Pengeringan dan Formulasi Serbuk Minuman Berbasis Sayuran dengan Pengeringan Semprot.

(1)

PENGERINGAN DAN FORMULASI SERBUK MINUMAN

BERBASIS SAYURAN DENGAN PENGERINGAN SEMPROT

SKRIPSI

RANDY OKTAN SUSILO

F24080090

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

DEVELOPMENT OF POWDERED VEGETABLE BASED BEVERAGE WITH

SPRAY DRYING TECHNOLOGY

Randy Oktan Susilo, Lilis Nuraida and Dian Herawati

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, West Java,

Indonesia

Phone 62 856 6431 0303 email: randy.oktan@gmail.com

ABSTRACT

Demand of healthy and natural food products are increasing as people awareness of health and food consumption arise. This condition promotes emerging trend in healthy food such as vegetable juices and beverages. The general purpose of this research was to develop a convenient and acceptable powdered drink based on vegetables--broccoli, spinach, and carrot. Specific purposes were to find the right concentration of filler agent, and to evaluate the acceptance of the product based on sensory test. Raw vegetables were obtained from local grocery store and sprayed with controlled parameters, 180oC for inlet and 80oC for outlet temperature with 600ml/h feed rate. Maltodextrin (MD) were used as filler agent with concentration of 8, 10, and 12 percent. The powdered products were then analyzed for their moisture content and rehydration rate, and also sensory tested. Combined test results showed that the best MD concentration for each powdered juice base are: broccoli MD 10%, spinach MD 12%, and carrot MD 10%. Chosen powdered vegetable juices were then dry mixed and sensory tested to find the most acceptable formula. Powdered-juice formula that contains more carrot juice (60% carrot, 25% spinach, 15% broccoli, and 30% sugar) was found to be most preferred by consumers. However, it is suggested more research to be done in order to increase the solubility of the powdered juices and to increases consumers acceptance of the product.


(3)

Randy Oktan Susilo. F24080090. Pengeringan dan Formulasi Serbuk Minuman Berbasis Sayuran dengan Pengeringan Semprot. Di bawah bimbingan Lilis Nuraida dan Dian Herawati. 2013

RINGKASAN

Petani wortel dan bayam sering kali mengalami kerugian pada saat harga sayuran tersebut anjlok akibat hasil produksi yang melimpah namun umur simpan komoditas dalam bentuk segar yang sangat singkat. Alternatif solusi untuk mengatasi hal tersebut perlu dikembangkan salah satunya dengan cara meningkatkan umur simpan melalui pemanfaatan teknologi pengeringan semprot. Pengeringan semprot dapat menghasilkan serbuk sayuran instan yang memiliki retensi nutrisi lebih tinggi dibanding metode pengeringan lainnya. Serbuk instan yang dihasilkan dicampur kering berdasarkan formula tertentu untuk mendapatkan produk minuman instan yang memiliki nilai penerimaan konsumen tertinggi. Dalam rangka meningkatkan nilai tambah dari serbuk sayuran instan tersebut, maka ditambahkan satu jenis sayuran yang telah diketahui memiliki nutrisi dan manfaat yang berlimpah bagi tubuh yaitu brokoli.

Sayuran pada umumnya diketahui sebagai bahan pangan yang kaya akan provitamin A. Selain itu produk pangan yang berasal dari tanaman juga memberikan flavor dan aftertaste kesegaran yang khas saat dikonsumsi. Ketiga bahan tersebut merupakan sayuran yang dapat dengan mudah diperoleh di pasar tradisional maupun modern terutama bayam dan wortel karena harganya yang sangat terjangkau dan digemari.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan produk minuman sayuran berbahan baku brokoli, bayam, dan wortel dalam bentuk serbuk. Melalui penelitian ini ingin diperoleh konsentrasi penambahan pengisi terbaik dalam pengeringan masing-masing sayuran dan penerimaan konsumen terhadap formula serbuk minuman sayuran yang telah dirancang.

Formulasi produk diawali dengan pemilihan konsentrasi bahan pengisi yang tepat untuk masing-masing serbuk sayuran. Proses pengeringan semprot dilaksanakan menggunakan parameter pengeringan semprot yang umum digunakan pada pengeringan bahan pangan sejenis yaitu sayuran dan buah-buahan. Suhu pengering semprot yang ditentukan adalah 180oC untuk inlet dan 80o

Analisis kadar air pada serbuk instan menunjukkan hasil bahwa serbuk brokoli MD 8%, serbuk bayam MD 10%, dan serbuk wortel MD 10% merupakan serbuk dengan kadar air terendah. Uji kelarutan terhadap serbuk menunjukan bahwa serbuk brokoli MD 8% dan serbuk bayam MD 10% memiliki kelarutan yang terbaik, namun pada serbuk wortel tidak diperoleh perbedaan kecepatan kelarutan yang signifikan antar konsentrasi bahan pengisi yang digunakan. Sedangkan uji organoleptik menunjukan hasil bahwa serbuk brokoli dengan MD 10% dan 12%, serbuk bayam dengan MD 12%, dan serbuk wortel dengan MD 8% dan 10% lebih disukai oleh konsumen dibandingkan serbuk dengan konsentrasi MD lainnya. Dengan mempertimbangkan hasil uji organoleptik dipilih serbuk brokoli dengan MD 10%, serbuk bayam dengan MD 12%, dan serbuk wortel dengan MD 10% untuk diformulasikan pada tahap selanjutnya.

C untuk outlet, dengan laju alir bahan 10 ml/menit. Bahan pengisi yang digunakan adalah maltodekstrin dengan tiga konsentrasi yang diuji cobaka yaitu 8%, 10%, dan 12%. Pemilihan konsentrasi maltodekstrin yang tepat dilakukan dengan cara menganalisis kadar air dan kelarutan serbuk yang dihasilkan dan memilih serbuk dengan nilai yang terbaik. Selanjutnya serbuk diuji organoleptik dengan metode rating hedonik untuk melihat penerimaan konsumen terhadap produk. Hasil semua pengujian dibandingkan untuk memilih serbuk dengan konsentrasi bahan pengisi yang paling tepat. Hasil dari uji organoleptik lebih diutamakan dalam mempertimbangkan serbuk yang akan dipilih sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin mengembangkan formula minuman sayuran instan yang disukai konsumen.

Formulasi produk dengan rancangan acak yang diperoleh dari program DX6 menunjukan bahwa formula serbuk minuman sayuran F3 dan F8, yang mengandung lebih banyak basis serbuk


(4)

wortel (60% wortel, 25% bayam, dan 15% brokoli) lebih disukai konsumen dibandingkan formula lainnya. Penambahan gula dari 30% menjadi 40% (b/b) tidak memberikan perbedaan yang nyata pada penerimaan konsumen terhadap produk serbuk minuman instan. Penambahan asam sitrat pada rentang 0.1% dan 0.6% (b/b) juga tidak memberikan perbedaan penerimaan yang signifikan.


(5)

PENGERINGAN DAN FORMULASI SERBUK MINUMAN BERBASIS

SAYURAN DENGAN PENGERINGAN SEMPROT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RANDY OKTAN SUSILO

F24080090

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

Judu l Skripsi Penelitian

:

Nama

: Randy Oktan Susilo

NIM

: F24080090

Disetujui oleh

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Prof. Dr.Ir. Lilis Nuraida, M.Sc)

(Dian Herawati S.T.P, M.Si)

NIP 19621009 198703 2 002

NIP 19750111 200701 2 001

Diketahui Oleh

Ketua Departemen

(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc)

NIP 19680526 199303 1 004

Tanggal Sidang : 5 Maret 2013

PENGERINGAN DAN FORMULASI SERBUK

MINUMAN BERBASIS SAYURAN DENGAN

PENGERINGAN SEMPROT


(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI PENELITIAN DAN SUMBER

INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi penelitian

dengan judul

Pengeringan dan Formulasi Serbuk Minuman Berbasis Sayuran

dengan Pengeringan Semprot

adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan

dosen pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada

perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan di bagian akhir skripsi penelitian ini.

Bogor, 5 April 2013

Yang membuat pernyataan

Randy Oktan Susilo

F24080090


(8)

©Hak cipta milik Randy Oktan Susilo, tahun 2013

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian

Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi,


(9)

BIODATA PENULIS

Randy Oktan Susilo dilahirkan di Jambi pada tanggal 18 Januari 1990, tepatnya di Rumah Sakit Theresia. Penulis merupakan lulusan SD Negeri 66 Kota Jambi pada tahun 2002, lulusan SMP Negeri 7 Kota Jambi pada tahun 2005, dan lulusan SMA Negeri 1 Kota Jambi pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima dan terdaftar di Institut Pertanian Bogor melalui jalur tes (SNMPTN) dan berusaha keras meluluskan dirinya untuk mendapat gelar sarjana Ilmu dan Teknologi Pangan pada tahun 2013. Penulis lebih sering menyibukkan dirinya dengan hobi dan ketertarikannya terhadap hal-hal di luar kampus. Penulis sangat menyukai hal-hal yang berkaitan dengan teknologi, perangkat keras, mesin, dan otak-atik barang. Meskipun begitu penulis sesekali berkecimpung dalam kegiatan event organizer dan kepanitiaan karena keinginannya untuk mensukseskan acara yang membuatnya tertarik.

Tidak banyak yang dapat diceritakan mengenai penulis, yang pasti dia telah menjalani hari-harinya selama perkuliahan dengan bahagia karena dia melakukan apa yang diinginkannya, dan akan terus menjalani hari-harinya dengan bahagia seperti itu pada fase kehidupan yang selanjutnya.


(10)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur dan terimakasih dipanjatkan kepada Allah SWT atas berkah, rahmat, petunjuk, dan kasih sayangNya. Salawat dan salam juga selalu dipanjatkan kehadirat Nabi Muhammad SAW. Akhirnya skripsi yang berjudul “Pengeringan dan Formulasi Serbuk Minuman Berbasis Sayuran dengan Pengeringan Semprot” ini selesai disusun. Tentunya rasa terima kasih dan dedikasi khusus juga ingin saya disampaikan kepada :

1. Dosen pembimbing akademik, Ibu Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing saya selama ini. Terimakasih banyak kepada Ibu Lilis yang telah memberikan saya pesan dan nasehat yang membuka wawasan serta selalu mempermudah proses pelaksanaan tugas akhir dan penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dian Herawati S.TP M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, membimbing, dan memberikan berbagai masukan, dan banyak membantu saya dalam menyusun dan menyelesaikan masalah dalam tugas akhir yang telah dilaksanakan.

3. Bapak Mahendra Kusumah MM, yang telah memberikan saran, ide, dan terutama bantuan finansial yang mencukupi sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

4. Seluruh warga fakultas Teknologi Pertanian, terutama Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah menyediakan segala fasilitas dan akses pengetahuan. Tak lupa juga saya berterimakasih kepada staf dan teknisi baik pada laboratorium ITP maupun SEAFAST center yang selalu siap membantu.

