4.3.3 Alasan Penggunaan Kohesi Gramatikal dan Leksikal dalam Cerpen
“The Killers”
Sebelum mendeskripsikan alasan mengenai penggunaan aspek kohesi gramatikal dan leksikal dalam wacana cerpen The Killers, terlebih
dahulu akan dipaparkan deskripsi mengenai jumlah dan persentasi kohesi gramatikal dan kohesi leksikal dalam wacana cerpen ini. Dari tabel 8 ini
dapat dilihat perbandingan jumlah kemunculan dari masing-masing aspek kohesi gramatikal dan leksikal dalam wacana cerpen The Killers.
Kohesi Gramatikal dan Leksikal Dalam Cerpen
The Killers karya Ernest Hemingway Kohesi Gramatikal
Kohesi Leksikal
Jenis Jumlah
Persentasi Jenis
Jumlah Persentasi
1. Pengacuan 2. Penyulihan
3. Pelesapan 4. Perangkaian
491 2
11 35
91,1 0,37
2,04 6,49
1. Repetisi 2. Sinonim
3. Hiponim 4. Antonim
5. Meronimi 9
8 5
13 5
22,5 20
12,5 32,5
12,5
Jumlah
539 100
Jumlah
40 100
Dari tabel di atas dapat dilihat perbandingan tingkat kemunculan dari masing-masing aspek kohesi gramatikal dan leksikal dalam cerpen The
Killers. Secara kuantitas, kohesi gramatikal lebih didominasi oleh
kemunculan aspek pengacuan atau referensi yang berbanding sangat jauh di atas jumlah kemunculan tiga aspek gramatikal lainnya, yakni penyulihan,
pelesapan, dan perangkaian. Dominasi penggunaan aspek gramatikal berupa pengacuan dalam wacana ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Pertama,
wacana ini merupakan sebuah wacana naratif yang berciri minimalisme dengan pengungkapan alur cerita yang didominasi oleh penggunaan dialog-
dialog singkat, dan dengan tokoh atau karakter yang relatif sama dari awal hingga akhir cerita. Sehingga untuk menghindari penyebutan kembali nama
karakter yang sama secara berulang, penulis cerpen lebih banyak menggunakan pronomina persona atau personal pronouns. Selain itu dalam
setiap dialog disebutkan siapa yang menuturkan dialog tersebut, sehingga aspek pengacuan persona dapat ditemukan dihampir seluruh kalimat data
dalam wacana. Selain itu, secara khusus alasan penggunaan aspek pengacuan yang
mendominasi ini adalah sebagai upaya Hemingway untuk memperkenalkan karakteristik dari tokoh-tokoh ceritanya. Dalam cerpen ini Hemingway
berusaha untuk memperkenalkan karakteristik dari tokoh cerita melalui dialog-dialog minimalis. Hal ini dilakukan dengan cara menyebutkan
nomina atau frasa nomina tertentu yang merujuk pada karakter cerita secara berulang-ulang. Penyebutan nomina dan frasa nomina sebagai unsur acuan
ini hampir selalu diikuti oleh penggunaan personal pronoun yang merupakan unsur kohesinya. Misalnya, dalam beberapa dialog, secara
berulang-ulang disebutkan frasa The Bright Boys yang mengacu pada Nick
dan George. Tanpa melalui pendeskripsian yang panjang, Hemingway ingin menyiratkan kepada pembaca bahwa Nick dan George yang dinyatakan
dengan frasa The Bright Boys merupakan tokoh protagonis yang merupakan hero atau pahlawan dalam cerita ini, selain itu mereka juga adalah orang-
orang baik yang oleh para pembunuh The Killers dianggap sebagai orang- orang yang dapat diajak bekerja sama meski pada kenyataannya Nick dan
George memilih untuk berpihak pada kebenaran. Jadi, dari fakta ini dapat disimpulkan bahwa, Hemingway ingin pembaca mengenali dan mempelajari
karakteristik dari tokoh cerita melalui dialog-dialog singkat tersebut. Dengan kata lain, tanpa melalui komentar dan pendeskripsian yang jelas,
Hemingway membiarkan pembaca menginterpretasikan sendiri makna cerita dan karakteristik tokoh melalui dialog. Hal ini menyebabkan banyaknya
