 79,2 gram air, 0,5 gram protein, 19,8 gram karbohidrat, 0,3 gram serat, 11 mg kalsium, 17 mg fosfor, 0,9 mg besi, 14 IU vitamin A, 66 mg vitamin C, vitamin B (tiamin) 0,09 mg, vitamin B2 (riboflavin) 0,06 mg, dan vitamin B5 (niasin) 0,1 mg. Pada umumnya, buah manggis dikonsumsi dalam keadaan segar, karena olahan awetannya kurang digemari oleh masyarakat (Qosim, 2007)

Indonesia pada saat ini merupakan produsen manggis terbesar di dunia baik dari sisi produksi, luas panen maupun jumlah ekspornya. Negara pesaing utama untuk produksi dan ekspor manggis adalah Thailand, Philipina, Malaysia dan kini Australia. Negara tujuan ekspor manggis Indonesia pada tahun 2006 antara lain adalah China sebesar 63%, Hongkong sebesar 22%, Timur Tengah (Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain dan Qatar)


(19)

5 sebesar 9%, Asia lainnya (Jepang, Korea, Singapura, Malaysia, India) sebesar 5% dan Eropa (Belanda, Prancis, Jerman, Italia, Spanyol) sebesar 1%. Dari data ekspor diatas dapat disimpulkan bahwa China merupakan negara importir manggis terbesar di dunia (Anonim, 2008).

Sentra produksi manggis utama di Indonesia tersebar di Sumatera Utara (Tapanuli Selatan), Riau (Kampar), Sumatera Barat (Kota Agam, Limapuluh Kota, Sawahlunto/Sijunjung, Pasaman), Jambi (Kerinci, Sarolangun), Sumatera Selatan (Lahat), Bengkulu (Lebong), Lampung (Tanggamus), Jawa Barat (Purwakarta, Subang, Bogor, Tasikmalaya, Sukabumi), Jawa Timur (Trenggalek, Banyuwangi, Blitar) , Bali (Tabanan), NTB (Lombak Barat), dan Kalimantan Barat (Pontianak). Varietas manggis yang sudah dilepas saat ini adalah Kaligesing (Purworejo, Jawa Tengah), Lingsar (Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat), Wanayasa (Purwakarta) dan Puspahiang (Tasikmalaya) (Anonim, 2008).

B. Pemanfaatan Kulit Buah Manggis (KBM)

Kulit buah manggis (KBM) sudah sejak lama dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat di Asia khususnya Asia Tenggara. Chin et al (2008) mengemukakan bahwa kulit manggis dimanfaatkan secara tradisional untuk mengobati beberapa jenis penyakit seperti diare pembengkakan, dan infeksi oleh masyarakat di Asia Tenggara. Kulit manggis juga dapat digunakan untuk mengobati sakit kulit dan luka (Matsumoto et al., 2003).

Kulit buah manggis memiliki kadungan senyawa polifenol yang cukup tinggi. Peneltitian Zandernowski et al (2009) mengungkapkan bahwa kandungan senyawa polifenol pada kulit buah manggis terdapat dalam bentuk asam fenolat mencapai sekitar 8000 mg/kg bobot kering. Senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kulit manggis di antaranya ialah golongan tanin, antosianin dan golongan xanthone.

Antosinin telah dikenal luas sebagai salah satu senyawa polifenol yang memiliki sifat fungsional yang baik bagi tubuh. Cyanidin-3-sophoroside dan cyanidin-3-glucoside merupakan senyawa antosianin yang dominan ditemui pada kulit buah manggis (Palopol et al., 2009). Menurut Ichiyanagi et al


(20)

6 (2007), antosianin memiliki aktivitas antioksidan, anti-kanker dan membantu fungsi mata.

Penelitian Yu et al (2007) menemukan bahwa xanthone pada kulit buah manggis memiliki efek yang baik untuk kesehatan. Xanthone merupakan senyawa organik dengan rumus kimia umum C13H8O2. Xanthone memiliki ciri berwarna kekuningan dan larut pada pelarut semi polar seperti metanol (Jung et al, 2006). Penelitian-penelitian selanjutnya berhasil menemukan beberapa turunan dari xanthone. Ada 14 macam turunan xanthone yang telah berahasil diisolasi dari kulit manggis antara lain cudra-xanthone G, 8-deoxygartanin, garcimangosone B, garcinone D, garcinone E, gartanin, 1-isomangostin, mangostin, -mangsotin -mangostin, mangostinone, smeathxanthone, tovophyllin A dan satu jenis lainya yang belum teridentifikasi (Jung et al, 2006). Komponen xanthone ini selain diidentifikasi memiliki aktivitas antioksidan, juga memilki aktivitas anti inflamasi, antimikroba, anti fungal, dan anti viral (Chaveri et al., 2008).

Menurut Chin et al (2007) turunan xanthone berupa -mangostin merupakan komponen yang paling banyak terdapat pada kulit manggis. Selain jumlahnya yang banyak, -mangostin memiliki aktivitas biologi yang paling baik. Yu et al (2007) menunjukkan bahwa kapasistas antioksidan -mangostin mencapai 53,5 ± 1,7 %. Penelitian Jung et al (2006) membuktikan bahwa  -mangostin dapat dikembangkan sebagai anti-kanker pada percobaan dengan kultur sel hewan percobaan.

Berbagai hasil penemuan tersebut mendorong berkembangnya industri pengolahan KBM, diantaranya adalah jus KBM dengan merk Xango Juice yang diproduksi di Malaysia. Sedangkan di Amerika telah populer dan dipasarkan berbagai suplemen ekstrak KBM dalam bentuk kapsul.

Selain itu, KBM juga mengandung senyawa pektin, tanin, dan resin yang sebagai penyamak kulit dan sebagai zat pewarna hitam untuk makanan dan industri tekstil, sedangkan getah kuning dimanfaatkan sebagai bahan baku cat dan insektisida (Qosim, 2007).


(21)

7 C. Pengeringan Semprot (Spray Drying)

Metode pengeringan yang banyak digunakan dalam pembuatan produk berbentuk bubuk adalah pengeringan semprot. Proses pengeringan semprot adalah proses yang akan mengubah bahan fluida menjadi produk kering dalam satu operasi (Filkova dan Mujumdar, 1995). Alat-alat pengering semprot yang digunakan pada proses ini mengeringkan larutan, campuran atau produk cair lain menjadi tepung dengan kadar air yang mendekati kesetimbangan dengan kondisi udara pada tempat produk keluar (Wirakartakusumah et al, 1989).

Menurut Singh dan Heldman (2001), keuntungan dari penggunaan alat pengering semprot adalah siklus pengeringannya yang cepat, retensi dalam ruang pengering (residence time) singkat dan produk akhir siap dikemas ketika selesai proses dengan kadar air produk sekitar 5%. Residence time pada alat alat pengering semprot antara 5-100 detik dan partikel yang dihasilkan mempunyai ukuran 10 – 500 m (Cánovas dan Mercado, 1996).

Prinsip dari proses pengeringan semprot adalah sebagai berikut: atomisasi atau penyemprotan bahan melalui alat penyemprot sehingga dapat membentuk hasil semprotan yang halus, kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, evaporasi air dari bahan, dan pemisahan partikel kering dengan aliran udara yang membawanya (Cánovas dan Mercado, 1996).

Fungsi utama atomisasi pada pengeringan semprot adalah untuk menghasilkan droplet yang berukuran kecil, sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang mengakibatkan proses penguapan akan terjadi lebih cepat. Untuk mengeringkan whey dengan kadar air awal 50% dan kadar air kering 4% suhu inletnya adalah 150 – 180 oC sedangkan suhu outletnya 70 – 80 oC (Filkova dan Mujumdar, 1995).