5. Orang tua saya, Eddy Susilo dan Syahara Husni, yang senantiasa mendoakan dan mendukung anaknya. Terimakasih khusus untuk Ariesta Adline Aprilia.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……….. iii

DAFTAR ISI ………. iv

DAFTAR TABEL ……….… vi

DAFTAR GAMBAR ………...… vii

DAFTAR LAMPIRAN ………...… viii

I. PENDAHULUAN ……….. 1

1. LATAR BELAKANG ……… 1

2. TUJUAN ………. 2

3. MANFAAT ………. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ……… 3

A. PENGERINGAN SEMPROT………... 3

B. BAHAN PENGISI ………... 5

C. MINUMAN INSTAN ……...……… 7

D. BAHAN BAKU SAYURAN ………..… 8

1. Brokoli ………... 8

2. Bayam ………... 9

3. Wortel ……… 9

E. SARI BUAH DAN SAYURAN ………... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN ………. 11

A. BAHAN DAN ALAT ………. 11

B. METODE PENELITIAN ……… 11

1. Persiapan Bahan Baku ……….… 12

a. Pembersihan Bahan Baku ………... 12

b. Proses Blansir ………. 12

c. Pembuatan Jus ………. 12

2. Pemilihan Konsentrasi Bahan Pengisi

a. Proses Pengeringan Semprot ………... 12

b. Proses Pemilihan Konsentrasi Bahan Pengisi ………. 13

3. Penambahan Gula dan Asam ………... 13


(12)

C. METODE ANALISIS ……… 15

a. Uji Organoleptik Rating Hedonik ………... 15

b. Uji Kelarutan ……….. 15

c. Analisis Kadar Air Metode Oven ………... 16

d. Analisis Kadar Abu ………. 16

e. Analisis Kadar Protein Metode Kjehdahl ………... 16

f. Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet ………... 17

g. Analisis Kadar Karbohidrat ……… 17

h. Pengukuran pH ………... 18

i. Pengukuran Total Padatan Terlarut ………. 18

j. Pengukuran Warna ……….. 18

k. Analisis Kadar Vitamin C ………... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 20

1. Pemilihan Konsentrasi Bahan Pengisi ……… 20

a. Hasil Analisis Kadar Air dan Kelarutan ………. 20

b. Hasil Uji Organoleptik ……… 21

c. Penampakan Visual Serbuk Sayuran Instan ………... 24

2. Penambahan Gula dan Asam ……….. 24

3. Formulasi Produk ……… 26

4. Analisis Produk Akhir ………. 27

a. Analisis Proksimat ……….. 27

b. Analisis Total Padatan Terlarut dan pH ………. 28

c. Analisis Warna ………29

V. SIMPULAN DAN SARAN ………... 31

A. SIMPULAN ……….... 31

B. SARAN ………... 31

DAFTAR PUSTAKA ……….. 32


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1

Suhu dan rasio bahan pengisi terbaik pada beberapa produk

pengeringan semprot

... 7

Tabel 2

Uji penambahan pemanis dan pengasam pada serbuk bayam

instan ... 14

Tabel 3

Rancangan formula serbuk minuman sayuran yang diuji

organoleptik ... 14

Tabel 4

Kadar air dan kelarutan serbuk instan pada beberapa

konsentrasi bahan pengisi ... 20

Tabel 5

Hasil analisis proksimat formula serbuk minuman instan

terpilih ... 27

Tabel 6

Data total padatan terlarut dan pH produk minuman sayuran

instan ... 29

Tabel 7

Intensitas warna minuman sayuran instan formula F3 dan F8 ... 29


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1

Skema aliran proses pengeringan semprot

... 5

Gambar 2

Diagram alir tahapan metode penelitian ... 11

Gambar 3

Hasil rancang acak lengkap dari program Design Expert 6 ... 14

Gambar 4

Histogram tingkat kesukaan terhadap jus sayuran melalui

metode uji rating hedonik ... 22

Gambar 5

Penampakan visual serbuk sayuran instan sebelum dan

setelah direhidrasi ... 24

Gambar 6

Histogram tingkat kesukaan jus bayam pada beberapa taraf

penambahan BTP ... 25

Gambar 7

Histogram penerimaan konsumen terhadap rancangan formula

produk ... 26

Gambar 8

Warna dari formula F3 dan F8 sebelum dan setelah dilarutkan .... 27


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Contoh kuisioner uji organoleptik minuman sayuran instan ... 35

Lampiran 2a Rekapitulasi data analisis kadar air serbuk instan dengan maltodekstrin 12% ... 35

Lampiran 2b Rekapitulasi data analisis kadar air serbuk instan dengan maltodekstrin 10% ... 36

Lampiran 2c Rekapitulasi data analisis kadar air serbuk instan dengan maltodekstrin 8% ... 36

Lampiran 2d Analisis statistik data kadar air serbuk instan ... 36

Lampiran 3a Rekapitulasi data analisis kelarutan serbuk instan dengan maltodekstrin 12% .. 37

Lampiran 3b Rekapitulasi data analisis kelarutan serbuk instan dengan maltodekstrin 10% .. 37

Lampiran 3c Rekapitulasi data analisis kelarutan serbuk instan dengan maltodekstrin 8% .... 37

Lampiran 3d Analisis statistik data kelarutan serbuk instan ... 37

Lampiran 4a Rekapitulasi data analisis SPSS uji organoleptik rating hedonik serbuk brokoli ... 40

Lampiran 4b Rekapitulasi data analisis SPSS uji organoleptik rating hedonik serbuk bayam ... 42

Lampiran 4c Rekapitulasi data analisis SPSS uji organoleptik rating hedonik serbuk wortel ... 44

Lampiran 5a Rekapitulasi data analisis SPSS uji organoleptik penambahan gula 30% dan asam ... 46

Lampiran 5b Rekapitulasi data analisis SPSS uji organoleptik penambahan gula 40% dan asam ... 49

Lampiran 6 Rekapitulasi data analisis SPSS uji organoleptik rating hedonik tahap ketiga .. 52

Lampiran 7a Rekapitulasi data analisis kadar air sampel F3 dan F8... 55

Lampiran 7b Rekapitulasi data analisis kadar abu sampel F3 dan F8 ... 55

Lampiran 7c Rekapitulasi data analisis kadar protein sampel F3 dan F8 ... 55

Lampiran 7d Rekapitulasi data analisis kadar lemak sampel F3 dan F8 ... 55

Lampiran 7e Rekapitulasi data analisis kadar karbohidrat sampel F3 dan F8 ... 55

Lampiran 8 Rekapitulasi data analisis pH dan total padatan terlarut sampel F3 dan F8 ... 55


(16)

1

I. PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Peningkatan kesadaran masyarakat modern akan hidup sehat, mendorong meningkatnya permintaan akan produk pangan yang alami dan memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh. Salah satu produk olahan pangan sehat yang digemari adalah minuman segar seperti jus buah dan sayuran. Konsumsi buah dan sayuran dalam bentuk minuman (jus atau sarinya) sama seperti mengkonsumsi buah dan sayuran tersebut dalam bentuk segar, karena proses pengolahan yang dilakukan masih minimal dan sederhana sehingga nutrisinya tetap terjaga. Meskipun dapat dibuat dengan proses yang sederhana, proses pembuatan minuman ini dianggap masih memakan waktu, sehingga sulit untuk menyiapkannya disela-sela kesibukan yang padat. Oleh karena itu perlu proses pengolahan dan formulasi yang lebih lanjut untuk mengubah minuman ini menjadi bentuk serbuk minuman sehingga lebih mudah untuk disajikan.

Pembuatan produk berupa serbuk minuman dapat dilakukan dengan prinsip dasar mengurangi kadar air pada bahan hingga pada jumlah tertentu dengan memanfaatkan proses pengeringan. Pengeringan bahan menjadi bentuk serbuk dapat dilakukan dengan teknologi pengeringan vakum, pengering drum, pengeringan semprot, maupun pengeringan beku tergantung dari karakteristik produk akhir yang diinginkan. Dalam penelitian ini pengeringan yang dilakukan difokuskan pada penggunaan teknologi pengeringan semprot untuk mengembangkan produk berupa serbuk minuman. Pengeringan semprot telah sering digunakan pada industri skala besar untuk membuat produk seperti susu bubuk, serbuk kopi instan, serbuk jus instan, dan juga

digunakan untuk proses enkapsulasi komponen aktif (Barbosa et al. 2005). Dengan pengeringan

semprot dapat diproduksi serbuk dengan mutu yang baik, kadar air yang rendah, kelarutan yang

baik (Tonon et al. 2008). Hasil studi menunjukkan bahwa serbuk hasil pengeringan semprot

memiliki aktifitas antioksidan dan kandungan flavanoid yang lebih tinggi dibandingkan serbuk yang dihasilkan dari pengeringan vakum (Ramamoorthy 2007).

Serbuk minuman yang dikembangkan adalah minuman sayuran dengan bahan baku wortel, bayam, dan brokoli. Brokoli, wortel, bayam, dan sayuran secara umum digemari untuk dikonsumsi karena rasanya yang enak dan manfaat kesehatan yang terkandung di dalamnya. Beberapa manfaat kesehatan yang dimiliki oleh ketiga sayuran ini diantaranya adalah senyawa anti kanker sulforafan

yang dimiliki oleh brokoli (Latte et al. 2011), sumber provitamin A berupa beta-karoten yang

dimiliki oleh wortel (Baranski et al. 2011), dan pencegahan serangan jantung oleh folat yang

dikandung oleh bayam dengan menurunkan kadar homosistein pada tubuh (Ashfield-watt et al.

2003). Selain itu produk pangan yang berasal dari tanaman juga memberikan flavor dan aftertaste yang khas saat dikonsumsi. Pada umumnya sayuran memiliki total padatan dan kandungan kalori yang rendah sehingga bukanlah sumber energi yang baik, namun merupakan sumber nutrisi penting seperti vitamin dan mineral. Sayuran juga kaya akan serat dalam bentuk selulosa yang membantu dalam proses pencernaan makanan, menstimuli, serta menjaga kesehatan usus. Protein yang terkandung pada sayuran sendiri, walaupun sering dianggap bukanlah kandungan gizi yang penting pada sayuran karena jumlahnya yang sangat sedikit, ternyata berperan sebagai sumber protein yang penting pada kelompok masyarakat yang mengalami defisiensi asupan protein.

Brokoli dipilih sebagai salah satu bahan baku karena telah diteliti memiliki kandungan nutrisi tinggi, antioksidan dengan jumlah signifikan, dan kandungan senyawa bermaanfaat lainnya bagi tubuh. Begitu pula dengan wortel dan bayam, selain banyaknya manfaat yang terkandung pada sayuran tersebut, harganya di pasaran juga relatif murah bahkan cenderung sangat murah. Harga wortel di pasar cenderung fluktuatif pada nilai jual yang sangat rendah dan anjlok hingga Rp 500,- per kilogram pada musim panen. Hal ini disebabkan karena musim panen yang bersamaan antar petani yang akhirnya menyebabkan hasil panen melimpah. Hampir sama halnya dengan wortel, bayam umumnya secara terus menerus dipanen dalam jumlah banyak secara bersamaan dan selalu


(17)

2

tersedia di pasar. Hasil panen yang melimpah dari wortel dan bayam menimbulkan masalah baru yaitu umur simpan dari wortel dan bayam yang singkat sehingga harus terjual habis dalam waktu pendek, menyebabkan petani terpaksa menjual dengan harga sangat murah. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif solusi yang dapat dikembangkan untuk menangani hasil melimpah dari wortel dan bayam dan meningkatkan nilai jual dari kedua komoditas sayuran tersebut sehingga harganya stabil di pasaran dan menguntungkan petani.

