3.2.2. Ekstraksi DNA
DNA diekstraksi dari sirip dan sel gonad menggunakan 200 μL Cell Lysis Solution
Gentra, Minneapolis, USA dan 1,5 μL Proteinase K 20 mgmL. Inkubasi dilakukan pada suhu 55°C selama semalam. Setelah sel terlisis
sempurna, ditambahkan 1,5 μL RNase 4 mgmL dan diinkubasi 37
o
C selama 60 menit. Kemudian ke dalam tabung sampel ditambahkan 100 μL Protein
Precipitation Solution Gentra, Minneapolis, USA, disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam
mikrotub yang berisikan 300 μL isopropanol. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, kemudian
ditambahkan 300 μL etanol 70 dingin ke dalam mikrotub berisi pellet DNA. Sampel disentrifugasi kembali dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit.
Supernatan dibuang, pellet DNA dikeringudarakan dan ditambahkan 30 μL Sterille Destillate WaterSDW. DNA disimpan dalam freezer suhu -20
o
C hingga akan digunakan.
Analisa kemurnian dan kandungan DNA dilakukan melalui dua cara yaitu secara kuantitatif dengan spektrofotometer GeneQuant
dan kualitatif menggunakan elektroforesis. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 260
λ
260
nm. Kemurnian DNA diketahui dengan melihat rasio DNA pada perbandingan absorbansi panjang gelombang 260 nm dengan panjang gelombang
280 nm. Kandungan DNA ditentukan dari pengukuran pada λ
260
.
3.2.3 Amplifikasi DNA dengan PCR
Total volume untuk pereaksi PCR yaitu 10 µL, mengandung 1 µL 10x Ex Taq buffer; 1 µL dNTPs mix; 0,05 µL Ex Taq polimerase Takara Bio, Shiga,
Japan; 1 µL DNA templet; dan 1 µL masing-masing primer forward dan reverse; sisanya adalah SDW. Pengecekan hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan
elektroforesis menggunakan gel agarosa 1. Program PCR disesuaikan dengan suhu lebur primer yang digunakan terutama pada proses annealing dan lama
waktu ekstensi. Primer yang digunakan adalah GH, β-aktin, dan vasa. Suhu
annealing dan lama waktu ekstensi untuk primer GH dan β-aktin masing-masing
adalah 58
o
C dan 45 detik untuk primer GH; 63
o
C dan 30 detik untuk primer β-
aktin. Khusus untuk primer vasa, dua pasang primer yang berbeda telah digunakan F1VSGR - R3VSGR dan F2VSGR-R3VSGR dan untuk program
suhu annealing dan durasi ekstensi dibuat dengan kondisi masing-masing adalah 58
o
C dan 45 detik bagi primer vasa F1VSGR; 61
o
C dan 45 detik bagi primer vasa F2VSGR. Sedangkan, pre dentaturasi, denaturasi. dan ekstensi akhir sama untuk
keempat primer tersebut yakni masing-masing 94
o
C selama 3 menit, 94
o
C selama 30 detik, dan 72
o
C selama 3 menit.
3.2.4. Uji spesivitas primer
Uji spesivitas primer dilakukan dengan mengevaluasi hasil amplifikasi DNA GH dan vasa dari ikan gurame dan ikan nila menggunakan primer hasil
yang telah didisain. PAda pengujian ini, hasil amplifikasi dari GH dan vasa, dan beta aktin yang program PCRnya mengacu pada poin 3.2.3., divisualisasikan
dengan elektroforesis yang menggunakan gel agarosa konsentrasi 1 . Primer bersifat spesifik apabila hanya menempel annealing ke sekuen DNA dari ikan
donor dan menghasilkan pita DNA produk amplifikasi. 3.2.5 Uji sensitivitas PCR dalam mendeteksi DNA gurame dan nila
Untuk menguji sensitivitas PCR dalam mendeteksi DNA gurame dan nila, dilakukan dengan cara membuat campuran DNA gurame dan nila dengan rasio
yang berbeda yaitu 700:700; 600:700; 500:700; 400:700; 300:700; 200:700; 100:700; 50:700; 10:700; 1:700; 0,1: 700 ngμL. Selanjutnya, pada masing-
masing campuran DNA dilakukan amplifikasi menggunakan primer GH dan vasa yang program PCRnya mengacu pada poin 3.2.3. Sebagai kontrol internal, pada
masing-masing campuran DNA tersebut dilakukan juga proses amplifikasi menggunakan primer beta aktin. Hasil amplifikasi selanjutnya dielektroforesis
menggunakan gel agarosa konsentrasi 1. Sensitivitas PCR selanjutnya ditentukan dengan cara melihat pita DNA yang tervisualisasi pada hasil
elektroforesis.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 4.1.1. Primer marka molekuler
Kandidat primer marka molekuler ditentukan berdasarkan homologi yang rendah, dan perbedaan basa nukleotida di ujung 3’ khususnya guanin G dan
sitosin C. Hasil penyejajaran menunjukkan daerah dengan homologi rendah dan ujung 3’ berbeda pada gen GH Gambar 3A dan vasa Gambar 3B yang
dijadikan sebagai tempat disain sepasang primer forward dan reverse. Sepasang primer untuk GH, dan dua pasang primer untuk vasa yaitu F2VSGR Gambar 3B,
F1VSGR Gambar 3C, dan sepasang primer untuk β-aktin Gambar 3D telah didisain. Sekuen nukleotida primer GH ikan gurame adalah F1GH 5’-TGTTCT-
CTGACGGCGTGGTT-3’ dan R1GH 5’-GCAACAAAAAACCACCAGAAA- GAG-3’, sedangkan sekuen primer vasa ikan gurame adalah F2VSGR 5’-TGA-
AGAAGAGTGGGAGTAGAAGG-3’ dan R3VSGR 5’-ACGTTCTGTCTGT- CAGACACATTG-3; vasa kedua F1VSGR 5’-CAGGTGTTCAGCTTGTTGT-
TGGAG- 3’ dan R3VSGR. Untuk sekuen primer β-aktin adalah F 5’-GTGCCC-
ATCTACGAGGGTTA-3’ dan R 5’-TTTGATGTCACGCACGATTT-3’.
4.1.2 Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA genom dari sirip ikan gurame dan ikan nila telah berhasil dilakukan dengan nila kuantifikasi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kuantifikasi DNA genom hasil ektraksi
Sampel DNA ABS
Rasio DNA μgml
Protein Purity
Nila N1 0,212
1,948 10,6
0,0 86
Nila N2 0,379
1,996 19,0
0,0 90
Nila N3 0,036
2,550 18,0
0,0 74
Gurame G1 0,194
1,887 9,7
0,0 94
Gurame G2 0,712
1,941 35,6
0,0 97
Gurame G3 0,089
2,166 44,5
0,0 79
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa konsentrasi DNA ikan nila tertinggi adalah N2 = 19 μgml, sedangkan konsentrasi DNA tertinggi pada ikan gurame
adalah G3 = 44,5 μgml. Dari nilai purity tertinggi untuk masing-masing DNA
A
B
C
D Gambar 3. Posisi primer forward dan revese dari hasil pensejajaran, A GH
B vasa F2VSGR, C vasa F1VSGR, dan D β-aktin