KADAR PROTEIN TERLARUT DAN AKTIVITAS ENZIM SPESIFIK

23

4.2.2 KADAR PROTEIN TERLARUT DAN AKTIVITAS ENZIM SPESIFIK

Protein terlarut dalam filtrat diukur untuk mengetahui jumlah protein enzim mg di dalam setiap milliliter filtrat yang disintesis oleh bakteri dan untuk menghitung aktivitas enzim dalam unit aktivitas spesifiknya. Namun demikian hasil pengukuran tersebut tidak dapat dijadikan patokan mutlak untuk menghitung jumlah protein yang disintesis oleh mikroorganisme, karena di dalam media fermentasi telah terdapat protein terlarut yang berasal dari substrat kulit kopi dan hasil ekskresi metabolism protein mikroorganisme. Berdasarkan Gambar 8, kadar protein terlarut pada fermentasi menggunakan bakteri tunggal FLp1 pada suhu 37 o C lebih tinggi dibandingkan suhu 30 o C. Hal ini disebabkan aktivitas enzim pada suhu tersebut juga lebih tinggi. Fermentasi menggunakan isolat FLp1 baik tunggal maupun pada kombinasi tiga spesies bakteri mempunyai kandungan protein terlarut tinggi hal ini disebabkan enzim protease bersifat memecah protein menjadi peptida pendek dan asam-asam amino yang mudah larut, semakin besar konsentrasi protease maka akan semakin banyak ikatan peptida dari protein yang terputus menjadi peptida-peptida sederhana sehingga kelarutan protein semakin meningkat. Selain itu meningkatnya protein terlarut disebabkan waktu inkubasi, semakin lama waktu inkubasi, kontak enzim dengan substrat semakin lama, sehingga tingkat hidrolisis semakin tinggi dan dihasilkan protein yang pendek sehingga kelarutannya meningkat Nielsen, 1997. Kadar protein terlarut selama fermentasi dijelaskan pada Gambar 8. Gambar 8. Kadar protein terlarut selama empat hari inkubasi dalam substrat kulit kopi pada suhu 30 o C dan 37 o C Pada fermentasi menggunakan kombinasi dua dan tiga spesies bakteri, kadar protein terlarut tertinggi pada suhu 30 o Kadar protein terlarut ini akan menentukan besarnya aktivitas spesifik enzim Aktivitas spesifik enzim diperlukan untuk mengetahui besarnya aktivitas enzim didalam protein. Besarnya aktivitas spesifik enzim selama empat hari inkubasi pada suhu 30 dan 37 C. Hal ini sesuai dengan aktivitas enzimnya, dimana aktivitas enzim pada suhu tersebut juga lebih tinggi. Suhu yang terlalu tinggi dari suhu optimumnya dapat menurunkan kandungan protein karena suhu tinggi tersebut dapat menyebabkan denaturasi protein Lestari et al., 2001. o C dijelaskan pada Tabel 5. 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 0,11 1 2 3 4 P r o te in te r lar u t m g m l Waktu hari FLp1, 30 FLp1, 37 FLs1+FLx3, 30 FLs1+FLx3, 37 FLp1+FLs1+FLx3, 30 FLp1+FLs1+FLx3, 37 24 Tabel 5. Aktivitas enzim spesifik pada suhu 30 o C dan 37 o empat hari inkubasi C selama Kombinasi Waktu hari Protease unitmg Selulase+Xilanase nkatmg 30 o 37 C o 30 C o 37 C o C FLp1 1 13.7 15.3 2 6.9 7.4 3 1.4 0.0 4 0.0 0.0 FLs1+FLx3 1 11.2 9.3 2 19.3 15.3 3 31.9 24.5 4 13.5 7.8 FLp1+FLs1+FLx3 1 18.5 25.7 5.4 5.7 2 7.2 8.2 10.4 9.2 3 0.8 0.4 18.4 13.0 4 0.0 0.0 8.2 4.2 Aktivitas spesifik enzim protease tertinggi baik pada fermentasi menggunakan isolat FLp1 maupun pada kombinasi tiga spesies bakteri dihasilkan pada hari pertama inkubasi pada suhu 37 o C kemudian terus menurun sampai hari ketiga dan pada hari keempat tidak ada lagi aktivitas enzim. Tingginya aktivitas spesifik pada suhu 37 o C sejalan dengan aktivitas enzim. Hal ini dikarenakan pada suhu 37 o C merupakan suhu optimum bakteri FLp1 sedangan suhu 30 o Aktivitas spesifik selulase dan xilanase pada suhu 30 C dibawah suhu optimum yang menyebabkan fungsi dan aktivitas enzim berkurang. o C lebih tinggi dibandingkan pada suhu inkubasi 37 o C, hal ini serupa dengan aktivitas enzimnya. Suhu optimum bakteri FLs1 dan FLx3 berdasarkan aktivitas enzimnya yaitu pada suhu 30 o C, pada suhu 37 o C merupakan suhu diatas suhu optimum yang menyebabkan pada suhu tersebut enzim dapat mengalami denaturasi yang menyebabkan fungsi dan aktivitas enzim berkurang.

4.2.3 TOTAL GULA DAN GULA PEREDUKSI