D. Formulasi

Formulasi merupakan inti dari pengembangan produk baru. Formulasi merupakan bentuk penerjemahan ilmiah dari resep masakan yang dibuat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konversi resep suatu masakan menjadi formulasi yang dapat dikaji secara ilmiah, diperlukan lima langkah yaitu (Graf dan Saguy, 1991):


(22)

8 1. Tahap penerjemahan ilmiah merupakan tahap untuk mengkaji takaran dalam resep sehingga dapat diubah dalam satuan-satuan ilmiah. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar formula dapat diseragamkan pada setiap pembuatan produk. Dengan menggunakan cara ini, diharapkan produk yang dihasilkan akan memilki karakterstik yang serupa pada setiap produksi.

2. Tahapan kedua mencakup tetang ingridien yang dibutuhkan dalam formulasi. Ada beberapa aspek yang perlu di pertimbangkan dalam pemilihan ingridien dalam proses formulasi antara lain kualitas, variasi, harga, perubahan sifat psikokimia selama pengolahan, umur simpan, keamanan dan ketersediaan

3. Tahapan ketiga ialah pertimbangan daya simpan produk. Tahapan ini merupakan tantangan terbesar bagi peneliti untuk mempertimbangkan ingridien yang tepat dalam memproduksi produk dengan daya simpan yang panjang. Interaksi antara ingridien dapat menentukan daya simpan produk yang dihasilkan.

4. Tahapan selanjutnya ialah hubungan antara formulasi dengan proses pembuatan. Pada produksi dalam skala yang lebih besar diperlukan beberapa penyesuain terhadap formula yang didapat melalui pengembangan dalam skala yang lebih kecil. Oleh karena itu, formula yang ada perlu disesuaikan dengan penambahan bahan-bahan pembantu di luar formula yang ada.

5. Tahapan terakhir ialah pertimbangan formulasi dengan regulasi. Formula yang dikerjakan harus memenuhi peraturan-peraturan yang berlaku di suatu negara. Hal ini akan memepengaruhi perizinan dan klaim-klaim tertentu pada produk yang dihasilkan.

E. Effervescent

Tablet effervescent dalam dunia farmasi didefinisikan tablet tanpa penyalut yang terdiri dari satu atau lebih asam organik dan senyawa garam karbonat yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan gas karbondioksida (Linberg dan Hansson, 2007). Effervescent juga dapat


(23)

9 diterapkan dalam dunia pangan yaitu sebagai flavored beverage effervescent. Flavored beverage effervescent didefinisikan sebagai sediaan effervescent yang digunakan dalam pembuatan minuman ringan yang praktis yaitu hanya dengan mencampurkan serbuk atau tablet effervescent ke dalam sejumlah air. Pereaksian bubuk atau tablet effervescent dengan air akan menghasilkan gas CO2 yang akan memberikan efek rasa sparkle atau fizzy serta melarutkan komponen-komponen aktif yang terdapat pada produk effervescent.

Komponen utama minuman effervescent ialah asam dan senyawa karbonat. Asam yang sering digunakan dapat diperoleh dari tiga macam sumber yaitu asam makanan, asam anhidrat, dan garam asam. Asam makanan merupakan jenis asam yang paling sering digunakan karena secara alami terdapat dalam bahan pangan. Asam-asam yang sering digunakan antara lain asam sitrat dan asam tartarat, (Lieberman et al., 1992).

Dalam pembuatan tablet effervescent, ada beberapa parameter kritis yang perlu diperhatikan yaitu suhu dan RH (relative humidity). RH yang rendah dan suhu yang rendah sangat penting untuk mencegah proses granulasi dan penyerapan uap air yang mengganggu kestabilan uap air. Kondisi optimal pembuatan minuman dengan teknologi effervescent ialah RH maksimum 25 % dan suhu maksimal 25 oC (Swarbrick dan Boylan, 2000). Hal ini memiliki tujuan untuk menjaga kestabilan sediaan bentuk effervescent.

F. Asam Sitrat

Asam sitrat merupakan salah satu asam organik yang banyak ditemukan di alam ini. Asam ini secara alami banyak ditemukan dalam jeruk. Senyawa asam ini memiliki rumus kimia C6H8O7. Secara fisik, asam sitrat memiliki ciri tidak berwarna, tidak berbau, berbentuk kristal jernih dan memiliki rasa asam yang kuat. Asam ini secara komersial tersedia dalam bentuk anhidrat, dan monohidrat. Dalam dunia pangan asam sitrat digunakan sebagai senyawa pengatur keasaman, flavor, pengawet pengkelat logam dan sebagainya (Branen et al., 1990).

Berbagi penelitian dilakukan untuk mengkaji keamanan dari asam sitrat. Beberapa hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ada korelasi asupan


(24)

10 asam sitrat yang berlebih dengan gejala-gejala keanehan dalam metabolisme tubuh hewan percobaan. Akan tetapi, pengkajian lebih lanjut menyatakan bahwa asam sitrat ditemukan secara alamiah sebagai senyawa antara dalam proses metabolisme karbohidrat. Oleh karena itu, penggunaan asam sitrat dinyatakan sebagai GRAS (Generally Recognize as Safe) oleh FAO/WHO pada tahun 1973 (Branen et al., 1990).

G. Asam Malat

Asam malat merupakan salah satu asam organik yang secara alami ditemukan pada apel. Asam ini memiliki rumus kimia C4H6O5 (Gambar 1). Asam malat memiliki sifat fisik antara lain berbentuk kristal atau bubuk berwarna putih, tidak beraroma dan memiliki rasa asam. Asam malat menghasilkan rasa asam yang lebih kuat dibandingkan dengan asam sitrat. Untuk menciptakan rasa asam yang sama tingkatannya, jumlah asam malat yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan asam sitrat (Branen et al., 1990).

Gambar 1. Struktur Kimia Asam Malat (http://wikipedia.org) Sebagai bahan tambahan pangan, asam malat banyak digunakan dalam industri pangan sebagai senyawa flavor, penguat rasa dan pengatur keasaman. Selain itu, asam malat juga dapat digunakan sebagai senyawa pencegah reaksi pencoklatan dalam pengolahan buah. Asam organik ini lazim digunakan dalam produk-produk minuman, permen, makanan kaleng, jam, jeli dan sebagainya.

Asam malat dengan konfigurasi L (+) dinyatakan sebagai senyawa yang aman di konsumsi dengan batas GRAS oleh FAO/WHO. Hal ini didasari asam malat dengan konfigurasi L (+) lazim ditemukan di alam. Akan tetapi, asam


(25)

11 malat dengan konfigurasi DL dibatasi penggunaannya sebanyak 100 mg/kg berat badan per hari (Branen et al., 1990)

H. Natrium Bikarbonat

Natrium bikarbonat merupakan salah satu garam anorganik yang dikenal juga dengan baking soda atau cooking soda. Senyawa ini memilki sifat fisik berwarna putih tidak berbau dan berbentuk kristal atau bubuk. Senyawa ini memiliki rumus kimia NaHCO3. Dalam industri pangan, natrium bikarbonat digolongkan ke dalam senyawa dengan fungsi pengatur keasaman, senyawa anti-caking, stabilizer dan senyawa pengembang. Fungsi terakhir ini yang paling sering digunakan dalam produk kue.

Dalam teknologi effervescent, natrium bikarbonat digunakan sebagai salah satu komponen utama penghasil gas CO2 karena pereaksian dengan asam organik. Penggunaan natrium bikarbonat dalam effervescent didasari pertimbangan sifatnya yang mudah larut secara sempurna dalam air, tidak higroskopis dan harganya murah (Lee, 2009).