2. TUJUAN

Mengembangkan produk serbuk minuman berbahan baku sayuran, dengan tujuan khusus yang ingin diperoleh adalah mendapatkan konsentrasi bahan pengisi yang tepat untuk proses pengeringan yang dilakukan, dan mengevaluasi penerimaan konsumen terhadap formula serbuk minuman yang diujicobakan.

3. MANFAAT

a. Memberikan dasar untuk pengembangan produk serbuk minuman berbasis sayuran yang lebih lanjut

b. Mendukung diversifikasi dalam pemanfaatan sayuran.


(18)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengeringan Semprot

Pengeringan adalah proses yang dilakukan untuk mengurangi kadar air dari suatu bahan pangan, dengan tujuan sebagai pengolahan untuk mendapatkan produk dengan karakteristik tertentu, atau sebagai cara pengawetan yang memperpanjang umur simpan produk. Pengeringan pada bahan pangan terjadi karena adanya proses penguapan air dari bahan pangan tersebut. Mekanisme pengeringan adalah ketika udara panas dihembuskan di atas bahan makanan basah, panas akan ditransfer ke permukaan bahan dan perbedaan tekanan udara akibat aliran panas akan mengeluarkan air dari ruang antar sel dan menguapkannya (Fellow 2000). Penguapan air dari bahan dapat terjadi akibat adanya energi panas yang diberikan kepada bahan tersebut. Energi panas dapat disalurkan dengan cara konveksi (pengeringan langsung dengan kontak udara panas), konduksi (pengeringan dengan kontak bahan dan material konduktor), dan radiasi serta gelombang elektromagnet (Mujumdar 1997). Dalam pengeringan kontak langsung dengan udara panas, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang dikeringkan. Bahan yang dikeringkan biasanya mengalami kontak dengan udara kering yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari bahan ke udara pengering.

Pengeringan pada produk pangan berkaitan erat dengan kandungan air yang terdapat pada bahan pangan tersebut, oleh karena itu perlu dipahami mengenai type air yang terkandung dalam bahan pangan. Menurut derajat keterikatan air (Winarno 2004), air terikat dapat dibagi atas empat type : Type I, adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti karbohidrat, protein, dan garam, melalui ikatan hidrogen berenergi besar. Air type ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat yang sebenarnya. Type II, adalah molekul air yang membentuk ikatan hirogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya

sukar dihilangkan. Penghilangan air type II akan mengakibatkan penurunan aw

Menurut Muchtadi (2008), produk yang telah dikeringkan akan memperoleh keuntungan seperti tahan lebih lama (awet), menghemat ruang pengepakan dan pengangkutan karena volume berkurang, biaya produksi lebih rendah, dan ada pula bahan pangan yang memang hanya dapat dikonsumsi setelah dikeringkan seperti kopi dan teh. Namun selanjutnya juga terdapat beberapa kerugian yang mungkin timbul akibat penerapan proses pengeringan yang kurang tepat pada bahan pangan, seperti bahan pangan yang sifatnya berubah dan cenderung terjadi penurunan mutu baik nutrisi dan organoleptik. Kerugian yang dapat timbul akibat kondisi pengeringan yang tidak tepat diantaranya adalah hilangnya nutrisi yang dikandung dari bahan pangan yang dikeringkan karena kerusakan oleh panas, contohnya adalah vitamin dan senyawa antioksidan yang sensitif terhadap panas. Selain itu dapat pula terjadi penyimpangan atribut sensori seperti warna, rasa, dan aroma dari produk yang kaya akan gula karena karamelisasi yang terjadi selama proses pengeringan.

(water activity) pada bahan tersebut. Type III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, serat, kapiler, dan lain-lain. Air type ini sering juga disebut dengan air bebas, bersifat lebih mudah diuapkan, dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media reaksi kimiawi. Type IV, adalah jenis air pada bahan pangan yang terakhir, merupakan air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau merupakan air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh.

Ada beberapa macam cara pengeringan yang telah umum dikenal hingga saat ini, diantaranya adalah pengeringan konvensional dengan memanfaatkan sinar matahari, atau dengan cara-cara artifisial seperti pengeringan oven, pengeringan vakum, pengeringan beku, pengeringan osmotik, pengeringan drum, dan pengeringan semprot (Muchtadi 2008). Adanya berbagai macam cara pengeringan ini mengharuskan adanya pemilihan cara pengeringan yang tepat sesuai dengan karakter bahan yang akan dikeringkan dan karakter produk yang ingin dihasilkan. Pengeringan dengan metode pengeringan semprot adalah salah satu metode pengeringan yang banyak


(19)

4

digunakan pada industri pangan karena pada kondisi yang optimum telah terbukti dengan metode ini dapat diperoleh bermacam produk akhir dengan mutu yang sesuai keinginan produsen. Penerapan pengeringan semprot pada bahan-bahan pangan yang kaya akan kandungan gula seperti sari buah, madu, dan turunan hidrolisat pati memiliki potensi nilai ekonomis yang tinggi. Perubahan bentuk bahan-bahan pangan tersebut menjadi partikel kering berupa bubuk akan berpengaruh pada penurunan volume yang berhubungan dengan pengepakan dan pengangkutan serta peningkatan umur simpan.

Proses pengeringan semprot dianggap unik dan sangat penting sebagai salah satu metode pengeringan dan dehidrasi bahan pangan karena dapat melakukan proses pengeringan bahan-bahan berupa cairan menjadi partikel-partikel terdehidrasi hanya dalam satu langkah proses pengeringan (Athanasia et al. 2005). Kualitas mutu, baik dari segi organoleptik dan nutritif dari produk hasil pengeringan semprot juga memuaskan karena selama proses pengeringan bahan tidak terpapar

oleh panas pengeringan yang melebihi 100o

Pengeringan semprot adalah sebuah unit operasi dimana produk berupa cairan diatomisasi pada sebuah aliran gas atau udara panas untuk memperoleh produk akhir berupa bubuk. Gas sebagai medium pemanas yang digunakan umumnya merupakan udara bebas, namun dapat pula menggunakan gas inert seperti nitrogen. Bahan input pada pengering semprot dapat berupa larutan, emulsi, ataupun suspensi, oleh karena itu proses ini tepat untuk mengeringkan bahan berupa sari buah. Bubuk yang dihasilkan dari proses pengeringan semprot ini dapat berupa partikel yang berukuran sangat halus sekitar 10-50 µm atau partikel yang berukuran besar sekitar 2-3 mm (Gharsallaoui 2007). Terdapat beberapa unit proses penting dalam pengeringan semprot, yaitu proses atomisasi, proses kontak bahan (butiran bahan) dengan medium pemanas, dan proses evaporasi (Gharsallaoui 2007).

C yang umumnya menyebabkan kerusakan komponen nutritif penting (Andhikari et al. 2004).

1. Atomisasi

Atomisasi cairan menjadi partikel kecil dapat dilakukan dengan memanfaatkan proses

pressing dan gaya sentrifugal. Pada pengering semprot terdapat sebuah atomizer yang dapat

berupa pneumatic atomizer, pressure nozzle, spinning disk nozzle, dan sonic nozzle. Tujuan dari tahap atomisasi ini adalah membuat luas permukaan bahan yang akan dikeringkan semakin luas sehingga proses transfer panas dan massa mencapai kondisi optimal dan pengeringan bahan

berlangsung dengan baik. Pilihan jenis nozzle yang digunakan juga akan ditentukan dari bahan

input (feed) dan karakteristik produk akhir yang diinginkan itu sendiri. Semakin cepat aliran feed

maka ukuran partikel akan semakin besar, dan semakin tinggi energi panas yang perlu diterapkan

maka semakin kecil pula bubukpartikel kering yang dihasilkan.

2. Kontak butiran bahan dengan medium pemanas

Berdasarkan posisi atomizer dan penyemprot udara panas, maka pengering semprot dapat

dibedakan menjadi jenis pengeringan concurrent dan counter current. Pada proses pengeringan

concurrent cairan feed disemprotkan searah dengan aliran udara pemanas di dalam ruang

pengering, dengan temperatur udara inlet sekitar 150-220o C menyebabkan evaporasi terjadi secara

seketika, dan menghasilkan produk outlet dengan kisaran suhu 50-80o

3. Evaporasi

C. Sedangkan pada jenis

counter current, aliran feed akan berlawanan dengan aliran udara pemanas yang menyebabkan

suhu outlet produk yang dihasilkan cukup tinggi, menyebabkan proses counter current tidak cocok untuk diterapkan pada produk yang sensitif terhadap panas.

Saat terjadi kontak antara feed dan aliran udara panas akan terbentuk keseimbangan suhu dan tekanan uap parsial antara fase liquid dan gas. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi transfer panas dari udara ke produk akibat perbedaan suhu, dan perpindahan uap (evaporasi) terjadi dengan arah sebaliknya sebagai akibat perbedaan tekanan parsial uap. Proses pengeringan akhirnya akan selesai pada saat suhu partikel produk yang dihasilkan sama dengan suhu udara pemanas.


(20)

5

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai tahapan dan alur proses pengeringan semprot dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema aliran proses pengeringan semprot (Jittanit 2010)

Serbuk yang dihasilkan oleh pengeringan semprot memiliki ukuran partikel sangat halus dengan diameter sekitar 10-50 µM dan serbuk dengan ukuran partikel cukup besar 2-3 mm (Gharsallaoui 2007). Ukuran partikel serbuk yang dihasilkan salah satunya dipengaruhi oleh

kinerja atomizer dan bahan pengisi (carrier agent) yang digunakan. Atomizer pada pengering

semprot menyebabkan aliran bahan berubah menjadi butiran berukuran partikel yang sangat kecil. Ukuran dari butiran yang dihasilkan dipengeruhi oleh jenis atomizer dan laju alir bahan. Dalam hal ini, atomizer yang terdapat pada pengering Mini Buchi 190 yang digunakan adalah berjenis

pressure nozzle yang tidak dapat diatur kekuatan atomisasinya, sehingga yang paling berpengaruh

terhadap ukuran butiran yang dihasilkan adalah kecepatan laju alir bahan yang melalui atomizer

(feed rate). Semakin pelan laju alir bahan maka butiran yang dihasilkan semakin kecil,

menyebabkan luas permukaan bahan lebih besar, yang artinya penguapan air lebih besar dan produk yang dihasilkan memiliki kadar air lebih rendah. Namun pengaturan kecepatan laju alir bahan yang rendah menyebabkan total waktu yang diperlukan untuk mengeringkan sejumlah bahan lebih lama, sehingga kurang efisien karena mengkonsumsi lebih banyak energi. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan pengering semprot yang memiliki atomizer berjenis sentrifugal sehingga dapat ditingkatkan kemampuan atomisasinya.

Dalam menggunakan metode pengeringan semprot perlu ditentukan terlebih dahulu parameter proses yang sesuai dengan karakteristik bahan dan keluaran produk akhir yang diinginkan. Selain itu perlu dilakukan pemilihan bahan pengisi yang akan digunakan sebagai medium pengikat bahan baku selama proses pengeringan.