penggunaan pengacuan persona dalam cerpen The Killers. Selanjutnya, Hemingway juga berusaha mendeskripsikan suasana
atau situasi dalam cerita melalui penyebutan beberapa nomina secara berulang-ulang. Penyebutan nomina secara berulang ini selalu diikuti oleh
pelekatan pengacuan demonstratif berupa definite article “The” di depan nomina tersebut. Hal ini pula yang melatarbelakangi dominasi dari
penggunaan kohesi gramatikal jenis pengacuan demonstratif berupa definite article “The” di dalam wacana cerpen The Killers. Misalnya, dalam dialog-
dialog pada wacana cerpen ini secara berulang-ulang disebutkan kata the counter dan the kitchen. Melalui penyebutan nomina-nomina ini
Hemingway berupaya untuk mendeskripsikan kepada pembaca bagaimana
situasi atau suasana yang terjadi dalam beberapa alur cerita, misalnya ketika salah satu tokoh cerita bernama Max atau The Killers yang secara berulang-
ulang disebutkan melakukan beberapa aktivitas di The counter pada Henry’s eating-house, sehingga terjadi penyebutan kata the counter secara berulang-
ulang. Dengan cara ini , Hemingway ingin menyiratkan kepada pembaca bahwa Max berusaha menunjukkan kekuasaannya kepada para pelayan di
rumah makan tersebut George dan Max, dengan cara ini juga pembaca dapat memahami dan ikut merasakan situasi ketegangan yang terjadi di
dalam rumah makan tersebut. Selain itu, dalam wacana cerpen ini juga ditemukan cukup banyak
penggunaan kohesi gramatikal berupa perangkaian atau konjungsi. Akan tetapi, semua konjungsi yang digunakan dalam wacana cerpen ini
merupakan konjungsi yang biasanya ditemukan dalam penggunaan bahasa lisan, seperti and, but, well, then, dan and then. Hal ini dipengaruhi oleh
gaya penulisan minimalisme dari Ernest Hemingway. Dengan menghindari penggunaan kalimat-kalimat panjang dan pemilihan konjungsi sederhana,
Hemingway berupaya memberikan efek kejelasan dan kecenderungan untuk langsung pada topik cerita pada pembaca. Selain itu, pemilihan konjungsi
yang biasa digunakan dalam bahasa lisan informal ini juga mereprentasikan situasi cerita yang lebih realistis dan memudahkan pembaca untuk
menginterpretasikan alur cerita meski pengungkapannya hanya dalam dialog-dialog singkat.
Selanjutnya, berbeda dengan kohesi gramatikal, penggunaan aspek- aspek dari kohesi leksikal dalam wacana cerpen ini jumlahnya lebih
cenderung berbanding seimbang antara satu sama lainnya. Penggunaan penanda kohesi leksikal ini juga bertujuan untuk beberapa alasan. Pertama,
dalam pengacuan leksikal berupa repetisi, terdapat penyebutan beberapa nomina dan frasa nomina secara berulang-ulang. Seperti telah dijelaskan
pada alasan penggunaan kohesi gramatikal di atas, penyebutan nomina secara berulang atau repetisi ini bertujuan untuk memperkenalkan atau
mendeskripsikan karakteristik dari tokoh cerita melalui dialog-dialog minimalis jika yang diulang-ulangi adalah nomina atau frasa nomina yang
mengacu pada tokoh cerita, serta mendeskripsikan suasana atau situasi dalam cerita jika yang diulang-ulangi adalah nomina berupa nama tempat.
Selain itu, penggunaan penanda kohesi leksikal ini juga bertujuan untuk menghindari penggunaan bahasa yang monoton atau cenderung sama
dari awal hingga akhir cerita, serta menciptakan variasi penggunaan bahasa yang membuat wacana lebih menarik. Hal ini terlihat dalam penggunaan
pasangan dan kelompok kata yang membentuk relasi semantik berupa sinonim dan hiponim.
4.3.4 Perbandingan Hasil Kajian Wacana Cerpen ”The Killers” dengan