I. Maltodekstrin

Maltodekstrin ialah senyawa turunan pati hasil hidrolisis pati melalui proses hidrolisis parsial oleh enzim -amilase. Rumus umum senyawa ini ialah [(C6H10O5)n)H2O]. Maltodekstrin terdiri atas unit-unit -D-glukosida dengan panjang 5-10 unit yang saling berikatan dengan ikatan -1,4 dengan DE (dextrose equivalent) kurang dari 20 (Kennedy et al., 1995). Menurut McDonald (1984), maltodekstrin memilki sifat kurang higroskopis, kurang manis, memiliki tingkat kelarutan tinggi dan cenderung tidak membentuk warna pada reaksi browning.

Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri pangan sebagai bahan pengisi dan bahan campuran untuk produk berbasis tepung-tepungan. Selain itu, maltodekstrin dapat digunakan sebagai bahan untuk mengurangi tingkat kemanisan. Maltodekstrin juga dapat digunakan sebagai bahan pengental dan pemantap (Schenk dan Hebeda, 1992). Sebagai bahan pengisi, maltodekstrin sering digunakan untuk mengurangi biaya produksi karena dapat mengurangi


(26)

12 bahan-bahan konsentrat yang berharga tinggi. Selain itu, sebagai bahan pengisi, maltodekstrin diaplikasikan dalam teknologi mikroenkapsulasi (Gambar 2).

Fungsi lain dari maltodekstrin ialah dapat digunakan sebagai bahan pensubtitusi lemak (Ropper, 1996). Hal ini disebabkan karena maltodekstrin dapat membentuk struktur seperti gel yang menyerupai lemak. Subtitusi maltodekstin dalam bahan pangan dapat menurunkan hampir 70% dari nilai kalori produk pangan tersebut.

Gambar 2. Enkapsulasi dengan Maltodekstrin (http://www.yet2.com) J. Sorbitol

Sorbitol ialah senyawa gula alkohol yang banyak terdapat pada buah beri, ceri, pir dan beberapa sayuran secara alami(Gambar 3). Sorbitol yang ada di pasaran dapar disintesis melalui reaski kimia dari glukosa. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan 0,5 apabila dibandingkan dengan sukrosa (Salminen et al., 1990). Di dalam tubuh, sorbitol lambat diserap dan dimetabolisme menjadi glukosa sehingga memberikan efek peningkatan kadar gula darah lebih rendah dibandingkan sukrosa (Almatsier, 2001).


(27)

13 Sorbitol dapat digunakan sebagai pengganti bahan pemanis pada pembuatan permen karet. Hal ini disebabkan sorbitol tidak mudah dimetabolisme bakteri pada rongga mulut sehingga dapat mencegah terjadinya karies gigi. Selain itu, sorbitol juga dapat digunakan sebagai pemanis pangan untuk orang dengan kebutuhan khusus seperti pangan rendah kalori dan pangan bagi penderita diabetes mellitus (Dwevedi, 1991). Selain sebagai pemanis, sorbitol juga dapat digunakan sebagai humektan dan bahan pengganti gliserol. Dalam dunia farmasi, sorbitol digunakan sebagai bahan perekat pada pembuatan bentuk sedian obat seperti effervescent (Swarbrick dan Boylan, 2000).

K. Aspartam

Aspatam ialah pemanis buatan yang merupakan metil ester dari dua macam asam amino yaitu L-asam aspartat dan L-fenilalanin (Gambar 4). Aspartam memiliki tingkat kemanisan 160-220 kali tingkat kemanisan gula. Aspartam memiliki kestabilan yang kurang baik dalam kondisi berair dan beberapa kondisi kelembaban, suhu dan pH tertentu karena dapat menyebabkan ikatan ester aspartam terputus. Selain itu, aspartam juga mudah sekali kehilangan kemanisanya pada produk pangan yang dipanaskan pada suhu tinggi. Akan tetapi, aspartam cenderung stabil pada larutan dengan pH 3-5 sehingga aspartam banyak digunakan pada produk-produk pangan yang memiliki tingkat keasaman tinggi (Holmer et al., 1991).


(28)

14 Berbagai penelitian menyatakan bahwa aspartam memiliki kemungkinan yang amat kecil bahaya sebagai bahan yang dapat menyebabkan kanker, kelainan janin dan senyawa mutagen. Semua penelitan ini dilakukan pada hewan percobaan secara in vivo. Secara metabolisme, aspartam akan dihidrolisis menjadi komponen penyusun yaitu asam aspartat, fenilalanin dan metanol. Ketiga komponen ini dapat dimetabolisme, diserap serta diekskresikan oleh tubuh secara normal karena terdapat secara alami pada beberapa bahan pangan. Akan tetapi, pemakaian aspartam tetap dibatasi. Pemakaian aspartam dibatasi sebanyak 40 mg/kg berat badan per hari oleh FAO dan JECFA WHO sedangkan FDA membatasi pemakaian 50 mg/kg berat badan per hari (Holmer et al., 1991).

L. Polietilen Glikol

Polietien glikol merupakan polimer atau oligomer dari etilen oksida. Kararakteristik fisik dari polietilen glikol ditentukan oleh bobot molekulnya. PEG dengan bobot molekul 200-600 memiliki sifat cair, kental, tidak bewarna dan tidak berbau. PEG dengan bobot molekul 1000-6000 berbentuk wax yang dapat larut dalam air dan menghasilkan larutan yang tidak bewarna, tidak berbau dan tidak berasa. Polietilen glikol lazim diaplikasikan dalam produksi pangan dan kemasan pangan sebagai plasticizer (Sheftel, 2000). Dalam pembuatan effervescent, PEG berfungsi sebagai pelumas atau lubrikan dan perekat tablet (Swarbrcik dan Boylan, 2000).

Studi keamanan PEG menyatakan bahwa polietilen glikol memiliki dampak buruk bagi kesehatan. Pemakaian PEG yang berlebihan akan menimbulkan efek mutagen, gonadotoksin, dan embriotoksin. Oleh karena itu pemakaian PEG dibatasi sebanyak 10 mg/Kg berat badan (Sheftel, 2000).


(29)

15

III. METODOLOGI

A. Bahan

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam proses pembuatan minuman effervescent antara lain maltodekstrin, manggis dari Tasikmalaya, asam sitrat, natrium bikarbonat, sorbitol, aspartam, dan PEG 6000 (polietilenglikol).

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis antara lain heksana, air destilata, K2SO4, HgO, Na2S2O3, H2SO4, H3BO3, HCl, indikator PP, pereaksi folin, Na2CO3, etanol, NaOH, indikator PP, CH3COOH, Na-asetat, metanol, etil-asetat, DPPH, asam galat, dan -mangostin standar (Chromadex).

B. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan minuman bubuk effervescent dari kulit manggis antara lain sentrifuse (Wagtech K2R series), spray dryer (Lab Plant SD-05), dry mixer, homogenizer (Miccra), sendok, ayakan, wadah plastik dan botol kaca.

Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah pipet tetes, pipet volumetrik 10, 5, dan 2 ml, gelas piala ukuran 100 dan 400 ml, cawan alumunium, cawan porselen, cawan petri, gelas ukur 10,100 dan 300 ml, erlenmeyer 100, 300 dan 1000 ml, neraca analitik, oven pengering, chromameter, gegep, pinset, tabung reaksi, refraktometer, batang pengaduk, dan tabung reaksi.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahapan persiapan bahan baku, tahap optimasi proses pengeringan semprot ekstrak dan formulasi. Tahapan bahan baku bertujuan untuk memepertahankan bahan baku dan memperoleh ekstrak yang dapat digunakan dalam penelitian. Tahapan optimasi bertujuan untuk mendapatkan kondisi proses berupa suhu inlet dan konsentrasi bahan pengisi yang digunakan terbaik yang dapat melindungi


(30)

16 senyawa-senyawa bioaktif pada ekstrak. Tahapan formulasi bertujuan untuk menentukan formulasi terbaik dalam pembuatan tablet effervescent.

1. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku dalam penelitian ini ialah ekstrak kulit buah manggis. Ekstrak didapat dari kulit buah manggis segar yang diberi perlakuan pendahuluan. Perlakuan yang diberikan meliputi perendaman, blansir dan pengeringan dan penepungan. Perlakuan pendahuluan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan kulit manggis dan mengurangi kerusakan senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung dalam kulit manggis. Hal ini mengingat bahwa buah manggis merupakan buah musiman. Langkah-langkah pembuatan tepung dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Proses Pembuatan Tepung Kulit Buah Manggis

Buah manggis segar

Penyucian dan sortasi

Pengupasan

Pemotongan sebesar 1x4 cm

Perendaman dalam air selama 1 jam

Pengeringan dengan tray dryer pada suhu 50 oC selama 18 jam Penepungan dengan disc mill

dengan saringan 60 mesh


(31)

17 Tepung kulit buah manggis yang dihasilkan kemudian diekstrak dengan menggunakan air dengan menerapakan metode maserasi (Wijaya, 2010). Maserasi dilakukan selama 2 jam kemudian ekstrak disaring menggunakan kain dan disentrifus selama 15 menit untuk mengendapkan partikel-partikel yang tersuspensi. Untuk tahapan persiapan bahan baku lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Proses Ekstraksi Kulit Buah Manggis (Wijaya, 2010) 2. Optimasi Proses Pengeringan Semprot

Pada tahap optimasi ada dua faktor yang mempengaruhi produk berupa bubuk ekstrak kulit manggis. Faktor-faktor yaitu suhu proses pengeringan semprot dan konsentrasi bahan pengisi berupa maltodekstrin. Suhu proses yang dimaksud ialah suhu inlet alat pengeringan semprot. Pengeringan semprot dilakukan dengan tiga macam perlakuan suhu inlet yaitu sebesar 160, 170 dan 178 oC serta dikombinasikan secara acak lengkap dengan tiga perlakuan konsentrasi bahan pengisi maltodekstrin yaitu sebanyak 5, 10 dan 15%. Sebelum dikeringkan dengan alat pengering semprot, ekstrak yang telah dicampur, diatur viskositasnya dengan penambahan air sebesar ± 24 cp. Kecepatan alir yang diberikan ialah 12,14 ml/ menit.

Tepung kulit buah manggis (KBM)

Penambahan air 1:10 dan asam tartarat 1 %

Maserasi selama 2 jam pada suhu ruang dan kondisi gelap

Penyaringan dengan kain saring

Sentrifus selama 15 menit pada kecepatan 1500 rpm suhu 4 oC


(32)

18 Dua macam perlakuan ini akan dikombinasikan dalam rancangan percobaan acak lengkap faktorial dengan dua ulangan dengan faktor pertama berupa suhu dan faktor kedua berupa konsentrasi bahan pengisi.

Faktor-faktor itu akan diidentifikasi sebagai berikut: a) Suhu inlet alat pengeringan

A1 = 160 oC A2 = 170 oC A3 = 178 oC

b) Konsentrasi bahan pengisi A1 = 5 %

A2 = 10 % A3 = 15 %

Model rancangan percobaan yang digunakan ialah Y(ij)= + Ai +Bj + (AB)ij + ijk Keterangan:

Y(ijk) = respon yang ditimbulkan pengaruh bersama oleh taraf ke-i (i=1,2,3) faktor suhu inlet alat pengering semprot dan taraf ke-j (j=1,2,3) faktor konsentrasi bahan pengisi pada ulangan ke l (l=1, 2).

 = nilai rata-rata dari seluruh niai pengamatan

Ai = pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor suhu inlet alat pengering.

Bj = pengaruh yang ditimbulkan oleh faktor konsentrasi bahan pengisi.

(AB)ij = pengaruh yang ditimbulakan interaksi antara faktor A dan B.

ijk = pengaruh kesalahan percobaan.

Pemilihan kombinasi suhu proses dan konsentrasi terbaik didasari analisis total antosianin dan total fenol.


(33)

19 Gambar 7. Diagram Alir Pembuatan Bubuk Esktrak Kulit Buah Manggis

(EKBM) 3. Formulasi

Tahapan formulasi dibagi menjadi dua bagian yaitu tahapan formulasi dasar dan formulasi utama. Tahapan formulasi awal bertujuan untuk mendapatkan formulasi dasar dari effervescent tablet. Tahapan formulasi akhir bertujuan untuk memformulasikan jumlah ekstrak yang ditambahkan ke dalam produk dengan parameter penerimaan warna dan rasa produk. a) Formulasi Dasar

Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi dasar effervescent terbaik. Formulasi dasar yang dimaksudkan ialah perbandingan komposisi asam-asam organik dan garam bikarbonat yang ditambahkan. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan formulasi dasar antara lain bubuk dummy (bubuk kulit buah manggis dengan ekstrak yang belum diekstrak secara optimal), aspartam, asam sitrat, asam malat, dan natrium bikarbonat. Formulasi dilakukan dengan metode trial and error. Daftar lengkap formulasi dapat dilihat pada Tabel 1. Penentuan formulasi terbaik dilakukan dengan menggunakan uji organoleptik.

Ekstrak KBM

Penambahan bahan pengisi 5, 10, dan 15 %

Homogenisasi

Pengeringan semprot

Tinlet 160,170 dan 178 oC


(34)

20 Tabel 1. Formulasi dasar effervescent

Ingridien Jumlah (g)

F1 F2 F3 F4 F5 F6

Bubuk (imitasi) EKBM xxx

Aspartam xxx

Na-bikarbonat xxx

Asam Sitrat xxx

Asam Malat xx xx xx xx xx xx

Keterangan: F1-6 formula 1-6

Tahapan proses pembuatan minuman effervescent dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Diagram Pembuatan Formula Dasar Minuman Bubuk Effervescent Kulit Buah Manggis (Febriyanti, 2003)

b) Formulasi Utama

Formulasi utama dilakukan dengan menambahkan jumlah bubuk ekstrak kulit manggis terbaik dengan jumlah yang berbeda ke dalam formulasi dasar terpilih berdasarkan penelitian pendahuluan. Jumlah bubuk ekstrak yang ditambahkan ialah 10, 15 dan 20% dari total campuran bahan. Pemilihan formulasi terbaik dilakukan dengan Asam sitrat, asam malat

dan aspartam

Natrium bikarbonat

Pencampuran 1

Pencampuran 2 disertai pemanasan

di atas penangas 40-50 oC, ± 5 menit

Pencetakan (diameter 2,3cm)

¼ bagian

¾ bagian

Penyimpanan pada suhu 4 oC

Tablet effervescent Bubuk dummy


(35)

21 uji organoleptik dengan parameter warna, rasa dan penerimaan secara keseluruhan.

Tabel 2. Formulasi utama effervescent

Ingridient Jumlah (% b/b)

F1* F2* F3*

Bubuk EKBM x x x

Aspartam Formula dasar terbaik

Na-Bikarbonat Formula dasar terbaik

Asam Sitrat Formula dasar terbaik

Asam Malat Formula dasar terbaik

Sorbitol Sampai mencapai 100 %

PEG x

Keterangan: F1-3 formula 1-3

Tahapan proses pembuatan minuman effervescent dapat dilihat pada gambar 9.