B. Bahan Pengisi

Pada proses pembuatan serbuk minuman dengan pengering semprot perlu ditambahkan bahan khusus untuk meningkatkan mutu serbuk yang dihasilkan yaitu bahan pengisi atau disebut

juga carrier agent. Fungsi dari penambahan bahan pengisi ini adalah meningkatkan kadar seduhan

dari produk dan mempertahankan senyawa volatil pada bahan baku sehingga produk yang dihasilkan memiliki mutu aroma yang baik. Menurut Gharshallaoui (2007), bahan pengisi yang


(21)

6

ditambahkan akan menjadi mikroenkapsulat yang berfungsi sebagai lapisan pelindung dan dinding luar dari bahan yang akan yang dikeringkan, sehingga bahan tersebut terlindung dari denaturasi dan hilangnya komponen volatil. Jittanit (2010) menyatakan bahwa bahan pengisi berfungsi melindungi komponen bahan pangan yang sensitif terhadap kondisi disekitarnya, mempertahankan aroma dan flavor, mengurangi volatilitas dan reaktivitas bahan, serta meningkatkan atraktifitas dari suatu produk.

Ada banyak jenis bahan pengisi yang umum ditambahkan pada proses pengeringan semprot, namun yang sesuai untuk digunakan dengan karakteristik bahan baku yang sedemikian rupa seperti sayuran dan buah-buahan adalah bahan pengisi jenis gum, dekstrin, dan maltodekstrin (DeZarn 1995; Kenyon 1995). Dekstrin merupakan material hasil degradasi pati dengan berat molekul yang lebih kecil dan lebih larut dalam air. Dekstrin memiliki sifat yang sangat bervariasi misalnya dalam hal pembentukan lapisan tipis (film) atau berikatan dengan senyawa lain. Viskositas yang rendah dari dekstrin penting untuk pembuatan dan pengeringan lapisan tipis. Jika viskositasnya terlalu tinggi maka konsentrasi yang didispersikan lebih sedikit untuk mendapatkan

viskositas yang sama.Sedangkanmaltodekstrin didefinisikan sebagai produk hidrolisis pati yang

mengandung unit α-D-glukosa yang sebagian besar terikat melalui ikatan 1,4 glikosidik dengan

DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)nH2

Maltodekstrin dengan DE yang rendah bersifat non-higroskopis, sedangkan maltodekstrin dengan DE tinggi cenderung menyerap air (higroskopis). Maltodekstrin merupakan larutan terkonsentrasi dari sakarida yang diperoleh dari hidrolisa pati degan penambahan asam atau enzim (Blancard 1995). Maltodekstrin pada dasarnya merupakan senyawa hidrolisis pati yang tidak sempurna, terdiri dari campuran gula-gula dalam bentuk sederhana (mono dan disakarida) dalam jumlah kecil, oligosakarida dengan rantai pendek dalam jumlah relatif tinggi serta sejumlah kecil oligosakarida berantai panjang. Nilai DE maltodekstrin berkisar antara 3 – 20. Sifat-sifat yang dimiliki maltodekstrin antara lain mengalami dispersi cepat, memiliki sifat daya larut yang tinggi maupun membentuk film, sifat higroskopis yang rendah, sifat browning yang rendah, mampu menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat kuat.

O)] (Blancard 1995). Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, maltosa, oliigosakarida, dan dekstrin. Maltodekstrin biasanya dideskripsikan oleh DE (Dextrose Equivalent).

Sejumlah peneliti telah melakukan penelitian menggunakan pengering semprot pada beberapa komoditas buah-buahan dengan beberapa jenis bahan pengisi. Milton (2005) melakukan pengeringan semprot pada mangga dengan menggunakan beberapa bahan pengisi yaitu maltodekstrin, gum arab, dan pati modifikasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa gum arab menghasilkan serbuk dengan partikel terkecil, agak lengket, dan maltodekstrin menghasilkan serbuk yang partikelnya sedikit lebih besar dibandingkan gum arab, sedikit lebih lengket, namun memiliki kelarutan yang paling tinggi, sedangkan pati modifikasi menghasilkan serbuk yang tidak lengket namun memiliki kelarutan yang sangat buruk.

Beberapa penelitian lain yang melakukan pengeringan semprot terhadap buah-buahan seperti pembuatan serbuk jus renong atau melon jingga (Solval 2011), serbuk labu manis (Kha 2010), serbuk jus nanas (Jittanit 2010), serbuk jus rosella nanas (Farimin 2009), serbuk buah naga (Taufik 2009), tercatat semuanya menggunakan maltodekstrin sebagai bahan pengisi. Alasan para peneliti tersebut memilih menggunakan maltodekstrin (MD) sebagai bahan pengisi selain karena fungsinya

yang baik sebagai carrier agent adalah karena harganya yang lebih ekonomis dibandingkan bahan

pengisi lainnya. Penggunaan bahan pengisi seperti maltodekstrin menyebabkan ukuran partikel serbuk yang dihasilkan menjadi lebih halus (10-50 µM) dibandingkan penggunaan bahan pengisi lainnya seperti gum arab dan pati berlemak yang dapat menyebabkan serbuk berukuran hingga 2-3 mm (Yousefi 2011). Ukuran partikel yang lebih kecil berdampak pada kemampuan rehidrasi serbuk dan sifat higroskopisnya, serbuk yang memiliki ukuran kecil lebih mudah untuk larut sehingga memiliki kemampuan rehidrasi lebih baik dan memiliki kadar air yang lebih rendah.


(22)

7

Pada Tabel 1 dapat dilihat konsentrasi bahan pengisi dan suhu pengeringan yang digunakan pada pengeringan semprot beberapa produk buah-buahan.

Tabel 1. Suhu dan rasio bahan pengisi terbaik pada beberapa produk pengeringan semprot

Bahan Baku KA Bahan Inlet Outlet Bahan Pengisi KA Produk Pustaka Melon Jingga 91.56 % 170 oC 76 oC MD 10% 5.39 % Solval 2011

Mangga 90.12 % 160 oC 70 oC MD 12% - Milton 2005

Labu Manis 78 % 120 oC 83 oC MD 10% 5.29 % Kha 2010

Rosela Nanas 87 % 180 oC 80 oC MD 10% 1.4 % Farimin 2009

Nanas 89 % 150 oC 90 oC MD 15% 5.1 % Jittanit 2010

Buah Naga 89 % 180 oC 80 oC MD 20% - Taufik 2009

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa rasio campuran sari buah yang akan dikeringkan dan bahan

pengisi yang digunakan umumnya berkisar pada 1:9 (w/w). Menurut Kha et al. (2010) pada rasio

bahan pengisi di bawah 1:9 akan terjadi masalah pemompaan bahan dari feed dan bahan cenderung

menempel pada chamber pengering alat spray dryer. Sedangkan pada rasio diatas 3:7 maka

produk yang dihasilkan cenderung banyak kehilangan warna aslinya sehingga produk akhir tidak menarik. Dengan mempertimbangkan kedekatan beberapa sifat bahan baku maka dipilih kondisi pengeringan yaitu suhu inlet 180oC dan suhu outlet 80oC dengan laju alir bahan dari feed 10 ml/menit dan bahan pengisi berupa maltodekstrin (MD) yang berjumlah 8% - 12% (w/w) bahan. Maltodekstrin dipilih sebagai bahan pengisi karena telah umum digunakan pada pengeringan semprot yang bahan bakunya berupa buah dan sayuran. Maltodekstrin juga lebih mudah diperoleh dan harganya lebih ekonomis dibanding bahan pengisi lain. Oleh karena itu pada penelitian ini digunakan maltodekstrin sebagai bahan pengisi untuk pengeringan semprot produk minuman sayuran.

C. Minuman Instan

Berkembangnya pangan instan didorong oleh kemajuan zaman dan tuntutan konsumen tentang makanan yang cepat disajikan, praktis dikonsumsi, dan tetap bergizi. Pangan instan didefinisikan sebagai jenis produk pangan yang mudah disajikan/dikonsumsi dalam waktu relatif singkat (Lawal 2007). Pangan instan juga lebih sering diartikan sebagai pangan kering yang dapat dikembalikan ke bentuk aslinya secara cepat setelah direhidrasi (Bender 2005). Hingga saat ini produk pangan instan terus dikembangkan untuk mengatasi masalah penggunaan dan penanganan produk yang sering dialami terutama pada tahap pasca produksi, misalnya transportasi, tempat penyimpanan, dan lama penyimpanan hingga dikonsumi (Hartomo dan Widiatmoko 1992).

Dalam dunia industri makanan, pakan, obat-obatan, dan industri kimia, produk pangan instan lebih dikenal dengan bentuk produk berupa serbuk/bubuk yang memiliki karakteristik terpenting yaitu dispersi dan kelarutan. Hingga saat ini telah banyak produk berupa bubuk instan komersial yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat, seperti minuman, softdrink, kopi, coklat, susu, sup,

bumbu masak. Menurut Ares et al. (2010), bahan pangan dalam bentuk serbuk instan memiliki

beberapa keunggulan dibandingkan dalam bentuk aslinya, seperti umur simpan yang lebih lama, biaya penyimpanan dan transport yang lebih rendah, dan kepraktisan dalam mengkonsumsi.

Menurut Juliano et al. (2005), ada dua cara instanisasi yang dapat dilakukan untuk mengubah suatu produk menjadi produk instan yaitu dengan aglomerasi dan tanpa aglomerasi. Aglomerasi adalah proses yang dilakukan untuk membuat partikel-partikel menjadi sebuah agregat yang menyatu dengan cara memberikan perlakuan khusus berupa perlakuan panas/kelembapan pada permukaan bahan. Sedangkan cara instanisasi tanpa aglomerasi adalah dengan memanfaatkan

teknologi pengering beku, pengering semprot, pengering drum, dan penambahan bahan pangan


(23)

8

Bahan baku yang digunakan sebagai input pada penelitian ini adalah dalam bentuk cairan berupa sari dari sayuran, dan dengan target akhir produk sebagai output adalah dalam bentuk serbuk halus yang dapat dengan mudah direhidrasi menjadi minuman. Dengan pertimbangan tersebut maka cara instanisasi tanpa aglomerasi dipilih karena dianggap lebih sesuai dengan karakteristik bahan dan target produk. Dari beberapa cara instanisasi tanpa aglomerasi yang dapat dilakukan, teknologi pengering semprot adalah salah satu cara yang paling efisien karena dengan biaya produksi yang lebih rendah dapat menghasilkan mutu (warna, aroma, flavor, dan kandungan nutrisi) produk yang baik (Goula dan Adamopoulos 2004).

Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992) kriteria yang harus dimiliki bahan pangan agar dapat menjadi produk pangan instan antara lain : a) memiliki sifat higrofilik, b) tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel sebelum digunakan sehingga dapat menghambat laju pembasahan, c) rehidrasi produk akhir tidak menghasilkan produk akhir yang menggumpal dan mengendap. Produk instan yang dihasilkan dari proses pengeringan nantinya harus dapat direkonstitusi secara normal untuk dikonsumsi. Kemampuan rekonstitusi adalah kemampuan produk hasil pengeringan untuk dapat menyerap air, dibandingkan produk yang tidak dikeringkan (Huber et al. 2006).

