2.2 Pupuk Urin Kambing Etawah
Devendra dan Burns 1994 melaporkan bahwa kambing merupakan ternak bertanduk yang termasuk dalam kelas mamalia, ordo Artiodactyla, sub
ordo Ruminansia, famili Bovidae, genus Capra dan spesies Capra hircus. Kambing Etawah adalah kambing tipe dwiguna yang merupakan
kombinasi antara produksi air susu dan daging Ditjennak, 1981. Menurut Devendra dan Burns 1994, persilangan kambing peranakan Etawah telah
dilakukan sejak tahun 1910-an dengan tujuan untuk memperbaiki mutu kambing lokal sekarang keturunannya sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan
Indonesia. Kambing Etawah bertubuh besar dengan kaki belakang berbulu panjang
dan tebal. Rata-rata bobot pejantan bervariasi antara 60-90 kg dan betina 50-60 kg Ditjennak, 1981 atau mempunyai bobot rata-rata 40-45 kg Devendra dan Burns,
1994, produk susu sebanyak 201,96+6,65 kg selama laktasi 191+ hari dengan produksi susu harian 1,752+0,031 kg Ditjennak, 1981 atau menghasilkan
produksi susu sebanyak 200-562 kg dengan produksi susu harian 1,5-3,5 kg selama masa laktasi 170-200 hari Devendra dan Burns, 1994.
Karakteristik kambing Etawah yaitu mempunyai warna, termasuk warna putih, merah coklat dan hitam. Telinga panjang, melipat dan menggantung dengan
panjang kurang lebih 30 cm, tinggi 70-80 cm Devendra dan Burns, 1994. Dari sudut nutrisi, pakan bagi ternak merupakan salah satu unsur yang
sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi. Pakan yang baik akan menjadikan ternak sanggup melaksanakan fungsi proses produksi
dan reproduksi dalam tubuh secara normal Prastowo, 1980. Pakan yang diberikan untuk ternak kambing harus memenuhi kebutuhan-
nya untuk hidup pokok dan bereproduksi Ensminger, 2001. Pakan yang melebihi kebutuhan pokok hidupnya akan dimanfaatkan untuk produksi yang lebih tinggi
Devendra dan Burns, 1994. Kambing PE menyukai beragam tanaman berupa daun kaliandra, mahoni, daun nangka, daun pisang, daun dadap, rumput setaria
dan rumput gajah Astuti et al., 2002. Menurut Atabany 2001, induk laktasi kambing PE dengan rataan bobot
hidup 48 kg, mengkonsumsi 8,19 kg pakan segar per hari, setara dengan 3,7
bobot hidup. Pakan konsentrat, ampas tahu dan singkong yang diberikan selalu habis dikonsumsi. Rataan banyaknya rumput yang dikonsumsi induk laktasi
76,63 dari pemberian rata-rata 4,19 kg per ekor per hari. Pemberian rumput dilakukan tiga kali, sedangkan konsentrat dua kali sehari.
Menurut Devendra dan Burns 1994, ternak perah merupakan ternak yang mampu
memproduksi susu
melebihi kebutuhan
anaknya dan
dapat mempertahankan produksi susunya sampai jangka waktu tertentu. Produksi susu
dipengaruhi oleh mutu genetik, umur induk, ukuran dimensi kambing, bobot hidup, lama laktasi, tata laksana yang diberlakukan terhadap ternak
perkandangan, pakan, kesehatan, kondisi iklim setempat, daya adaptasi ternak, aktivitas pemerahan Phalepi, 2004, bangsa, musim, masa birahi dan
kebuntingan, jumlah anak sekelahiran, lama masa kering, hormon, pakan dan penyakit Soddiq dan Abidin, 2002.
Pemberian input pada kambing memiliki kaitan yang erat dengan output kambing, di mana faktor-faktor tersebut saling berintegralisasi. Oleh karena itu,
diperlukan analisa laboratorium untuk mengetahui kandungan hara output kambing tersebut dan juga untuk menilai faktor-faktor apa yang berperan penting
dalam proses tersebut. Hasil analisis di laboratorium menunjukkan kadar hara N, K, dan C organik pada biourin maupun biokultur lebih tinggi dibanding urin atau
cairan feses yang belum difermentasi.
Tabel 1. Kandungan unsur hara pupuk urin dan kompos cair dari limbah kambing
Jenis Bahan Kandungan hara
N P
ppm K
ppm C-organik
ppm Urin
Tanpa perlakuan 0.34
94 759
3390 Dengan perlakuan
0.89 89
1770 3773
Kompos cair
Tanpa perlakakuan 0.27
69 422
2811 Dengan perlakuan
1.22 84
962 3414
Keterangan -
Perlakuan pada urin : fermentasi 7 hari, pemutaran 6 jam Perlakuan pada feses : fermentasi 7 jam
Made, 2008
2.3 Pupuk Anorganik