Strategi Pengendalian dan Pengelolaan

strategis bagi pengelolaan spesies tumbuhan asing invasif di TNGGP secara umum. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya atau strategi dalam pengendalian dan pengelolaan spesies tumbuhan asing invasif pada kawasan koservasi khususnya di TNGGP yaitu:

1. Pencegahan

Menurut Utomo 2006 pertumbuhan dan perkembangan spesies tumbuhan asing invasif di suatu kawasan hutan terjadi karena adanya celah-celah terbuka di dalam kawasan hutan yang memberi kesempatan tumbuh dan berkembangnya spesies tumbuhan asing invasif di tempat terbuka tersebut, karena itu pencegahan yang terbaik adalah mengusahakan agar celah-celah tidak dibiarkan terbuka, yaitu dengan melakukan penanaman spesies-spesies pohon lokal yang rendah populasinya terutama dari spesies-spesies klimaks yang mencirikan komunitas vegetasi hutan saat ini agar tidak terjadi pergeseran dan mempertahankan kelestarian keanekaragaman hayati di TNGGP. Pencegahan dilakukan dengan melakukan pengaturan terhadap berbagai aktifitas dan kegiatan masyarakat seperti kegiatan pertanian, perkebunan dan lain- lain pada areal penyangga kawasan konservasi dan pengunjung juga dilakukan untuk mencegah masuknya spesies tumbuhan asing ke dalam kawasan TNGGP. Pengaturan terhadap pengunjung dilaksanakan baik terhadap pengunjung pendakian, penelitian maupun expedisi. Hal tersebut dilakukan dengan memberlakukan SIMAKSI yang memuat aturan-aturan untuk masuk dalam kawasan konservasi. Walaupun SIMAKSI belum memuat hal-hal spesisfik atas pencegahan IAS, namun aturan ini dapat menjadi filter saringan terhadap potensi penyebaran IAS yang lebih luas. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dibuat suatu Standard Operational Procedure SOP sebagai bagian dari SIMAKSI untuk pencegahan penyebaran IAS baru dalam TNGGP. Penetapan kuota pendakian sebanyak 600 orang perhari, selain sebagai upaya pengelolaan terhadap sistem keamanan dan kenyamanan pendakian juga merupakan upaya pengelolaan sampah di TNGGP. Dengan adanya penetapan kuota, pemantauan pendakipengunjung juga lebih mudah dilakukan terutama terhadap barang bawaan pendakipengunjung yang berpotensi membawa IAS spesies baru.