Gambar 9. Diagram Pembuatan Formula Utama Minuman Bubuk Effervescent Kulit Buah Manggis (Febriyanti, 2003)

Asam sitrat, asam malat aspartam, sorbitol bubuk, PEG 6000

Natrium bikarbonat

Pencampuran 1

Pencampuran 2 disertai pemanasan

di atas pengangas 40-50 oC, ± 5 menit

Pencetakan (diameter 2,3 cm) Serbuk EKBM

¼ bagian

¾ bagian

Penyimpanan pada suhu 4 oC


(36)

22 Selain itu, pada tahapan ini juga ditambahkan bahan pengikat berupa PEG 6000 (polietilen glikol) sebanyak 0,03 % dari total campuran (ADI 10 mg/kg berat badan per hari) dan sorbitol untuk menjadikan total campuran 100%.

D. Metode Analisis

Secara lebih lengkap, metode analisis masing-masing produk dapat dilihat pada daftar dibawah ini.

1. Rendemen (Toledo, 1991)

Perhitungan rendemen adalah sebagai berikut:

 

 

100

(%) x

g bahan

g produk

rendemen

2. Total Padatan (Kadar Air AOAC, 1995)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 5 g dalam cawan (B). Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 100 oC selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan berserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C).

Perhitungan :

Total padatan (% bb) = ( ) x100%

B A C

  

 

3. Pengukuran Warna (Faridah et al, 2009)

Pengukuran warna menggunakan Minolta Chromameter CR 300. hasil pengukuran dinyatakan dalam sistem Hunter yang dicirikan dengan notasi L, a, dan b. Notasi L menyatakan parameter kecerahan yang memiliki nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih), notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (dari 0 s/d 100) adalah merah dan –a (0 s/d -80) adalah hijau, sedangkan notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (0 s/d 70) adalah kuning dan nilai –b (0 s/d -70) adalah biru.


(37)

23 4. Densitas Kamba (Bulk Density) (Khalil, 1999)

Densitas Kamba Tanpa Pemadatan (Loose Bulk Density) Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml yang sudah diketahui beratnya sampai volume tertentu, kemudian ditimbang kembali sehingga diperoleh berat produk. Densitas kamba ditentukan dengan cara membagi berat sampel dengan volume ruang yang ditempatinya dan dinyatakan dalam kg/m3

Densitas Kamba Dengan Pemadatan (Compacted Bulk Density) Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 ml yang sudah diketahui beratnya sampai volume tertentu (a), kemudian dilakukan pemadatan sampai volumenya konstan (b) lalu ditimbang. Kerapatan pemadatan tumpukan ditentukan dengan cara membagi berat sampel dengan volume ruang yang ditempatinya setelah pemadatan dan dinyatakan dalam satuan kg/m3.

5. Kelarutan Dalam Air (Gravimetri) (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak 1 gram dilarutkan dalam 20 ml air. Kemudian disaring dengan kertas Whatman no 42 yang telah terlebih dahulu dikeringkan dan bobotnya ditimbang. Setelah itu, kertas saring dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 oC sampai bobotnya tetap.

Kelar utan dalam air = − 100%

Keterangan:

A = bobot kertas saring yang telah dikeringkan (gram) B = bobot kertas saring kering awal (gram)

C = bobot sampel kering (gram) 6. Total Fenol (Shetty, et al, 1995)

Sebanyak 1 gram sampel dilarutakan ke dalam 10 ml etanol 95% dan disaring dengan menggunakan kertas saring. Kemudian sebanyak 0.5 ml ekstrak dicampurkan dengan 0,5 ml etanol 95 % dan 2,5 ml aquades kemudian dihomogenisasi. Selanjutnya ditambahkan reagen folin sebanyak 2,5 ml dan kembali dihomogenisasi. Campuran dibiarkan selama


(38)

24 5 menit lalu sebanyak 0,5 ml larutan Na2CO3 5 % ditambahkan dan dihomogenisasi. Kemudian, campuran larutan dinkubasi selama 1 jam dalam ruangan yang gelap dan diukur dengan spektofotometer pada panjang gelombang 725 nm. Data sampel dibandingkan dengan kurva standar dengan asam galat. Hasil dinyatakan sebagai dalam mg/L setara dengan asam galat

Total Fenol (mg/g) =

Keterangan:

C = konsentrasi total fenol dari kurva standar (mg/L) FP = faktor pengenceran

M = bobot sampel kering (gram) FK = faktor konversi

7. Kapasitas Antioksidan (DPPH) (Kubo et al., 2002)

Buffer asetat sebanyak 4 ml ditambahkan dengan 7,5 ml metanol dan 400 l larutan DPPH. Campuran larutan, kemudian dihomogenisasi. Setelah homogen, sampel sebanyak 100 l ditambahkan ke dalam campuran dan diinkubasi selam 20 menit dengan suhu 25 oC, kemudian sampel diukur absorbansi pada panjang gelombang 517 nm. Untuk mengetahui kapasitas antioksidan sampel, data hasil absorbansi dibandingkan dengan kurva standar. Untuk membuat kontrol, sampel dapat diganti dengan metanol sedangkan standar dapat menggunakan asam askorbat. Perhitungan sampel dibandingkan dengan kurva standar asam askorbat dan kapasitas dinyatakan dalam mg/g AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Antioxidant Capacity).

Kapsistas antioksidan (mg AEAC/g) =

Keterangan:

C = kapasitas antioksidan dari kurva standar (mg/g) FP = faktor pengenceran

M = bobot sempel kering (gram) FK = faktor konversi


(39)

25 8. Total Antosianin yang dimodifikasi (AOAC, 2005)

Modifikasi dilakukan pada persiapan sampel. Sampel sebanyak 1 gram dilarutkan dengan 10 ml air kemudian 5 ml dari larutan sampel ditambahkan etanol 96% serta dihomogenisasi. Setelah itu, campuran tersebut di saring dengan kertas saring. Sebanyak masing-masing 1 ml filtrat dicampurkan dengan buffer KCl pH 1 dan buffer Na asetat pH 4,5 sebanyak 4 ml secara terpisah. Masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 520 dan 700 nm.

Antosianin (mg/g)=

Keterangan:

A = (Abs520nm-Abs700nm) pH 1-(Abs520nm-Abs700nm) pH 4.5 BM = bobot molekul cyandin 3-glukosida (449.2g/mol) FP = faktor pengenceran

 = koefiesien eksitasi molar 26900 L/(mol cm) 103 = faktor konversi satuan

M = bobot sampel kering (g) FK = faktor konversi

9. -Mangostin yang Dimodifikasi (Pothitirat, 2008)

Sampel bubuk ditimbang sebanyak 1 g dan dilarutkan ke dalam 10 ml air. Kemudian sampel dikocok dengan etil asetat sebanyak 3 kali 10 ml untuk memisahkan senyawa -mangostin dalam labu pemisah. Ekstrak  -mangsotin dalam etil asetat kemudian dikeringkan dengan menggunakan rotavapor dalam kondisi vakum. Setelah itu, sampel kering kembali dilarutkan dalam metanol sebanyak 10 ml. Sampel kemudian dianalisis dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 243 nm namun filtrat diencerkan terlebih dahulu sebanyak 100 kali dengan pelarut metanol. Untuk analisis, ekstrak sampel yang digunakan ialah sebanyak 10 ml dan ditimbang untuk diketahui bobotnya. Sebagai standar digunakan bubuk  -mangostin dari Chromadex dengan 5 rentang konsentrasi antara 0,1-1 ppm


(40)

26 Konsentrasi -mangostin

(

) =

×

Keterangan:

C = Konsetrasi sampel yang didapat dari kurva standar (mg/L) FP = Faktor pengenceran

M = berat sampel kering (gram) 10.Kadar Air (AOAC, 1995)

Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 2 g dalam cawan (B). Cawan berserta isi dikeringkan dalam oven 105 oC selama 3 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan berserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C).