Proses instan sempurna dari suatu produk dapat dilihat dari urutan proses yang dialami, yaitu proses pembasahan bahan yang menyebabkan produk tenggelam, dan proses dispersi secara merata pada medium pembasahnya (Hartomo dan Widiatmoko 1992). Pada kenyataannya instanisasi produk dengan pengeringan jarang menghasilkan produk yang memiliki kriteria instan sempurna seperti diatas disebabkan karena karakteristik komposisi produk yang diinstanisasi

tersebut (Huber et al. 2006). Oleh karena itu perlu dipilih metode pengeringan dan formulasi

produk yang tepat agar dapat dihasilkan produk yang memiliki karakter instan sempurna.

D. Bahan Baku Sayuran

Bahan baku yang digunakan untuk mengembangkan serbuk minuman ini adalah jus dari wortel, bayam, dan brokoli. Ketiga bahan tersebut merupakan sayuran yang dapat dengan mudah diperoleh di pasar tradisional maupun modern terutama bayam dan wortel karena harganya yang sangat terjangkau dan digemari. Ketiga sayuran tersebut umumnya tersedia dalam kuantitas lebih banyak pada daerah yang dingin karena merupakan tanaman udara dingin. Di Indonesia sendiri, mengkonsumsi sayuran seperti telah menjadi tradisi yang melekat, karena masakannya yang kaya akan rempah dan tanaman sayuran. Beberapa jenis masakan sayuran bahkan umumnya dimakan mentah seperti lalapan yang hanya melalui tahap pembersihan, pemotongan, dan pemanasan minimal (blanching) dengan tujuan utama adalah melunakkan sayuran tersebut tanpa merusak tekstur dan bentuk aslinya.

1. Brokoli

Brokoli merupakan tanaman musiman yang tumbuh sekali atau dua kali dalam setahun, dan

merupakan tanaman yang tumbuh subur pada daerah dengan udara dingin bersuhu 5-20 o

Brokoli adalah sayuran yang terkenal sebagai sayuran sehat, karena memiliki kandungan beberapa senyawa bermanfaat bagi tubuh. Dalam 100 g (245 kJ) brokoli segar terkandung sekitar 4 g protein, 0,3 g lemak, 6 g karbohidrat, 1,5 g serat, 150 mg kalsium, 325 mg kalium, 800 mg

C yang umumnya berada pada ketinggian 800 m diatas permukan laut (Gray 1982). Brokoli memiliki panjang 50-80 cm pada tanaman yang telah dewasa, dan memiliki panjang 90 cm hingga 1,5 m

pada saat sedang mekar (flowering). Bongkol brokoli merupakan tumpukan jaringan meristem

yang membentuk struktur rapat dan merupakan kumpulan bakal bunga dengan diameter total rata-rata 10-30 cm (Gray 1982). Bagian bongkol dari brokoli yang tumbuh di daerah tropis umumnya berukuran lebih kecil dibandingkan brokoli yang tumbuh di daerah dingin dan subtropis karena menyesuaikan dengan iklim dan penguapan jaringan. Bagian yang umumnya dikonsumsi dari

brokoli adalah bagian atas (bongkol/kepala), yang dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah (fresh)


(24)

9

karoten, 100 mg vitamin C, dan sisanya adalah air sekitar 86 g (Siemonsma dan Piluek 1994). Brokoli juga mengandung senyawa glucoraphanin yang dapat diubah menjadi senyawa anti-kanker

sulforaphane oleh adanya enzyme myrosinase (Sedmikova et al. 1999). Senyawa-senyawa tersebut

mendapatkan perhatian dan menjadi penting karena fungsinya dalam mencegah kanker dan penyakit cardiovascular. Walaupun demikian, efek anti-kanker pada brokoli ini sering kali hilang karena pengolahan brokoli pada umumnya adalah dengan cara direbus dalam waktu lama yang menyebabkan kandungan senyawa-senyawa bermanfaat rusak.

2. Bayam

Bayam (Spinacia oleracea L.) merupakan tanaman yang tumbuh sepanjang tahun, memiliki

panjang 20-150 cm yang sekitar 10-20 cm bagian panjang totalnya merupakan daun yang tumbuh dengan lebat. Bayam yang tumbuh di daerah asia pada umumnya tumbuh dengan cepat, memiliki

daun yang berwarna lebih gelap, dan tumbuh subur pada suhu 5-20 oC serta akan terhambat

pertumbuhannya pada suhu diatas 27 o

Salah satu senyawa antioksidan yang paling banyak terdapat pada bayam adalah asam alfa lipoic (ALA). Asam alfa lipoic membantu meregenerasikan antioksidan lain pada tubuh seperti vitamin E dan C yang telah rusak akibat serangan radikal bebas. Senyawa yang juga dapat disintesis secara endogenous oleh tubuh ini juga bermanfaat dalam menstimuli sintesis dari glutathione yang merupakan antioksidan dan penawar racun yang kuat di dalam tubuh (Hagen 2012).

C (Siemonsma dan Piluek 1994). Seperti sayuran lainnya, bayam juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik. Dalam 100 g (100 kJ) daun bayam segar terkandung 2,5 g protein, 3,4 g karbohidrat, 125 mg kalsium, 4,1 mg zat besi, 4,1 mg karoten, 0,9 mg vitamin B kompleks, 52 mg vitamin C, dan sisanya sebanyak 91,6 g adalah air. Bayam juga mengandung asam oksalat dan nitrat tidak terikat namun tidak berbahaya dan memberikan efek samping bagi tubuh selama konsumsinya tidak melebihi 100 g per hari (Siemonsma dan Piluek 1994).

3. Wortel

Wortel yang memiliki nama latin Daucus gingidium L. adalah tanaman yang diperkirakan

berasal dari wilayah Eropa dan Mediterania. Panjang tanaman wortel yang telah tumbuh dewasa adalah sekitar 20-50 cm dan bertumbuh menjadi 120-150 cm saat berbunga. Panjang akarnya sendiri yang biasanya dikonsumsi adalah sekitar 5-50 cm dengan diameter 2-5 cm (Siemonsma dan Piluek 1994). Telah umum diketahui bahwa wortel kaya akan kandungan beta karoten, namun selain itu wortel ternyata juga tinggi kandungan senyawa bermanfaat lainnya. Per 100 g (120 kJ) wortel segar terkandung 1 g protein, 9 g karbohidrat, 1 g serat, 20 mg beta karoten, 10 mg vitamin C, 40 mg kalsium, 1 mg zat besi, dan sisanya adalah air sebanyak 87 g (Siemonsma dan Piluek 1994). Kandungan senyawa terpenoid dan senyawa volatile lainnya mempengaruhi flavor dan aroma dari wortel segar. Sensasi rasa astringen pada wortel disebabkan oleh kandungan senyawa terpolene yang tinggi dan rendahnya kandungan gula, sedangkan sensari rasa yang agak pahit pada wortel yang sudah lama disimpan disebabkan oleh konversi senyawa phenol menjadi senyawa iso-coumarin yang memberikan rasa pahit (Banga 1968).

E. Sari Buah dan Sayuran

Sari buah dan sayuran dapat diperoleh dari hasil pengepresan maupun hasil ekstraksi buah dan sayuran tersebut. Buah dan sayuran yang digunakan untuk pembuatan sari buah harus berada dalam keadaan masak. Selain itu buah dan sayuran tersebut harus mempunyai cita rasa yang menyenangkan, tidak hambar, dan mengandung banyak asam. Sari buah dan sayuran harus dapat mempertahankan kestabilannya selama pengolahan dan penyimpanan.

Sari buah dan sayuran merupakan cairan yang tidak mengalami fermentasi dan diperoleh dari hasil pengepresan bahan baku sari tersebut. Menurut European Commission (2003), sari buah dan sayuran didefinisikan sebagai cairan yang diperoleh dengan pemerasan buah, disaring atau tidak, yang tidak mengalami fermentasi dan dimaksudkan untuk minuman segar. Sari buah dan sayuran


(25)

10

hasil ekstraksi dari buah dan sayuran mengandung pulp halus yang tersuspensi sehingga sari yang dihasilkan tampak keruh. Pulp ini tersuspensi dalam sari buah dan sayuran dengan pektin dari bahan sebagai penstabil dari suspense tersebut (FDA 2003).

Pada tahap awal pembuatan sari buah seluruh bahan baku dipersiapkan terlebih dulu dengan

cara dibersihkan dan diblansir. Tujuan pembersihan bahan adalah untuk membuang non-edible

parts dari bahan baku seperti kulit pada wortel, daun dan batang bawah pada brokoli, dan bagian

akar pada bayam, serta menjamin kehigienisan bahan tersebut. Sari buah brokoli, bayam, dan wortel diperoleh melalui proses penghancuran dari bahan yang telah di blansir menggunakan blender. Proses blansir pada ketiga bahan baku sayuran ini adalah bertujuan untuk pemanasan awal bahan, melunakkan jaringan, penuruan jumlah mikroba awal, dan inaktivasi enzim sehingga mutu warna, flavor, dan nutrisi dari sayur tersebut dapat dipertahankan (Syamsir 2011). Perlakuan blansir dilakukan langsung setelah bahan dibersihkan dengan metode perebusan dengan air panas pada suhu 70 o

Pada proses blender ditambahkan air dalam jumlah perbandingan tertentu, dimana pada

penelitian ini air yang ditambahkan adalah ¾ bagian berdasarkan penelitian serupa oleh Solval et

al. (2011); Cano-chauca (2005); Trana et al (2008); Athanisia et al. (2005). Penambahan air dilakukan selama proses pembuatan sari buah berfungsi untuk membantu proses ekstraksi sari sayuran dan juga menurunkan total padatan terlarut dari hasil ekstraksi sehingga dapat memenuhi syarat untuk dikeringkan menggunakan pengering semprot. Bahan baku bayam, wortel, dan brokoli yang telah diblansir ditambahkan air dengan perbandingan 3:1 untuk bayam dan brokoli dan 2:1 untuk wortel (b/b). Penambahan air sebagai medium pelarut dan pengekstrak yang jumlahnya lebih rendah pada bahan baku wortel adalah untuk mengoptimalkan kualitas sari buah yang dihasilkan, dimana penambahan air yang terlalu banyak menyebabkan sari buah yang dihasilkan memiliki warna yang terlalu pucat dan kurang kontras sehingga mengurangi daya tarik dari sari buah tersebut. Kurangnya kontras warna pada sari buah alami juga menunjukkan kurangnya kandungan zat pewarna alami pada sari buah tersebut. Pewarna pada sari buah berasal dari pigmen yang dibawa secara alami oleh bahan baku sari buah tersebut dan merupakan senyawa fungsional yang bermanfaat bagi tubuh. Oleh karena itu dalam pembuatan sari buah untuk serbuk minuman sayuran ini diusahakan selalu memiliki intensitas warna yang tinggi agar diperoleh serbuk minuman dengan kandungan senyawa bermanfaat yang tinggi.

C selama 3 menit untuk memastikan bahan telah mendapatkan efek dari perlakuan blansir tanpa menyebabkan kerusakan berlebih pada jaringan bahan.