2. Pengendalian

Tindakan pengendalian spesies tumbuhan asing invasif yang dilakukan di kawasan TNGGP adalah dengan cara manual mengingat kawasan TNGGP merupakan daerah tangkapan air bagi masyarakat sekitar dan masyarakat di daerah hilir. Metode yang digunakan adalah metode containment yaitu aktifitas pengendalian dilakukan pada batas-batas terluar dari daerah yang terinvasi, setelah dikendalikan perlu dimonitor secara berkala untuk jangka waktu tertentu. Setelah benar-benar terbebas dari gangguan spesies asing invasif, pengendalian dilakukan semakain ke dalam dari kawasan yang terinvasi, demikian seterusnya hingga seluruh kawasan terinvasi benar-benar telah bebas dari spesies tumbuhan asing invasif. Keberadaan spesies tumbuhan asing invasif di kawasan konservasi saat ini sesuai dengan historikalnya telah berada pada tahapan mengkolonisasi lokal wilayah tertentu. Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango BBTNGGP telah melakukan beberapa usaha untuk melakukan pengelolaannya, diantaranya: 1. Pada tahun 2006, BBTNGGP telah melakukan kegiatan inventarisasi dan identifikasi spesies tumbuhan eksotik alien sp di kawasan TNGGP 2. Pada tahun 2009, BBTNGGP telah melakukan kegiatan eradikasi dengan tahapan: a Eradikasi melalui perlakuan mekanis dan fisik dengan menarik akar tumbuhan IAS sampai dengan 10-20 cm tergantung spesiesnya, menebang dan memotong. b Pengolahan hasil eradikasi melalui pembuatan kompos . c Pembinaan habitat melalui penanaman kembali menggunakan spesies tumbuhan lokal seperti congkok, tepus, paku-pakuan serta rasamala. Kegiatan pembinaan habitat berupa penanaman pohon endemik TNGGP merupakan salah satu cara terbaik dalam pemulihan habitat yang terinvasi spesies asing invasif di TNGGP. Tumbuhan yang digunakan untuk merestorasi kawasan tersebut adalah spesies asliendemik terutama spesies pioneer yang pertumbuhannya relatif cepat dibandingkan spesies tumbuhan asing invasif untuk mempertahankan keanekaragaman hayati dan yang mempunyai potensi tumbuh tinggi dan cepat seperti congkok, tepus, paku-pakuan serta rasamala. d Pemulihan Kegiatan pemulihan dilakukan juga dengan cara restorasi. Menurut Sutomo 2009 restorasi merupakan pemulihan melalui suatu reintroduksi secara aktif dengan spesies yang semula ada, sehingga mencapai struktur dan komposisi spesies seperti semula. Tujuannya untuk mengembalikan struktur, fungsi, keanekaragaman dan dinamika suatu ekosistem yang dituju. Restorasi suatu wilayah untuk mencapai struktur dan komposisi spesies semula dapat dilakukan melalui suatu program reintroduksi yang aktif, terutama dengan cara menanam dan membenihkan spesies tumbuhan semula. Dalam beberapa waktu terakhir, telah banyak diakui bahwa konsep suksesi dan restorasi sangat erat kaitannya satu dengan yang lain. Restorasi suatu ekosistem yang terdegradasi yang tengah melalui proses suksesi dilakukan untuk mempercepat proses tersebut sehingga memiliki fungsi- fungsi ekosistem yang sehat. Percepatan proses ini dilakukan dengan upaya- upaya yang bersifat manipulasi lingkungan maupun sumber daya.

3. Monitoring dan Evaluasi

Kegiatan monitoring dilakukan secara berkala untuk mengantisipasi kemungkinan masuk, tumbuh dan berkembangnya kembali spesies tumbuhan asing invasif di dalam kawasan TNGGP. Salah satu upaya monitoring yang telah dilakukan adalah dengan dibuatnya Permanen Sample Plot PSP di TNGGP. Plot ini selanjutnya dijadikan tempatlokasi untuk memantau dan melakukan kajian terhadap perkembangan spesies asing invasif di kawasan TNGGP yang akan digunakan dalam pengelolaan spesies asing invasive. Upaya lainnya adalah monitoring terhadap pencegahan masuknya spesies IAS yang baru. Aktifitas ini dilaksanakan dengan melakukan pemantauan terhadap pengunjung pendaki. Pencegahan sekaligus juga dilakukan untuk mencegah masuknya satwa eksotik baik invasif maupun non-infasif yang kemungkinan dibawa pengunjung masuk dalam TNGGP. VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Kirinyuh di Resort Mandalawangi TNGGP banyak ditemukan pada ketinggian 1.185 mdpl – 1.534 mdpl sub montana; merata pada kemiringan lereng 8-15 landai, 15-25 agak curam dan 25-40 curam dengan arah kemiringan lereng terbanyak pada arah utara dan selatan hingga barat daya; banyak ditemukan pada kisaran suhu 23 – 28 º C dengan indeks vegetasi NDVI hampir merata di nilai 0,08 – 0,60 dan nilai kelembaban vegetasi NDMI pada kisaran nilai 0,122 – 0,305; berdasarkan jarak terdekat dari jalan trail dan kebun menunjukkan bahwa semakin dekat dengan jalan dan kebun maka kirinyuh semakin banyak ditemukan 2. Model kesesuaian habitat kirinyuh berdasarkan Analisis Regresi Logistik adalah: = , , , , , , , , Model keseuaian habitat kirinyuh berdasarkan Analisis Komponen Utama adalah: P=2,873elv + 2,873jkb + 2,004ndvi + 1,004ndmi+ 1,004jtr Hasil validasi menunjukkan bahwa model kesesuaian habitat kirinyuh berdasarkan Analisis Komponen Utama secara keseluruhan mempunyai nilai presentase yang lebih besar dibandingkan dengan Analisis Regresi Logistik sehingga dapat dikatakan model kesesuaian habitat menggunakan Analisis Komponen Utama lebih baik dibandingkan Analisis Regresi Logistik. 3. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai upaya atau strategi dalam pengendalian dan pengelolaan spesies tumbuhan asing invasif pada kawasan koservasi khususnya di TNGGP yaitu 1 pencegahan; 2 pengendalian dan 3 monitoring dan evaluasi