Perhitungan :

Kadar Air (% bb) = ( ) x100%

B A C B

  

  

11.Kadar Abu (AOAC, 1995)

Disiapkan cawan untuk melakukan pengabuan, kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 2-3 g dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 550oC selama 3 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Abu berserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (C).

Perhitungan :

Kadar Abu (% bb) = x100% B

A C


(41)

27 12.Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Labu lemak disediakan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang digunakan. Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Ditimbang sebanyak ± 5 g sampel (B) dalam kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring berserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksan dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator kemudian labu berserta lemak ditimbang (C) dan dilakukan perhitungan kadar lemak.

Perhitungan :

Kadar Lemak (%) = x100%

B A C

13.Kadar Protein (AOAC, 1995)

Sampel sebanyak ± 100-250 mg dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, ditambah dengan 1 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2 ± 0,1 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan jernih. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi dan bilas 5-6 kali dengan air destilata sebanyak 1-2 ml dan tambahkan 8-10 ml campuran larutan 60 % NaOH - 5 % Na2S2O3. Sambungkan labu tadi dengan alat destilasi dan kondensor yang telah dilengkapi dengan penampung yang berisi larutan H3BO3. Destilasi sampai volume destilat 15 ml kemudian titrasi dengan HCL 0.02 N sampai larutan berwarna abu-abu (titik akhir).

Total nitrogen (%) = , 100

Kadar protein = Total Nitrogen (%) x faktor konversi Ket : faktor konversi = 6,25


(42)

28 14.Kadar Karbohidrat (by different) (Apriantono et al., 1989)

Karbohidrat dihitung berdasar metode by different dengan perhitungan :

Kadar Karbohidrat (% bb) = 100% - (P + A + Ab +L) Keterangan :

P = kadar protein (% bb) A = kadar air (% bb) Ab = kadar abu (% bb) L = kadar lemak (% bb) 15.Nilai pH (Okezie dan Bello, 1988)

Nilai pH diukur dengan membuat 10% (b/v) suspensi sampel didalam air destilata. Suspensi ini kemudian diblender dan pH ditetapkan dengan menggunakan pH meter.

16.Uji organoleptik (Meilgaard, 1999)

Uji organoleptik yang akan dilakukan ialah uji hedonik yaitu uji berdasarkan tingkat kesukaan para panelis. Metode yang diberikan dalam penilaian ialah metode skala garis. Sampel disajikan pada 30 panelis secara acak dengan kode tiga angka acak. Setiap panelis memberikan penilaian dengan memberikan garis vertikal pada garis horizontal sepanjang 15 yang terdapat pada kuisioner yang menunjukkan penilaian sangat tidak suka (0 cm) sampai sangat suka (15 cm). Data hasil uji dianalisis secara statistik dengan uji ANOVA dan uji lanjut Duncan. Kuisioner uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 19 dan 26.


(43)

29

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Pengeringan Semprot Optimum

Bahan baku dalam proses pengeringan ini ialah esktrak kulit buah manggis. Ekstrak kulit buah manggis diperoleh dari pengolahan kulit buah manggis segar dengan index kematangan 5-6 (Palopol, et.al, 2009) dengan beberapa perlakuan pendahuluan. Perlakuan pendahuluan dimaksudkan untuk mempertahankan senyawa-senyawa bioaktif yang terdapat pada kulit buah manggis serta memperpanjang umur simpan kulit buah manggis karena manggis tergolong ke dalam buah musiman. Perlakuan yang diterapkan meliputi perendaman, blansir, perngeringan dan penepungan. Selanjutnya, kulit segar dan tepung kulit dianalisis mutunya secara kimia yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Proksimat Kulit Buah Manggis Segar dan Tepung Kulit Buah Manggis (Wijaya, 2010)

Jenis Analisis Metode Hasil (% bb)

KBM segar Tepung KBM

Kadar Air Gravimetri 62,0±0,24 5.87±0.11

Kadar Abu Gravimetri 1,01±0,06 2.17±0.04

Lemak Soxhlet 0,63±0,06 6.45±0.5

Protein Kjeldahl 0,71±0,16 3.02±0.3

Total Gula Anthrone 1,17±0,05 2.10±0,16

Karbohidrat By different 35,61 82.50

Proses persiapan bahan baku berupa ekstrak dilanjutkan dengan tahapan ekstraksi. Dalam proses ekstraksi, digunakan metode maserasi dengan pelarut berupa air dan ditambahkan 1 % asam tartarat dari jumlah pelarut untuk membantu dalam ekstraksi dan menstabilkan komponen polifenol yang terdapat dalam esktrak. Selanjutnya, ekstrak dibersihkan dari endapan dengan melakukan penyaringan dan sentrifus.

Ekstrak yang telah jadi kemudian ditambahkan bahan pengisi berupa maltodekstrin. Pemilihan maltodekstrin didasari penelitian Truong et al


(44)

30 (2005) yang menyatakan bahwa maltodekstrin dapat mengurangi kelengketan yang terjadi selama proses pengeringan semprot akibat efek lanjutan transisi gelas senyawa-senyawa berbobot molekul rendah seperti gula-gula sederhana dan asam organik menjadi bentuk yang menyerupai perekat. Penelitian Ersus dan Yurdagel (2007) menyatakan bahwa jenis maltodekstrin terbaik yang digunakan dalam melakukan pegeringan semprot pada ekstrak antosianin wortel ungu memiliki DE 20-23 yangmenunjukan hasil sebesar total antosianin sebesar 630,92 15,71 mg/ 100 g sampel dibandingkan maltodekstrin dengan DE 28-31 dan DE 10 yang menunjukan hasil total antosianin 482,96 ± 1,46 dan 499,39 ± 22,23 mg/ 100 g sampel secara berurutan. Pada penelitian ini, maltodekstrin yang digunakan memiliki DE 15-20. Bhandari et al (1997) menyatakan perbedaan bobot molekul terhadap kelengketan yang terjadi selama proses pengering semprot bahwa semakin kecil bobot molekul suatu bahan, maka suhu transisi gelas dari bahan tersebut akan semakin rendah. Maltodekstrin dengan DE 15-20 memiliki bobot molekul sekitar 900 unit memiliki suhu transisi gelas sekitar 140oC sedangkan maltodekstrin DE 20-23 memiliki bobot molekul sekitar 720 unit dan suhu transisi gelas sekitar 121oC (Bhandari et al., 1997). Dengan demikian maltodekstrin dengan DE 15-20 dipilih untuk digunakan. Adapun konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan sebesar 5, 10 dan 15 %.

Selanjutnya, ekstrak yang telah dicampur dengan maltodekstrin disimpan selama semalam dalam lemari pendingin. Sesaat sebelum dikeringkan dengan pengering semprot, ditambahkan sejumlah air untuk mengatur viskositas esktrak agar tidak lebih dari 24 cp. Pemilihan suhu inlet didasari penelitian Ersus dan Yurdagel (2007) yang menyatakan bahwa ekstrak antosianin sangat baik dikeringkan pada suhu antara 160 - 180oC. Dalam penelitian ini pelakuan suhu inlet yang diberikan ialah 160, 170 dan 178oC. Selain itu, proses pengeringan semprot dilakukan pada kondisi kecepatan alir bahan pada skala 17 atau 12,14 ml/menit. Data proses lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.


(45)

31 Tabel 4 Kondisi Operasional Alat Pengering Semprot

Suhu Inlet (oC) Suhu Outlet (oC)

160 82 + 2

170 88 + 2

178 94 + 4

1. Rendemen

Perbedaan konsentrasi bahan pengisi memiliki kaitan yang erat dengan total rendemen yang dihasilkan. Semakin banyak bahan pengisi yang ditambahkan, semakin banyak produk yang dihasilkan. Hal ini disebabkan total padatan pada ekstrak akan bertambah seiring dengan penambahan bahan pengisi berupa maltodekstrin.