(26)

11

III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan serbuk minuman yang berbahan baku sayuran brokoli, bayam, dan wortel. Metode pengeringan yang digunakan untuk menciptakan

produk dalam bentuk serbuk adalah pengeringan semprot (spray dry). Produk akan dibuat secara

bertahap yaitu dimulai dari pembuatan basis serbuk minuman dari masing-masing sayuran, pemilihan basis serbuk yang memiliki karakteristik terbaik untuk tiap jenis sayuran, dan dilanjutkan dengan formulasi ketiga basis serbuk sayuran menjadi satu produk minuman sayuran yang memiliki kualitas dan penerimaan konsumen terbaik.

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama yang digunakan pada penelitian ini adalah brokoli, bayam dan wortel yang dibeli dari toko sayuran Agro. Bahan-bahan lain yang digunakan untuk membuat serbuk minuman sayuran adalah air, gula, maltodekstrin , dan pengatur keasaman asam sitrat yang diperoleh dari toko bahan kimia Setia Guna Bogor. Untuk keperluan analisis bahan yang

digunakan adalah aquades, larutan NaOH 10%, H2SO4

Alat yang digunakan dalam pembuatan serbuk minuman sayuran adalah pengering semprot

(spray dryer) tipe Mini Buchi 190, blender, blancher, filter (saringan), dan wadah-wadah.

Sedangkan alat yang digunakan untuk keperluan analisis diantaranya adalah oven, tungku, shoxhlet, ph meter, chromameter, thermometer, neraca analitik, alat dekstrusi, dan alat-alat gelas.

96%, NaOH 30%, Etanol 95%, HCl 10%, Iod 0.01 N, indikator PP dan indikator pati.

B. METODE PENELITIAN

Secara skematis tahapan pembuatan serbuk minuman sayuran dapat dilihat pada Gambar 2.


(27)

12 1. Persiapan Bahan Baku

a. Pembersihan Bahan Baku

Bahan baku berupa brokoli, bayam, dan wortel yang telah dibeli lalu dibersihkan dengan cara mencuci seluruh bagian bahan yang akan digunakan hingga bersih dari pengotor terutama tanah dan kotoran. Sayuran yang telah dicuci tersebut lalu ditiriskan, dan dipotong-potong menjadi ukuran kecil menggunakan pisau untuk mempermudah penanganan pada proses selanjutnya, dan diletakkan pada wadah bersih.

b. Proses Blansir

Sayuran yang telah dibersihkan selanjutnya diblansir menggunakan air panas pada suhu 70oC

selama 3 menit. Suhu dan waktu blansir tersebut dipilih karena merupakan kondisi terbaik dimana panas yang dibutuhkan untuk memberikan efek blansir telah mencukupi namun tidak terlalu tinggi sehingga kerusakan bahan dapat diminimalisir.

c. Pembuatan Jus

Masing-masing potongan sayuran yang telah diblansir dimasukkan kedalam wadah blender/juicer dan ditambahkan air dengan rasio bahan dan air 1:3. Total bahan dan air yang akan diblender diumpamakan adalah 1 unit, maka air yang ditambahkan adalah ¾ unit yang diukur berdasarkan bobot bahan (w/w). Masing-masing sayuran lalu diblender selama 3 menit hingga menjadi jus. Jus yang diperoleh selanjutnya disaring menggunakan saringan 60 mesh. Proses penyaringan ini bertujuan untuk memperoleh sari dari sayuran tersebut dan sehingga tidak menyebabkan penyumbatan dan memenuhi syarat untuk dikeringkan menggunakan pengering semprot. Total padatan terlarut jus yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penghambatan aliran

bahan (feed) pada pengering semprot dan menyebabkan penyumbatan.

2. Pemilihan Konsentrasi Bahan Pengisi a. Proses Pengeringan Semprot

Sari buah sayuran yang telah dicampur dengan bahan pengisi dikeringkan menggunakan pengering semprot tipe BUCHI 190 Mini Spray Dryer dan merupakan pengering semprot dengan kondisi concurrent yang tersedia pada pilot plant PAU, Departement Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Suhu inlet dan outlet pengering semprot selama pengeringan diukur terus menerus selama proses pengeringan menggunakan thermocouple dan aliran feed bahan yang dikeringkan juga diatur agar konstan mengalirkan bahan dari feed 10 ml/menit. Bahan yang

dikeringkan dimasukan melalui feed pengering, lalu dilewatkan pada nozzle spray dryer yang akan

menyebabkan bahan teratomisasi, dan masuk kedalam ruang pengering semprot. Bubuk minuman

sayuran yang dihasilkan akan dipisahkan dari udara pengering pada bagian cyclone separator pada

spray dryer. Bubuk yang dihasilkan diletakkan pada wadah gelas yang ditutup alumunium foil lalu

di dinginkan sebentar sebelum dikemas pada wadah plastik kedap.

Kondisi dan parameter pengeringan yang digunakan pada pengering semprot untuk sari buah sayuran adalah yang kondisi terbaik yang diperoleh dan dipilih dari penelitian lain yang serupa. Suhu inlet yang digunakan adalah 180oC dengan suhu outlet 80o

Prosedur proses pengeringan sari buah sayuran menggunakan pengering semprot ini dilakukan dengan pengulangan dua kali. Produk serbuk brokoli yang dihasilkan lalu dianalisis karakteristik dan sifat fisiko-kimianya pada tahap penelitian yang selanjutnya. Produk yang dihasilkan disimpan pada kondisi penyimpanan dingin dengan suhu 0

C.

o

- 4o C untuk sementara

waktu hingga diperlukan untuk dianalisis (Solval et al. 2011). Produk yang diperoleh pada tahap

ini selanjutnya akan dianalisis kadar air dan kelarutannya serta diuji organoleptik untuk menentukan produk dengan konsentrasi bahan pengisi yang terbaik.


(28)

13 b. Proses Pemilihan Konsentrasi Bahan Pengisi

Bahan pengisi yang ditambahkan adalah maltodekstrin (MD). Maltodekstrin ditambahkan dalam bentuk serbuk halus pada sari buah sayuran yang telah disaring padatan terlarutnya dan segera diaduk menggunakan homogenizer agar terbentuk campuran yang merata. Penambahan bahan pengisi ini dilakukan pada tiga konsentrasi yaitu, 8%, 10%, dan 12%. Jumlah bahan pengisi yang ditambahkan akan berpengaruh pada beberapa karakter mutu produk serbuk minuman yang dihasilkan nantinya. Penambahan bahan pengisi yang jumlahnya kurang atau terlalu banyak dapat menyebabkan penurunan kualitas warna, aroma, flavor, serta kelarutan dari serbuk minuman yang dihasilkan. Oleh karena itu bahan pengisi ditambahkan pada beberapa konsentrasi untuk melihat pada konsentrasi berapa dihasilkan mutu serbuk minuman sayuran yang terbaik. Tujuan dari tahap ini adalah mendapatkan data jumlah penambahan bahan pengisi yang menghasilkan serbuk terbaik melalui analisis kadar air dan kelarutan serta penerimaan konsumen melalui uji rating hedonik.

Setelah tahap pengeringan maka akan diperoleh tiga jenis serbuk yang menjadi basis (bahan baku) minuman sayuran, yaitu serbuk brokoli, serbuk bayam, dan serbuk wortel. Tiap jenis serbuk terdiri dari tiga konsentrasi bahan pengisi yang berbeda, yaitu maltodekstrin 8%, 10%, dan 12%, sehingga terdapat sembilan perlakuan yang dianalisis tahap awal ini. Pemilihan konsentrasi bahan pengisi awalnya dipilih berdasarkan mutu kadar air dan kelarutan serbuk, dan pada tahap selanjutnya serbuk minuman sayuran diuji organoleptik untuk mendapatkan nilai penerimaan konsumen. Setelah kedua tahap ini akan diperoleh serbuk-serbuk terpilih baik berdasarkan mutu kadar air dan kelarutan serta penerimaan konsumen. Serbuk-serbuk terpilih akan dibandingkan dan dipilih lagi mana serbuk yang lebih baik dengan titik berat pemilihan terletak pada hasil uji organoleptik. Alasannya adalah untuk mendapatkan serbuk minuman sayuran yang paling dapat diterima oleh konsumen.

Sampel yang diuji organoleptik adalah berupa serbuk minuman yang telah direhidrasi dengan rasio bahan dan pelarut yang sama untuk tiap sampel yaitu 1 gram serbuk untuk 10 ml air. Rasio perbandingan jumlah serbuk dan air tersebut menjadi standar untuk seluruh proses rehidrasi produk sebelum diujikan kepada panelis. Berdasarkan rasio tersebut juga dapat dibentuk suatu takaran saji dimana untuk membuat 200 ml (satu kali penyajian) jus sayuran akan dibutuhkan 20 g serbuk. Dalam uji organoleptik sejumlah 15 ml jus pada disajikan kepada panelis untuk dinilai atribut warna, rasa, aroma, dan keseluruhan dari jus tersebut. Uji organoleptik dilakukan tiga kali pada waktu yang berbeda dimana setiap pengujian yang dilakukan adalah untuk menguji masing-masing basis serbuk minuman sayuran yaitu serbuk brokoli, serbuk bayam, dan serbuk wortel. Data penerimaan produk yang telah diperoleh selanjutnya diolah menggunakan metode Anova untuk melihat apakah ada perbedaan nyata pada atribut masing-masing serbuk yang memiliki konsentrasi bahan pengisi yang berbeda.

3. Penambahan Gula dan Asam

Serbuk minuman yang mendapatkan penerimaan panelis tertinggi dipilih untuk digunakan

pada tahap selanjutnya. Sesuai dengan salah satu tujuan awal dilakukannya penelitian ini untuk menciptakan serbuk minuman sayuran yang disukai konsumen, maka perlu dilakukan uji coba penambahan BTP untuk meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk. Pengujian penambahan BTP dilakukan hanya pada salah satu serbuk minuman yaitu serbuk bayam. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan pada serbuk adalah gula dan asam sitrat. Bahan tambahan ini dipilih karena sudah terbukti dapat meningkatkan penerimaan konsumen terhadap produk dan aman dikonsumsi dalam jumlah yang lazim. Uji coba dilakukan untuk menentukan jumlah penambahan pemanis dan pengasam yang paling disukai konsumen melalui uji hedonik, yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Persentase yang terlihat pada tabel adalah berdasarkan perbandingan berat kering antara bahan yang ditambahkan dan serbuk sayuran (b/b). Data yang

diperoleh nanti akan menjadi patokan (set value) untuk jumlah penambahan bahan tambahan yang


(29)