6.2 Saran

Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemodelan sebaran dan kesesuaian habitat kirinyuh menjadi sangat penting untuk upaya pengelolaan dan pengendalian jenis tumbuhan asing di TNGGP, oleh karena itu model ini dapat digunakan sebagai bahan masukan strategis bagi pengelolaan jenis tumbuhan asing invasif di TNGGP secara umum. 2. Pengembangan model dapat dilakukan dengan penelitian lanjutan dengan memasukkan faktor-faktor prediktor lain yang dianggap berpengaruh dalam sebaran dan keseuaian habitat kirinyuh, selain itu hal penting yang perlu diteliti lebih lanjut adalah mengenai bioekologi dari kirinyuh itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA [BAPPENAS]. 2010. The Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan 2003 - 2010. www.bappenas.go.id. Downloaded on 5 January 2012. [Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango]. 2006. Identifikasi penyebaran alien species tumbuhan eksotik di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Cibodas: TNGGP. Barbour MG., Billings WD., Delcourt, H. R. 2000. Eastern Deciduous Forests. North American Terrestrial Vegetation. Cambridge, Cambridge University Press: 357-395. Binggeli, P. 1997. Chromolaena odorata L King Robinson Asteraceae. http:www.members.lycos.co.ukWoodyPlantEcologydocsweb-sp4.htm. Dowloaded on 10 January 2012 Carroll CJW, CL Larson. Modeling Potential Tiger Habitat in Hupingshan-Houhe and Mangshan-Nanling National Nature Reserves, China. Introduction to GIS and Remote Sensing. Environmental Studies Program. Colby College, Waterville, Maine. [terhubung berkala]. http:www.colby.eduenviron coursesES212aom08projects. Dowloaded on 25 January 2012 [CBD] Convention on Biodiversity. 2010. Text of the Convention on Biological Diversity. Artichel 8. www.cbd.int. Downloaded on 6 January 2012. [CBD] Convention on Biodiversity. 2010. Decision on Alien Species That Threaten Ecosystem, Habitats or Species. Decision VII13. www.cbd.int. Downloaded on 6 January 20121. [CBD] Convention on Biodiversity. 2010. Decision on Alien Species That Threaten Ecosystem, habitats or Species. Decision VIII27. www.cbd.int. Downloaded on 6 January 2012. [CBD] Convention on Biodiversity. 2010. In-Depth Review of Ongoing Work on Alien Species That Threaten Ecosystem, habitats or Species. Decision IX4. www.cbd.int. Downloaded on 6 January 2012. [CBD] Convention on Biodiversity. 2010. Invasive Alien Species. Decision X38. www.cbd.int. Downloaded on 6 January 2012. Coop NC and Catling PC. 2002. Prediction of Spatial Distribution and Relative Abundance of Grown-Dwelling Mammals Using Remote Sensing Imagery and Simulation Models. Landscape Ecology 17:173-188.