Tabel 5. Data Rendemen Bubuk Ekstrak Kulit Buah Manggis Terhadap Tepung Kulit Buah Manggis dan Maltodekstrin

Perlakuan Suhu oC Kosentrasi maltodekstin (%)

Rendemen (% b/b)*

160 5 12,19±2,77a

10 13,60±2,56ab

15 16,56±0,75bc

170 5 19,43±0,32cd

10 17,47 0,56c

15 24,10±1,71e

178 5 17,32±1,02c

10 21,96±1,26de

15 18,58±0,47cd

Keterangan: *huruf dibelakang angka yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata antar pelakuan taraf pengujian p= 0,05

Secara garis besar, hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 5 menunjukkan bahwa semakin banyak bahan pengisi yang ditambahkan, rendemen yang didapat akan semakin besar. Akan tetapi, pada perlakuan suhu 170 oC dengan konsentrasi bahan pengisi 10 % dan perlakuan suhu 178 oC dengan konsentrasi bahan pengisi 15 % menunjukkan hasil yang berbeda. Pada kedua perlakuan ini, rendemen yang dihasilkan menunjukkan penurunan.


(46)

32 Tabel 6. Data Rendemen Bubuk Ekstrak Kulit Buah Manggis Terhadap Total Padatan Ekstrak Kulit Buah Manggis dengan Maltodekstrin

Perlakuan Suhu oC Kosentrasi maltodekstin (%)

Rendemen (%b/b)*

160 5 28,30±6,36a

10 30,43±7,36a

15 30,11±2,33a

170 5 47,60±0,63b

10 36,60± 1,93b

15 42,41±3,27b

178 5 41,67±1,00b

10 42,26±3,88b

15 33,01±1,02b

Keterangan: *huruf dibelakang angaka yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata antar pelakuan pada taraf pengujian p = 0,05

Bila rendemen dihitung terhadap total padatan ekstrak (Tabel 6), Secara umum, perlakuan suhu 160oC, memberikan rendemen paling kecil sedangkan perlakuan suhu 170oC memberikan rendemen yang paling besar. Khusus untuk perlakuan suhu 170oC dengan konsentrasi bahan pengisi 10 % dan 15 % serta perlakuan suhu 178oC dengan konsentrasi bahan pengisi 15 % terjadi penurunan rendemen.

Pengujian statistik menunjukan bahwa rendemen EKBM terhadap bobot tepung KBM dan maltodekstrin memberikan interaksi pada taraf uji p = 0,05 (Lampiran 7). Akan tetapi, rendemen EKBM terhadap total padatan EKBM dengan maltodekstrin tidak memberikan interaksi pada taraf uji p = 0,05 (Lampiran 9). Bila ditelaah secara terpisah, hanya parameter suhu yang memberikan pengaruh nyata terhadap rendemen EKBM terhadap total padatan EKBM dengan maltodekstrin.

Perbedaan rendemen dapat terjadi karena karakteristik termoplastis pada bahan-bahan yang berbobot molekul rendah seperti asam-asam organik dan gula-gula sederhana (Truong et al., 2005). Senyawa-senyawa dengan bobot molekul rendah akan mengalami perubahan bentuk dari senyawa yang bersifat gelas menjadi senyawa yang bersifat lengket


(47)

33 apabila senyawa tersebut dipanaskan pada suhu di atas suhu senyawa tersebut beruabah menjadi lengket. Suhu perubahan ini biasanya berkisar antara 10 - 23 oC lebih tinggi daripada suhu transisi gelasnya (Roos dan Karel, 1991). Hal ini didukung dengan ekstrak yang mengandung gula sebanyak 2,1%. Selain itu, ekstraksi dengan metode yang dikembangkan, menggunakan asam tartarat Bhandari et al (1997), menyebutkan bahwa suhu transisi gelas asam tartarat ialah sebesar 18,5oC sedangkan gula-gula sederhana seperti glukosa, fruktosa, sukrosa dan lain-lain berkisar antara 40-90oC.

Rendemen yang fluktuatif diduga juga dapat disebabkan oleh suhu inlet dan outlet alat yang tidak stabil selama pengeringan. Ketidakstabilan suhu menyebabkan proses pengeringan tidak berlangsung sempurna untuk keseluruhan sampel pada satu perlakuan. Oleh karena itu, rendemen yang dihasilkan fluktuatif.

2. Warna

Secara umum, produk yang dihasilkan menunjukkan warna merah jambu kekuningan. Warna merah pada produk diduga berasal dari senyawa antosianin sedangkan kuning berasal dari senyawa golongan xanthone yang secara alami terdapat pada kulit buah manggis.

Bila ditinjau dari perlakuan suhu, pemberian perlakuan suhu yang makin tinggi, akan menunjukkan nilai L (nilai kecerahan) yang semakin tinggi, nilai a (warna merah) dan b (warna kuning) yang semakin rendah. Akan tetapi, pada perlakuan suhu 178oC, nilai a menunjukkan hasil yang tinggi dibandingkan produk yang dikeringkan pada suhu 170oC. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi perlakuan bahan pengisi, semakin tinggi bahan pengisi, hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai L akan semakin tinggi sedangkan nilai a dan b semakin kecil.

Pengujian hasil analisis warna menunjukkan bahwa baik untuk setiap pelakukan suhu dan perlakuan konsentrasi bahan pengisi tidak memberikan interaksi pada taraf pengujian statistik dengan pada taraf uji p = 0,05. Akan tetapi, bila ditelaah secara terpisah, setiap perlakuan suhu dan konsentrasi, masing-masing memberikan pengaruh nyata terhadap


(48)

34 warna bubuk EKBM pada taraf uji p = 0,05 (Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5)

Tabel 7. Data Warna Bubuk Estrak Kulit Buah Manggis

Pelakuan suhu

Konsentrasi M altodekstrin

(%)

Parameter W arna

L* a* (m erah) b* (kuning)

160 5 79,45±1,19a,c 18,20±1,54a,c 15,77±0,60a.,c

10 80,91±0,78a,d 16,58±0,81a,d 13,95±1,18a,d

15 83,39±1,10a,e 16,51±0,9 a,d 12,36±0,58a,e

170 5 83,63±0,68a,c 14,98±0,23b,c 13,20±0,32b,c

10 84,92±0,66a,d 13,05±0,26b,d 10,80± 0,33b,d

15 88,18±0,45a,e 11,77±0,09b,d 10,20±0,09b,e

178 5 83,37±0,77b,c 15,97±0.,23b,c 13,47±0,30b,c

10 86,06± 0,94b,d 13,32±0,22b,d 11,24 ±0,17b,d

15 87,65±0,82b,e 12,87±0,28b,d 10,50±0,21b,e Keterangan: *L: tingkat kecerahan

*a: - hijau / + merah *b: - biru / + kuning

*huruf dibelakang angka yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata antar pelakuan pada taraf uji p = 0,05

Peningkatan nilai L dan penurunan nilai a serta b pada perlakuan suhu dapat disebabkan oleh rusaknya komponen-komponen penyusun pigmen yang terdapat pada ekstrak kulit manggis terutama antosianin serta senyawa polifenol lainnya seperti xanthone. Secara umum, suhu sangat memperngaruhi stabilitas antosianin. Semakin tinggi suhu yang diberikan maka kerusakan antosianin akan semakin intensif. Mekanisme kerusakan senyawa antosianin karena suhu belum dapat dijelaskan secara detail namun senyawa utama yang mendominasi saat terjadi kerusakan antosianin ialah coumarin 3,5 diglikosida Hal yang serupa juga menjelaskan mekanisme kerusakan komponen polifenol lainnya namun dengan senyawa turunan yang berbeda.