14 Tabel 2. Uji penambahan pemanis dan pengasam pada serbuk bayam

Formula Gula Asam sitrat

30% 40% 0.2% 0.4% 0.6%

T1  

T2  

T3  

P1  

P2  

P3  

4. Formulasi Produk

Setelah melakukan tahap awal berupa serangkaian uji rating hedonik untuk mendapatkan produk terbaik, selanjutnya dilakukan formulasi produk dengan mencampur bahan baku berupa serbuk minuman terpilih dari ketiga jenis sayuran dan sejumlah bahan tambahan yang telah ditentukan pada tahap sebelumnya. Formulasi produk dilakukan berdasarkan rancangan acak

lengkap menggunakan program Design Expert 6.0®. Dari hasil rancang acak lengkap yang dapat

dilihat pada Gambar 3 dipilih 5 rancangan formulasi berdasarkan data hasil uji organoleptik pada

tahap awal penentuan basis serbuk terbaik. Tidak semua formula hasil rancangan program DX6

dipilih karena dari analisis sebelumnya telah diperoleh data yang menjadi patokan formulasi mana yang dapat diabaikan. Selama formulasi semua bahan baik bahan baku maupun bahan tambahan

dicampur dengan cara drymix (campur kering) sesuai rancangan formulasi terpilih. Daftar lengkap

formulasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Gambar 3. Hasil rancang acak lengkap dari program Design Expert 6

Tabel 3. Formula serbuk minuman sayuran yang diuji organoleptik

Rasio Campuran Jus (Total: 100) Bahan

Tambahan

Brokoli 15 Bayam 40 Wortel 45

Brokoli 22.5 Bayam 25 Wortel 52.5

Brokoli 15 Bayam 25 Wortel 60

Brokoli 15 Bayam 32.5 Wortel 52.5

Brokoli 30 Bayam 40 Wortel 30 Gula 30%

F1 F2 F3 F4 F5

Asam 0.2% Gula 30%

F6 F7 F8 F9 F10

Asam 0.1%

Penentuan formula terbaik yang akan menjadi formula produk akhir dari serbuk minuman sayuran ini dilakukan dengan metode uji organoleptik rating hedonik pula. Uji organoleptik tidak dilakukan sekaligus pada seluruh formula produk, melainkan dibagi menjadi dua kali yaitu


(30)

15

pengujian formula serbuk F1-F5 dan pengujian formula serbuk F6-F10. Serbuk dari masing-masing formula dilarutkan menggunakan air dengan perbandingan yang sama yaitu 1 g serbuk untuk 10 ml air. Sejumlah 15 ml minuman sayuran yang telah dilarutkan diletakkan pada gelas sampel dan disajikan kepada panelis untuk dinilai atribut warna, aroma, rasa, dan keseluruhannya. Data penerimaan yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan metode Anova untuk melihat adakah perbedaan nyata dari masing-masing formula terhadap mutu sensori dari minuman sayuran yang dihasilkan.

C. Metode Analisis

Berikut ini adalah sejumlah analisis yang dilakukan dalam proses pengembangan dan formulasi serbuk minuman sayuran, dengan titik berat analisis yang dilakukan adalah serangkaian uji organoleptik.

a. Uji Organoleptik Rating Hedonik

Pada penelitian ini uji organoleptik merupakan metode pengujian utama yang digunakan dalam pemilihan basis serbuk, penentuan jumlah bahan tambahan, dan pemilihan formula produk akhir. Tujuan dari uji rating hedonik adalah untuk melihat penerimaan dan kesukaan konsumen terhadap produk serbuk minuman sayuran. Jumlah panelis yang digunakan adalah 30 - 50 orang panelis tidak terlatih. Sampel yang diujikan adalah serbuk minuman sayuran yang telah direhidrasi. Proses rehidrasi dilakukan dengan cara melarutkan serbuk pada air dengan perbandingan 1:10. Sebanyak 60 g serbuk dilarutkan pada 600 ml air dan diaduk hingga larut. Serbuk minuman dikatakan telah larut apabila telah terlihat tidak terdapat endapan dan gumpalan serbuk, serta terlihat homogen baik warna dan kekeruhannya. Produk disajikan dengan cara menyiapkan sekitar 15 ml sampel minuman sayuran yang telah dilarutkan sebelumnya pada gelas sampel, yang ditandai dengan 3 digit kode acak. Panelis diminta untuk mencicipi dan mengevaluasi sampel minuman sayuran tersebut dan memberikan penilaian dengan menggunakan skala hedonik 7 poin: 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral/biasa saja, 5 = agak suka, 6 = suka, 7 = sangat suka (Meilgaard 1999).

b. Uji Kelarutan

Kelarutan merupakan karakteristik mutu yang penting pada produk berupa serbuk. Walaupun merupakan karakteristik yang penting, hingga kini tidak ada metode standar untuk pengujian produk rehidrasi. Oleh karena itu umumnya pengujian mutu rehidrasi dari produk seperti ini adalah dengan menggunakan metode yang dirancang sendiri dan distandarisasi terlebih dahulu agar data yang diperoleh dapat dibandingkan. Uji kelarutan pada serbuk minuman ini dilakukan dengan metode yang berbeda dari metode yang biasa digunakan pada uji kelarutan produk sejenis. Pada umumnya dalam menguji kelarutan dari produk serbuk, peneliti mengadopsi uji kelarutan yang memanfaatkan alat berupa sentrifus berkecepatan tinggi dan pelarut dalam jumlah banyak. Namun metode yang digunakan pada produk ini dilakukan lebih sederhana dan mensimulasikan proses kelarutan serbuk tersebut seperti pada saat akan dikonsumsi oleh konsumen.

Uji kelarutan pada serbuk minuman sayuran ini dilakukan dengan metode pengadukan manual yang telah distandarisasi sederhana sebelumnya. Standardisasi dilakukan dengan cara mengaduk suatu larutan di dalam gelas kecil menggunakan sendok teh, dan menghitung jumlah adukan yang dilakukan selama 1 menit sehingga diperoleh angka adukan rata-rata per menit. Metode yang digunakan ini dibuat seolah mengaduk biasa dengan menggunakan sendok seperti saat mempersiapkan minuman untuk disajikan. Perbandingan antara serbuk dan air dalam uji kelarutan ini adalah 1:10, yang artinya untuk melarutkan 1 gram serbuk dibutuhkan 10 ml air. Sebanyak 3 gram sampel serbuk sayuran diletakkan pada gelas kecil dengan volume 80 ml (lebar 4.5 cm, tinggi 7 cm) dan ditambahkan 30 ml air. Sampel lalu diaduk hingga larut seluruhnya dengan kecepatan adukan yang telah distandarisasi yaitu 130 adukan/menit. Serbuk dinyatakan telah larut apabila terbentuk dispersi yang homogen baik dari segi warna, dan kekeruhan larutan.


(31)

16

Pengujian kelarutan serbuk dilakukan sebanyak 4 kali ulangan. Waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan masing-masing sampel lalu dibandingkan sehingga terpilihlah sampel yang memiliki mutu rehidrasi baik.

c. Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 2007)

Kadar air dari serbuk minuman sayuran diukur dengan cara pengeringan menggunakan metode oven. Sebanyak 4 gram serbuk yang akan dianalisis diletakkan pada cawan yang

sebelumnya telah dikeringkan pada suhu 105oC selama 3 jam. Cawan beserta isinya kemudian

dikeringkan pada oven pada suhu dan waktu yang sama, lalu didinginkan pada desikator hingga beratnya cenderung konstan dan ditimbang. Pengukuran kadar air dihitung berdasarkan berat awal cawan beserta isi yang belum dikeringkan dengan berat setelah dilakukan pengeringan.

Kadar air (%) : �1−�2

�1 � 100 Keterangan :

W1 = Berat sampel sebelum dikeringkan W2 = Berat sampel setelah dikeringkan

d. Analisis Kadar Abu (Latimer, Horwitz 2005)

Kadar abu pada suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dari bahan tersebut. Pengabuan juga merupakan tahapan persiapan sampel yang harus dilakukan pada analisis mineral. Prosedur analisis kadar abu yang pertama adalah, cawan porselain yang dipersiapkan untuk pengabuan contoh dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di

dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih dan

memiliki bobot yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (C). Kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar Abu (% bb) = �−�

� � 100%

Kadar Abu (% bk) = ����� ��� (% ��) 100−�������� (% ��)

Ketereangan : bk = basis kering bb = bais basah

e. Analisis Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 2007)

Analisis protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Metode penentuan dengan metode ini meliputi tahap dekstrusi, distilasi, dan titrasi. Tahap destruksi dilakukan untuk mengubah protein dalam bahan menjadi garam amonium sulfat. Pada tahap destilasi, garam ini direaksikan dengan basa dan amonia diuapkan untuk diserap dalam larutan asam borat. Jumlah nitrogen yang terkandung dapat ditentukan dengan tahap titrasi dengan HCl.

Sebanyak 100 - 250 mg sampel dimasukan kedalam labu Kjeldahl 30ml, kemudian

ditambahkan 1,9 gram K2SO4, Kjeltab 40 mg jenis HgO dan 2,5 ml H2SO4 pekat. Sampel

didihkan sampai cairan berwarna jernih (sekitar 1 jam); didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi. Lalu dibilas dengan air sebanyak 5 sampai 6 kali dengan akuades (20 ml) dan air bilasan tersebut juga dimasukkan dalam wadah yang terdapat dibawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya. Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 10%


(32)

17

sebanyak 20 ml. Cairan dalam ujung kondensor ditampung dengan Erlenmeyer 125 ml berisi

larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan metilen biru

0,2% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang diletakkan dibawah kondensor. Destilasi

dilakukan sampai diperoleh kira-kira 15 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator

dalam Erlenmeyer. Distilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah. Volume titran dibaca dan dicatat. Penetapan blanko dilakukan dengan prosedur yang sama, akan tetapi sampel diganti dengan akuades. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Persentase kadar protein dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Nitrogen = ������������� (14,007 )���

����������� (�) � 100% Kadar Protein (%bb) = % N x faktor konversi*

Kadar protein (%bk) = kadar protein (%bb)

(100 - kadar air (%bb)) x 100

*) faktor konversi = 6,25

f. Analisis Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet (AOAC 2007)

Sampel sebanyak 5 gram (W1) ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring serta

dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah

ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak

dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Saat destilasi, pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil

ekstraksi kemudian dikeringkan ke dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam. Labu lemak

kemudian didinginkan ke dalam desikator selama 20-30 menit sampai beratnya konstan (W3).

