Marka molekuler Pengembangan Marka Molekuler DNA dalam Identifikasi Sel Gonad Ikan Gurame (Osphronemus gouramy) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Menggunakan PCR

menggunakan gen GFP sebagai reporter, diketahui daerah pengatur ekspresi gen RtVLG. Pengatur ekspresi promoter gen yang terletak di ujung 5’ dan sekuens ujung 3’ serta intron pertama gen RtVLG yang mengandung cis-element yang esensial bagi vasa disambungkan dengan gen GFP untuk mengetahui pola ekspresinya pada PGC secara spesifik dan ikan rainbow trout hidup. Ekspresi RtVLG hanya dideteksi pada populasi selPGC yang mengandung gen GFP. Gen GFP adalah gen yang mengkodekan protein berpendar hijau. Gen GFP dapat terekspresi apabila PGC diisolasi dari ikan transgenik. Takeuchi et al. 2002 menyimpulkan bahwa beberapa strain ikan rainbow trout transgenik yang membawa pvasa-GFP, dapat mengekspresikan sel sama baiknya dengan distribusi mRNA RtVLG Yoshizaki et al. 2000; dan morfologi sel dengan pewarnaan antibodi spesifik GFP konsisten dengan PGC ikan rainbow trout transgenik. Aplikasi GFP menggunakan ikan transgenik dapat memberi hasil yang cukup baik dalam perkembangan sistem transplantasi sel germinal ikan, akan tetapi dikarenakan keterbatasan ikan transgenik, yakni tidak dapat dilepaskan secara bebas di alam, sehingga diperlukan visualisasi sel germinal menggunakan ikan bukan transgenik. Dengan demikian, Yoshizaki et al. 2005 mengembangkan sistem visualisasi sel germinal menggunakan RNA GFP-vasa dengan metode injeksi kimera mRNA. Metode visualisasi ini memiliki keuntungan yakni durasi waktu pendek dalam memproduksi benih melalui teknologi induk “semang” Takeuchi et al. 2003. Namun demikian, sifat mRNA yang mudah terdegradasi sehingga injeksi kimera mRNA untuk melabeli PGC bersifat sementara Yoshizaki et al. 2005. Baru-baru ini telah dikembangkan sistem identifikasi sel germinal transplan gen tertentu menggunakan metode PCR dengan primer spesifik. Dari penelitian Okutsu et al. 2008 dilaporkan bahwa sel germinal donor ikan rainbow trout dapat diidentifikasi menggunakan primer spesifik berdasarkan sekuen gen vasa, yang diamplifikasi dengan metode PCR, sehingga hanya DNA dari sel germinal ikan rainbow trout saja yang dideteksi oleh primer tersebut.

2.5 PCR

PCR merupakan salah satu teknik amplifikasi daerah spesifik DNA, ditetapkan oleh dua primer, pada saat sintesis DNA yang dimulai dengan penstabilan suhu DNA polimerase. Biasanya, paling sedikit bagian spesifik molekul DNA yang dapat dihasilkan adalah sampai satu juta copy dan produk PCR dapat dideteksi dalam gel agarosa menggunakan etidium bromida. Daerah yang diamplifikasi biasanya mencapai panjang antara 150-3000 pasang basa bp McPherson et al. 1991, diacu dalam Altinok Kurt 2003. Proses amplifikasi DNA secara cepat merupakan metode trial and error dengan optimalisasi PCR Rasmussen 1992. Optimalisasi suatu amplifikasi dipengaruhi oleh tiga kondisi penting yaitu templet, suhu annealing bagi primer, dan suhu dan waktu yang cukup untuk ekstensi. Kesalahan saat penggabungan kondisi-kondisi tersebut merupakan penyebab kegagalan saat amplifikasi, khususnya pada suhu annealing dan konsentrasi garam akan mempengaruhi kestabilan DNA duplex. Komponen-komponen yang mendukung reaksi amplifikasi adalah primer, DNA templet, dNTP, konsentrasi Mg, buffer, enzim, volume reaksi, waktu siklus dan suhu Rasmussen 1992. Primer merupakan hal yang penting untuk mencapai sensitivitas dan spesivitasnya yang lebih tinggi. Reaksi PCR termasuk DNA templet yang bentuknya dapat beragam, primer, buffer, enzim polimerase untuk mengkatalis copy DNA baru, dan dNTP untuk membentuk copy DNA yang baru. Proses yang berlangsung dari reaksi thermocycling adalah DNA templet didenaturasi, primer menempel pada daerah komplemennya dan enzim polimerase mengkatalis penambahan nukleotida pada masing-masing primer, kemudian membuat copy baru dari daerah targetnya Dale Schantz 2002. Disain primer sangat mempengaruhi keberhasilan amplifikasi. Primer yang memiliki fleksibilitas saat seleksi primer, adalah primer terbaik yang dapat mengoptimalisasi dan memaksimalkan hasil dan spesifisitas produk amplifikasi. Agar primer dapat bekerja secara optimal, maka primer yang didisain sebaiknya memiliki panjang 20-30 nukleotida dengan kandungan GC sekitar 30-70. Pembentukan primer dimer terjadi apabila ujung basa 3’ merupakan komplemen Rasmussen 1992. Primer akan mengikat pada untai DNA yang berlawanan, dengan ujung titik 3’ pada ujung 5’. Penambahan enzim polimerase pada primer, dan proses polimerisasi bolak-balik dari belakang ke depan, membentuk suatu jumlah pertambahan secara eksponensial dari molekul untai ganda DNA Griffith et al. 2005. Awal PCR ini dimulai dengan suatu pembuatan larutan yang mengandung DNA templet, primer, keempat basa deoksiribonukleat trifosfat dNTP, dan DNA