Selain itu, stabilitas antosianin terhadap panas juga dipengaruhi oleh pH larutan. Dalam tahapan persiapan bahan, ditambahkan asam tartarat untuk membantu ekstraksi dan menjaga stabilitas komponen antosianin. Asam tartarat akan menurunkan pH larutan yang menyebabkan intesitas warna antosianin meningkat. Oleh karena itu, warna antosianin dari kulit buah manggis tetap menunjukan warna yang serupa atau bahkan lebih


(49)

35 intensif terutama bubuk yang dikeringkan pada perlakuan suhu 178 oC setelah dikeringkan (Fenema, 1996).

Bila ditinjau dari segi bahan pengisi, penambahan maltodekstrin yang lebih banyak memberikan warna produk yang lebih cerah. Hal ini ditunjukan oleh nilai L yang lebih tinggi seiring dengan meningkatnya kosentrasi bahan pengisi. Hal ini disebabkan warna dasar maltodekstrin yang berwarna putih. Sebagai gambaran warna produk hasil pengeringan semprot dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 10. Bubuk Esktrak Kulit Buah Manggis Perlakuan Suhu 160oC dengan Konsentrasi Bahan Pengisi 15 %

3. Antosianin

Antosianin merupakan salah satu dari sekian banyak pigmen yang terdapat di alam. Antosianin memberikan warna yang bervariasi dari warna biru hingga merah. Kestabilan antosianin sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, enzim, oksigen, senyawa kopigmentasi, asam askorbat, protein dan SO2 (Ersus dan Yurdel, 2007).

Hasil analisis total antosianin (Gambar 11) menunjukkan bahwa pada pengeringan dengan suhu inlet 160oC kandungan total antosianin yang tertinggi pada semua tingkat konsentrasi bahan pengisi baik 5, 10 dan 15 % yaitu sebesar 7,43 ± 2,01, 9,91 ± 0,32 dan 23,29 ± 2,85 mg/g ekstrak terkapsul kering secara berurutan. Kenaikan suhu inlet akan menurunkan kandungan antosianin yang terkapsulkan. Pada suhu inlet 170oC,


(1)

92

Lampiran 29. Data Uji Rating Hedonik Formula Effervescent Utama

Penerimaan Keseluruhan

Sampel

1

2

3

1

6.1

6.7

7.3

2

10.85

9.1

8.05

3

6.2

13.15

10.15

4

9.5

8.9

8.35

5

8.8

8.15

7

6

6.45

9.1

4.35

7

4.85

4.2

3.5

8

7.85

7

6.2

9

10

8.8

6.15

10

8.5

7

7

11

11

12.1

13.5

12

7.6

12.25

3.9

13

3.9

7.5

5.55

14

5.4

10.9

6.65

15

12

8.5

10.2

16

9.9

12

4.6

17

7.95

10.9

6.85

18

8.4

9.45

7.1

19

9.55

10

10.15

20

7.15

8.2

7.95

21

9.9

8.2

6.45

22

8.3

7.6

6.3

23

13

11.2

10.5

24

7.15

6.3

5.7

25

10.3

8.65

8

26

9.6

7.15

6.5

27

9.1

4.25

6.25

28

11

8.05

5.05

29

7.3

11.25

10.35

30

7.75

4.8

6.3


(2)

93

Lampiran 30. Data Analisis Statistik Uji Organoleptik Formula

Effervescent

Utama Parameter Warna

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Model 7074.311(a) 32 221.072 67.450 .000

Panelis 216.653 29 7.471 2.279 .004

Sampel 35.114 2 17.557 5.357 .007

Error 190.099 58 3.278

Total 7264.410 90

a R Squared = .974 (Adjusted R Squared = .959)

Post Hoc Tests

Sampel

Homogeneous Subsets

Skor Duncan

Sampel N

Subset

1 2

3 30 7.8233

1 30 9.1433

2 30 9.1533

Sig. 1.000 .983

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 3.278. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.


(3)

94

Lampiran 31. Data Analisis statistik Uji Organoleptik Formula Effervescent

Utama Parameter Rasa

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Model 7460.019(a) 32 233.126 5.664 .000

Panelis 1209.837 29 41.719 1.014 .469

Sampel 168.861 2 84.431 2.051 .138

Error 2387.128 58 41.157

Total 9847.147 90

a R Squared = .758 (Adjusted R Squared = .624)

Post Hoc Tests

Sampel

Homogeneous Subsets

Skor Duncan

Sampel N

Subset 1

3 30 6.7033

2 30 7.9350

1 30 10.0220

Sig. .062

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 41.157. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.


(4)

95

Lampiran 32. Data Analisis Statistik Uji Organoleptik Formula Effervescent

Utama Penerimaan Keseluruhan

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Skor

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Model 6251.263(a) 32 195.352 61.095 .000

Panelis 247.254 29 8.526 2.666 .001

Sampel 40.645 2 20.322 6.356 .003

Error 185.457 58 3.198

Total 6436.720 90

a R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .955)

Post Hoc Tests

Sampel

Homogeneous Subsets

Skor Duncan

Sampel N

Subset

1 2

3 30 7.1967

1 30 8.5117

2 30 8.7117

Sig. 1.000 .666

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares

The error term is Mean Square(Error) = 3.198. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.


(5)

96

Lampiran 33. Kadar Air Formula

Effrevescent

Terpilih, Kadar Abu Formula

Effrevescent

Terpilih, Kadar Lemak Formula

Effrevescent

Terpilih, Kadar Protein Formula

Effrevescent

Terpilih, Kadar

Karbohidrat by Different Formula Effrevescent Terpilih, Data pH

Formula Effrevescent Terpilih

Kadar Air

Bobot Cawan

kosong (g)

Bobot sampel

(g)

Bobot cawan+ sampel

kering (g)

Kadar air

(%)

Rata-rata

SD

4.6916

2.5156

x

x

x

x

4.3063

4.092

x

x

Kadar Abu

Bobot Cawan

kosong (g)

Bobot

sampel (g)

Bobot cawan + sampel

kering (g)

Kadar

abu (%)

Rata-rata

SD

22.3265

3.5296

x

x

x

x

20.6583

2.8651

x

x

Kadar Protein

Bobot sampel (g)

N HCL

Volume HCL Kadar Protein (%)

Rata-rata

SD

x

0.0286

0.55

x

x

x

x

0.75

x

Kadar Lemak

Bobot labu kosong

(g)

Bobot sampel

(g)

Bobot labu +

lemak (g)

Kadar lemak

Rata-rata

SD

102.7078

2.5388

x

x

x

x

101.8324

2.5723

x

x

Kadar Karbohidrat

by Different

Kadar

Air

Kadar

Abu

Kadar

Protein

Kadar

Lemak

Kadar Karbohidrat by

Different

Rata-rata

SD

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

x

Data pH

pH

Rata-rata

SD

x

x

x

x


(6)

97

Lampiran 34. Estimasi Biaya Produksi effervescent Formula Dasar 4 dan 5

Bahan

Harga

Bahan per

g (Rp)

Jumlah bahan

Formulasi 4 (%)

Harga

Produksi

(Rp)

Jumlah bahan

Formulasi 5

Harga

Produksi

(Rp)

Serbuk Imitasi

750,00

x

x

x

x

Aspartam

137.50

x

x

x

x

Asam Sitrat

35.00

x

x

x

x

Asam Malat

90.00

x

x

x

x

Na-Bikarbonat

4.50

x

x

x

x

Total Biaya Produksi

1459.125

1468.125

Total Tablet yang dihasilkan

5

5


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 289 97

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

6 111 48

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar secara in Vitro

8 89 59

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59

Powder Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Instan (minuman Kulit Buah Manggis Instan

0 0 1