Ekologi dan Penyebaran Kerangka Pemikiran

spesies tumbuhan lokal dan berpotensi menghancurkan habitat tersebut. Tumbuhan-tumbuhan ini mempunyai karakter yang menyebabkan mampu mendominasi kawasan tempat tumbuhnya yaitu : 1. Pertumbuhannya yang cepat 2. Cepat mengalami fase dewasa, sehingga cepat menghasilkan biji 3. Biji yang dihasilkan juga banyak sehingga cepat mendominasi areal 4. Metode penyebaran biji yang efektif, contoh kirinyuh Austroeupatorium inulaefolium dan babakoan Eupatorium sordidum yang bijinya ringan sehingga mudah terbawa angin; kecubung Brugmansia suaveolens yang banyak menyebar melalui air 5. Beberapa spesies tumbuhan eksotik tidak begitu memerlukan serangga penyerbuk karena dapat berkembang secara vegetatif, contoh : kecubung Brugmansia suaveolens , konyal Passiflora suberosa. 6. Mampu menggunakan penyerbuk lokal sehingga dapat memproduksi biji 7. Cepat membentuk nuangan, produksi bunga lebih cepat daripada tumbuhan lokal sehingga memberi perlindungan dan pangan bagi penyerbuk bila sumber pangan dari spesies tumbuhan lokal belum tersedia. 8. Selain tajuk yang rapat, perakarannya juga banyak dan rapat sehingga mendominasi perakaran di sekitarnya 9. Seringkali mempunyai allelopathy yang menghambat pertumbuhan spesies lokal, contoh : seustreum Cestrum aurantiacum 10. Bebas hama karena berada di luar habitat alaminya. Invasi adalah pergerakan satu atau beberapa spesies tumbuhan dari satu tempat ke tempat lain yang pada akhirnya tempat tersebut mereka kuasai Weafer 1938 diacu dalam Utomo 2006. Invasi merupakan proses yang kompleks dimana migrasi dan kompetisi memegang peran yang penting. Invasi ke tempat yang baru dimulai dengan migrasi perpindahan tempat, diikuti dengan agregasi pengumpulan dan kompetisi persaingan. Invasi tumbuhan eksotik dan dominasinya pada kawasan bekas hutan merupakan salah satu bentuk disklimaks dalam dinamika komunitas. Menurut Oosting 1948 disklimaks terjadi karena adanya gangguan manusia pada suatu kawasan dan munculnya spesies yang mendominasi. Spesies dominan ini muncul karena adanya kondisi yang tidak normal dan umumnya menginvasi kawasan yang relatif luas dan cepat.

2.3. Peraturan dan Kebijakan Terkait Spesies Asing Invasif

Beberapa upaya dalam pengelolaan keanekaragaman hayati didasarkan atas perjanjian internasional. Perjanjian multilateral yang telah diratifikasi oleh Indonesia dan berhubungan dengan Spesies tumbuhan asing invasif antara lain adalah: Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora CITES: CITES atau konvensi perdagangan internasional untuk spesies- spesies tumbuhan dan satwa liar, merupakan suatu pakta perjanjian yang berlaku sejak tahun 1975 dan merupakan satu-satunya perjanjian atau traktat treaty global dengan fokus pada perlindungan spesies tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang mungkin akan membahayakan kelestarian tumbuhan dan satwa liar tersebut. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan Keputusan Pemerintah No. 43 Tahun 1978. CITES telah terbukti efektif dalam memberikan kontribusi terhadap konservasi flora fauna melalui sistem yang ketat terhadap izin dan penerbitan sertifikat. Hal ini juga efektif dalam hal kemampuan untuk mengendalikan perdagangan komersial jika terbukti merugikan populasi spesies, oleh karena itu konvensi ini mendukung konservasi nasional dan penegakan hukum di negara-negara anggota. Namun meskipun demikian, konvensi ini belum cukup efektif dalam mengendalikan pergerakan internasional flora fauna yang beresiko tinggi atau berpotensi invasif, terutama spesies-spesies yang tidak termasuk dalam Appendix CITES. Convention on Biodiversity CBD: Spesies tumbuhan asing invasif menjadi ancaman penting bagi keanekaragaman hayati. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati tersebut melalui UU No 5 Tahun 1994. Berikut ini adalah amanat yang dihasilkan dalam beberapa