Persentase kadar lemak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kadar lemak (%bb) = �3−�2

�1 � 100%

Kadar lemak (%bk) = kadar lemak (%bb)

(100 - kadar air (%bb)) x 100

Keterangan :

W1

W

= Berat sampel (gram) 2

W

= Berat labu lemak tanpa lemak (gram)

3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

g. Analisis Kadar Karbohidrat (AOAC 2007)

Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan dari 100%

dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Persentase kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


(33)

18

% Kadar Karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)

h. Pengukuran pH (AOAC 1995)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebanyak 6 gram sampel dihomogenkan pada 60 ml air, lalu didiamkan sekitar 15 menit. Sampel tersebut lalu diukur dengan pH meter yang telah di kalibrasi menggunakan buffer pH 4 dan pH 7. Pengkuran pH terhadap sampel jus sayuran dilakukan secara duplo.

i. Pengukuran Total Padatan Terlarut (Zoecklien et al. 1995)

Hasil pengukuran total padatan terlarut akan dinyatakan dalam satuan brix, yang menunjukkan jumlah gram sukrosa dalam 100 gram larutan. Pengukuran total padatan terlarut

dilakukan dengan menggunakan hand refractometer, yang dikalibrasikan menggunakan larutan

sukrosa dengan derajat brix 32 dan diperkirakan memiliki ketepatan hingga 0.1 obrix.

j. Pengukuran Warna

Warna suatu bahan pangan adalah sifat fisik yang sangat penting berkaitan dengan daya tarik konsumen, dan juga dapat menunjukkan mutu dari bahan pangan tersebut. Tujuan dari pengukuran warna yang dilakukan adalah untuk mengidentifikasi secara akurat warna yang terlihat pada sampel jus, sehingga dapat dibandingkan dan ditingkatkan warnanya apabila diperlukan. Pengujian warna secara objektif dapat dilakukan dengan menggunakan instrument Chromameter CR-300. Data pengkuran warna menggunakan chromameter dapat berupa nilai absolute maupun nilai selisih dengan warna standar. Data nilai absolute dapat ditampilkan dalam skala Yxy (CIE 1931),

L*a*b* (CIE 1976), L*C*Ho

Pengukuran warna dilakukan dengan skala CIE L*a*b*. Skala CIE L*a*b* telah direkomendasikan oleh CIE sejak tahun 1976 karena skala warnanya yang seragam. Parameter L* menunjukkan tingkat kecerahan suatu produk. Nilai L* berkisar antara 0 sampai 100, dimana nilai 0 menunjukkan warna hitam, sedangkan nilai 100 menunjukkan warna putih. Nilai a* dan b* memiliki kriteria nilai positif dan negatif. Nilai a* positif menunjukkan warna merah, sedangkan nilai a* negatif menunjukkan warna hijau. Nilai b* positif menunjukkan warna kuning, sedangkan nilai b* negatif menunjukkan warna biru (HunterLab 2008).

, ataupun Hunter Lab (Anonym 1997). Sampel yang akan diukur warnanya dengan menggunakan chromameter adalah serbuk minuman sayuran dengan formula terbaik berdasarkan seleksi uji organoleptik yang telah dilarutkan menjadi jus sayuran. Jus sayuran diletakkan pada wadah bening khusus untuk alat chromameter dan dilakukan proses pengukuran

(photoscopic) pada masing-masing sampel secara duplo.

Nilai hue (h) dapat dikalkulasikan dengan rumus: h = tan-1b

a

Hasil perhitungan nilai hue adalah dalam derajat, yaitu 0o untuk warna kemerahan, 180o

untuk warna kehijauan, dan 270o untuk warna kebiruan.

k. Analisis Kadar Vitamin C

Sayuran dan buah-buahan telah diketahui memiliki kandungan vitamin yang tinggi. Salah satu vitamin yang asupannya dibutuhkan dalam jumlah cukup besar tiap harinya untuk membantu menjaga daya tahan tubuh adalah vitamin C. Analisis vitamin C pada serbuk minuman sayuran dilakukan dengan metode direct titration. Larutan indikator pati dibuat dengan cara melarutkan 0.5 g pti murni pada 50 ml air distilasi pada penangas air dan larutan iodine dibuat dengan melarutkan

5 g KI, 0.268 g KIO3 dan 30 ml asam sulfat pada 500 ml aquades. Standar vitamin C yang

digunakan adalah sebanyak 0.250 g asam askorbat yang dilarutkan ada 250 ml air. Titrasi sampel dilakukan dengan menyiapkan sebanyak 25 ml sampel jus sayuran diletakkan pada gelas erlenmeyer dan ditambahkan beberapa tetes indikator pati. Sampel lalu dititrasi menggukan larutan


(34)

19

Iodine dan dilakukan pengulangan hingga diperoleh minimal 2 data yang hasilnya tidak jauh berbeda. Kadar vitamin C pada sampel kemudian dibandingkan dengan kadar vitamin C standar yang sebelumnya telah disiapkan. Analisis dilakukan duplo.


(1)

50

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Skor Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 1350,200a 32 42,194 40,924 ,000

Panelis 94,933 29 3,274 3,175 ,000

Sampel ,867 2 ,433 ,420 ,659

Error 59,800 58 1,031

Total 1410,000 90

Skor Duncan a,b

Sampel Jus Bayam N

Subset 1

0.4% Asam sitrat 30 3,60

0.6% Asam sitrat 30 3,77

0.2% Asam sitrat 30 3,83

Sig. ,407

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b. Alpha = 0,05.

Atribut Kemanisan

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor

Source Type III Sum of Squares df Mean Square

F

Sig.

Model 1407.089a 32 43.972

54.366

.000

Sampel .422 2 .211

.261

.771

Panelis 91.822 29 3.166

3.915

.000

Error 46.911 58 .809

Total 1454.000 90

a. R Squared = .968 (Adjusted R Squared = .950) Skor

Duncana,,b

Sampel Jus Bayam N

Subset 1

0.4% Asam sitrat 30 3.73

0.6% Asam sitrat 30 3.83

0.2% Asam sitrat 30 3.90

Sig. .504

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b. Alpha = 0.05.

Atribut Keasaman

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 1254,422a 32 39,201 54,684 ,000

Panelis 101,289 29 3,493 4,872 ,000

Sampel 1,089 2 ,544 ,759 ,473

Error 41,578 58 ,717

Total 1296,000 90


(2)

51

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Skor Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 1254,422a 32 39,201 54,684 ,000

Panelis 101,289 29 3,493 4,872 ,000

Sampel 1,089 2 ,544 ,759 ,473

Error 41,578 58 ,717

Total 1296,000 90

Skor Duncana,b

Sampel Jus Bayam N

Subset 1

0.4% Asam sitrat 30 3,43

0.6% Asam sitrat 30 3,60

0.2% Asam sitrat 30 3,70

Sig. ,256

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.

Overall (Keseluruhan)

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Skor

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 1362,156a 32 42,567 68,878 ,000

Panelis 76,889 29 2,651 4,290 ,000

Sampel ,822 2 ,411 ,665 ,518

Error 35,844 58 ,618

Total 1398,000 90

a. R Squared = ,974 (Adjusted R Squared = ,960) Skor

Duncana,b

Sampel Jus Bayam N

Subset 1

0.4% Asam sitrat 30 3,67

0.6% Asam sitrat 30 3,77

0.2% Asam sitrat 30 3,90

Sig. ,284

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = ,618. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b. Alpha = 0,05.


(3)

52

Lampiran 6

. Rekapitulasi data analisis SPSS uji organoleptik rating hedonik tahap ketiga

Formula F1-F5

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 2.113.

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1.620.

Rasa

Duncana,,b,,c

Formula Serbuk N

Subset

1 2

F5 57 3.86

F1 57 4.05 4.05

F2 57 4.11 4.11

F4 57 4.23 4.23

F3 57 4.51

Sig. .256 .157

Warna

Duncana,,b,,c

Formula Serbuk N Subset 1

F1 57 4.05

F4 57 4.19

F5 57 4.25

F2 57 4.39

F3 57 4.58

Sig. .086

Aroma

Duncana,,b,,c

Formula Serbuk N

Subset

1 2

F1 57 3.68

F5 57 3.81

F4 57 3.93

F2 57 4.09 4.09

F3 57 4.47

Sig. .125 .107

Overall

Duncana,,b,,c

Formula Serbuk N

Subset

1 2

F5 57 3.75

F1 57 3.77

F4 57 4.09 4.09

F2 57 4.19 4.19

F3 57 4.54


(4)

53

Formula F6 – F10

Warna

Duncana,,b,,c Formula Serbuk N

Subset

1 2 3 4

F6 57 3.53

F10 57 3.91 3.91

F9 57 4.30 4.30

F7 57 4.67 4.67

F8 57 4.91

Sig. .092 .092 .108 .283

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1.485. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 57.000.

b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

c. Alpha = .05.

Aroma

Duncana,,b,,c

Formula Serbuk N

Subset 1

F10 57 3.68

F9 57 3.98

F6 57 4.00

F7 57 4.05

F8 57 4.07

Sig. .080

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = 1.092.

Rasa

Duncana,,b,,c

Formula Serbuk N

Subset

1 2

F10 57 3.70

F6 57 4.21

F9 57 4.23

F7 57 4.46

F8 57 4.65


(5)

54

Overall

Duncan

a,,b,,c

Formula Serbuk N

Subset

1

2

3

F10

57

3.72

F6

57

4.05

4.05

F9

57

4.09

4.09

F7

57

4.37

4.37

F8

57

4.51

Sig.

.082

.137

.483

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

Based on observed means.


(6)

55

Lampiran 7

. Rekapitulasi data analisis proksimat produk akhir serbuk minuman sayuran

Lampiran 7a

. Rekapitulasi data analisis kadar air sampel F3 dan F8

Sampel

serbuk

Ulangan

Berat sampel

awal (g)

Berat sampel

setelah oven (g)

Kadar air

(%bb)

Kadar air

rata-rata (%bb)

F3

1

2.0302

1.9877

2.09

2.08±0.02

2

2.0023

1.9611

2.06

F8

1

2.0118

1.9731

1.92

1.94±0.02

2

2.0242

1.9847

1.95

Lampiran 7b

. Rekapitulasi data analisis kadar abu sampel F3 dan F8

Sampel

serbuk

Ulangan

Berat sampel

awal (g)

Berat sampel

setelah oven (g)

Kadar abu

(%bb)

Kadar abu

rata-rata (%bb)

F3

1

2.0513

0.0199

0.97

0.98±0.01

2

2.0194

0.0197

0.98

F8

1

2.0318

0.0210

1.03

1.04±0.01

2

2.0198

0.0210

1.04

Lampiran 7c.

Rekapitulasi data analisis kadar protein sampel F3 dan F8

Sampel

serbuk

Ulangan

ml HCl

sampel

ml

HCl

blanko

FK

N HCl

Kadar protein

bb (%)

Rata-rata

F3

1

1.45

0.1

6.25

0.0209

2.35

2.31±0.06

2

1.4

0.1

6.25

0.0209

2.27

F8

1

1.4

0.1

6.25

0.0209

2.35

2.4±0.07

2

1.5

0.1

6.25

0.0209

2.45

Lampiran 7d

. Rekapitulasi data analisis kadar lemak sampel F3 dan F8

Sampel

serbuk

Berat

sampel

(g)

Berat labu

lemak kosong

(g)

Berat labu

lemak+lemak setelah

diekstrak (g)

Kadar lemak

Ulangan

bb (%)

Rata-rata

F3

1

2

2.0105

96.5666

96.5708

0.21

0.21±0.00

2.0110

105.1742

105.1785

0.21

F8

1

2

2.0158

97.8971

97.9018

0.23

0.23±0.01

2.0141

103.0957

103.1001

0.22

Lampiran 7e

. Rekapitulasi data analisis kadar karbohidrat sampel F3 dan F8

Sampel

serbuk

kadar air

(%)

kadar abu

(%)

kadar protein

(%)

kadar lemak

(%)

kadar karbohidrat

(%)

F3

2.075

0.975

2.31

0.21

94.43

F8

1.935

1.035

2.4

0.225

94.405

Lampiran 8

. Rekapitulasi data analisis pH dan total padatan terlarut sampel F3 dan F8

Sampel

serbuk

Ulangan

pH sampel

o

Brix

F3

1

6.12

10

2

6.15

10

1

6.02

10

2

6.11

10

F8

1

6.57

9.8

2

6.57

9.7

1

6.50

9.6